Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KELOMPOK

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I

PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER

PADA KASUS ASIDOSIS RESPIRATORIK DAN ASIDOSIS METABOLIK

DALAM KONTEK KEGAWADARURATAN YANG DIAKIBATKAN

RESPIRATORY FAILURE

Dosen Pengampu:

Mira,Ns.,M.Kep

OLEH
KELOMPOK 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2017/2018
Disusun oleh
Kelompok 1

Agni Wahyuni (1614201110062)


Agus Rizky Maulana (1614201110063)
Aldi Seprianata Z (1614201110064)
Alfaridza Sabda (1614201110065)
Anita Rahman (1614201110066)
Aulia Rahayu Sulistiyaningrum (1614201110067)
Ayu Asari (1614201110068)
Bela Vista (1614201110069)
Desy Iriyanti (1614201110070)
Dhian Aji Candra (1614201110071)
Dwi Hadisantoso (1614201110072)
Edi Kusmiransyah (1614201110073)
Emy Pratama (1614201110074)
Eva Herlina (1614201110075)
Farihah Febia (1614201110076)
Hani Hairini (1614201110077)
Hanifa Ilmiati (1614201110078)
Husna Widia Atma (1614201110079)
PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER

PADA KASUS ASIDOSIS RESPIRATORIK DAN ASIDOSIS METABOLIK

DALAM KONTEK KEGAWADARURATAN YANG DIAKIBATKAN

RESPIRATORY FAILURE

1. Pencegahan Primer (primary prevention)

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan pada orang yang


mempunyai risiko agar tidak terjadi gagal napas. Orang yang berisiko tinggi untuk
mengalami gangguan paru-paru adalah hipoventilasi, adanya trauma pada lesi batang,
penyakit paru-paru lainnya.
Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah:
1 Mengatur pola konsumsi protein.
2 Sedikit mengkonsumsi garam. Pola konsumsi garam yang tinggi akan
meningkatkan ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat menumpuk dan
membentuk kristal.
3 Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.

Selain pencegahan primer lainnya yaitu :

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat


agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Tujuan dari pencegahan
primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-
penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.

Pecengahan primer meliputi:

a. Kebiasaan merokok harus dihentikan


b. Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja (pabrik) yang terdapat
asap mesin, debu
c. Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja (pabrik)
d. Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan
2. PENCEGAHAN SEKUNDER (SECONDARY PREVENTION)

Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah orang


yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan
komplikasi. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara
dini dan pengobatan secara cepat dan tepat.

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah sakit
agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi.

Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi


akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian
pengobatan.

a. Diagnosis Dini
Untuk menetapkan diagnosis dini pada pasien adalah dengan pemeriksaan
faal paru, radiologis, analisis gas darah, dan defisiensi AAT.
1) Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah
seseorang mempunyai faal paru yang normal atau mengalami
gangguan. Gangguan faal paru pada PPOK adalah obstruksi (hambatan
aliran udara ekspirasi). Faal paru seseorang meningkat mulai sejak
dilahirkan sampai mencapai nilai maksimal pada umur antara 19-21
tahun, kemudian menurun secara berlahan. Penurunan faal paru juga
terjadi pada orang normal sebesar 30 ml pertahun untuk nilai Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1).
Pemeriksaan faal paru sangat berguna untuk menunjang diagnosa
penyakit, melihat laju perjalanan penyakit, evaluasi pengobatan, dan
menentukan prognosis penyakit. Pemeriksaan dengan menggunakan
alat spirometri sangat dianjurkan karena sederhana dan akurat.
2) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Pada emfisema gambaran yang paling dominana adalah radiolusen
paru yang bertambah, dan pembuluh darah paru mengalami penipisan
atau menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran
diafragma dan pembesaran rongga retrosternal. Pada bronkhitis kronik
tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri
pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami
pembesaran.

3) Pemeriksaan Analisis Gas Darah


Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan nilai VEP1 < 40
% prediksi, pasien dengan gagal jantung kanan serta pasien yang
secara klinis dicurigai adanya gagal napas. Dikatakan adanya gagal
napas apabila dari analisis gas darah didapat nilai tekanan parsial O2
(PaO2) kurang dari 60 mmHg, dengan atau tanpa adanya peningkatan
tekanan parsial CO2 (PaCO2) lebih dari 45 mmHg.

4) Pemeriksaan Defisiensi Alfa – 1 Antitripsin (AAT)


Pemeriksaan dilakukan dengan skrining adanya defisiensi alfa – 1
antitripsin pada pasien yang mengalami PPOK sebelum berusia 45
tahun atau pasien dengan riwayat keluarga PPOK. Pemeriksaan kadar
AAT di dalam darah dengan metode Imuno-turbidimetri. Nilai normal
AAT adalah 200-400 mg/100cc.7 Kadar dibawah 20% dari normal
menunjukkan bahwa pasien homozigot defisiensi AAT. Kadar diatas
20% tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan PPOK.
b. Pengobatan
Adapun pemberian pengobatan terhadap penderita PPOK meliputi:
bronkodilator, kortikostreroid, antibiotik, pemberian oksigen dan pembedahan.
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat utama dalam penatalaksanaan PPOK.
Bronkodilator utama pada PPOK adalah agonis beta-2, antikolinergik,
teofilin atau kombinasi obat tersebut.
2) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular hanya boleh
diberikan pada pasien yang telah tercatat dari hasil spirometri berespon
terhadap steroid, atau pada pasien yang VEP1 < 50%.9 Dapat juga
diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40mg/hari
paling sedikit selama 2 minggu, maka pengobatan kortikosteroid
sebaiknya dihentikan. Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka
harus dimonitor efek samping dari kortikosteroid pada penggunaan
jangka lama.
3) Antibiotik
Antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam
penatalaksanaan PPOK. Pemberian antibiotik dengan spektrum yang
luas pada infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza dan Mycoplasma.
4) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen jangka panjang terhadap penderita PPOK pada
analisis gas darah didapatkan. Pemberian oksigen jangka panjang
(lebih dari 15 jam/hari) pada pasien dengan gagal nafas kronis dapat
meningkatkan survival, memperbaiki kelainan hemodinamik,
hemotologis, meningkatkan kapasitas exercise dan memperbaiki status
mental.
5) Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada PPOK berat dan tindakan
operasi diambil apabila diyakini dapat memperbaiki fungsi paru atau
gerakan mekanik paru. Jenis operasi pada PPOK adalah bullectomy,
Lung Volume Reduction Surgery (LVRS) dan transplantasi paru.

3). PENCEGAHAN TERTIER (TERTIARY PREVENTION)

Pencegahan tersier yang dilakukan pada penderita RF adalah untuk mencegah


kecacatan/kematian, mencegah proses penyakit lanjut dan rehabilitasi. Rehabilitasi yang
dapat dilakukan dapat berupa rehabilitasi fisik, sosial dan psikologi. Pencegahan tersier
terus diupayakan selama penderitaRF belum meninggal dunia.

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan


mengadakan rehabilitasi.

Pencegahan tertier meliputi :

a. Rehabilitasi Psikis
Rehabilitasi psikis bertujuan memberikan motivasi pada penderita untuk dapat
menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan bahkan akan
mengalami kecemasan, takut dan depresi terutama saat eksaserbasi. Rehabilitasi
psikis juga bertujuan mengurangi bahkan menghilangkan perasaaan tersebut.
b. Rehabilitasi Pekerjaan
Rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk menyelaraskan pekerjaan yang dapat
dilakukan penderita sesuai dengan gejala dan fungsi paru penderita. Diusahakan
menghindari pekerjaan yang memiliki risiko terjadi perburukan penyakit.
c. Rehabilitasi Fisik
Penderita PPOK akan mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik serta diikuti
oleh gangguan pergerakan yang mengakibatkan kondisi inaktif dan berakhir dengan
keadaan yang tidak terkondisi. Tujuan rehabilitasi fisik yang utama adalah
memutuskan rantai tersebut sehingga penderita tetap aktif.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia 2. Jakarta:


Salemba Medika
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Mutaqin, Arif . 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien sistem Pernapasan.
Jakarta :Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai