Anda di halaman 1dari 5

REHABILITASI PARU TERHADAP PERUBAHAN SESAK NAFAS DAN

FATIGUE PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Ida Nur Imamah1, Muchlis A.U Sofro2, Andrew Johan3


2
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro
3
Divisi Penyakit Infeksi Tropik, KSM Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
3
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
iedaimamah@gmail.com

ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan kondisi irreversibel yang berkaitan dengan
sesak nafas saat beraktivitas dan penurunan kapasitas fungsional paru. Gejala yang paling sering
terjadi pada pasien PPOK adalah sesak nafas dan fatigue. Rehabilitasi paru merupakan salah
satu terapi non farmakologis yang dilakukan pada pasien PPOK. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui apakah rehabilitasi paru dapat mengubah sesak nafas dan fatigue pada pasien
PPOK. Desain penelitian adalah pre eksperimental dengan one group pretest dan
posttest.Responden ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dan diperoleh sampel
sebanyak 17 responden. Rehabilitasi paru dilakukan 2x dalam satu minggu selama 3 minggu.
Hasil penelitian berdasarkan uji paired t-test untuk sesak nafas diperoleh nilai p< 0,001 dan
nilai p= 0,034 untuk fatigue. Kesimpulan hasil penelitian adalah rehabilitasi paru dapat
menurunkan sesak nafas dan menurunkan fatigue pada pasien PPOK.

Kata Kunci: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), rehabilitasi paru, sesak nafas, fatigue

ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is condition of the irreversible pertaining to
dyspnea when exertion and decrease in capacity pulmonary functional. The symptoms most
often occurs in COPD is dyspnea and fatigue. Pulmonary rehabilitation is the one of therapy
non pharmacological done in COPD patients. The purpose of this research to know whether the
rehabilitation can be change dyspnea and fatigue in COPD patients. A design study is pre
experimental with one group pretest and posttest. Respondents depends on the criteria for
inclusion and exclusion, obtained sample from 17 respondents. Pulmonary rehabilitation done
twice in one week for 3 weeks. Result of the study based on the paired t-test p value < 0,001 to
dyspnea and p= 0,034 to fatigue. The conclusion is rehabilitation can be lowered dyspnea and
fatigue in COPD patients.

Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), Pulmonary Rehabilitation,


Dyspnea, Fatigue

PENDAHULUAN Indonesia, yaitu kanker, Diabetes Melitus


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (DM), jantung, hipertensi, PPOK dan asma.
(PPOK) merupakan penyakit kronik yang Tahun 2009 kasus rawat inap PPOK
terjadi karena obstruksi serta hambatan sebanyak 0,93% dari keseluruhan kasus
aliran udara kronik yang dapat disebabkan penyakit di rawat inap, tahun 2010
karena adanya bronchitis kronik, emfisema meningkat menjadi 0,95%. Berdasarkan
atau karena keduanya. Manifestasi klinis hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang paling sering muncul pada pasien tahun 2013, prevalensi PPOK sebanyak
PPOK adalah batuk, produksi sputum yang 3,7% dengan jenis kelamin yang paling
berlebihan, sesak nafas dan aktifitas yang banyak adalah laki-laki 1,2,3.
terbatas. Menurut data pada Direktorat Gejala paling dominan pada pasien
Jenderal Pengendalian Penyakit dan dengan PPOK adalah sesak nafas yang
Penyehatan Lingkungan (P2PL), terdapat sering dimulai saat aktivitas.Sesak nafas
enam kelompok penyakit tidak menular diketahui dari peningkatan nilai Respiratory
paling banyak di seluruh rumah sakit di Rate (RR) dan penurunan Pulsed Oxygen

