Anda di halaman 1dari 13

ANALISA JURNAL

RELAKSASI PERNAFASAN DENGAN TEKNIK BALLON BLOWING TERHADAP


PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN PPOK

DISUSUN OLEH:
FITRIYANTI

KELAS RPL 2
MATA KULIAH : KEPERAWATAN DEWASA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
JAKARTA
2024
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Paparan asap rokok menimbulkan ketidakseimbangan jumlah radikal bebas
yangdi hasilkan dalam tubuh. Merokok merupakan salah satu penyebab terjadinya
PPOK. Bagi Perokok berat merupakan penyebab kematian akibat PPOK terkait dengan
banyaknya rokok yang dihisap, umur pertama merokok dan status terakhir merokok.
Selain itu penyebab PPOK yaitu polusi udara semakin kotor udara, semakin banyak pula
kotoran yang masuk kedalam saluran pernapasan manusia. Polutan udara ini dapat berupa
asap, debu, gas, maupun uap. Semakin seseorang terpapar polutan maka semakin mudah
dan semakin cepat seseorang mengalami penyakit saluran pernapasan kronik
prevalensi merokok pada populasi usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 % pada
tahun 2013 dan 9,1 % pada tahun 2018. Di Bali prevalensi merokok meningkat dari 20
% pada tahun 2013 dan 23,5 % tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Saturasi oksigen pasien
PPOK dapat ditingkatkan dengan terapi nonfarmakologi yaitu relaksasi pernafasan yaitu
nafas dalam diindikasikan pada pasien PPOK dan dispnea. Latihan relaksasi pernafasan
dapat meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, menghilangkan ansietas, dan
mengurangi kerja pernafasan. Latihan pernafasan dapat dilakukan dalam beberapa posisi
karena distribusi udara dan sirkulasi pulmonal beragam sesuai dengan posisi
Relaksasi pernapasan mempunyai banyak teknik salah satunya adalah dengan
menggunakan balon (ballon blowing) teknik relaksasi dengan meniup balon dapat
membantu otot intracosta mengelevasikan otot diafragma dan kosta. Sehingga
memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah bahan yang masih ada dalam paru
dan mengeluarkan karbondioksida dalam paru. Meniup balon sangat efektif untuk
membantu ekspansi paru sehingga mampu mensuplai oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida yang terjebak dalam paru pada pasien dengan gangguan fungsi
pernapasan. Peningkatan ventilasi alveoli dapat meningkatkan suplai oksigen, sehingga
dapat dijadikan sebagai terapi dalam peningkatan saturasi oksigen. Dalam hal ini perawat
menganjurkan kepada klien relaksasi pernafasan yaitu nafas dalam dengan teknik meniup
balon.

1
Penelitian tentang PPOK yang telah dilakukan sebelumnya hanya dengan metode
terapi oksigen, dan relaksasi nafas dalam. Namun, pada penelitian ini lebih menekankan
pada penggunaan teknik relaksasi ballon blowing. Intervensi ini masih terbatas sehingga
belum dilakukan dengan optimal. Relaksasi yang dilakukan ini berfokus pada
kemampuan pasien dalam menggunakan teknik ballon blowing.

B. Tujuan penelitian.
Tujuan penelitian ini yaitu lebih menekankan pada penggunaan teknik relaksasi
ballon blowing. Yang Dimana Relaksasi yang dilakukan ini berfokus pada kemampuan
pasien dalam menggunakan teknik ballon blowing.

