Anda di halaman 1dari 14

1

BAB V
PENATALAKSANAAN PASIEN PPOK
Dampak PPOK pada seseorang pasien, bergantung tidak hanya pada
derajat keterbatasan saluran nafas, tetapi juga pada keparahan gejalanya.
Staging berdasarkan spirometri, adalah pendekatan pragmatik yang ditujukan
pada implementasi praktis dan harus digunakan sebagai alat edukasi dan suatu
indikasi umum untuk dilakukan pengobatan.
Terapi farmakologis digunakan untuk mencegah dan mengendalikan
gejala, mengurangi kekerapan dan keparahan eksaserbasi, meningkatkan
kondisi kesehatan dan meningkatkan toleransi olah raga.
Tujuan dari penatalaksanaan PPOK sendiri :
1.

Mencegah progresivitas penyakit

2.

Mengurangi gejala

3.

Meningkatkan toleransi latihan

4.

Mencegah dan mengobati komplikasi

5.

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

6.

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

7.

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

8.

Meningkatkan kualitas hidup penderita

9.

Menurunkan angka kematian


Berdasarkan dari tujuan penatalaksanaan PPOK maka program berhenti

merokok juga menjadi perhatian utama, karena asap rokok merupakan penyebab
terpenting bagi timbulnya PPOK.
Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui 4 komponen
program tatalaksana :
1.

Evaluasi dan monitor penyakit


Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai atau pasien
yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring
penyakit :
a. Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan.
b. Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

c. Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya Asma


dan TB paru.
d. Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat
penyakit paru kronik lainnya.
e. Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik
atau penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktifitas.
f.

Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK.

g. Pengaruh

penyakit

terhadap

kehidupan

pasien

seperti

keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh


ekonomi, dan perasaan cemas.
h. Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti
merokok.
i.

Dukungan dari keluarga.

Karakteristik gejala PPOK adalah dispnea kronik dan progresif,


artinya fungsi paru akan menurun seiring bertambahnya usia, batuk dan
produksi sputum, dapat mendahului terjadinya keterbatasan aliran nafas.
Meski PPOK didefinisikan atas dasar keterbatasan aliran nafas, pada
prakteknya keputusan untuk mendapatkan pertolongan medis umumnya
ditentukan dari dampak suatu gejala terhadap kualitas hidup pasien.
Untuk itu monitor penting yang harus dilakukan adalah memperhatikan
gejala klinis dan fungsi paru penderita.
2.

Menurunkan faktor resiko


Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling
efektif

dalam

mengurangi

resiko

berkembangnya

PPOK

dan

memperlambat progesifitas penyakit.


Proses berhenti dari kebiasaan merokok ini memang tidak
semudah membalik telapak tangan, butuh niat yang kuat dari penderita
dan kalau perlu bisa dibantu dengan farmakoterapi. Kebiasaan merokok
ini bahkan bisa masuk kategori candu karena begitu seseorang mencoba
merokok maka nikotin yang terserap dalam darah akan diteruskan ke
otak dan ditangkap oleh reseptor alfa 4 beta 2 sehingga merangsang
pelepasan dopamin yang memberikan rasa nyaman. Sehingga saat
seseorang berhenti merokok, dopamin akan berkurang dan menimbulkan

hilangnya rasa nyaman selanjutnya akan timbul keinginan kembali untuk


merokok, terjadilah lingkaran setan yang akan sangat sulit diputuskan.
Untuk itu bagi kita para dokter telah dibuatkan strategi untuk
membantu pasen berhenti merokok. Dikenal dengan istilah 5 A:
a. Ask ( Tanyakan )
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Asdvise ( Nasihati )
Beri dorongan yang kuat untukberhenti merokok.
c. Assessment ( menilai )
Keinginan untuk usaha berhenti merokok.
d. Assist ( membantu )
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling dan merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
3.