18 Adi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.1 Juni 2017


saturation (SpO2). Peningkatan frekuensi METODE
pernafasan atau Respiratory Rate (RR) Penelitian ini bersifat pre-
merupakan suatu bentuk upaya kompensasi eksperimental dengan rancangan one group
volume saluran nafas yang kecil. Penurunan pretest and posttest. Penelitian dilaksanakan
SpO2 merupakan gejala awal hipoksemia pada bulan Juli – Agustus. Penelitian ini
dan hiperkapnia yang disebabkan adanya menggunakan populasi pasien PPOK di
gangguan ventilasi dan perfusi serta RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Balai
ditambah hipoventilasi alveolar. Fatigue Besar Kesehatan Paru Masyarakat
pada pasien PPOK disebabkan karena disuse (BBKPM) Surakarta. Sampel penelitian
atrophy serta gangguan nutrisi serta adanya ditentukan yang memenuhi syarat kriteria
cytokine yang beredar pada pasien PPOK. inklusi dan eklusi sebanyak 17 responden.
Theander (2007) menyatakan bahwa fatigue Pengukuran sesak nafas dilakukan
akan memiliki dampak yang signifikan dengan menggunakan Borg Scale, yang
terhadap kebutuhan sehari-hari, sebab terdiri dari skala sesak nafas mulai dari 0
fatigue tidak hanya gangguan fisik dan sampai dengan 10. Interpretasi skala Borg
fisiologis, namun juga gangguan psikologis, dimulai dari tidak sesak nafas sampai sesak
konsentrasi pasien melemah dan depresi. nafas sangat-sangat berat sekali. Skala Borg
Selain itu fatigue juga mengakibatkan juga dapat untuk mengetahui secara awal
berkurangnya partisipasi pasien PPPOK adanya fatigue yang dialami pasien PPOK.
dalam aktivitas social serta Hasil uji validitas dan realibilitas pada Borg
pekerjaan.Kelemahan otot akhirnya dapat scale menunjukkan nilai Cronbach alpha
mengakibatkan terjadinya kelelahan otot 0,77 – 0,91. Skala Borg juga aplikatif
(muscle fatigue) dimana didalamnya digunakan di klinik, karena Borg Scale
termasuk juga dengan otor pernafasan 4,5. mudah dipahami oleh perawat maupun
Intervensi pada pasien PPOK terdiri tenaga kesehatan lain dan dapat dilakukan
dari dua terapi yaitu terapi farmakologi dan dalam waktu singkat.
terapi non farmakologis. Salah satu terapi Pengukuran fatigue pada pasien
non farmakologis pada pasien PPOK adalah PPOK menggunakan Manchester COPD
rehabilitasi paru. Tujuan utama rehabilitasi Fatigue Scale (MCFS) yang terdiri dari 27
paru adalah untuk meningkatkan toleransi pertanyaan yang berhubungan dengan
terhadap latihan, sebab latihan pada pasien fatigue secara fisik, psikologis dan sosial.
PPOK dapat memaksimalkan peningkatan Penilaian MCFS terdapat 5 kategori respon
kapasitas kerja.Pasien PPOK akan pada setiap item pertanyaan, dengan
mengurangi aktivitas sehari-hari sehingga penilaian 0 sampai dengan 2. Nilai 0 untuk
menyebabkan penurunan fungsi otot tidak pernah, 0,5 kategori jarang, kadang-
skeletal, selain itu juga mengakibatkan kadang bernilai 1, sering bernilai 1,5 dan
penurunan kekuatas otot, penyimpangan selalu bernilai 2. Total nilai dari 27
energy dan aktivitas enzim metabolik. pertanyaan tersebut adalah 0 sampai dengan
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang 54, dengan kategori semakin tinggi skor
bertemu dengan pasien selama 24 jam maka lebih fatigue.
sangat berperan dalam rehabilitasi paru,
selain sebagai educator, juga sebagai HASIL
pemberi aktivitas dan latihan. Edukasi yang Tabel 1 Distribusi berdasarkan Usia dan
diberikan adalah untuk memberikan Lama Menderita PPOK
pengetahuan mengenai perjalanan penyakit No Variabel Mean SD Min –
dan pengobatan PPOK serta aktivitas yang Max
maksimal.peran perawat dalam latihan 1. Usia (Tahun) 64,24 7,370 49 – 80
sering tidak dilaksanakan dikarenakan 2. Lama 11,76 9,833 1 – 40
program rehabilitasi yang lebih sering menderita
dilakukan oleh fisioterapis. Fakta yang PPOK
terjadi di lapangan, fisioterapis tidak setiap Usia rata-rata subjek penelitian 64,24
hari, padahal sebaiknya pasien rutin tahun, lama menderita PPOK rata-rata
melakukan rehabilitasi sebagai bentuk :11,76 tahun. Penelitian sebelumnya yang
pencegahan semakin memburuknya kondisi dilakukan Novianti (2015) dan Ikalius
pasien PPOK 6,7. (2007) memiliki rata-rata usia pada

