Jufrika Gusni
Program Studi S1 Keperawatan STIKes Indonesia
Email: rahminafilia6@gmail.com
ABSTRAK
Jumlah penderita PPOK di seluruh dunia mengalami peningkatan dari sekitar 227 juta
kasus pada tahun 2010 menjadi 396 juta kasus pada tahun 2021 dengan prevalensi 12.2% (WHO,
2021). Prevalensi angka kejadian PPOK di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2021 yaitu sebanyak 136 orang dan bulan Januari sampai Maret 2022 sebanyak 29 orang
(Rekam Medik Rumah Sakit, 2021). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengaruh Pemberian Respiratory Muscle Training terhadap Penurunan Dyspnea pada Pasien
PPOK di Ruang Buya Hamka Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2022.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Quasi-eksperimen dengan rancangan One
Group Pretest-Posttest design, penelitian ini dilaksanakan di Ruang Buya Hamka Rumah Sakit
Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang dari bulan Maret sampai Sepember 2022. Populasi
penelitian ini adalah penderita PPOK yang mengalami dyspnea yang berjumlah 10 orang dan
semua populasi dijadikan sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel purposive sampling.
Analisa data dengan analisa univariat menggunakan nilai mean dan standar deviasi dan bivariat
menggunakan uji statistik paired t-test dengan tingkat kepercayaan 95% α = 0,05.
Hasil penelitian didapatkan nilai rata-rata dyspnea sebelum pemberian respiratory muscle
training yaitu 27,0 dengan standar deviasi 1.41421 dan rata-rata dyspnea sesudah pemberian
respiratory muscle training yaitu 21,5 dengan standar deviasi 1.64992. Ada pengaruh pemberian
respiratory muscle training terhadap penurunan dyspnea pada pasien PPOK di Ruang Buya
Hamka Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2022 dengan hasil uji statistik
p-value= 0.000.
Melalui Direktur Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang diharapkan untuk
memotivasi tenaga keperawatan di Ruang Buya Hamka dalam memberikan asuhan keperawatan
untuk mengatasi dyspnea pada pasien PPOK.
pernafasan yang serius. Persepsi dyspnea yang (Gomes-neto et al., 2016). RMT memiliki efek
berlebihan pada umumnya menyebabkan yang menguntungkan pada kondisi neurologis
pembatasan aktivitas sehari-hari, oleh karena seperti pasien paska stroke karena RMT dapat
itu pengurangan sensasi pernafasan yang tidak meningkatkan fungsi pernapasan tetapi
nyaman dapat memainkan peran penting manfaatnya belum diketahui secara pasti
dalam mencegah ketidakaktifan fisik pada (Pollock et al., 2012).
pasien PPOK (Shingai et al., 2015). Latihan respiratory muscle training
Pasien PPOK yang mengalami keluhan digunakan untuk menjaga kondisi saat dan
Dyspnea bersifat progresif, irreversible, dan setelah melakukan aktivitas baik sehari-hari
menurunkan toleransi dalam beraktivitas maupun untuk berolahraga, respiratory muscle
(Cawley et al., 2014). Melalui intervensi yang training juga digunakan sebagi peningkat
tepat, cepat dan sikap yang benar kebanyakan performa dengan cara meningkatkan kerja dari
pasien mendapatkan kembali beberapa fungsi muscle pump, meningkatkan frekwensi, durasi
yang hilang dan menikmati kehidupan yang dan intensitas kontraksi otot pernafasan
lebih bahagia dan produktif (Ealias & Babu, disamping itu juga melatih sebagian dari otot-
2016). Penanganan umum dispnea yaitu otot lain (Galvan and Cataneo, 2017).
memposisikan pasien pada posisi setengah Pemberian Respiratory muscle training
duduk atau berbaring dengan bantal yang memberikan efek peningkatan daya tahan
tinggi, diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter kardiorespirasi, hal ini dapat dipahami karena
per menit tergantung derajat sesaknya dan jantung merupakan organ vital yang memasok
pengobatan sesuai dengan penyakit yang kebutuhan darah di seluruh tubuh.
