Anda di halaman 1dari 8

Manajemen (Rehabilitasi Paru) untuk meningkatkan

kualitas hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik :


Literature Review
Rudi Hariyono¹,Senja Setiaka¹,Fitria Yuliana¹, Fahrur Rozi¹,Diny Kusuma
Wardani¹,Nurul Khusnul Khotimah¹
¹Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

ABSTRAK

PENDAHULUAN : Literatur review ini mempunyai tujuan ingin


mengetahui dampak Rehabilitasi Paru terhadap kemampuan beraktivitas
serta peningkatan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup pada
pasien dengan PPOK yang mengambil pustaka dari 7 jurnal.
METODOLOGI : Metode yang digunakan untuk pencarian literatur
menggunakan metode PICO dan mencari jurnal dari beberapa database
diantaranya ialah EBSCO Host, ProQuest, CINAHL dan MEDLINE. HASIL
: Kombinasi antara resistance training dengan endurance training akan
meningkatkan kekuatan otot dan kualitas hidup lebih baik, tetapi terapi
rehabilitasi yang menggunakan alat seperti NMES lebih baik dilakukan bagi
pasien PPOK yang memilikki derajat berat DISKUSI : Terapi rehabilitasi
paru yang terbaik bagi pasien dengan PPOK adalah resistance training dan
bagi pasien PPOK berat dapat diberikan terapi NMES

Kata Kunci : Penyakit Paru Obstruktif Kronis,Rehabilitasi


Paru,Aktivitas,Kualitas Hidup,NMES

Pendahuluan
Literatur review ini membahas tentang Rehabilitasi Paru yang merupakan
komponen penting dari manajemen pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). PPOK merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian di
dunia, penyakit ini diperkirakan menjadi penyebab umum kematian ketiga di
dunia pada tahun 2020.[4]PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
diobati, yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran udara yang terus
menerus yang bersifat rehabilitasi paruogresif dan berhubungan dengan
peningkatan respon inflamasi pada jalan nafas dan organ paru terhadap partikel
atau gas beracun.[1] PPOK merupakan penyakit yang menyebabkan memburuknya
fungsi paru yang rehabilitasi paruogresif, sesak nafas, kualitas kesehatan yang
berhubungan dengan kualitas kehidupan (HRQOL) dan kapasitas latihan. Pada
pasien PPOK, disfungsi otot perifer dan pernafasan telah diusulkan sebagai
penentu utama dari kapasitas latihan yang menurun. Disfungsi otot rangka
dikaitkan dengan gangguan fungsi otot dan hilangnya jaringan yang menurunkan
massa otot. Penurunan berat badan, yang diamati pada sebagian besar pasien
dengan COPD, menyebabkan disfungsi otot perifer dan kelemahan. Alasan
adanya perubahan pada otot rangka meliputi gaya hidup yang statis, inflamasi
sistemik, hipoksia, hiperkapnia, stress oksidatif, pengobatan (kortikosteroid
sistemik,etc), miopathi, status nutrisi yang rendah, kadar hormone anabolic, omset
rehabilitasi paruotein abnormal, kelainan mitokondria dan penurunan penggunaan
otot. [5] Intoleransi aktivitas merupakan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien
[4]
PPOK. Status fungsional pada pasien PPOK secara langsung dipengaruhi oleh
kapasitas latihan. Pasien COPD secara tradisional terdaftar di program rehabilitasi
paru dalam upaya untuk meningkatkan daya tahan dan performa latihan, serta
kesejahteraan fisik dan kualitas hidup.[3]
Rehabilitasi paru merupakan komponen penting dalam pengelolaan
penyakit paru-paru kronis, termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Terdapat bukti yang berkualitas tinggi yang menunjukkan bahwa rehabilitasi paru
dapat meningkatkan kapasitas latihan peserta, sesak napas dan kualitas hidup.
Baru-baru ini pedoman menunjukkan bahwa rehabilitasi paruogram harus
mencakup individu dengan penyakit pernapasan kronis yang memiliki gejala
[2]
persisten atau aktivitas fisik yang terbatas. Hal ini sudah sesuai, bahwa
rehabilitasi paru meningkatkan terapi standar untuk meringankan gejala dan
mengoptimalkan fungsi independen dari tahap penyakit. Peningkatan toleransi
latihan pasien PPOK telah ditunjukkan dengan latihan olahraga, hal ini sebagai
komponen rehabilitasi paru. Namun, latihan fisik bisa menjadi sangat sulit pada
pasien dengan sesak napas yang intens saat istirahat atau saat aktivitas minimal. [5]
Pasien dengan semua stage dari penyakit ini akan mendapatkan keuntungan dari
rehabilitasi paruogram exercise training dengan meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas dan penurunan gejala sesak dan kelelahan. Manfaat dari rehabilitasi
paruogram ini dapat ditopang oleh salah satu rehabilitasi paruogram rehabilitasi
paru. Waktu minimal yang efektif dalam rehabilitasi paruogram rehabilitasi ini
ialah 6 minggu, lebih panjang rehabilitasi paruogram dilakukan, maka hasilnya
akan lebih efektif. Manfaat yang diperoleh dari rehabilitasi paruogram ini akan
melemah setelah rehabilitasi paruogram rehabilitasi ini berakhir, tetapi apabila
exercise training ini dilakukan dan dijaga di rumah, status kesehatan klien masih
[1]
diatas tingkat rehabilitasi parua rehabilitasi. Rehabilitasi paru dinyatakan
sebagai standar, terapi yang efektif pada pasien dengan PPOK yang stabil,
sehingga perbaikan dalam gejala, toleransi latihan dan kesehatan terkait kualitas
hidup dan rehabilitasi paruogram ini merupakan substansi yang baik untuk
menekan biaya kesehatan. [6]

