Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ANALISA JURNAL SISTEM PERNAFASAN DENGAN TEKNIK


PULSE LIPS BREATHING PADA PENDERITA PPOK

Erna Setiawati
Ak. 14
STIKES PERTAMEDIKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat allah SWT yang selalu memberikan rahmat
serta kasih sayang kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, shalawat dan salam semoga selalu di
limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW.
Alhamdulillah dengan segala kemampuan yang dimiliki dan berkat kemudahan yang
diberikan Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I yang membahas tentang “Analisa Jurnal Sistem Pernafasan dengan Teknik Pulse Lips
Breathing pada Penderita PPOK”. Makalah ini dibuat sebagai bukti tertulis bahwa penyusun
telah melaksanakan tugas yang telah di tentukan.
Tugas ini telah disusun berdasarkan apa yang ditugaskan, namun penyusun menyadari
bahwa tugas ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
penyusun terbuka untuk menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan
penyempurnaan tugas, penyusun juga mengharapkan semoga tugas yang telah di buat ini ada
manfaatnya bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberkati segala usaha dan upaya
penyusun laksanakan.

Sentul, 18 Maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diperkirakan ratusan ribu sampai jutaan penduduk dunia terkena penyakit paru setiap
tahun dan hal tersebut menyebabkan 19% penyebab kematian di seluruh dunia dan 15%
penyebab kecacatan sepanjang hidup Meskipun begitu kepedulian dan pengenalan akan hal
tersebut tidaklah begitu menggembirakan. Perlu perhatian pada 5 besar penyakit paru (Big
Five) saat ini yaitu kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tuberkulosis,
pneumonia dan asma (Kemenkes RI, 2014). PPOK yang saat ini merupakan penyebab
kematian ke-5 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab
kematian ketiga di seluruh dunia (PDPI, 2003) Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7 %.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh hambatan
aliran udara yang terus menerus dan bersifat progresif. Rehabilitasi paru pada penderita
PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala
dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri
dan berguna bagi masyarakat. Tujuan program rehabilitasi pada pasien.
Latihan pernafasan dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih
terkontrol dan efisien meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, serta mengurangi udara
yang terperangkap.
Pursed Lip Breathing (PLB) merupakan salah satu teknik latihan pernafasan yang
melibatkan pernafasan melalui perlawanan yang diciptakan dengan penyempitan bibir.
Berdasarkan latar belakang ini penulis merasa tertarik untuk mengetahui pengaruh latihan
nafas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen penderita PPOK.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Untuk mengetahui konsep penyakit PPOK
1.2.2 Untuk mengetahui Teknik dalam penaganan pasien PPOK
1.2.3 Untuk mengetahui hasil atau efiseinsi dari dilakukannya Teknik PLB

4
BAB II
ANALISA JURNAL

2.1 Jurnal Utama


1. Judul jurnal
Pernafasan Pursed Lip Breathing Meningkatkan Saturasi Oksigen Penderita Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Derajat II
2. Peneliti
Amira Permata Sari Tarigan dan Juliandi
3. Populasi, sampel dan tehnik sampling
 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien PPOK Derajat II Poli PPOK
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
 Sample
Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow sebagai berikut :
Keterangan :
n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai tabel Z pada  5% = 1,96
Z1- = nilai tabel Z pada β 10 % = 1,28
 = simpangan baku = 3,8 (diambil dari penelitian sebelumnya)
1- 2 = selisih skor yang bermakna

Dengan menggunakan data tersebut dihitung besar sampel minimal adalah 34


orang. Pada penelitian ini jumlah sampel adalah sebanyak 36 orang Adapun yang
menjadi kriteria sampel sebagai berikut ;
1) Usia Dewasa
2) Didiagnosa Medis menderita PPOK
3) Bersedia mengikuti eksperimen
4) Saturasi oksigen sebelum perlakuan > 90 %
5) Tidak sedang dalam fase eksaserbasi.

5
6) Derajat PPOK : Derajat II
 Teknik Sampling

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan menggunakan


kuesioner untuk mendapatkan data demografi dari responden. Untuk menilai
saturasi oksigen responden dilakukan dengan menggunakan pulse oksimetri.

4. Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah pre eksperimental design, dengan rancangan one group
pre test – post test design. Rancangan ini sangat baik digunakan untuk evaluasi program
pendidikan kesehatan atau pelatihan-pelatihan lainnya, dimana hasil perlakuan dapat
diketahui lebih akura t karena hasil post test dapat dibandingkan dengan hasil pre test
sebelum perlakuan.

5. Instrumen yg digunakan
UntuK menilai saturasi oksigen responden dilakukan dengan menggunakan pulse
oksimetri.

6. Uji statistik yg digunakan.


Pengolahan data dilakukan dengan melakukan editing, coding dan tabulating pada
tiap-tiap variabel. Analisis univariat dilakukan melihat karakteristik responden meliputi
umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama dan kebiasaan merokok serta saturasi oksigen
sebelum dan sesudah dilakukan latihan nafas pursed lip breathing. Analisis bivariat
dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh perlakuan latihan nafas pursed lip
breathing terhadap saturasi oksigen penderita PPOK. Pada penelitian ini digunakan uji
statistik pair t-test karena hasil uji normalitas data menggunankan uji kolmogorov
smirnov menunjukkan bahwa data terdistribusi normal.

6
2.2 Jurnal pendukung
1. Judul
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Peak Expiratory Flow Rate Penderita
Penyakit Paru Obstruksi Kronis
2. Peneliti
Emdat Suprayitno
3. Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 1 rata-rata nilai PEF sebelum edukasi self management dan
latihan PLB kelompok intervensi yaitu 148.6±47.4 dan kelompok kontrol yaitu
154±48.9. Rata-rata nilai PEF setelah edukasi self management dan latihan PLB
kelompok intervensi yaitu 162±50 dan kelompok kontrol yaitu 153.3±49.3. Hasil analisa
uji paired t test kelompok intervensi menunjukkan nilai p=0.000 dan kelompok kontrol
menunjukkan nilai p=0.334 berarti terdapat pengaruh PLB terhadap peningkatan nilai
PEF kelompok intervensi.

Berdasarkan tabel 2 hasil analisa uji independent t test nilai PEF p=0.000 yang
menunjukkan adanya perbedaan signifikan nilai PEF pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan PLB.

7
Berdasarkan hasil analisa uji paired t test nilai p= 0.000 pada kelompok intervensi
dan p= 0.900 pada kelompok control. Sedangkan, berdasarkan hasil uji independent t test
didapatkan nilai p=0.000 yang menunjukkan adanya perbedaan selisih rata-rata nilai PEF
kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah edukasi self
management dan latihan PLB.
Latihan pernafasan dengan metode PLB pada kelompok intervensi yang teratur
selama 4 minggu dapat meningkatkan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas dan
dapat dipengaruh oleh pemberian edukasi self management, latihan PLB dan terapi obat
yang tetap diberikan pada kelompok intervensi yaitu: Aminophilin 150 mg 3x sehari,
salbutamol 2 mg 3x sehari, ambroxol 30 mg 3x sehari. Proses ini membantu menurunkan
pengeluaran air trapping, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi
pengosongan alveoli secara maksimal (Aini, 2008). Ada pengaruh latihan PLB yang
diberikan untuk meningkatkan nilai PEF. Ada
perbedaan nilai PEF pada kelompok perawatan dan kelompok kontrol setelah latihan
pernapasan bibir yang diberikan.

2.3 Analisa PICO


1. Problem :
Kelompok sample terdiri darin 36 pasien PPOK Derajat II Poli PPOK Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2. Intervention :
Pada pasien PPOK di Poli RSUP Haji Adam Malik Medan, Oksigen terendah
adalah 95% dan tertinggi 99%, dimana saturasi oksigen responden mayoritas berada
pada angka 96 % yaitu sebanyak 33, 3 % dan minoritas saturasi oksigennya 99% yaitu
sebanyak 8,3 %. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sesudah dilakukan
latihan nafas pursed lip breathing, nilai saturasi Oksigen terendah adalah 96% dan
tertinggi 99%, dimana saturasi oksigen responden mayoritas berada pada angka 98 %
dan 99 % yaitu masing-masing sebesar 38, 9 % dan minoritas saturasi oksigennya 96%
yaitu sebanyak 5,6 %. Penderita yang rutin melakukan latihan nafas bisa berefek positip
terhadap perkembangan paru-parunya.

8
Latihan pernapasan umumnya dilakukan 20-30 menit perhari (sekaligus atau 2x
sehari). Pernapasan pursed lipsbreathing dilakukan dengan cara penderita duduk dan
bernafas dengan cara menghembuskan nafas melalui mulut yang hampir tertutup (seperti
bersiul) selama 4-6 detik.

3. Comparison :
Jurnal: Teknik Clapping Dan Vibrasi Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK
Peneliti: Ni Made Dwi Yunica Astriani , Kadek Yudi Aryawan2, Mochamad Heri
Hasil penelitian pada 26 responden PPOK menunjukkan rata-rata nilai saturasi oksigen
sebelum diberikan intervensi adalah 90,42 yang masuk dalam kategori hipoksemia
sedang, setelah diberikan intervensi selama 2 kali dalam sehari didapatkan rata-rata nilai
SaO2 95,00 yang masuk dalam kategori SaO2 normal dengan p-value 0,000. Terdapat
pengaruh nilai ini menunjukkan terdapat pengaruh clapping dan vibrasi terhadap saturasi
oksigen pasien PPOK.

4. Outcome :
Perbedaan rerata saturasi oksigen penderita PPOK sebelum dan sesudah
dilakukan latihan nafas pursed lip breathing. Sebelum dilakukan latihan nafas dalam
pursed lip breathing rerata saturasi oksigen responden adalah 96,72 %, setelah dilakukan
pursed lip breathing saturasi oksigen naik sebesar 1,39 menjadi 98,11 %. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan nafas dalam pursed lip breathing terhadap
peningkatan saturasi oksigen penderita PPOK dengan nilai P = 0,001. Penderita sangat
dianjurkan untuk melakukan teknik latihan pernapasan meliputi pernapasan diafragma
dan pursed lips breathing dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Pursed lips breathing juga memperbaiki
pola nafas dan meningkatkan volume tidal. Selain itu, pursed lips breathing bertujuan
memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan
tegang karena sesak
Sedangkan sebelum dilakukan Clapping dan Vibrasi dengan nilai rata-rata SpO2
89%-94% dengan nilai saturasi oksigen pasien setelah diberikan teknik clapping dan
vibrasi menunjukkan bahwa frekuensi saturasi oksigen responden yang berada pada

9
rentang 95%-100% sebanyak 14 orang (53,8%) dan 89%-94% sebanyak 12 orang
(46,2%) dengan nilai rata-rata 95,00. Data ini menunjukkan nilai saturai oksigen pada
pasien PPOK setelah diberikan teknik clapping dan vibrasi sebagian besar mengalami
peningkatan saturasi oksigen menjadi SpO2 normal.
Sehingga Purse lips breathing memberi efisiensi dalam meningkatkan saturasi
oksigen pasien karena dapat mengurangi sesak, cemas, dan tegnag karena sesak dari
Teknik clapping dan vibrilasi

10
BAB III
TINJAUAN TEORI

3.1 Konsep Penyakit


3.1.1 Definisi PPOK
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal COPD adalah asma bronkhial, bronkhitis
kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan Chronic Air flow
Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD) (Somantri, Irman
2012).
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang ditandai dengan
adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, perlambatan aliran
darah umumnya bersifat progesif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang
abnormal terhadap partikel atau gas iritan. (Aziz dan Soegondo, 2008).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah sebagai berikut (Halim, 2008):
1. Bronkhitis Kronik
Bronkhitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan
terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2. Emfisema Paru
Emfisema Paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang di sertai kerusakan dinding alveolus
3. Asma

11
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periode dan
reversible akibat bronkospasme
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernafasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi
dan pembesaran nodus limfe.

3.1.2 Klasifikasi
Global Initiative For Chronic Obstritif Lung Disiase (GOLD) 2011
menyebutkan klasifikasi PPOK yaitu:
1) Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala batuk kronik dan sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari
bahwa menderita PPOK.
2) Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk
dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannya.
3) Derajat III (PPOK Berat)
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4) Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika
eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.

3.1.3 Etiologi

12
Penyakit Paru Obstruktif Kronik disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya
hidup, yang sebagian besar dapat dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab
timbulnya 80-90% kasus PPOK. Faktor resiko lain termasuk keadaan sosial-ekonomi
dan status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat dengan
lokasi pertambangan, perokok pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol
yang berlebih, laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita
PPOK (Padila, 2012).

1) Usia
PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis sebelum
usia 40 tahun. Kasus-kasus yang termasuk perkecualian yang jarang dari pernyataan
umum ini sering kali berhubungan dengan sifat yang terkait dengan defisiensiv
bawaan dari antitripsin α-1. Ketidakmampuan ini dapat mengakibatkan seseorang
mengalami emfisema dan PPOK pada usia 20 tahun, yang beresiko menjadi
semakin berat jika mereka merokok (Francis, 2008)
2) Merokok
Pada saluran napas, merokok menyebabkan gangguan gerak silia,
menghambat fungsi sel-sel makrofag alveoli dan menimbulkan hipertrofi serta
hiperflasia sel-sel goblet dan kelenjar mukous pada percabangan bronkus. Ketiga
perubahan ini mengakibatkan kelainan yang secara klinis diberi nama bronkitis
kronis. Merokok juga menyebabkan destruksi parenkim paru (perubahan
emfisematous) melalui inhibisi enzim-protease yang normalnya terdapat di dalam
paru-paru (khususnya α1-antitripsin). Merokok juga membuat sel-sel
polimorfonuklear melepaskan enzim-enzim proteolitik khusunya elastase. Merokok
juga menimbulkan peningkatan akut resistensi jalan napas melalui stimulasi
reseptor iritan dan demikian menyebabkan kontraksi ototpolos bronkus yang
diperantarai oleh saraf parasimpatik. (R. K. Marya, 2013)
3) Faktor genetik
Faktor genetik dapat memudahkan terjadinya PPOK; predisposisi ini
mungkin timbul melalui defisiensi aktivitas anti-tripsin yang normalnya terdapat di
dalam paru-paru untuk melawan kerja enzim elastase dan enzim-enzim proteolitik
lainnya yang dihasilkan oleh leukosit.

13
Polutan udara mungkin tidak memulai penyakit tersebut tetapi tentu saja akan
membuat kambuhnya kembali penyakit yang sudah ada. Demikian pula, infeksi
respiratorius tidk memulai kelainan ini tetapi menyebabkan keburukan sepintas
fungsi paru pada seorang pasien yang sudah menderita PPOK. Infeksi respiratorius
pada usia kanak-kanak dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK pada usia
dewasa, jika terus merokok. (R. K. Marya, 2013)

3.1.4 Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih
lanjut, kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas,
fungsi paru – paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru – paru untuk di gunakan tubuh. Konsumsi oksigen
sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-
paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi
paru (Anderson, 2007).
Faktor-faktor resiko tersebut diatas mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan pada dinding 15 bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke
alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal ini lah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi
akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: Ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan. (Anderson, 2007)