Adi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.1 Juni 2017 19


kelompok kontrol 59,9 tahun dan kelompok Tabel 3. Nilai rerata Sesak Nafas
perlakuan 61,9 tahun. Hal tersebut sejalan Pretest Posttest Difference
dengan penelitian Novianti (2015) yang
menyatakan bahwa usia merupakan faktor Mean 4,76 2,47 -2,29
resiko PPOK. Rata-rata responden telah Standar 1,44 1,38 0,06
menderita PPOK selama 11,76 tahun Deviasi
dengan standar deviasi 9,8338,9. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-
rata sesak nafas pada responden sebelum
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin, pekerjaan,
dilakukan rehabilitasi paru 4,76. Penurunan
merokok
sesak nafas terjadi setelah dilakukan
No Variabel n %
rehabilitasi paru 2x seminggu selama 3
1. Jenis Kelamin minggu dengan nilai rata-rata Borg 2,47.
Laki-laki 16 94,1 Berdasarkan BORG Scale diketahui bahwa
Perempuan 1 5,9
rata-rata difference sebelum dan sesudah
2. Riwayat Merokok
Tidak Merokok 14 82,4
rehabilitasi paru adalah -2,29. Hal tersebut
3 17,6 sesuai dengan penelitian Ikalius (2007) yang
3. Pekerjaan menunjukkan terjadinya peningkatan
Tidak Bekerja 9 52,9 kapasitas fungsional paru pada responden
Petani/Pedagang 1 5,9 PPOK yang dilakukan rehabilitasi
PNS/TNI/Polri 1 5,9 paru.Peningkatan kapasitas fungsional paru
Lain-lain 8 35,3 terjadi pada kelompok perlakuan yang
diberikan rehabilitasi paru yang terdiri dari
Jumlah responden paling banyak
fisioterapi dada dan latihan sepeda statis 3x
adalah laki-laki yaitu sebanyak 16 responden
dalam seminggu selama 8 minggu. Hasil
(94,1%). Hasil penelitian tersebut sesuai
yang diperoleh pada kelompok perlakuan
dengan data hasil Riset Kesehatan Dasar
meningkat 55 (26,6) m dengan median 47 m
(Riskesdas) tahun 2013 yang menyatakan
dengan nilai p< 0,05 yang diukur dengan uji
bahwa PPOK paling banyak diderita pada
laki-laki dibandingkan perempuan. jalan 6 menit. Basuki (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa latihan
Berdasarkan penelitian secara keseluruhan14
responden (82,4%) memiliki riwayat nafas diafragma berpengaruh terhadap
merokok dan 3 responden (17,6%) tidak penurunan sesak nafas pasien PPOK 8,12.
memiliki riwayat merokok. Guyton (2008) Tabel 4. Nilai rerata Fatigue
perokok memiliki prevalensi yang lebih Pretest Posttest Difference
tinggi terhadap terjadinya kelainan fungsi Mean 21,65 20,82 -0,83
paru.Asap yang dihasilkan oleh rokok akan Standar 3,26 3,59 0,33
mengganggu fungsi endotel dan Deviasi
menyebabkan aliran udara menjadi
terhambat. Kondisi ini akan terjadi secara Rata-rata nilai fatigue sebelum
progresif dan irreversible. Hasil penelitian dilakukan rehabilitasi paru adalah 21,65 dan
untuk karakteristik responden berdasarkan sesudah dilakukan rehabilitasi paru menjadi
pekerjaan mayoritas responden tidak bekerja 20,82. Nilai rata-rata difference sebelum dan
sebanyak 9 responden (52,9%). Jenis sesudah dilakukan rehabilitasi paru -0,83,
pekerjaan pasien secara tidak langsung yang menunjukkan bahwa terdapat
menggambarkan aktivitas fisik yang penurunan nilai fatigue setelah dilakukan
dilakukan pasien sehari-hari.Fatigue dapat rehabilitasi paru.Hasil tersebut sesuai
ditimbulkan karena adanya aktivitas saat dengan penelitian yang dilakukan
melakukan pekerjaan. Kondisi fatigue pada Zakerimoghadam (2011) yang menyatakan
pasien kronik seperti PPOK akan terdapat perbedaan yang signifikan antara
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat fatigue setelah dilakukan latihan
konsentrasi, malaise, gangguan tidur, pernafasan. Hasil penelitian tersebut
gangguan emosional dan penurunan menyebutkan bahwa latihan pernafasan
kemampuan 3,10,11. efektif untuk mengurangi kelelahan pada
pasien PPOK, dengan nilai p < 0,001 13.

