Anda di halaman 1dari 7

I.

Maksud & Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah mengetahui pengaruh proses penyempurnaan anti-
bakteri terhadap ketahanan bakteri pada kain kapas. Adapun tujuan praktikum yaitu:
 Meningkatkan ketahanan bakteri pada kain kapas.
 Menentukan resep yang optimal untuk meningkatkan ketahanan bakteri pada kain
kapas.
II. Teori Dasar
A. Kain Kapas

Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk
dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis
Gossypium hirsutum dan Gossypium barbadense. Kandungan terbesar dari serat
kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan masuknya zat warna
pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain selulosa dihilangkan dalam
proses pemasakan.

Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam
larutan asam sulfat 70% serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat
kapas dalam larutan NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah
mengalami proses merserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih
tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator selama terkontrol
kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang
berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada
proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi
oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat. Morfologi
serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang memanjang

1
seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang
ditengah yang disebut lumen.

Beberapa karakteristik serat kapas :

B. Zat Anti Mikroba


Laju pertumbuhan mikroba bisa sangat cepat. populasi bakteri, misalnya,
akan berlipat ganda setiap 20 hingga 30 menit dalam kondisi ideal (36–40 °C atau
77–98 °F, pH 5–9). Pada tingkat ini, satu sel bakteri dapat meningkat menjadi
1.048.576 sel hanya dalam 7 jam. Oleh karena itu, pelapis antimikroba harus
bertindak cepat untuk efektif. Selain aktingnya yang cepat, sejumlah kriteria
penting lainnya bisa dicantumkan untuk pelapis antimikroba. Antimikroba harus
membunuh atau menghentikan pertumbuhan mikroba dan harus mempertahankan
properti ini melalui beberapa siklus pembersihan atau paparan luar ruangan.
Antimikroba harus aman untuk digunakan oleh produsen dan konsumen untuk
dipakai. Hasil akhir harus memenuhi peraturan pemerintah yang ketat dan

2
memiliki dampak lingkungan yang minimal. Lapisan antimikroba harus mudah
diterapkan di pabrik tekstil, harus kompatibel dengan bahan finishing lainnya,
memiliki sedikit jika ada efek buruk pada sifat kain lainnya termasuk kenyamanan
pemakaian, dan harus berbiaya rendah.
Beberapa lapisan antimikroba yang berfungsi pada permukaan serat telah
dikomersialkan. Salah satu produk yang populer didasarkan pada
octadecylaminodimethyltrimethoxy silylpropylammonium chloride (Gbr. 15.2a).
Setelah aplikasi, langkah curing diperlukan untuk membentuk lapisan polimer
siloksan pada permukaan serat. Lapisan ini melumpuhkan bagian antimikroba dari
molekul (nitrogen kuartener) dan menyediakan daya tahan yang diperlukan untuk
pencucian. Hasil akhir terikat lainnya telah dikembangkan dengan PHMB,
poliheksametilena biguanida (Gbr. 15.2b). PHMB juga bisa berupa pad atau
exhaust diterapkan. Bahan kimia ini memiliki struktur molekul yang tepat untuk
mengikat erat untuk permukaan serat, namun masih menjadi antimikroba yang
efektif. Efek antimikroba dari bahan bermuatan kationik dianggap melibatkan
interaksi kationik molekul dengan fosfolipid anionik di dinding sel mikroba.
Interaksi ini diyakini dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel sampai ke
titik kematian sel. Pendekatan baru dan baru untuk antimikroba terikat baru-baru
ini diperkenalkan.
Kapas yang direaksikan dengan metilol-5,5-dimetildyantoin kemudian
diolah dengan hipoklorit untuk membentuk kloramin dalam serat (Gbr. 15.3).
Situs kloramin ini memiliki aktivitas antibakteri dan dapat berfungsi sebagai agen
antimikroba terbarukan dengan perawatan lanjutan dengan hipoklorit melalui
pemutihan dan pencucian rumah tangga setelah bereaksi dengan bakteri (Gbr.
15.4). Masalah dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi kloramin
termasuk menguning dengan panas (misalnya menyetrika) dan selulosa kerusakan
serat terutama kehilangan kekuatan yang signifikan, yang disebabkan oleh oxy-
dan hidroselulosa (dihasilkan oleh asam hipoklorit, lihat Bab 5.8 dan Gambar
5.10).
Pendekatan baru lainnya adalah aplikasi kitosan. Biopolimer yang
dimodifikasi ini dibuat dari limbah alam yang murah. Kitin dari cangkang

3
krustasea (mis. dari kepiting) diubah menjadi kitosan dengan perlakuan basa.
Kitin adalah analog dariselulosa dengan gugus N-asetil sebagai ganti gugus
hidroksi pada posisi 2 (Gbr. 15.5). Alkali membelah sebagian besar (75-95 %),
menghasilkan gugus amino bebas yang menyediakan efek fungistatik dan
bakteriostatik. Aktivitas antimikroba ringan ini dapat diperkuat dengan metilasi
gugus amino menjadi struktur trimetilamonium kuaterner. Kitosan dapat
diaplikasikan dengan mikroenkapsulasi atau dengan ikatan reaktif pada selulosa
dan dengan ikatan silang kitosan. Keuntungan dari lapisan antimikroba dengan
kitosan termasuk sifat serap tinggi, kontrol kelembaban, promosi luka
penyembuhan, sifat non-alergi, tidak beracun dan biodegradable.

