Anda di halaman 1dari 12

Program Studi Magister Keperawatan

Fakultas Kedokteran Undip


Semarang, 2014
Sukarno
Abstrak

Latar belakang : Dalam manajemen penatalaksanaan pasien asma, pengobatan


komplementer dan alternatif adalah pengobatan yang popularitas di seluruh dunia.
Ulasan ini mensintesis literatur tentang teknik pengobatan komplementer dan
alternatif yang memanfaatkan pelatihan bernapas kembali (breathing retraining)
sebagai komponen utama dan membandingkan bukti dari percobaan terkontrol
dengan sebelum dan sesudah percobaan.
Metode : systematic literatus review dilaksanakan dengan menelusuri
artikel/jurnal melalui PudMed, Medline, respiratory medicine, Proquest Publish
Health, Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention dari tahun
1998-2013. Jurnal yang sudah terkumpul kemudian dilakukan cirical appraisal
tool sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Hasil : didapatkan data bahwa breathing retraining meruppakan latihan pernafasan
yang tidak membebankan berat tugas pada sistem pernafasan. Hasil yang
ditemukan bahwa breathing retraining sangat singnifikan dalaam meningkatkan
fungsi ventilasi paru-paru dan kualitas hidup pasien asma.
Implikasi : penelitain selanjutnya didasarkan pada penelusuran angka kejadian
kunjungan pasien asma di rumah sakit, perlu tindak lanjut tentang kebijakan pihak
terkait dalam menjalankan intervensi ini dalam keterlibatan pasien dan keluarga.