diderita. Terapi farmakologis yang dapat Meningkatnya aktivitas fisik pada saat berlatih
dilakukan yaitu quick relief medicine, akan mengakibatkan kebutuhan darah yang
bronkodilator, long relief medicine dan kaya akan oksigen semakin besar. Kebutuhan
kortikosteroid bentuk inhalasi. Terapi non ini dipenuhi oleh jantung dengan
farmakologis yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan aliran darah, kemampuan
olahraga teratur, menghindari alergen, terapi kontraksi otot respirasi yang lebih kuat
emosi dan fisioterapi dada. Fisioterapi membantu dalam menjaga nilai pernafasan
berperan penting dalam meningkatkan fungsi saat terjadi pembebanan lebih besar. Sehingga
yang hilang dan meningkatkan kualitas hidup kesanggupan sistem jantung, paru, dan
penderita PPOK. Salah satu cara penanganan pembuluh darah untuk berfungsi secara
dalam kasus PPOK adalah dengan optimal pada keadaan istirahat dan kerja
memberikan Respiratory Muscle Training dalam mengambil oksigen dan
(RMT). menyalurkannya ke jaringan yang aktif
Respiratory Muscle Training adalah sehingga dapat digunakan pada proses
sebuah teknik yang bertujuan untuk metabolisme tubuh (Harsono, 2018).
meningkatkan fungsi otot pernapasan melalui Sejalan dengan penelitian yang
latihan tertentu untuk meningkatkan fungsi dilakukan Ali, dkk (2021) tentang “Pengaruh
otot pernapasan dan dapat membantu Pemberian Respiratory Muscle Training
mengurangi dispnea. RMT dapat terdiri dari terhadap Penurunan Dyspnea pada Pasien
Inspiratory Muscle Training (IMT) atau PPOK” didapatkan hasil bahwa tidak ada
Ekspiratory Muscle Training (EMT) atau perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis
kombinasi keduanya (Pereira et al., 2019). alat yang digunakan antara RMT standar
RMT dapat meningkatkan kapasitas paru dengan RMT prototype dalam menurunkan
karena meningkatkan fungsi pernapasan dan dyspnea pada pasien PPOK dengan p-
dapat di toleransi pada pasien paska stroke value=0.000. Penelitian lain juga dilakukan
4
Lee et al. (2017) dengan membandingkan Penelitian ini dilakukan di Ruang Buya
intervensi Respiratory Muscle Training Hamka Rumah Sakit Tingkat III Dr.
dengan perangkat Standar (Smiths Medical Reksodiwiryo Padang dari bulan Maret sampai
ASD, Inc.). Hasil penelitian ini menunjukan September 2022. Intervensi dilakukan pada
bahwa penggunaan perangkat RMT dapat tanggal 11 Juli 2022 sampai dengan 20 Juli
menurunkan sensasi dyspnea yang 2022. Populasi penelitian ini adalah pasien
dibandingkan dengan sebelum pelatihan PPOK yang mengalami sesak napas di Ruang
dengan p-value=0.001. Buya Hamka Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Survey awal yang dilakukan oleh Reksodiwiryo Padang tanggal 11 Juli 2022
penulis pada tanggal 28 Maret 2022 dengan sampai tanggal 20 Juli 2022 dengan populasi
mewawancarai lima penderita PPOK yang sebanyak 10 orang.
mengalami dyspnea di Ruang Buya Hamka
Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo HASIL PENELITIAN
Padang, tiga orang mengatakan napasnya 1. Analisis Situasi
sesak, sulit melakukan aktivitas, sesak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
bertambah saat melakukan pergerakan dengan Reksodiwiryo Padang adalah sebuah rumah
pernapasan rata-rata 26x/menit. Sedangkan sakit pemerintah yang dikelola oleh TNI
dua orang lainnya mengatakan juga AD terletak pada kawasan Ganting, Kota
mengalami sesak napas namun tidak terlalu Padang, Provinsi Sumatera Barat,
sesak saat melakukan aktivitas dengan Indonesia. Rumah Sakit Tingkat III Dr.
pernapasan rata-rata 24x/menit. Setelah Reksodiwiryo Padang memiliki berbagai
penulis mewawancarai perawat di Ruang Buya jenis pelayanan seperti ruang penyakit
Hamka Rumah Sakit Tingkat III Dr. dalam, ruang bedah, ICU, ruang paru,
Reksodiwiryo Padang didapatkan data bahwa ruang operasi, ruang kebidanan, ruang
untuk mengurangi dyspnea pada pasien PPOK hemodialisa dan ruang anak. Rumah Sakit
biasanya yang dilakukan yaitu memberikan Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
oksigen dengan nasalcanul sebanyak 3-5 liter terdapat sarana dan prasarana yang
per menit dan memposisikan semifowler, mendukung seperti mesjid, kantin, area
namun belum pernah dilakukan dengan parkir, taman, dan lain-lain. Rumah Sakit
pemberian terapi Respiratory Muscle Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
Training. sebagian dikelilingi oleh asrama TNI AD
Berdasarkan latar belakang diatas dan pemukiman warga sekitar. Di Rumah
peneliti telah melakukan penelitian dengan Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
judul “Pengaruh Pemberian Respiratory terdapat ruangan Buya Hamka yang
Muscle Training terhadap Penurunan Dyspnea merupakan ruangan paru. Ruangan Buya
pada Pasien PPOK di Ruang Buya Hamka Hamka dipimpinan seorang Kepala
Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Ruangan, terdapat satu orang Kepala Tim
Padang Tahun 2022”. dan anggota. Ruangan Buya Hamka
terdapat tempat tidur sebanyak 12 buah.