III. Alat & Bahan


Alat Bahan
- Bejana - Kain Kapas
- Pengaduk - Resin anti-bakteri
- Neraca digital
- Nampan
- Mesin padder
- Mesin stenter
- Pipet
4
- Gelas ukur
IV. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses penyempurnaan anti-
bakteri.
2. Hitung dan timbang resep untuk larutan penyempurnaan anti-bakteri.
3. Tambahkan ke dalam piala gelas tersebut resin zat anti-bakteri yang telah
dilarutkan dengan air dingin sambil diaduk-aduk agar merata.
4. Pindahkan larutan penyempurnaan anti-bakteri yang telah disiapkan ke dalam
nampan, lalu rendam kain kapas hingga seluruh bagian terbasahi.
5. Lewatkan kain kapas di antara rol – rol padder sebanyak 2 kali.
6. Keringkan kain menggunakan mesin stenter pada suhu 100°C selama 2 menit dan
dilanjutkan dengan pemanasawetan (curing) pada suhu 170°C selama 2 menit.
7. Lakukan hal yang sama untuk variasi resep lainnya.
V. Resep
 Zat anti-mikroba : 0 – 20 – 40 – 60 – 80 g/L
 Drying : 100°C, 2’
 Curing : 170°C, 2’
VI. Perhitungan Resep

Total larutan 100 ml

o Resin 0 g/L : 0 g / 1.000 ml × 100 ml =0g


Kebutuhan air : 100 ml – 0 g = 100 ml
o Resin 20 g/L : 20 g / 1.000 ml × 100 ml =2g
Kebutuhan air : 100 ml – 2 g = 98 ml
o Resin 40 g/L : 40 g / 1.000 ml × 100 ml =4g
Kebutuhan air : 100 ml – 4 g = 96 ml
o Resin 60 g/L : 60 g / 1.000 ml × 100 ml =6g
Kebutuhan air : 100 ml – 6 g = 94 ml
o Resin 80 g/L : 80 g / 1.000 ml × 100 ml =8g
Kebutuhan air : 100 ml – 8 g = 92 ml
VII. Fungsi Zat

5
 Zat Anti-Mikroba : sebagai resin untuk meningkatkan ketahanan terhadap
bakteri.
VIII. Skema Proses

Curing 170°C
2 menit
2 menit

IX. Data Hasil Percobaan

Pembentukan zona bening

Konsentrasi Zat Anti-Mikroba (g/L)


0 20 40 60 80
10 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm

X. Diskusi
Zat anti-mikroba adalah suatu zat yang berfungsi untuk mematikan, menghambat,
dan merusak pertumbuhan mikroba. Zat anti-mikroba sangat efektif terhadap bakteri tapi
kurang efektif terhadap jamur dan bersifat kurang larut dalam air. Mekanisme zat anti-
mikroba diantaranya:
 Mencegah reproduksi sel
 Menghalangi enzim
 Reaksi dengan dinding membrane sel
 Merusak dinding sel
 Meracuni bakteri dari dalam

Pada praktikum yang telah dilakukan, variasi konsentrasi zat anti-mikroba


menghasilkan perbedaan ukuran pada pembentukan zona bening. Pada konsentrasi 0 g/L
didapat 10 cm, konsentrasi 20 g/L didapat 30 cm, konsentrasi 40 g/L didapat 40 cm,
konsentrasi 60 g/L didapat 50 cm, dan konsentrasi 80 g/L didapat 60 cm.

6
XI. Daftar Pustaka
 Noerati. 2013. Teknologi Tekstil. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil : PLPG.
 Dokumen. Penyempurnaan Anti Bakteri Pada Kain Kapas, Rayon, Poliester –
Kapas (T/C), dan Poliester- Rayon (T/R) dengan Resin Nikkanon NS. Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil. https://dokumen.tips/documents/laporan-anti-bakteri-
3k4-kelompok-2.html?page=18, diakses pada 19 Maret 2022.
 Karmakar, S. 1999. Chemical Technology In The Pre-Treatment Processes Of
Textiles Volume 12. India: Elsevier Science B.V.

Anda mungkin juga menyukai