Bahan dan Metode


Sumber Informasi
Riset bahan pustaka kami dapatkan dari beberapa database jurnal diantaranya
EBSCO Host,ProQuest,CINHAL dan MEDLINE
Metode
Pada penentuan spesifikasi awal kami menggunakan metode P (Population), I
(Intervention), C (Comparisson), O (Outcome). Pada literature review ini kami
akan banyak menggunakan macam – macam rehabilitasi paru (Intervention).
Kemudian kami lakukan proses sitasi dari setiap jurnal yang sudah didapatkan

HASIL
Rehabilitasi Paru
Exercise training, yang dilakukan untuk meningkatkan toleransi latihan
dan untuk meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien COPD, merupakan
komponen yang paling penting dari program rehabilitasi paru. Hal ini diketahui
bahwa intensitas latihan sangat penting dalam mencapai manfaat olahraga secara
fisiologis, dan exercise training intensitas tinggi menghasilkan respon fisiologis
yang lebih besar dan peningkatan yang lebih besar dalam toleransi latihan
submaksimal dibandingkan dengan latihan olahraga intensitas rendah. Pada studi
yang pernah dilakukan didapatkan perbandingan respon fisiologis yang berbeda
pada pasien dengan PPOK dengan rehabilitasi paru dengan protokol latihan
intensitas yang tinggi dan rendah ; setelah program rehabilitasi paru mereka
mengamati penurunan kadar laktat, ventilasi, konsumsi oksigen dan denyut
jantung pada kelompok latihan intensitas tinggi dan melaporkan bahwa latihan
intensitas tinggi memberikan manfaat fisiologis yang lebih besar setelah
rehabilitasi paruogram rehabilitasi paru. Namun, hasil ini tidak menunjukkan
bahwa semua pasien dengan COPD dapat mentolerir latihan intensitas tinggi.[5]
Pelatihan pasif dari kelompok otot tertentu dengan menggunakan NMES
digunakan sebagai strategi pengobatan baru pada pasien dengan COPD yang
tidak dapat berpartisipasi dalam latihan aktif karena keterbatasan ventilasi yang
parah dan dyspnea. Penelitian lain menyampaikan, peningkatan signifikan pada
kekuatan otot dan penurunan jumlah hari perawatan yang dibutuhkan untuk
mentransfer dari tempat tidur ke kursi dicapai dengan penggunaan NMES selain
mobilisasi ekstremitas aktif di tempat tidur. Pasien COPD yang menerima
ventilasi mekanis, ditandai dengan hipotonia otot perifer dan atrofi. Mereka
menyimpulkan bahwa penggunaan stimulasi listrik jangka pendek pada otot
ekstremitas bawah yang terlibat dalam ambulasi dapat mengakibatkan
peningkatan kekuatan otot dan daya tahan, toleransi latihan pada seluruh tubuh,
dan menurunkan sesak napas selama kegiatan sehari-hari. NMES dapat digunakan
sebagai strategi pengobatan yang efektif dalam program rehabilitasi paru untuk
pelatihan otot perifer pada pasien dengan PPOK berat.[5]
Terdapat beberapa pendekatan praktis untuk mengidentifikasi kriteria
kandidat yang tepat untuk mendapatkan terapi rehabilitasi pulmonal
ini,rehabilitasi pulmonal ini hanya dapat dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan pengobatan optimal tetapi masih merasakan beberapa hal sebagai
berikut : Masa pemulihan,Kelemahan otot skeletal dan otot pernafasan,kesehatan
yang buruk yang berhubungan dengan kualitas hidup, kekambuhan yang berulang,
Depresi, Malnutrisi, Koping yang buruk terhadap peyakit yang diderita. Hal – hal
ini digunakan untuk mengatur sreening pada program rehabilitasi pulmonal yang
mempunyai beberapa tipe diantaranya ialah pengkajian pada toleransi pada
aktivitas,latihan kemampuan otot – otot pernafasan dan skelet, status nutrisi,
gejala, kualitas hidup yang berhubungan dengan kondisi kesehatan, kemampuan
untuk mengatur diri. Hal ini sangat penting untuk menentukan kriteria eksklusi
berdasarkan umur dan penurunan fungsi paru untuk program exercise training.[2]
Endurance training digunakan untuk meningkatkan kemampuan dalam hal
toleransi terhadap latihan dan meningkatkan kapsitas fungsional paru pada pasien
dengan COPD , yang merupakan komponen penting dalam program rehabilitasi
paru. Hal ini diketahui bahwa intensitas latihan sangat penting dalam hal untuk
meningkatkan respon fisiologis, dengan kualitas latihan yang lebih tinggi maka
akan meningkatkan respon fisiologis yang lebih baik. Endurance Training pada