14
PATHWAY PPOK (Manurung, Nixson 2016)

POLUSI UDARA FAKTOR


ROKOK PREDISPOSISI

HIPERTROPI PENINGKATAN INFILTRASI EDEMA


DESTRUKSI JUMLAH SEL SEL-SEL MUKOSA
KELENJAR
SERAT-SERAT RADANG BRONKUS
BRONKUS
ELASTIN DAN
KOLAGEN DI
PARU HIPERSENSITIVITAS DI
SELURUH NAPAS

BATUK
PEMBENTUKAN
HILANGNYA PRODUKTIF
MUKUS
ELASTISITAS PARU
MENINGKAT REAKSI
ANTIGEN
ANTIBODI
BRONKIOLUS RUSAK
PELEPASAN
VENTILASI DAN MELEBAR
MEDIATOR-
BERKURANG MEDIATOR KIMIA

BRONKITIS
KRONIK

COPD ASTMA
ENFISEMA

HIPOKSEMIA DISPNEA GELISAH LEMAH ANOREKSIA


BERAT
BADAN
MENURUN
SESAK POLA NAPAS
NAPAS TIDAK EFEKTIF

INTOLERANSI PEMENUHAN
TERHADAP NUTRISI KURANG
AKTIFITAS DARI KEBUTUHAN
KERUSAKAN TUBUH
PERTUKARAN GAS

15
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Pengukuran Fungsi Paru
a) Kapasitas inspirasi menurun
b) Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.
c) FEV1selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik
d) FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema)
2) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH normal,
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia sekunder.
b) Jumlah darah merah meningkat
c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat
d) Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
e) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
4) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang
biasa ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan
moraxella catarrhalis.
5) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area
paru. Pada emfisema paru didapatkan diagpragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, ruang udara retrosternal ˃ (foto lateral), jantung tampak bergantung,
memanjang dan menyempit.
6) Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7) EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada

16
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebi dari 1 dan di V6
V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. (Arif Mutaqin, 2009)

3.1.6 Penatalaksanaan
1) Penatalaksaan Medis bertujuan untuk:
a) Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkhus dan
membersihkan sekret yang berlebihan.
b) Memelihara keefektifan pertukaran gas
c) Mencegah dan mengobati insfeksi saluran pernapasan
d) Meningkatkan toleransi latihan
e) Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmitikus).
f) Mencegah alergen / iritasi jalan napas
g) Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering menyertai
adanya obstruksi jalan napas kronis
2) Manajemen medis yang di berikan berupa:
a) Pengobatan farmakologi
b) Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-lain
c) Bronkodilator.
d) Adrenergik: efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.
e) Nonadrenergik : aminofilin, teofilin.
f) Antihistamin
g) Steroid
h) Antibiotik
i) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 l/menit dengan nasal kanul
3) Higiene Paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan secret dari paru, meningkatkan kerja
silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada,
dan postural drainase.

17
4) Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih pungsi otot skeletal agar
lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.
5) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok dan
perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.
6) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispne. Pemberian porsi
yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus banyak. (Arief,
Mutaqqin 2009)

3.2 Konsep Intervensi


Pursed Lip Breathing (PLB) merupakan salah satu teknik latihan pernafasan yang
melibatkan pernafasan melalui perlawanan yang diciptakan dengan penyempitan bibir. Efek
dari PLB adalah meningkatkan volume tidal dan volume akhir ekspirasi paru dan
dampaknya adalah meningkatkam kapasitas otot-otot pernafasan untuk memenuhi
kebutuhan dalam memberikan tekanan pernafasan (Ambrosino & Serradori, 2006).
Latihan pernafasan dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih
terkontrol dan efisien meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, serta mengurangi udara
yang terperangkap. Latihan yang teratur juga akan mengakibatkan meningkatnya aktifitas
beta adrenergik saluran pernafasan yang menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan
menghambat sekresi mukus, sehingga paru dapat memasukkan dan mengeluarkan udara
dengan lebih baik (Surya W, 2014)
melakukan teknik latihan pernapasan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips
breathing dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot
abdomen dan toraks. Latihan pernapasan umumnya dilakukan 20-30 menit perhari
(sekaligus atau 2x sehari). Pernapasan pursed lipsbreathing dilakukan dengan cara penderita
duduk dan bernafas dengan cara menghembuskan nafas melalui mulut yang hampir tertutup
(seperti bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat

18
ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut
yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat
dicegah. Pernapasan pursed lips breathing dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat
dilihat dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Pursed lips breathing juga memperbaiki
pola nafas dan meningkatkan volume tidal. Selain itu, pursed lips breathing bertujuan
memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan
tegang karena sesak

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit kronik yang
ditandai dengan terbatasnya aliran udara yang terdapat di dalam saluran pernapasan.
Penderita sangat dianjurkan untuk melakukan teknik latihan pernapasan meliputi pernapasan
diafragma dan pursed lips breathing dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
Salah satu penatalaksanaan yang diberikan utnuk meningkatkan saturasi oksigen dengan
latihan pernafasan dan Fisioteri dada. Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan
keperawatan yang terdiri atas perkusi (clapping), vibrasi, dan postural drainage. Adanya
teknik perkusi dan vibrasi tersebut mempermudah pengeluaran sputum sehingga sputum
menjadi lepas dari saluran pernafasan dan akhirnya dapat keluar mulut dengan adanya proses
batu. Sedangkan, Latihan nafas dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang
lebih terkontrol dan efisien meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi
otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, serta mengurangi udara
yang terperangkap.
Teknik Purse Lips Breathing diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi
sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang
diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat dicegah.
Pernapasan pursed lips breathing dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat dilihat
dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Sehingga Purse lips breathing memberi efisiensi
dan efektif dalam meningkatkan saturasi oksigen pasien karena dapat mengurangi sesak,
cemas, dan tegnag karena sesak dan dapat dilakukan secara mandiri dari Teknik clapping dan
vibrilasi (fisioterapi dada).

20
4.2 Saran
4.2.1 Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada peserta didik tentang
pengaruh teknik clapping dan vibrasi dan dimasukan pada mata kuliah keperawatan
medikal bedah sebagai bagian dari topik penatalaksanaan paru pada pasien PPOK
4.2.2 Perawat
Hendaknya mau dan mampu untuk melatih penderita PPOK dalam melakukan
latihan pursed lip breathing sehingga penderita PPOK tetap termotivasi untuk
senantiasa melakukan rehabilitasi paru secara mandiri.

21
DAFTAR PUSTAKA

Astriana, Ni Made Dwi Yunica.Dkk. 2020. Teknik Clapping Dan Vibrasi Meningkatkan
Saturasi Oksigen Pasien Ppok Volume 4, Nomor 1. Jurnal Keperawatan Silampari

Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. (2009). Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester,
Yasmin Asih. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Egc

Danusantoso, Halim. (2016). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Egc

Kemenkes Ri, 2014, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.


Http://Www.Depkes.Go.Id/Resources/Downlo Ad/General/Hasil%20riskesdas%202013.
Pdf. Diakses Tanggal 14 Maret 2021

Supriyatno, Emdat. 2019 Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Peak Expiratory Flow Rate
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Sumenep: Jurnal Kesehatan “Wiraraja
Medika”.

Taringan, Amira Permata Sari & Juliandi. 2018. Pernafasan Pursed Lip Breathing
Meningkatkan Saturasi Oksigen Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok)
Derajat Ii Vol.1 No.2. Medan: Jurnal Keperawatan Indonesia (Poltekkes Kemenkes)

22

Anda mungkin juga menyukai