2
BAB 2
ANALISA JURNAL

A. Jurnal utama
1. Judul jurnal :
“Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing Terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen Pada Pasien PPOK”
2. Peneliti :
Astriani, Dewi,Yanti
3. Populasi, sampel dan tehnik sampling,
a) Populasi
Populasi pada penelitian ini pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Buleleng
b) Sampel
Sampel pada penelitian ini ialah pasien rawat inap yang mengalami gangguan pola
Nafas dengan diagnose PPOK dan mengalami penurunan saturasi oksigen
c) Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling (total sampling)
dengan jumlah sampel 30 orang responden. Kaji etik dalam penelitian ini dilakukan
oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Buleleng
4. Desain penelitian,
Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu one group pre-test dan post-test.
Melakukan pre test untuk mengetahui nilai saturasi oksigen pada pasien PPOK sebelum
diberikan teknik relaksasi pernafasan dengan teknik ballon blowing. Setelah itu memberikan
teknik relaksasi pernafasan dengan teknik ballon blowing pada pasien PPOK selama 5- 10
menit selama 4 minggu. Dilakukan post test untuk melihat perubahan saturasi oksigen.
5. Instrumen yg digunakan,
Instrumen penelitian yang di lakukan ialah dengan pemberian metode observasi dengan
membandingkan setelah di berikan perlakuan dan sebelum pemberian perlakuan tindakan
dengan teknik ballon blowing terhadap saturasi oksigen pasien PPOK di ruang poli paru RSUD
Kabupaten buleleng

3
6. Uji statistic yg di gunakan.
Uji statistic Instrument penelitian yang di gunakan pada penelitian ini ialah Hasil uji
analisa data dengan menggunakan uji paired dependent t-test

B. Jurnal pendukung
1) Judul
Pengaruh Pursed Lip Breathing Dan Meniup Balon Terhadap Kekuatan Otot
Pernapasan, Saturasi Oksigen Dan Respiratory Rate Pada Pasien PPOK
2) Peneliti
Junaidin, J., Syam, Y., & Irwan, A. M. (2019).
3) Populasi sampel dan Teknik sampling
dimana subjek penelitian adalah pasien dewasa dan lansia sampai 65 tahun. Pencarian
sistematis studi literatur ini melalui penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan rentang
tahun 2010-2018.
4) Desain penelitian
Desain penelitian ini yang digunakan dalam pembuatan literatur review ini adalah
PubMed, Google Scholar, Proquest, Science direct dan Wiley. Desain penelitian yang
dirandomisasi termasuk dalam tinjauan sistematis ini, dalam pelakasanaannya ada
yang mengunakan kelompok kontrol dan satu group pre post test desain. Pengukuran
dalam penelitian beberapa artikel review terdiri atas pre intervensi dan post
intervensi, dan adapula yang menggunakan kuisioner untuk melihat ADL pasien.
Setiap hasil intervensi ditinjau setelah intervensi penuh dari beberapa minggu.
5) Instrument penelitian yang digunakan
Balon tiup yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan pernafasan atau respiratory
rate.
6) Uji statistic yang digunakan
Analisa bivariat yang digunakan adalah uji beda dua mean independent sample t-
test
7) Hasil penelitian
Untuk menghindari gangguan vital pada pasien PPOK akibat terganggunya
ventilasi pada pasien PPOK dapat pula dilakukan dengan program latihan, salah
satunya yaitu dengan cara rehabilitasi yang terdiri atas pursed lip breathing dan

4
meniup balon hal ini dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan, saturasi oksigen
dan menurunkan frekuensi pernapasan.
hasil penelitian menunjukkan bahwa pursed lip breathing dan meniup balon dapat
memperbaiki kekuatan otot pernapasan, saturasi oksigen dan menurunkan frekuensi
pernapasan.