ekstremitas bagian bawah direkomendasikan oleh beberapa guidelines sebagai
rehabilitasi paru yang sangat berhasil yang pernah dilaporkan dari sebuah
penelitian pemberian oksigen yang tinggi pada saat latihan melaporkan bahwa
mempunyai kontribusi yang besar terhadap keterbatasan aktivitas yang
ditunjukkan dengan endurance training pada ekstremitas bagian bawah akan
menurunkan ketergantunngan pasien pada ventilator yang induksi dengan
hiperoksigen dalam jumlah yang besar pada saat latihan mempunyai dampak yang
lebih besar dalam hal meningkatkan toleransi terhadap aktivitas pada pasien
dengan PPOK.[7] Dalam studi yang pernah dilakukan bahwa endurance training
yang dilakukan dengan teratur akan meningkatkan respon system saraf
parasimpatis.yang akan memperbaiki Heart Rate, Heart Rate sendiri mempunyai
hubungan dengan FEV tetapi FEV tidak mempunyai dampak yang jelas pada
perbaikan Heart Rate.[7]
Kebutuhan untuk mempertahankan fungsi dan kualitas hidup (QOL)
menjadi semakin penting. Di antara orang dewasa yang didiagnosis dengan
PPOK, kemampuan fungsional menurun seiring dengan usia dan secara langsung
berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot. Penurunan fungsional yang
menyertai PPOK memiliki pengaruh langsung dan negatif pada kualitas hidup.
Kualitas hidup yang berkurang akibat kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari. Hal
ini sangat disayangkan, karena kualitas hidup tidak hanya merupakan indikator
penuaan yang sehat, namun menurunnya komponen fisik dari kualitas hidup telah
ditemukan untuk menjadi rehabilitasi paru dari kematian dini.[3]
Pelatihan resistensi merupakan rehabilitasi paru modalitas pelatihan untuk
meningkatkan kekuatan otot perifer pada pasien PPOK. Sebuah penelitian
melaporkan bahwa peningkatan kekuatan otot diperoleh setelah resistance
training daripada endurance training. Selain itu, resistance training menurunkan
dyspnea selama latihan, sehingga membuat strategi ini mudah ditolerir daripada
endurance training. Kombinasi antara resistance training dan endurance training
pada pasien PPOK telah menunjukkan peningkatan fungsi otot perifer yang lebih
besar daripada endurance training saja.[6]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai skala dyspnea, kekuatan
otot rangka, dan fungsi paru-paru meningkat setelah resistance training.
Meskipun kekuatan otot skeletal dan kualitas hidup membaik setelah latihan
gabungan antara resistance training dan endurance training, tetapi latihan
gabungan ini tidak dapat meningkatan exercise capacity. [6]
Menurut Benton,et. all untuk mengevaluasi stimulus relatif terbatas yang
menggunakan SSRT pada kualitas hidup pada populasi COPD. Rehabilitasi paru
tradisional menyediakan latihan singkat, rehabilitasi paruogram latihan moderat
intensif yang mencakup seluruh stimulus otot tubuh. Berdasarkan hasil penelitian
kami, itu akan muncul bahwa stimulus tambahan dengan SSRT tidak cukup untuk
memberikan manfaat tambahan dalam kualitas hidup yang lebih dan melebihi
orang-orang yang biasanya diantisipasi menggunakan program rehabilitasi paru 8
minggu, meskipun peningkatan yang lebih besar dalam kekuatan otot dan daya
tahan. Hal ini mungkin menunjukkan adanya fenomena ambang batas untuk
latihan olahraga, seperti jenis latihan apa pun yang pernah mencapai ambang batas
stimulus, perbaikan lebih lanjut dalam kualitas hidup tidak tergantung dosis
latihan. Ambang batas yang sama telah diidentifikasi untuk efek kekuatan otot
pada kinerja fisik, sehingga kekuatan di atas ambang batas tidak menghasilkan
manfaat yang sama dalam kemampuan fungsional. Tidak terdapat manfaat yang
mendukung dalam waktu jangka pendek untuk menggabungkan SSRT dengan
latihan daya tahan rehabilitasi paru jenis tradisional dalam mencapai perbaikan
kualitas hidup. Namun, mungkin terdapat manfaat jangka panjang yang
berhubungan dengan pengaruh kekuatan, dan khususnya perubahan kekuatan
tubuh bagian atas, pada komponen kesehatan fisik terhadap kualitas hidup.
Rehabilitasi paru merupakan latihan klinis untuk pasien PPOK harus menekankan
pelatihan tubuh bagian atas, untuk menangkap manfaat potensial. [6]