Tatalaksana PPOK stabil

Tatalaksana PPOK stabil

EDUKASI

Berhenti merokok
Pengetahuan
dasar PPOK
Obat-obatan
Pencegahan
perburukan
penyakit
Menghindari
pencetus
Penyesuaian
aktifitas

FARMAKOLOGI

REGULER
Bronkodilator
Anti kolinergik
2 Agonis
Xantin
Kombinasi SABA +
Antikolinergik
Kombinasi LABA +
Kortikosteroid
Antioksidan
Dipertimbangkan
mukolitik

NON FARMAKOLOGI

Rehabilitasi
Terapi oksigen
Vaksinasi *
Nutrisi
Ventilasi non mekanik
Intervensi bedah

Keterangan :

Kortikosteroid hanya diberikan kepada penderita dengan uji steroid positif. Uji
steroid positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari atau
inhalasi selama 6 minggu 3 bulan menujukkan perbaikan gejala klinisatau fungsi
paru.

SABA : short acting 2 Agonis

LABA : long actng 2 Agonis


* Vaksinasi Influensa dipertimbangkan pemberiannya pada :

Pasien usia diatas 60 tahun

Pasien PPOK sedang dan berat

4.

Tatalaksana PPOK eksaserbasi


Akut eksaserbasi adalah suatu kejadian yang terjadi secara
alamiah, dalam perjalanan penyakit PPOK hal itu ditandai dengan
perubahan dispnea, batuk, dan atau produksi sputum yang jauh dari
normal.
Gejala eksaserbasi akut :

Batuk bertambah

Produksi sputum bertambah

Sputum berubah warna

Sesak napas bertambah

Keterbatasan aktifitas bertambah

Penurunan kesadaran

Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK


1.

Optimalisasi penggunaan obat-obatan

a. Bronkodilator

Agonis beta-2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik


perinhalasi (nebuliser)

Xantin intravena (bolus dan drip)

b. Kortikosteroid sistemik
c. Antibiotik

Gol. Makrolid baru

Gol. Kuinolon

Sefalosporin generasi III / IV

d. Mukolitik
e. Ekspektoran
2.

Terapi oksigen

3.

Terapi nutrisi

4.

Rehabilitasi fisik dan respirasi

5.

Evaluasi progesifitas penyakit

6.

Edukasi
Penatalaksanaan pasien PPOK eksaserbasi akut bisa dilakukan

dengan rawat jalan atau rawat inap bergantung pada kondisi pasien.

BAB VI
REHABILITASI pada PENDERITA PPOK
Pada penderita PPOK, terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas
pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan seharihari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas
akan meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progrresif,
makin lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan
kehilangan stamina fisiknya.
Parameter penting keberhasilan penanganan pasien PPOK adalah
meningkatnya kualitas hidup pasien. Dalam mengelola penderita PPOK, di
samping pemberian obat-obatan dan penghentian merokok juga diperlukan
terapi tambahan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut yakni
rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi pernapasan.
Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis
yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidak mampuan penderita, dan
diharapkan penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya
sehingga mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada
orang lain. Namun sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter bahkan
sering kali dilupakan orang.
TUJUAN REHABILITASI PARU
Rehabilitasi didefinisikan sebagai : memulihkan individu ke arah potensi
fisik, medik, mental, emosional, ekonomi sosial dan vokasional sepenuhnya
menurut kemampuannya. Maka jelaslah bahwa tingkat pemenuhan tujuan
program rehabilitasi paru tergantung pada derajat insufisiensi pernapasan, dan
tindakan yang ditempuh tergantung pula pada faktor-faktor yang berpengaruh
pada penderita. Meskipun demikian, tiap usaha harus dilakukan untuk membawa
penderita. ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan pemakaian energi yang
optimal tetapi efisien, sehingga penderita dapat melakukan pekerjaannya seharihari. Jika hal ini tidak mungkin, harus diusahakan latihan kerja yang lebih ringan,
dan harus ditekankan agar penderita mempunyai percaya diri dan mengurangi
ketergantungan pada keluarga dan masyarakat.