20 Adi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.1 Juni 2017


Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis paired t-test makan, fatigue dan gangguan tidur. Terapi
No Kelompok p non farmakologis rehabilitasi paru
1. Sesak Nafas Pretest 0,000 merupakan salah satu terapi yang bertujuan
Posttest untuk mengurangi dan mengontrol sesak
2. Fatigue Pretest 0,034 nafas.Namun, rehabilitasi paru juga dapat
posttest memperbaiki ventilasi, mensinkronkan dan
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa melatih kerja otot abdomen serta thorak
hasil paired t-test nilai p< 0,001, yang untuk menghasilkan tekanan inspirasi
artinya terdapat perbedaan sesak nafas sehingga dapat melakukan ventilasi
sesudah diberi rehabilitasi paru. Hasil maksimal. Peningkatan ventilasi akan
tersebut sama dengan penelitian Hafiizh meningkatkan perfusi sehingga kadar CO2
(2013) yang melakukan pursed lip breathing arteri darah akan berkurang dan dapat
pada pasien PPOK, hasilnya setelah diberi memperbaiki kinerja alveoli, yang pada
perlakuan nilai p= 0,007 untuk indikator akhirnya pertukaran gas dapat efektif. Hal
respiratory rate (RR) dan p= 0,004 untuk tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini,
Saturation Pulsed Oxygen (SpO2). dimana rehabilitasi paru berpengaruh
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terhadap penurunan dyspnea dan fatigue.15,16
pemberian pursed lip breathing (PLB)
berpengaruh terhadap penurunan RR dan KESIMPULAN
peningkatan SpO2 pada pasien PPOK 14. Berdasarkan analisis dan pembahasan
Berdasarkan tabel 5 untuk mengetahui penelitian yang telah dilakukan dapat
fatigue diketahui nilai p=0,034 artinya disimpulkan bahwa rehabilitasi paru yang
terdapat perubahan fatigue sebelum dan dilakukan 2x dalam satu minggu selama 3
sesudah rehabilitasi paru. Hasil tersebut minggu dapat menurunkan sesak nafas dan
sama dengan penelitian Zakerimoghadam fatigue pada pasien PPOK. Hasil pengujian
(2011) yang memberikan breathing exercise hipotesis dilakukan dengan program SPSS
pada kelompok perlakuan, dengan rata-rata didapatkan nilai p < 0,001 untuk sesak nafas
intensitas fatigue pada kelompok perlakuan dan untuk fatigue nilai p= 0,034 yang
menurun menjadi 40,916±14,4 dan artinya terdapat perbedaan yang bermakna
kelompok kontrol menjadi 52,20±8,539 nilai sesak nafas dan fatigue sebelum dan
dengan nilai p= 0,001. Kesimpulan sesudah rehabilitasi paru.
penelitian yang dilakukan Zakerimoghadam Kesimpulan yang dapat dikemukakan
adalah breathing exercise efektif untuk bahwa rehabilitasi paru yang bertujuan
menurunkan fatigue pada pasien PPOK 13. untuk meningkatkan kapasitas fungsional
Program rehabilitasi paru yang paru dapat diterapkan sebagai salah satu
dilakukan bertujuan untuk memperbaiki dan intervensi yang dilakukan oleh perawat
mengontrol dari gejala penyakit PPOK yang untuk mengurangi kekambuhan sesak nafas
muncul. Hubungan antara dyspnea, aktivitas dan mengurangi fatigue.Rehabilitasi dapat
fisik atau latihan dan fatigue, exercise yang dilakukan di rumah sakit saat pasien
menggabungkan dengan respirasi exercise menjalani rawat inap atau dilakukan di
mengurangi kecepatan pernafasan dan rumah sebagai intervensi lanjutan untuk
meningkatkan alembic aeration. klien PPOK yang menjalani rawat jalan.
Peningkatan konsentrasi myoglobin setelah
dilakukan latihan akan membantu difusi DAFTAR PUSTAKA
oksigen dari membrane sel ke mitokondria. 1. PDPI. (2014). PPOK Pedoman
Latihan yang dilakukan seperti rehabilitasi Diagnosis dan Penatalaksanaan di
paru akan meningkatkan kapasitas otot Indonesia. Jakarta :, 2014.p.1-18.
rangka untuk melakukan metabolism aerob 2. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
sehingga energi yang terbentuk lebih besar (2012). Buletin Jendela Data dan Pusat
7,15
. Informasi Penyakit Tidak Menular.
Pasien dengan PPOK selain akan ISSN 2088 – 270X; Semester II, 2012.
mengalami penurunan respirasi juga akan Jakarta : Kemenkes RI.
mengalami penurunan organ tubuh secara 3. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013.
fisiologis, pasien akan mengalami (2013). Badan Penelitian dan
penurunan kualitas hidup, kehilangan nafsu