METODE PENELITIAN 2. Karakteristik Responden
Jenis penelitian ini adalah Quasi- Peneliti telah melakukan penelitian
eksperimen dengan rancangan One Group di Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Pretest-Posttest design, yaitu penelitian yang Reksodiwiryo Padang untuk pengumpulan
memberikan perlakuan terhadap responden data dari bulan Maret sampai bulan
(Notoatmodjo, 2020). Agustus 2022 dan intervensi dilakukan
pada tanggal 11 Juli 2022 sampai dengan
5
(p<0.05) yang berarti ada pengaruh pemberian menahun diakibatkan oleh tumpukan
respiratory muscle training terhadap mukus yang kental dan mengendap
penurunan dyspnea pada pasien PPOK di menyebabkan obstruksi jalan nafas,
Ruang Buya Hamka Rumah Sakit Tingkat III sehingga asupan oksigen tidak adekuat
Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2022. (Kusyati, 2016).
PPOK memiliki gejala-gejala yang
PEMBAHASAN progresif, salah satunya yang sangat
1. Dyspnea berpengaruh yang membuat pasien PPOK
Hasil penelitian menunjukkan datang berobat adalah sesak napas. Sesak
bahwa nilai rata-rata dyspnea responden napas adalah suatu gejala kompleks yang
sebelum pemberian respiratory muscle merupakan keluhan utama, dipengaruhi
training yaitu 27,0 dengan standar deviasi oleh beberapa faktor yaitu fisiologi,
1,41421. Dyspnea dengan nilai maksimum psikologi, sosial, dan juga lingkungan.
30 dan nilai minimum 25 pada penderita Sesak napas secara kualitatif berbeda pada
PPOK. Hasil penelitian ini sejalan dengan setiap individu penderita PPOK dan sangat
penelitian yang dilakukan Muhammad tergantung dari bentuk patofisiologi yang
(2018) tentang “Dyspnea pada Pasien terjadi yang tentunya bervariasi pada
PPOK” didapatkan hasil penelitian bahwa penyakit yang heterogen dan kompleks ini
lebih dari separuh (67%) pasien PPOK (Antoniu, 2018). Dispnea atau sesak nafas
mengalami dyspnea dengan frekuensi merupakan gejala utama dan dapat
pernapasan lebih dari 26 kali per menit dan melemahkan pasien penyakit paru
kurang dari separuh (33%) pasien PPOK obstruktif kronis (PPOK). Beberapa faktor
mengalami dyspnea dengan frekuensi patofisiologi yang berkontribusi dalam
pernapasan kurang dari 26 kali per menit. munculnya dypsnea termasuk peningkatan
Penelitian lain juga dilakukan Permata, dkk intrinsik beban mekanis otot-otot inspirasi,
(2017) tentang “Kejadian Dyspnea pada peningkatan pembatasan mekanik dinding
Pasien PPOK” didapatkan hasil bahwa dada, kelemahan fungsional otot inspirasi,
lebih dari separuh (56%) pasien PPOK peningkatan ventilasi, kelainan pertukaran
mengalami dyspnea dengan pernapasan gas, kompresi jalan nafas dinamis, efek
>25 kali per menit dan kurang dari separuh kardiovaskuler (Gosselink, 2018).