REHABILITASI PARU PADA PPOK


Dalam mengelola penderita PPOK, rehabilitasi medis pada paru
(rehabilitasi pulmonal) mempunyai 2 aspek yakni:
1) Rehabilitasi fisik, terdiri dari:
1.1. Latihan relaksasi
1.2. Terapi fisik dada
1.3. Latihan pernapasan
1.4. Latihan meningkatkan kemampuan fisik
2) Rehabilitasi psikososial dan vokasional, terdiri dari:
2.1. Pendidikan perseorangan dan keluarga
2.2. Latihan pekerjaan
2.3. Penempatan tugas
2.4. Latihan merawat diri sendiri
Kedua aspek rehabilitasi medis tersebut diterapkan dalam mengelola
semua penderita PPOK tanpa memandang etiologi dan derajat penyakitnya.
Rehabilitasi fisik dapat dilakukan pada stadium dini atau stadiun lanjut dari
penyakitnya. Penderita dilatih untuk memakai cadangan napasnya seefektif
mungkin dengan mengubah pola bernapas untuk memperoleh potensi yang
optimal bagi kegiatan fisiknya.
Rehabilitasi psikososial dan vokasional dipertimbangkan bila penderita
tidak dapat mencapai keinginan fisik-psikologis untuk melakukan kegiatan seperti
biasanya. Bila pendidikan pada tingkat tersebut tidak mungkin, rehabilitasi
ditujukan untuk memberi kesempatan pada penderita untuk dapat melakukan
kegiatan minimal termasuk mengurus diri sendiri.
I. Latihan relaksasi
Tujuan latihan relaksasi adalah:
1) Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu
pernapasan.
2) Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.
3) Memberikan sense of well being.
Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu
merasa tegang, cemas dan takut mati tersumbat. Untuk mengatasi

keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan


terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar
bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini
selalu diambil setiap akan memulai rehabilitasi fisik (drainase postural,
latihan pernapasan). Agar penderita memahami, latihan ini harus
diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang
tenang, posisi yang nyaman yaitu telentang dengan bantal menyangga
kepala dan guling di bawah lutut atau sambil duduk.
II. Terapi fisik dada
Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan
menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah
obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu
mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret
merupakan penyulit yang cukup serius.
Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan
membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea;
dapat dilakukan dengan cara drainase postural, perkusi dinding dada,
vibrasi menggunakan tangan (manual) atau dengan bantuan alat
(mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan
(clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan
memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru pada
penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari).
Pada penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal
napas, penderita yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan
produksi sputum yang minimal (<30 ml/hari), fisioterapi dada tidak
berefek dan bahkan membahayakan.
Dalam melakukan drainase postural harus diperhatikan posisi
penderita yang disesuaikan dengan anatomi percabangan bronkus.
Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Sebelum dilakukan
drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan
mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret.

III. Latihan pernapasan


Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai
penderita. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:
1.

Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air


trapping

2.

Memperbaiki fungsi diafragma

3.

Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

4.

Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas


tanpa meningkatkan kerja pernapasan

5.

Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga


bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.
Selain itu pada penderita PPOK tendapat hambatan aliran udara

terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah


dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otototot pernapasan bekerja kurang efektif. Pada umumnya fungsi diafragma
penderita PPOK kurang dan 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu
menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan
akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan
ekspirasi (PE max) sekitar 37%.
Latihan pernapasan meliputi:
a) Latihan pernapasan diafragma
Tujuan latihan pernapasan diafragma adalah : menggunakan
diafragma sebagai usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu
pernapasan mengalami relaksasi.
Manfaat pernapasan diafragma:
1) Mengatur pernapasan pada waktu serangan sesak napas dan waktu
melakukan pekerjaan/latihan.
2) Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.
3) Melepaskan sekret yang melalui saluran napas.

10

Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan


volume tidal, penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan
ambilan oksigen optimal.
Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut :
1.

Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang


reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus
dilakukan drainase postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila
penderita mendapat terapi oksigen di rumah.

2.

Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke


kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.

3.

Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah,


tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas
mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu
disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat
gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas
relaksasi.

4.

Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan


melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja
dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot
perut

bagian

depan

dibuat

berkontraksi

selama

inspirasi

untuk

memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar


toraks bagian bawah.
5.

Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut


untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5 -1 kg
dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini.
Latihan

pernapasan

pernapasan

diafragma

sebaiknya

dilakukan

bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan, penderita
harus diawasi untuk mencegah kesalahan yang sering terjadi seperti :

Ekspirasi paksa:
Hal ini akan memperberat obstruksi saluran napas, meningkatkan
tekanan intrapleura dan terjadi air trapping jika saluran napas yang rusak
dan mudah kolaps ditekan oleh tekanan intrapleura.

11

Perpanjangan ekspirasi:
Menyebabkan pernapasan berikutnya tidak teratur dan tidak
efisien, pola pernapasan kembali ke pernapasan dada bagian atas yang
tidak teratur disertai dengan aktifnya otot bantu pernapasan.

Gerakan tipuan abdomen:


Otot perut berkontraksi dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan
dan ventilasi.

Penggunaan dada bagian atas secara berlebihan:


Hal ini dapat mengganggu gerakan diafragma, kebutuhan O2
meningkat karena otot bantu pernapasan bekerja lebih keras.
b) Pursed lips breathing
Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik
napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan
menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan
napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul,
lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita
tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras.
PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama
ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui
hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang
menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan
terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini
akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu
ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital
meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat
memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan
ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2
saturasi

oksigen

darah,

menurunkan

PaCO2

dan

memberikan

keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada


penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan

12

bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang


efektif terlihat setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit.
c) Latihan batuk
Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda
asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus
memenuhui kriteria:
1) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.
2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal
yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.
Cara melakukan batuk yang baik:
Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi
kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga
menimbulkan tekanan intratorak Tungkai bawah fleksi pada paha dan
lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas
melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan
mengkontraksikan

otot-otot

dinding

perut

serta

badan

sedikit

membungkuk ke depan.
Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase
ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang
mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan
melakukan Iatihan pernapasan diantara dim latihan batuk. Bila penderita
tidak mampu batuk secara efektif, dilakukan rangsangan dengan alat
penghisap (refleks batuk akan terangsang oleh kateter yang masuk
trakea) atau menekan trakea dari satu sisi ke sisi yang lain.
IV. Latihan meningkatkan kemampuan fisik
Bertujuan meningkatkan toleransi penderita terhadap aktivitas dan
meningkatkan kemampuan fisik, sehingga penderita hidup lebih aktif dan
lebih produktif. Pengaturan tingkat latihan dimulai dengan tingkat berjalan
yang disesuaikan dengan kemampuan awal tiap penderita secara
individual, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan ke tingkat
toleransi yang paling besar. Jarak maksimum dalam latihan berjalan yang
dicapai oleh penderita merupakan batas untuk mulai meningkatkan

13

latihan dengan menaiki tangga. Selama latihan penderita harus dibantu


dengan pemberian oksigen untuk menghindari penununan saturasi
oksigen secara drastis yang dapat membahayakan jantung. Penderita
harus diawasi dengan baik, secara berkala gas darah arteri diukur
tenutama pada penderita dengan hipoventilasi alveoler, untuk mencegah
retensi CO2 yang berlebihan.
Pemberian oksigen selama latihan harus diteruskan sampai
penderita mendapat manfaat yang maksimal, setelah itu lambat laun
dapat dikurangi.

14

Kepustakaan
1. PPOK. ETHICAL DIGEST, Semijurnal Farmasi dan Kedokteran no 37 Maret
2007
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK. Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Revisi Juni 2004
3. Rasional Media informasi peresepan

rasional bagi tenaga kesehatan

Indonesia Volume 4, Nomor 2 September 2006 ISSN 1411 8742 dan


Volume 4, Nomor 3 Desember 2006 ISSN 1411 8742
4. Penyakit paru obstruktif kronik. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia
"http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik"
5. Managemen Komprehensif Penyakit Paru Obstruktif Kronis, SIMPOSIA
- Majalah Farmacia Edisi Desember 2007 , Halaman: 58 (26 hits)
6. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, Media
Aesculapius, 2001. Hal 480 - 482
7. Buku ajar ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi keempat, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 2006

Anda mungkin juga menyukai