C. Analisa PICO
1. Problem :
masalah yang ditemukan peneliti dalam penelitianny adalah Intervensi ini masih terbatas
sehingga belum dilakukan dengan optimal. Relaksasi yang dilakukan ini berfokus pada
kemampuan pasien dalam menggunakan teknik ballon blowing.
2. Intervention :
Latihan ulang pernafasan dapat meningkatkan inflasi alveolar secara maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, dan mengurangi kerja nafas. Latihan nafas dengan modifikisasi
meniup balon dapat meningkatkan otot pada intracosta dan meningkatkan elevasi diafragma
dan kosta. Latihan pernapasan umumnya dilakukan 20-30 menit perhari (sekaligus atau 2x
sehari).sehingga mampu meningkatkan suplai oksigen dan peningkatkan saturasi oksigen.
3. Comparison :
Junaidin, J., Syam, Y., & Irwan, A. M. (2019). PENGARUH PURSED LIP BREATHING
DAN MENIUP BALON TERHADAP KEKUATAN OTOT PERNAPASAN, SATURASI
OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE PADA PASIEN PPOK: The Effect Of Pursed Lip
Breathing And Balloon Blowing On The Strength Of Respiratory Muscle, Oxygen Saturation
And Respiratory Rate In COPD Patients. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of
Nursing), 5(1), 31-39. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pursed lip breathing dan
meniup balon dapat memperbaiki kekuatan otot pernapasan, saturasi oksigen dan
menurunkan frekuensi pernapasan. Perbedaan pada jurnal utama adalah di dalam studi
penelitian karena di jurnal pendukung peneliti menggunakan system literatur riview jurnal.
Kesamaan penelitian sama-sama berpengaruh dalam peningkatan saturasi oksigen.
4. Outcome : Penelitian ini menunjukan bahwa setelah diberikan teknik relaksasi nafas
dengan teknik ballon blowing, didapatkan bahwa nilai saturasi oksigen tertinggi adalah 99%
dan terendah adalah 91% dengan rata-rata saturasi oksigen sebesar 94,53 Hal ini

5
menunjukan bahwa pemberian relaksasi nafas dengan teknik ballon blowing dapat
meningkatkan saturasi oksigen pada pasien PPOK.
BAB 3
TINJAUAN TEORI

A. Konsep penyakit
1. Definisi
Chronik Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu penyakit yang
memiliki tanda penurunan fungsi ventilasi baik fase inspirasi maupun fase ekspirasi yang
bersifat irrevesibel. Penurunan fungsi ventilasi tersebut bersifat menahun (kronis),
progresif, dan semakin lama semakin menjadi lebih buruk serta tidak dapat kembali
menjadi lebih baik sepenuhnya (Brunner & Suddart, 2013).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease adalah suatu kondisi yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak
reversibel sempurna. COPD mencakup emfisema, bronchitis kronis, dan penyakit saluran
napas kecil (small airway disease). Emfisema adalah suatu keadaan terjadi destruksi dan
pembesaran pada alveolus pada paru. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk kronis dan
sputum, serta penyakit saluran napas kecil yaitu suatu kondisi penyempitan bronkiolus
kecil (Loscalzo, 2015). COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
2. Etiologi
COPD terjadi dengan perkembangan yang relatif lambat, tetapi akan terus
menerus mengalami kekambuhan (eksaserbasi). Eksaserbasi pada COPD akan timbul
secara periodik dan terjadi terus menerus dan semakin lama akan semakin menjadi lebih
buruk. Perburukan pada COPD akan semakin cepat apabila didorong adanya faktor
pencetus yang terus-menerus mempererat. Faktor risiko yang secara umum akan
mempercepat perburukan adalah partikel gas polutan yang terhirup melalui saluran
pernapasan yang terus menerus (PDPI, 2016).
Menurut PDPI (2016), ada beberapa faktor yang berkaitan dengan risiko
timbulya COPD sebagai berikut:
a) Asap rokok
Asap rokok merupakan salah satu penyebab utama yang dapat menjadi