1
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau
sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka
akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
biasanya pasien akan meninggal. Kita tahu bahwa oksigen masuk ke dalam
tubuh melalui sistem pernafasan dan sirkulasi tubuh. Proses inspirasi dan
ekspirasi dari sistem pernafasan dalam berlangsung dengan baik jika
saluran pernafasan, otot-otot pernafasan, elastisitas paru dan dinding dada
dalam kondisi baik. Sehingga oksigen dapat masuk ke saluran pernafasan
dalam jumlah banyak dan dapat melakukan proses difusi. Akan tetapi jika
dari sistem pernafasan terganggu baik itu saluran pernafasan, otot-otot
pernafasan, elastisitas paru dan dinding dada maka kebutuhan oksigen juga
menurun seperti pada kasus asma3.
Asma adalah gangguan pada bronkus yang ditandai dengan adanya
bronkospasme periodik yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran
nafas bronkus)3,4. Asma sering disebut juga dengan penyakit saluran nafas
reaktif. Berdasarkan data WHO Non Communicable Disease  di Asia
Tenggara diperkirakan bahwa 1,4 juta orang meninggal dunia karena
penyakit paru kronik dimana  86% disebabkan karena penyakit paru
obstruktif kronik, dan 7,8% disebabkan karena asma. WHO fact sheet
2011 menyebutkan bahwa terdapat 235 juta orang menderita asma di
dunia, 80% berada di negara dengan pendapatan rendah dan menengah,
termasuk Indonesia.
Asma melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan
edema mukosa, sekresi mukus, dan peradangan saluran pernafasan. Ketika
orang dengan asma terpapar oleh alergen ekstrinsik dan iritan saluran
nafasnya akan meradang yang menyebabkan kesulitan bernafas, dada
2
terasa sesak, dan muncul suara mengi. Gejala tambahan yang dapat
ditemukan pada spasme bronkus adalah batuk berkelanjutan dalam upaya
untuk mengeluarkan udara dan membersihkan saluran pernafasan.
Dignosis asma dibuat berdasarkn manifestasi klinis yang muncul, hasil
pengukuran spirometri, dan respon terhadap terapi. Pengukuran spirometri
menunjukkan penurunan aliran udara ekspirasi puncak (PEFR), volume
ekspirasi paksa (FEV) dan kapasitas vital paksa (FVC). Kapasitas residu
fungsional (FRC), kapasitas totl paru (TLC) ddan volume residual (RV)
meningkat karena adanya udara yang terperangkap di paru-paru. Asma
didefinisikan sebagai peningkatan volume ekspirasi paksa dalam satu detik
(FEV1) setelah inhalasi preparat bronkodilator betaagonis sehingga
menimbulkan obstruksi jalan nafas yang reversibel3,4.
Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan meningkatkan kualitas
hidup pasien asma maka perlu dilakukan penatalaksanaan. Tindakan
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah
menjaga kepatenan jalan nafas dengan mengendurkan spasme bronkus,
membersihkan sekret yang berlebihan atau tertahan, pemberian oksigen,
dan rehabilitasi pulmonal. Rehabilitasi pulmonal akan mendapatkan hasil
yang optimal bila dilakukan sedini mungkin sejak pasien dirawat di rumah
sakit. Tujuan rehabilitasi pulmonal adalah mengontrol gejala dan
komplikasi gangguan respirasi, serta mengajarkan pada pasien bagaimana
dapat melakukan ADLs (activity daily living) secara optimal sehingga
kualitas hidup akan meningkat4.
Komponen rehabilitasi pulmonal adalah; nutrisi, olahraga, dan
breathing retraining. Breathing retraining adalah latihan pernapasan yang
dapat meningkatkan koordinasi dan efisiensi dari otot-otot pernapasan
yang bertujuan untuk menurunkan sesak napas, menurunkan frekuensi dan
kedalaman pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, sehingga
kebutuhan oksigen tubuh terpenuhi. Breathing retraining sangat
dibutuhkan pada pasien Asma, karena pasien tidak hanya mengalami
kelemahan otot pernapasan akibat adanya penyempitan pada jalan nafas
3
tetapi klien juga mengalami peningkatan tekanan dalam paru yang dapat
mengurangi efektifitas pengembangan diafragma dan meningkatkan
frekuensi pernapasan4.
Peran perawat dibutuhkan pada kondisi seperti ini, karena tugas
perawat adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia berdasarkan respon
pasien, dimana kebutuhan oksigen merupakan prioritas pertama dari
semua kebutuhan. Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan
seharusnya menjelaskan manfaat dan mengajarkan cara breathing
retraining pada pasien Asma dalam membantu memenuhi kebutuan
oksigen.
Fenomena yang dapat dilihat bahwa masih banyak kunjungan pasien
dengan asma di Rumah Sakit Umum Sunan Kalijaga Demak. Dalam satu
bulan kunjungan pasien asma kurang lebih 30 pasien.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan latihan breathing
retraining untuk meningkatkan ventilasi paru pada pasien asma supaya
masalah kebutuhan oksiegn dapat terpenuhi daan kualitas hidup menjadi
meningkat sesuai dengan pendekataan teori keperawatan yang ada.
Pertanyaan klinis yang diajukan berdasarkan fenomena diatas
adalah:
P : penurunan ventilasi paru pasien asma
I : tindakan breathing retraining
C : latihan nafas dalam
O : peningkatan ventilasi paru dan kualitas hidup meningkat
2. Tujuan
Untuk mengevaluasi tindakan breathing retraining terhadap perubahan
ventilasi paru pada pasien asma

