Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PENCEGAHAN PRIMER SEKUNDER DAN TERSIER PADA KASUS


GAGAL NAFAS, ASIDOSIS METABOLIK DAN ASMATIKUS

NARWAN
201701124
3C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2020
A. PENCEGAHAN PRIMER,TERSIER DAN SEKUNDER PADA KASUS GAGAL
NAFAS
1. Pencegahan primer
a. Berhenti merokok
b. Tidak terpapar polutan
c. Menurunkan berat badan hingga ke angka ideal jika Anda mengalami obesitas
d. Menjaga pola hidup sehat
e. Tidak berada di tempat dengan ketinggian diatas 1524 meter
f. Secara rutin melakukan pemeriksaan
Pemberian zink dapat mencegah terjadinya pneumonia pada anak
walaupun jika unutk terapi zink kurang bermanfaat. Pemberian zink 20
mg/hari pada anak pneumonia efektif terhadap pemulihan demam, sesak nafas,
dan laju pernapasan

2. Pencegahan sekunder
a. Terapi oksigen
b. Pertahankan jalan nafas
c. Pemberian obat Bronkoilator
d. Pemberian obat kortikosteroid

3. pencegahan tersier
Pencegahan gagal napas dapat dilakukan dengan mengobati penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik, misalnya,
gagal napas dapat dicegah dengan memberikan pengobatan serta fisioterapi
hingga PPOK benar-benar terkontrol.
Pada pasien dengan trauma dada akibat kecelakaan, gagal napas dapat dicegah
dengan pemberian pertolongan pertama yang cepat dan tepat sesuai dengan
kondisi pasien.
B. PENCEGAHAN PRIMER,TERSIER DAN SEKUNDER PADA KASUS ASIDOSIS
METABOLIK
1. Pencegahan Primer (primary prevention)
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan pada orang yang
mempunyai risiko agar tidak terjadi gagal napas. Orang yang berisiko tinggi untuk
mengalami gangguan paru-paru adalah hipoventilasi, adanya trauma pada lesi
batang, penyakit paru-paru lainnya.
Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah:
a. Mengatur pola konsumsi protein.
b. Sedikit mengkonsumsi garam. Pola konsumsi garam yang tinggi akan
meningkatkan ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat menumpuk dan
membentuk kristal.
c. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.

Selain pencegahan primer lainnya yaitu :


Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Tujuan dari
pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara
mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.
Pecengahan primer meliputi:

a. Kebiasaan merokok harus dihentikan


b. Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja (pabrik) yang
terdapat
asap mesin, debu
c. Membuat corong asap di rumah maupun di tempat kerja (pabrik)
d. Pendidikan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan
2. PENCEGAHAN SEKUNDER (SECONDARY PREVENTION)
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindarkan komplikasi. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan secara cepat dan tepat.
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari
komplikasi.
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan
mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis
dini dan pemberian pengobatan.
a. Diagnosis Dini
Untuk menetapkan diagnosis dini pada pasien adalah dengan
pemeriksaan faal paru, radiologis, analisis gas darah, dan defisiensi AAT.
1) Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah pemeriksaan untuk mengetahui apakah
seseorang mempunyai faal paru yang normal atau mengalami gangguan.
Gangguan faal paru pada PPOK adalah obstruksi (hambatan aliran udara
ekspirasi). Faal paru seseorang meningkat mulai sejak dilahirkan sampai
mencapai nilai maksimal pada umur antara 19-21 tahun, kemudian
menurun secara berlahan. Penurunan faal paru juga terjadi pada orang
normal sebesar 30 ml pertahun untuk nilai Volume Ekspirasi Paksa detik
pertama (VEP1).
Pemeriksaan faal paru sangat berguna untuk menunjang diagnosa
penyakit, melihat laju perjalanan penyakit, evaluasi pengobatan, dan
menentukan prognosis penyakit. Pemeriksaan dengan menggunakan alat
spirometri sangat dianjurkan karena sederhana dan akurat.
2) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pada
emfisema gambaran yang paling dominana adalah radiolusen paru yang
bertambah, dan pembuluh darah paru mengalami penipisan atau
menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan pendataran diafragma dan
pembesaran rongga retrosternal. Pada bronkhitis kronik tampak adanya
penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari arteri pulmonalis,
disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran.
3) Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan nilai VEP1 < 40 %
prediksi, pasien dengan gagal jantung kanan serta pasien yang secara
klinis dicurigai adanya gagal napas. Dikatakan adanya gagal napas apabila
dari analisis gas darah didapat nilai tekanan parsial O2 (PaO2) kurang dari
60 mmHg, dengan atau tanpa adanya peningkatan tekanan parsial CO2
(PaCO2) lebih dari 45 mmHg.
4) Pemeriksaan Defisiensi Alfa – 1 Antitripsin (AAT)
Pemeriksaan dilakukan dengan skrining adanya defisiensi alfa – 1
antitripsin pada pasien yang mengalami PPOK sebelum berusia 45 tahun
atau pasien dengan riwayat keluarga PPOK. Pemeriksaan kadar AAT di
dalam darah dengan metode Imuno-turbidimetri. Nilai normal AAT
adalah 200-400 mg/100cc.7 Kadar dibawah 20% dari normal
menunjukkan bahwa pasien homozigot defisiensi AAT. Kadar diatas 20%
tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan PPOK.
b. Pengobatan
Adapun pemberian pengobatan terhadap penderita PPOK meliputi:
bronkodilator, kortikostreroid, antibiotik, pemberian oksigen dan pembedahan.
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat utama dalam penatalaksanaan PPOK.
Bronkodilator utama pada PPOK adalah agonis beta-2, antikolinergik,
teofilin atau kombinasi obat tersebut.
2) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular hanya boleh diberikan
pada pasien yang telah tercatat dari hasil spirometri berespon terhadap
steroid, atau pada pasien yang VEP1 < 50%.9 Dapat juga diberikan dalam
bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40mg/hari paling sedikit
selama 2 minggu, maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya dihentikan.
Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka harus dimonitor efek
samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka lama.
3) Antibiotik
Antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam
penatalaksanaan PPOK. Pemberian antibiotik dengan spektrum yang luas
pada infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenza dan Mycoplasma.
4) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen jangka panjang terhadap penderita PPOK pada analisis
gas darah didapatkan. Pemberian oksigen jangka panjang (lebih dari 15
jam/hari) pada pasien dengan gagal nafas kronis dapat meningkatkan
survival, memperbaiki kelainan hemodinamik, hemotologis,
meningkatkan kapasitas exercise dan memperbaiki status mental.
5) Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada PPOK berat dan tindakan operasi
diambil apabila diyakini dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan
mekanik paru. Jenis operasi pada PPOK adalah bullectomy, Lung Volume
Reduction Surgery (LVRS) dan transplantasi paru.

3. PENCEGAHAN TERTIER (TERTIARY PREVENTION)


Pencegahan tersier yang dilakukan pada penderita RF adalah untuk mencegah
kecacatan/kematian, mencegah proses penyakit lanjut dan rehabilitasi.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan dapat berupa rehabilitasi fisik, sosial dan
psikologi. Pencegahan tersier terus diupayakan selama penderitaRF belum
meninggal dunia.
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi.
Pencegahan tertier meliputi :
a. Rehabilitasi Psikis
Rehabilitasi psikis bertujuan memberikan motivasi pada penderita untuk dapat
menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan bahkan
akan mengalami kecemasan, takut dan depresi terutama saat eksaserbasi.
Rehabilitasi psikis juga bertujuan mengurangi bahkan menghilangkan
perasaaan tersebut.
b. Rehabilitasi Pekerjaan
Rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk menyelaraskan pekerjaan yang dapat
dilakukan penderita sesuai dengan gejala dan fungsi paru penderita.
Diusahakan menghindari pekerjaan yang memiliki risiko terjadi perburukan
penyakit.
c. Rehabilitasi Fisik
Penderita PPOK akan mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik serta
diikuti oleh gangguan pergerakan yang mengakibatkan kondisi inaktif dan
berakhir dengan keadaan yang tidak terkondisi. Tujuan rehabilitasi fisik yang
utama adalah memutuskan rantai tersebut sehingga penderita tetap aktif.
C. PENCEGAHAN PRIMER,TERSIER DAN SEKUNDER PADA KASUS STATUS
ASMATIKUS
Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat disebabkan oleh
peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimulus
yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang
berlebih dari kelenjar-kelenjar di mukosa bronchus. Hal tersebut dikarenakan adanya
faktor yang mempengaruhi, baik dari faktor ekstrinsik dan instrinsik.
Di dalam Faktor Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi
hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen
yang terdapat di udara ( antigen inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan
bulu binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya memperlihatkan bahwa asma
timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan jamur, cuaca iritan, bahan kimia,
emosional, dan aktifitas yang berlebihan. Penyakit asma ini berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada
pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat
berakibat kematian.
Adapun Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier pada Status Asmatikus yaitu :

1. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah upaya dini yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya Status asmatikus. Contohnya: Menghindari allergen pemicu terjadinya
asma seperti debu, dan bulu hewan tertentu, menghindari aktifitas yang
berdampak pada tubuh menjadi lelah, menghilangkan stress dengan melakukan
hal – hal yang menjadikan tubuh rileks (Firdy Afry Liesyanto, 2015).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder dilaksanakan untuk mencegah asma menyerang pasien
terlalu lama, sehingga pasien dapat kembali ke keadaan normal ketika bernafas.
Contohnya : mengajarkan pasien nafas efektif, memposisikan pasien semi fowler
atau setengah duduk agar jalan nafas menjadi lebih nyaman dan mempermudah
pasien untuk bernafas (Firdy Afry Liesyanto, 2015).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan Tersier bertujuan untuk rehabilitatif untuk membantu proses
pemulihan pasien. Contohnya : memberikan bantuan pernafasan dengan
nabulazer, atau tabung oksigen, dan menggunakan beberapa obat yang dapat
membantu proses pemulihan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/334841841/Pencegahan-Primer-Sekunder-Dan-
Tersier Di Akses Pada Senin, 06 April 2020

https://id.scribd.com/doc/241695901/makalah-kasus-III-Gagal-Nafas Di Akses Pada


Senin, 06 April 2020

https://id.scribd.com/presentation/61618392/ASMATIKUS Di Akses Pada Senin, 06


April 2020

Anda mungkin juga menyukai