Adi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.1 Juni 2017 21


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kronik Stabil. Jurnal Respir Indo Vol
Kesehatan RI. 35, No 3 Juli.
4. Barnes, PJ. (2011). Asthma and COPD 10. Guyton, AC; Hall, JE. Buku Ajar
Basic Mechanism and Clinical Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
management Second Edition. Oxford, 11. Flowerenty, D.D. (2015). Pengaruh
Amsterdam, Boston : Elsevier. p 710- Therapeutic Exercise Walking
715. Terhadap Kualitas Tidur Klien dengan
5. Theander, K; Jakobsson, Per. (2008). Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Severity of Fatigue is Related to (PPOK) di Poli Spesialis Paru B
Functional Limitation and Health in Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember.
Patients with Chronic Obstructive Skripsi Program studi Ilmu
Pulmonary Disease. International Keperawatan, Jurnal Keperawatan
Journal of Nursing Practice, 2008; 14 : Universitas Jember.
455-462. 12. Basuki, Duwi; Hariyanto, Agus;
6. Abidin, Affyarsyah; Yunus, Faisal; Metasari, Dia. (2008). Pengaruh
Wiyono, Wiwien Heru; Ratnawati, Latihan Nafas Diafragma (Diaphragma
Anita. Manfaat Rehabilitasi Paru Breathing) Terhadap Penurunan Sesak
dalam Meningkatkan atau Nafas Pada Pasien PPOK Di Ruang
Mempertahankan Kapasitas Fungsional Dhoho BRSD Prof. Soekandar
dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Mojosari Mojokerto. Stikes Bina Sehat
Paru Obstruktif Kronik di RSUP PPNI.
Persahabatan.Jakarta : RSUP 13. Zakerimoghadam. (2006). The Effect of
Persahabatan. Breathing Exercises on The Fatigue
7. Hui KP, Hewitt AB. (2003). A Simple Levels of Patients with Chronic
Pulmonary Rehabilitation Program Obstructive Pulmonary Disease.
Improve Health Outcomes and Reduce Nursing Journal 38 (2); 149 – 152.
Hospital Utilization in Patients with 14. Hafiizh, M.E. 2013. Pengaruh Pursed-
Chronic Obstructive Pulmonary Lip Breathing Terhadap Penurunan
Disease. Chest 2003; 124 : 94-7. Respiratory Rate (RR) dan Peningkatan
8. Ikalius; Yunus, Faisal; Suradi; Rachma, Pulse Oxygen saturation (Sp)2) Pada
Noer. (2007) Perubahan Kualitas Penderita PPOK. Program Studi S1
Hidup dan Kapasitas Fungsional Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Penderita Penyakit Paru. Majalah Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kedokteran Indonesia, Volume : 57 15. Wouters, EFM. Pulmonary
Nomor : 12, Desember 2007. Rehabilitation in Educational Aims. Eur
9. Novianti, Zakiah ; Suradi; Doewes, Respir, J 2004, 1 : 33 – 42.
Muchsin. (2015). Peran Upper Limb 16. Baltzan, MA. (2011). Fatigue in COPD
dan Lower Limb Exercise Terhadap : Prevalences and Effect On Outcomes
Kapasitas Latihan dan Fat-Free Mass in Pulmonary Rehabilitation. Chronic
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Respiratory Disease, 8 (2) 119 – 128.

22 Adi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.1 Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai