Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk
dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis
Gossypium hirsutum dan Gossypium barbadense. Kandungan terbesar dari serat
kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan masuknya zat warna
pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain selulosa dihilangkan dalam
proses pemasakan.
Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam
larutan asam sulfat 70% serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat
kapas dalam larutan NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah
mengalami proses merserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih
tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator selama terkontrol
kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang
berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada
proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi
oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat. Morfologi
serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang memanjang
1
seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang
ditengah yang disebut lumen.
2
memiliki dampak lingkungan yang minimal. Lapisan antimikroba harus mudah
diterapkan di pabrik tekstil, harus kompatibel dengan bahan finishing lainnya,
memiliki sedikit jika ada efek buruk pada sifat kain lainnya termasuk kenyamanan
pemakaian, dan harus berbiaya rendah.
Beberapa lapisan antimikroba yang berfungsi pada permukaan serat telah
dikomersialkan. Salah satu produk yang populer didasarkan pada
octadecylaminodimethyltrimethoxy silylpropylammonium chloride (Gbr. 15.2a).
Setelah aplikasi, langkah curing diperlukan untuk membentuk lapisan polimer
siloksan pada permukaan serat. Lapisan ini melumpuhkan bagian antimikroba dari
molekul (nitrogen kuartener) dan menyediakan daya tahan yang diperlukan untuk
pencucian. Hasil akhir terikat lainnya telah dikembangkan dengan PHMB,
poliheksametilena biguanida (Gbr. 15.2b). PHMB juga bisa berupa pad atau
exhaust diterapkan. Bahan kimia ini memiliki struktur molekul yang tepat untuk
mengikat erat untuk permukaan serat, namun masih menjadi antimikroba yang
efektif. Efek antimikroba dari bahan bermuatan kationik dianggap melibatkan
interaksi kationik molekul dengan fosfolipid anionik di dinding sel mikroba.
Interaksi ini diyakini dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel sampai ke
titik kematian sel. Pendekatan baru dan baru untuk antimikroba terikat baru-baru
ini diperkenalkan.
Kapas yang direaksikan dengan metilol-5,5-dimetildyantoin kemudian
diolah dengan hipoklorit untuk membentuk kloramin dalam serat (Gbr. 15.3).
Situs kloramin ini memiliki aktivitas antibakteri dan dapat berfungsi sebagai agen
antimikroba terbarukan dengan perawatan lanjutan dengan hipoklorit melalui
pemutihan dan pencucian rumah tangga setelah bereaksi dengan bakteri (Gbr.
15.4). Masalah dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi kloramin
termasuk menguning dengan panas (misalnya menyetrika) dan selulosa kerusakan
serat terutama kehilangan kekuatan yang signifikan, yang disebabkan oleh oxy-
dan hidroselulosa (dihasilkan oleh asam hipoklorit, lihat Bab 5.8 dan Gambar
5.10).
Pendekatan baru lainnya adalah aplikasi kitosan. Biopolimer yang
dimodifikasi ini dibuat dari limbah alam yang murah. Kitin dari cangkang
3
krustasea (mis. dari kepiting) diubah menjadi kitosan dengan perlakuan basa.
Kitin adalah analog dariselulosa dengan gugus N-asetil sebagai ganti gugus
hidroksi pada posisi 2 (Gbr. 15.5). Alkali membelah sebagian besar (75-95 %),
menghasilkan gugus amino bebas yang menyediakan efek fungistatik dan
bakteriostatik. Aktivitas antimikroba ringan ini dapat diperkuat dengan metilasi
gugus amino menjadi struktur trimetilamonium kuaterner. Kitosan dapat
diaplikasikan dengan mikroenkapsulasi atau dengan ikatan reaktif pada selulosa
dan dengan ikatan silang kitosan. Keuntungan dari lapisan antimikroba dengan
kitosan termasuk sifat serap tinggi, kontrol kelembaban, promosi luka
penyembuhan, sifat non-alergi, tidak beracun dan biodegradable.
5
Zat Anti-Mikroba : sebagai resin untuk meningkatkan ketahanan terhadap
bakteri.
VIII. Skema Proses
Curing 170°C
2 menit
2 menit
X. Diskusi
Zat anti-mikroba adalah suatu zat yang berfungsi untuk mematikan, menghambat,
dan merusak pertumbuhan mikroba. Zat anti-mikroba sangat efektif terhadap bakteri tapi
kurang efektif terhadap jamur dan bersifat kurang larut dalam air. Mekanisme zat anti-
mikroba diantaranya:
Mencegah reproduksi sel
Menghalangi enzim
Reaksi dengan dinding membrane sel
Merusak dinding sel
Meracuni bakteri dari dalam
6
XI. Daftar Pustaka
Noerati. 2013. Teknologi Tekstil. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil : PLPG.
Dokumen. Penyempurnaan Anti Bakteri Pada Kain Kapas, Rayon, Poliester –
Kapas (T/C), dan Poliester- Rayon (T/R) dengan Resin Nikkanon NS. Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil. https://dokumen.tips/documents/laporan-anti-bakteri-
3k4-kelompok-2.html?page=18, diakses pada 19 Maret 2022.
Karmakar, S. 1999. Chemical Technology In The Pre-Treatment Processes Of
Textiles Volume 12. India: Elsevier Science B.V.