(44%) pasien PPOK yang mengalami Dyspnea adalah keadaan yang
dyspnea dengan pernapasan <25 kali per menggambarkan sensasi sesak napas, yang
menit. ditandai dengan terhambatnya aliran udara,
Keluhan yang sering dirasakan oleh atau sulit bernapas dan sesak dada yang
penderita PPOK dan menyebabkan sering dikaitkan dengan penyakit jantung
penderita datang ke rumah sakit untuk atau pernafasan (GOLD, 2016). Dyspnea
mendapatkan pengobatan adalah sesak pada pasien PPOK sering diartikan sebagai
napas. Sesak napas yang dialami oleh keadaan yang tidak nyaman karena
penderita PPOK akan memengaruhi setiap disebabkan kesulitan bernafas, bukan hanya
aspek kehidupan penderita, diantarnya sensasi subjektivitas, tapi juga sebagai
hubungan dengan keluarga, aktivitas gejala pernafasan yang serius. Persepsi
perawatan diri sehari-hari, dan aktivitas dyspnea yang berlebihan pada umumnya
sosial, oleh karenanya kualitas hidup PPOK menyebabkan pembatasan aktivitas sehari-
akan menurun (Ritianingsih & Nurhayati, hari, oleh karena itu pengurangan sensasi
2017). Pasien PPOK akan mengalami pernafasan yang tidak nyaman dapat
batuk-batuk, sesak nafas secara kronis dan memainkan peran penting dalam mencegah
7
Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Kusyati. 2016. Asuhan Keperawatan pada
Menejemen Klinis untuk Hasil yang Pasien PPOK. Jakarta: Salemba
Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: CV Medika
Pentasada Media Edukasi Lee, Annemarie, Laura, Roger and Dina.
Cawley, D. Billing, J. Oliver, D. Kendall & 2017. Distractive Auditory Stimuli in
Pinnoock. 2014. Potential Triggers the form of Music in Individuals with
For The Holistic ssesment Of People COPD. Chest 148 (2)
With Severe Chronic Obstructive Muhammad. 2018. Dyspnea pada Pasien
Pulmonary Disease. Thesis. BMJ PPOK. Jurnal Keperawatan.
Supportive & Palliative Care 4 (2) Universitas Andalas. Vol 1 No 4
Chandrasoma. 2016. Ringkasan Patologi Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan
Anatomi. Jakarta: EGC dengan Gangguan Sistem
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2021. Pernafasan. Jakarta : Salemba
Prevalensi Angka Kejadian PPOK. Medika
DinKes Kota Padang Muthmainnah, Restuastuti, T., & Munir, S.M.
Ealias & Babu. 2016. Effectiveneess of Pursed 2015. Gambaran Kualitas Hidup
Lip Breathing Excercise On Selected Pasien Ppok Stabil Di Poli Paru Rsud
Physiological Parameters Among Arifin Achmad Provinsi Riau Dengan
COPD Patient. International Journal Menggunakan Kuesioner SGRQ.
Of Science and Researh 5(5) JOM FK, Vol. 2, No. 2: Oktober 2015
Galvan and Cataneo. 2017. Respiratory Notoatmodjo, S. 2020. Metodologi Penelitian
Muscle Training Reduces Dynamic Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Hyperinflation Induced by Aktivities Pangastuti, HS dkk. 2019. Bahan Ajar
of Daily Living Test in Patients With Keperawatan PPOK. Jakarta: EGC
Chronic Obstructive Pulmonary Padila, P. 2012. Buku Ajar Asuhan
Disease. Journal of Rehabilitation Keperawatan Medikal Bedah.
Medicine 13(02) Yogyakarta: Nuhamedika
Global initiative for chronic Obstructive Lung Pereira, Karloh, Dos, Palu, dan Mayer. 2019.
Diseases (GOLD). 2016. Global Pursed Lips Breathing Reduces
strategy for the diagnosis, Dynamic Hyperinflation Induced by
management and prevention of Aktivities of Daily Living Test in
chronic obstructive pulmonary Patients With Chronic Obstructive
diseases. National institutes of health Pulmonary Disease. Journal of
national heart, lung and Blood Rehabilitation Medicine 47(10)
institute Permatasari, C.Y. 2016. Studi Penggunaan
Gosselink. 2018. Penatalaksanaan Dyspnea Kortikosteroid pada Pasien Penyakit
pada Pasien PPOK. Jakarta: Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Sakemba Medika Skripsi. Fakultas Keperawatan
Harsono. 2018. Respiratory Muscle Training Universitas Airlangga
pada Pasien PPOK. Jakarta: EGC Price and Wilson. 2016. Patofisiologi; Konsep
Hartono, A. 2013. Patofisiologi Aplikasi pada Klinis Proses-Proses Penyakit.
Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC Penerbit BukuKedokteran. Jakarta:
Irwan. 2016. Asuhan Keperawatan PPOK. EGC
Jakarta: Salemba Medika Putra, PW dan Artika, IDM. 2013. Diagnosis
dan Tata Laksana Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). E-Jurnal
10