B. METODE
1. Design
Pencarian literatus sistematis dilakukan untuk mengidentifikasi penelitian
yang diterbitkan pada tahun 2003 sampai tahun 2013 pada jurnal peer-
4
review pada tindakan breathing retraining terhadap ventilasi paru pada
kasus asma.
2. Criteria inklusi dan ekslusi
a. Kriteria Inklusi
i. Tipe study (cth : design penelitian, RCT, dll)
Semua jurnal peer-review yang berkaitan dengan tindakan breathing
retraining dengan pendekatan quasi eksperimental dan metode
sampling yang dilakukan adalah randomized controll trial.
ii. Tipe participant/responden (populasi)
Populasi dalam jurnal peer-review semua terdiagnosis asma
berdasarkan kriteria dari pemeriksaan dignosis dokter
iii. Tipe intervensi (beberapa intervensi yang terkait)
Tindakan yang dilakukan pada peer-review jurnal adalah breathing
retraining (diphragma breathing dan pursed lips breathing), dan
terapi komplementer medicine lainnya seperti breathing exercise,
yoga breathing dan pernafasan buteyko.
iv. Tipe outcome yang diukur
Hasil yang diukur dalam jurnal peer-review adalah melihat ventilasi
paru dengan pengukuran spirometri untuk melihat arus puncak
ekspirasnya, resistensi pernafasan dan kualitas hidup pada pasien
asma
b. Kriteria Eksklusi
Studi jurnal dikeluarkan jika penelitian tidak melaporkan data asli,
bukan tindakan breathing retraining dan bukan penyakit asma murni
seperti sindrom hiperventilasi dan pasien PPOK.
3. Strategi pencarian literature
Pencarian literatur melalui Pubmed, Medline, respiratory medicine,
Proquest Publish Health, Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and
Prevention, menggunakan kata kunci asma dan breathing retraining atau
breathing exercise atau pursed lips breathing atau yoga breathing atau
diaphraqma breathing.
5
4. Metode pengkajian kualitas study
Artikel atau jurnal yang sesuai dengan kriteria dilakukan analisis critical
appraisal sesuai dengan pendekatan penelitain RCT. Alat ukur yang
dipakai adalah critical appraisal skills programme (CSAP). Data yang
suda dianalisis kemudian diekstrasi dan disintesis sesuai dengan tujuan
5. Cara ekstraksi data
Judul dan abstrak yang ditinjau oleh penulis dimasukkan dalam lembar
penilaian kelayakan calon jurnal yang di review. Uji kelayakan jurnal tidak
dapat dilihat dari abstraknya saja tetapi perlu dilihat teksnya secara
lengkap. Jurnal yang masuk berdasarkan kriteria inklusi yang sudah
ditetapkan. Selain itu juga dilihat karakteristik peserta seperti usia, jenis
kelamin, tempat berobat, besaran sampel yaang dipakai dan kekuatan dari
jurnal tersebut. Sampel benar-benar dipilih secara acak yang diperlihatkan
dengan metode yang dipakai. Tabel dibawah ini memperlihatkan ekstraksi
data yang dilakukan.

6
6. Sintesis data (formulasi, merangkum hasil dari data)
Sintesis data dilakukan dengan mengelompokkan data-data hasil ekstraksi
yang sejenis sesuai dengan hasil yang akan diukur. Data yang sudah
dikumpulkan kemudian dicari persamaan dan perbedaannya kemudian
dilakukan pembahasan.

C. HASIL
Sebanyak 5 RCT meneliti pengaruh modifikasi latihan pernafasan
sebagai intervensi yang dibandingkan dengan kontrol. 2 RCT jurnal
membahas tentang breathing retraining terhadap perubahan ventilasi paru
pada pasien asma daan kualitas hidupnya. 2 RCT jurnal berisi pengaruh
latihan pernafasan Buteyko terhadap kualitas hidup pasien asma. 1 RCT
jurnal berisi pengaruh pursed lips breathing terhadap ventilasi paru pasien
asma. Dari ke 5 RCT jurnal tersebut yang memenuhi kriteria dalam penilaian
critical appraisal yang dilakukan oleh reviewer berjumlah 4 RCT dan yang 1
RCT tidak memenuhi dalam kriteria critical appraisal.
Buteyko Breathing Technique
Bowler et, al, memeriksa pengaruh buteyko breathing technique terhadap 39
sampel untuk dibandingkan dengan relaksasi dan edukasi asma untuk melihat
penurunan penggunaan B-agonis dan kualitas hidup pasien asma. Hasil yang
didapat tidak ditemukan perubahan yang signifikan pada fungsi paru-paru
kemungkinan adanya bias selama pengambilan data.

79
Cooper et al, melakukan penelitian pengaruh Buteyko Breathing Technique
dan yoga pranayama (PLCE) sebagai intervensi dan placebo PLCE sebagai
kontrol. Penelitian ini dilakukan pada 89 responden yang mengalami asma.
Studi ini menemukan peningkatan yang signifikan dalam gejala asma dan
penggunaan bronkodilator pada kelompok BBT dibandingkan dengan kedua
PCLE dan kelompok plasebo, tetapi tidak ada perbedaan volume ekspirasi
paksa dalam 1 s (FEV1) atau dosis provokasi yang dibutuhkan untuk
menyebabkan 20% penurunan di FEV1 (PD20) untuk metakolin atau ICS
penggunaan pada kedua kelompok.
Tabel 2.
Study WMD (95% CI) Mean, SD Mean, SD
Intervensi Kontrol
Bowler 1.19 (0.44–1.94) 75%±17% 73%±19%
Cooper 0.1 (–1.0 to 1.2) 0,06 (0,26) 0,001(0,14)

Breathing retraining
Thomas et al, melakukan penelitian breathing retraining untuk kemampuan
bernafas kembali dan kualitas hidup pada pasien asma. Sampel yang dipakai
sebanyak 33 sampel. Hasil yang didapatkan adanya perubahan signifikansi
pada kelompok intervensi dan kontrol terhadap kualitas hidup pasien asma
setelah dilakukan breathing retraining selama 6 bulan.

810
Margaret et al, melakukan penelitian pengaruh pursed lips breathing sebagai
intervensi untuk melihat kemampuan arus puncak ekspirasi paru dan kualitas
hidup pasien asma. Sampel yang dipakai sebanyak 40 responden. Hasil yang
didapatkan adanya perubahan siginifikansi dari ventilasi paru dalam
beraktivitas secara fisik.
Tabel. 3
Study Intervensi Kontrol P value
Thomas
AQLQ Overall 0,60(0,05-1.12) 0,09 (-0,25-0,26) 0,018
Margaret
After 6MWD (Borg) 3.0 ± 1.0 4.0 ± 1.4 0,05
SOBQ 59 ± 17 69 ± 24 0,16

D. PEMBAHASAN
Terapi komplementer medicine sekarang banya dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap obat. Hasil penelitiian yang sudah
dipublikasikan diantaranya adalah tentang manajemen asma menggunakan
terapi komplementer. Terapi komplementer yang dipakai dalam manajemen
asma adalah latihan pernafasan (breathing retraining). Wujud breathing
retraining yang bisa dilakukan seperti pernafasan buteyko, pursed lip
breathing, diaphraqma breathing dan breathing exercise. Pada penelitian
pernafasan buteyko yang dilakukan oleh Bowler et al dan Cooper et al
menunjukkan bahwa pernafasan buteyko secara konsisten menunjukkan
penurunan penggunaan obat asma, dn bersam-sam dengan studi fisioterapi
pernafasan sering menunjukkan peningkkatan kualitas hidup dan pengalaman
subjekstif dari gejala asma. Meskipun demikian, kadang pernafasan buteyko
tidak memberikan efek perbaikan fungsi paru-paru dalam karena subjektivitas
responden dalam melakukan latihan pernafasan. Inspirasi yang mendalam
sangat diperlukan untuk pengujian fungsi paru dari latihan pernafasan
buteyko ini.

119
Bentuk latihan pernafasan lain adalah diaphraqma breathing dan
pursed lips breathing. Latihan ini dimaksudkan untuk mengurangi beban
ventilasi dalam menyediakan oksigen. Karena latihan pursed lips breathing
dapat membantu pengurangan beban pada jalan nafas dengan mengeluarkan
udara yang terperangkap. Latihan diaphraqma breathing lebih menekankan
pada kemampuan otot utaama pernafasan sehingga optimalisasi otot utama
pernafasan dapat mengurangi bantuan otot pernafasan dalam melakukan
ventilasi. Dengan demikian harapannya adalah tidak adanya dipsnoe, retraksi
interkosta, da kecemasan dalam bernafas pada pasien asma.
Latihan pernafasan seharusnya masuk dalam intervensi
keperawatann terutama adalah daalam program rehabilitasi pulmonal bagi
pasien yang mau pulang pasca perawatan di rumah sakit. Latihan pernafasan
yang diberikan pada pasien asma dapat meringankan beban ventilasi dalam
menyediakan oksigen untuk kebutuhan tubuh yang terlihat adanya
peeningkatan arus puncak ekspirasi dan otot pernafasan utama menjadi lebih
rileks dalam melakukan proses bernafas. Perawat diharapkan melakukan
intervensi ini, dikarenakan perawat adalah tenaga kesehatan yang sering
bertemu atau berkomunikasi secara langsung dengan pasien selama prose
perawatan. Dengan demikian kualitas hidup pasien asma dapat meningkat
jika rehabilitasi pulmonal dapat dijalankan selam prose perawatan yang
ditunjukkan dengan penurunan kunjungan ulang pasien asma untuk berobat
kembali ke tempat pelayan kesehatan.

E. PENUTUP
Breathing retraining adalah latihan pernapasan yang dapat meningkatkan
koordinasi dan efisiensi dari otot-otot pernapasan yang bertujuan untuk
menurunkan sesak napas, menurunkan frekuensi dan kedalaman pernapasan,
meningkatkan ventilasi alveolar, sehingga kebutuhan oksigen tubuh
terpenuhi. Latihan pernafasan yang berkelanjutan dapat meringankan beban
pada pasien asma dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan mewujudkan
kualitas hidup yang meningkat.
10
12
DAFTAR PUSTAKA

1. Potter, Patricia. A (2005). Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC
2. Tomey, Ann Marriner and Alligood, Martha Raile. (2007). Nursing
theories and their work. Sixth edition. St Louis: Mosby
3. Black, Joyce, M and Hawks, J. Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan. Jakarta :
Salemba Medika
4. Busse, W.W and Lemanske, Robert F. (2005). Asthma Prevention. New
York : Taylor and francis group.
5. S. Cooper, J. Oborne, S. Newton, et al. (2003). Effect two breathing
exerccise (Buteyko and Pranayama) in Asthma : a Randomised Controlled
Trial. 58 : 674-679
6. Simon, D. Bowler, Amanda Green and Charles A Mitchell. (1998).
Buteyko Breathing Technique in Asthma : a blind Randomised Controlled
Trial. 168 : 575-578.
7. M. Thimas, R.K. mcKinley, E. Freeman, C. Foy. P. Prodger, D. Price.
(2003). Breathing Retraining for Dysfunctional Breathing in Asthma : a
Randomised Controlled Trial. 58 : 110-115.
8. Anne Bruton, Sarah Kirby, et al. (2013). The Breathe Study : Breathing
Retraining for Asthma – trial of Home Exercise. A Protocol Summary of a
Randomised Controlled trial. 22 (2). PS1-PS7
9. Margaret A. Nielg, guy W. Soo Hoo, et al. (2007). Efficacy of Pursed Lips
Breathing. 27: 237-244.

11
13
SYSTEMATIC REVIEW
PENGARUH BREATHING RETRAINING TERHADAP
FUNGSI VENTILASI PARU PADA PASIEN ASMA

Disusun untuk memenuhi :


Tugas Mata Kuliah Evidence Based Practice
Dosen : Reni Sulung U, S.Kp., M.Sc

Oleh :
Sukarno
NIM. 22020114410035
Konsentrasi : Keperawatan Dewasa

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

12

Anda mungkin juga menyukai