6
noxius atau berbahaya. Asap yang dikeluarkan dari pembakaran rokok yang
dihirup serta merokok saat kehamilan juga berpengaruh pada kejadian. Penelitian
terdahulu sudah menyimpulkan bahwa merokok dapat menjadi penyebab utama kejadian
bronkhitis kronis dan emfisema, selain itu merokok pula dapat memberikan efek
penurunan volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dalam detik pertama atau
peak expiratori flow rate (PEFR).
b) Polusi udara
Polusi udara merupakan faktor yang penyebab terjadinya COPD, dengan adanya
udara yang terpolusi, maka terdapat berbagai partikel dan gas yang menjadi kotor dan
mengakibatkan Udara yang dihirup ke dalam pernapasan tidak bersih.
c) Genetik
Faktor genetik yang dapat menyebabkan terjadinya COPD yang sudah
teridentifikasi dengan baik adalah faktor a-1 antitrypsin yang dapat dijadikan inhibitor
dari protease serin. faktor kekurangan a-1 antitrypsin dapat menyebabkan interaksi antar
gen serta pajanan lingkungan yang dapat mengakibatkan COPD. Faktor ini jarang
ditemui pada penduduk Eropa Utara (Mansjoer, 2018)
d) Tumbuh kembang paru
Petumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran dan pajanan
waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah risiko untuk
terjadinya COPD. Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 anak
e) Asma
Individu dengan asma angka kejadian COPD akan meningkat 12 kali
dibandingkan dengan yang tidak asma meskipun sudah berhenti merokok. Selain
itu 20% penderita asma akan berkembang menjadi COPD dengan ditemukannya
obtruksi jalan napas ireversibel (Black, 2014 dalam (Paramitha 2020).
3. Patofisiologi
COPD merupakan kombinasi antara penyakit bronkitis obstruksi kronis, emfisema, dan
asma. Menurut Black (2014), patologi penyakit tersebut adalah:
1. Bronkhitis Obstruksi Kronis Bronkhitis obstruksi kronis merupakan akibat dari
inflamasi bronkus yang menyerang peningkatan produksi mukus, batuk kronis, dan
kemungkinan terjadi

7
luka pada lapisan bronkus. Berbeda dengan bronkhitis akut, dimana manifestasi klinis
bronkhitis kronis berlangsung minimal tiga bulan sela satu tahun dalam dua tahun
berturut-turut. Dimana jika pasien memiliki risiko FEV1 (Forced Expiratory Volume in
One Second) / FVC (Force Vital Capacity) kurang dari 70% setelah pemberian
bronkodilator dan bronkhitis kronis, maka pasien tersebut dapat didiagnosa bronkhitis
obstruktif kronis, yang menunjukan pasien akan memiliki kombinasi obstruksi paru dan
batuk kronis (wahditi.at all, 2019)
4. Tanda dan Gejala
Menurut Loscalzo (2015), gambaran klinis COPD adalah sebagai berikut.
a. Pada anamnesis terdapat tiga gejala tersering pada COPD yaitu batuk, produksi
sputum, dan dyspnea d’effort (dispnea saat beraktivitas).
b. Temuan fisis seperti ekspirasi memanjang, mengi, hiperventilasi (barrel chest
dan volume paru yang membesar, gerakan diafragma berkurang), penggunaan
otot-otot bantu pernapasan, sianosis, penurunan berat badan.
c. Pada temuan laboratorium, uji fungsi paru terdapat obstruksi aliran udara yang
disertai penurunan FEV1, dan rasio FEV1, hipoksemia, dan hipertrofi ventrikel
kanan (Loscalzo, 2015).
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Somantri (2012), diagnosis COPD adalah sebagai berikut:
1. Chest X-Ray
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan hiperinflasi paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, emfisema, peningkatan suara bronkovaskuler, normal pada
periode remisi (asma).
2. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan penyebab kesulitan bernapas, menentukan
abnormalitas (obstruksi atau restriksi), memperkirakan Tingkat disfungsi paru, evaluasi
efek terapi seperti bronkodilator.
3. Total Lung Capacity (TLC)
Hasil meningkat pada bronkitis berat, asma dan menurun pada emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi
Menurun pada keadaan emfisema.

8
5. FEV1/FVC
Rasio FEV (tekanan volume ekspirasi) terhadap FVC (tekanan kapasitas vital) menurun
pada bronkitis dan asma.
6. Arterial Blood Gasses (ABGs)
Pada bronkitis kronis dan asma sering terjadi PaO2 meningkat atau normal, namun
seringkali PaCO2 menurun, PaCO2 menurun pada asma. pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratori sekunder terhadap hiperventilasi pada asma atau emfisema sedang. 7.
Bronkogram
Pada emfisema dapat terlihat dilatasi pada bronki saat inspirasi, kolaps bronkial
pada tekanan ekspirasi. Pada bronkitis terjadi pembesaran kelenjar mukus.
8. Darah Lengkap
Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), dan eosinophil (asma).
9. Kimia Darah
Alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.
10. Sputum Kultur
Menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen. Menentukan
keganasan atau alergi (pemeriksaan sitologi).
11. Electrocardiogram (ECG)
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat), atrial distritmia
(bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi (bronkitis
dan emfisema), dan aksis QRS vertical (emfisema).
12. Exercise ECG, Stress Test
Untuk mengkaji tingkat distress fungsi pernapasan, evaluasi keefektifan obat
bronkodilator, perancanaan program (Somantri, 2012).
B. Konsep Intervensi yang diberikan
Latihan pernafasan yang dilakukan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
efisien. Latihan ulang pernafasan dapat meningkatkan inflasi alveolar secara maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, dan mengurangi kerja nafas. Latihan nafas dengan
modifikisasi meniup balon dapat meningkatkan otot pada intracosta dan meningkatkan
elevasi diafragma dan kosta, sehingga mampu meningkatkan suplai oksigen dan
peningkatkan saturasi oksigen (padila, et.all, 2019)

9
Pasien PPOK sangat dianjurkan untuk melakukan teknik latihan pernapasan meliputi
pernapasan diafragma dan pursed lips breathing dengan tujuan untuk memperbaiki
ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Latihan pernapasan
umumnya dilakukan 20-30 menit perhari (sekaligus atau 2x sehari).
Pernapasan pursed lips breathing dilakukan dengan cara penderita duduk dan
bernafas dengan cara menghembuskan nafas melalui mulut yang hampir tertutup (seperti
bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi
sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang
diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat dicegah.
Pernapasan pursed lips breathing dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat dilihat
dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Pursed lips breathing juga memperbaiki pola
nafas dan meningkatkan volume tidal. Selain itu, pursed lips breathing bertujuan
memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas
dan .tegang karena sesak (zul,at all, 2019).

10
BAB 4
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil pencariaan yang telah dilakukan pada penelitian yang diambil yaitu
peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK dengan menggunakan metode ballon
blowing dapat meningkatkan saturasi oksigen pasien. Dimana diantara kedua jurnal
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tekanan pernafasan yang dihasilkan dari
Latihan Teknik ballon blowing.
B. Saran
Hasil penelitian ini untuk mahasiswa bisa di jadikan intervensi dalam pembelajaran
selama melakukan praktisi di lahan praktik dan mempermudah dalam proses
pembelajaran sehingga bisa menjadi acuan untuk kesehatan pasien.
Hasil penelitian bermanfaat bagi perawat dan bisa digunakan dalam pekerjaan sehari-
hari dalam pekerjaan tidak merugikan pasien atau pun dapat mengancam kondisi pasien.

11
DAFTAR PUSTAKA

Astriani, N. M. D. Y., Dewi, P. I. S., & Yanti, K. H. (2020). Relaksasi Pernafasan dengan

Teknik Ballon Blowing terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen pada Pasien PPOK. Jurnal

Keperawatan Silampari, 3(2), 426-435.

Junaidin, J., Syam, Y., & Irwan, A. M. (2019). PENGARUH PURSED LIP

BREATHING DAN MENIUP BALON TERHADAP KEKUATAN OTOT PERNAPASAN,

SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE PADA PASIEN PPOK: The Effect Of

Pursed Lip Breathing And Balloon Blowing On The Strength Of Respiratory Muscle, Oxygen

Saturation And Respiratory Rate In COPD Patients. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific

Journal of Nursing), 5(1), 31-39.

Padila, P., Febriawati, H., Andri, J., & Dori, R. A. (2019). Perawatan Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas. Jurnal Kesmas Asclepius,

1(1), 25–34. https://doi.org/10.31539/jka.v1i1.526

Wahidati, Hi., Dwiningsih, S. U., & Putrono, P. (2019). The Effectiveness of Tripod

Position and Pursed Lips Breathing to Enhance Oxygen Saturation in Patients With COPD.

Jendela Nursing Journal, 3(2), 68–76

Zul, M. I., Dewi, N. F. S. (2019). Perbandingan Latihan Napas Buteyko dan Latihan

Blowing Balloons terhadap Perubahan Arus. Persatuan PSerawat Indonesia, 3(2),93–100

12

Anda mungkin juga menyukai