DISCUSION
Berdasakan literature review diatas kami menarik suatu kesimpulan bahwa
Program Rehabilitasi Paru yang baik bagi pasien yang menderita COPD terhadap
penggunaan terapi stimulus tambahan dengan SSRT tidak cukup untuk
memberikan manfaat tambahan dalam kualitas hidup yang lebih dan melebihi
orang-orang yang biasanya diantisipasi menggunakan program rehabilitasi paru 8
minggu, meskipun peningkatan yang lebih besar dalam kekuatan otot dan daya
tahan. Penelitian menunjukkan bahwa nilai skala dyspnea, kekuatan otot rangka,
dan fungsi paru-paru meningkat setelah resistance training. Meskipun kekuatan
otot skeletal dan kualitas hidup membaik setelah latihan gabungan antara
resistance training dan endurance training, tetapi latihan gabungan ini tidak dapat
meningkatan exercise capacity. Setelah melihat ulasan diatas yang paling baik
menurut penulis ialah penggunaan resistance training tanpa ada modifikasi.
Kemudian NMES dapat digunakan sebagai strategi pengobatan yang efektif dalam
program rehabilitasi paru untuk pelatihan otot perifer pada pasien dengan PPOK
berat.

Referensi
1. Decrammer, et,all.(2015) Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease.A Guide for Healtcare Proffesional
2. Walsh.R.James,(2013). Performance-based criteria are used in
participant selection for pulmonary rehabilitation programs. Australian
Health Review,37, 331–336
3. Benton, JM, Wagner, CL (2013) Effect of Single-Set Resistance Training
on Quality of Life in COPD Patients Enrolled in Pulmonary
Rehabilitation, Respiratory Care, Vol 58 No 3.
4. Chen R, Chen X, and Chen L (2014) Effect of endurance training on
expiratory flow limitation and dynamic hyperinflation in patients with
stable chronic obstructive pulmonary disease, Internal Medicine Journal,
Doc. 10.111.
5. Kaymaz Dicle, Ergün Pınar, Demirci Ebru, Demir Neşe (2015)
Comparison of the effects of neuromuscular electrical stimulation and
endurance training in patients with severe chronic obstructive pulmonary
disease, Klinik Calisma Research Article Vol.63 : 1-7.
6. Liao Wen-hua, Chen Jin-wu et all (2015) Impact of Resistance Training in
Subjects With COPD: A Systematic Review and Meta-Analysis,
Respiratory Care , Vol 160 No 8.
7. Santos Elena Gimeno, Rodriguez Diego, et all (2014) Endurance Exercise
Training Improves Heart Rate Recovery in Patients with COPD, Journal
Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 11 : 190-196.
8. Rabe,et all. (2007) Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. American Journal
Of Respiratory And Critical Care Medicine.Vol.176

Anda mungkin juga menyukai