Anda di halaman 1dari 4

Melinda Wahyu Putri

04011381823242
Beta 2018
ASMA
Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing, pusing-pusing,
sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan.
Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan
ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering
muncul adalah dispnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala
yang harus ada bila serangan asma muncul (Pudjiadi, Latief, dan Budiwardhana, 2018).
Klasifikasi
Biasanya ditentukan dengan klasifikasi Hugh-Jones (2018) yang dapat dibagi menjadi:
- Derajat pertama: kerja tampak sama dengan mereka yang memiliki usia
sama, berjalan, naik tangga mungkin seperti orang sehat lainnya.
- Derajat dua: walaupun obstruksi tidak didapatkan, pasien tidak dapat untuk berjalan
seperti orang lainnya yang berusia sama.
- Derajat tiga: walaupun tidak dapat berjalan seperti orang sehat pada level biasa,
pasiennya masih dapat berjalan satu kilometer atau lebih dengan langkahnya sendiri.
- Derajat empat: orang berjalan 50 m atau lebih membutuhkan istirahat atau tidak dapat
melanjutkannya.
- Derajat lima: sesak napas terjadi ketika ganti baju atau istirahat; dan orangtersebut
biasanya tidak dapat meninggalkan rumah.
Klasifikasi Sesak Nafas berdasarkan Gambaran Klinis (Muttaqin, 2017):
Tabel 1. Klasifikasi Sesak Nafas berdasarkan Gambaran Klinis (Muttaqin, 2017)
Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat ditegakkan.
Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang dapat memicu terjadinya
reaksi asma penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan spirometri hanya
dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5 tahun. Jika pemeriksaan spirometri hasilnya
baik, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma (Soedarto,
2012), yaitu:
- Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma
- Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu
- Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik
- Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease
- Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus
- Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit paru,
jantung, atau adanya benda asing pada jalan napas penderita
Komplikasi

1. Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).


2. Menurunnya performa di sekolah atau di pekerjaan.
3. Tubuh sering terasa lelah.
4. Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
5. Status asmatikus (kondisi asma parah yang tidak respon dengan terapi normal).
6. Pneumonia.
7. Gagal pernapasan.
8. Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru dan atelektasis.
9. Kematian.
Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan saat terjadi serangan asma antara lain:
- Menghilangkan obstruksi jalan nafas
- Mengenali dan menghindarkan faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
- Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan atau
penanganan penyakit
Penatalaksanaan asma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pengobatan dengan obat-obatan:
- Beta agonist (beta adregenik agent)
- Methylxanline (enphy bronkodilator)
- Anti kolinergik (bronkodilator)
- Kortekosteroid
- Mast cell inhibitor (inhalasi)
2. Tindakan spesifik
- Pemberian oksigen
- Pemberian agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10
mg), inhalasi nebulezer dan pemberiannya dapat diulang setiap 30 - 60 menit.
- Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB
- Kortekosteroid hidrokortison 100-200 mg, digunakan jika tidak ada respon segera
atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan yang sangat
berat.

3.
DAFTAR PUSTAKA

Epstein, Judith E. dan Stephen Hoffman. 2006. Tropical Infection Disease Principles,
Pathogens, and Practice. Jakarta: EGC.

Foresto, B, E. D. Tenda, dan C. M. Rumende. 2015. Obstruksi saluran Napas pada Non
Small Carcinoma. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 1022.

Jenson Berhrman Kliegman. 2018. Nelson Textbook of Pediatric 17 th edition. Jakarta: EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman


Pengendalian Penyakit Asma.

Laksana, M. 2015. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh pada Timbulnya Kejadian Sesak
Napas Penderita Asma Bronkial. Vol. 4. No.9. Hal 64-68.

Lugogo N, Que LG, Gilstrap DL, Kraft M. 2016. Asthma: Clinical Diagnosis and
Management. In: Broaddus VC, Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray
JF, et al., editors. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 731–50.

Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen K-H, Custovic A, Gern J, Lemanske R, et al. 2012.
International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 67(8):976–97.

Pudjiadi, Latief, dan Budiwardhana. 2018. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Sukarya, Wawang Setiawan. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai