Anda di halaman 1dari 23

[Document title]

PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN HANGAT PERORAL


SEBELUM LATIHAN BATUK EFEKTIF DALAM UPAYA
PENGELUARAN SPUTUM PASIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE
PULMONARY DISEASE (COPD) DI RSUD WILAYAH
BANJARBARU, KALIMANTAN SELATAN
Marwansyah, Maswansyah1, Mulyani, Yeni2
1,2
Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin
Email: marwans.bjm@gmail.com

INTISARI

Latar Belakang : Beberapa pasien dengan masalah COPD sering mengalami kesulitan dalam
mengeluarkan sputum walaupun sudah dilakukan latihan batuk efektif. Hal ini dikarenakan sputum
yang berada pada jalan napas bersifat lengket dan kental sehingga menyebabkan pasien
terstimulasi untuk terus batuk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan
hangat peroral sebelum latihan batuk efektif dalam upaya menilai kemampuan pengeluaran sputum
pasien COPD di rumah sakit.
Metode penelitian: Jenis penelitian Quasi eksperimen, rancangan One Group Pra-Post Test
Design. Menggunakan teknik Accidental sampling. Data dianalisis dengan uji Paire t-test.
Hasil : Rata-rata volume sputum yang dikeluarkan sebelum pemberian cairan hangat peroral pada
pasien COPD adalah 1,81 ml, rata-rata volume sputum yang dikeluarkan sesudah pemberian cairan
hangat peroral pada pasien COPD adalah 2,32 ml, hasil uji statistik Pair t test menunjukkan nilai
signifikan 0,009 (p<0,05), terdapat perbedaan volume sputum yang bermakna antara sebelum
pemberian cairan hangat peroral dengan sesudah pemberian cairan hangat peroral pasien COPD.
Kesimpulan: Pemberian cairan hangat peroral sebelum latihan batuk efektif dapat membantu
meningkatkan sekresi sputum sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk sumber
informasi, alternatif terapi nonfarmakologis yang mudah dan ekonomis untuk kelancaran jalan
nafas serta mencegah akumulasi sekret berlebih pada pasien COPD.

Kata kunci: COPD, cairan hangat peroral, sputum,

60
[Document title]

PENDAHULUAN penyebab utama kesakitan dan kematian di


Penyakit paru obstruksi kronis dunia. Data badan kesehatan dunia
merupakan salah satu dari kelompok menunjukkan pada tahun 2008, PPOK
penyakit tidak menular yang telah menjadi menempati urutan ke 3 bersama asma (4.2
masalah kesehatan masyarakat dunia saat juta kematian), setelah penyakit
ini, tidak hanya bagi negara maju namun kardiovaskular (17 juta kematian) dan
juga bagi Indonesia sebagai negara kanker (7.6 juta kematian) (WHO, 2008
berkembang (Depkes, 2008 dalam Helmi, dalam Astuti, dkk, 2010). Indonesia sendiri
dkk, 2013). Penyakit Paru Obstruksi Kronis belum memiliki data yang akurat tentang
(PPOK) atau yang juga dikenal sebagai prevalensi PPOK. Hasil Riskesdastahun 2013
Chronic Obstructive Pulmonary Disease menunjukkan Prevalensi PPOK adalah
(COPD) tidak hanya menimbulkan masalah sebesar 3,7 persen (Kemenkes, 2013 dalam
di bidang pelayanan kesehatan, namun juga Nunik Kusumawardani, et al, 2017). Pada
dapat memiliki dampak yang cukup besar di survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
bidang perekonomian. Beban biaya tahunan Jenderal PPM dan PL di lima RSUD Provinsi
langsung dan tidak langsung yang di Indonesia (Jawa Tenggah, Jawa Barat,
ditimbulkan oleh PPOK cukup besar yakni Jawa Timur, Lampung dan Sumatera
lebih dari biaya rawat inap pasien selama Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan
mendapatkan perawatan di rumah sakit PPOK menempati urutan pertama
(NICE, 2004 dalam Helmi, dkk, 2013). penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti
PPOK sering ditandai oleh Sekresi yang asma bronkhial (33%), kanker paru (30%)
sangat banyak dan sekresi tersebut harus dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004 dalam
di keluarkan untuk mencegah komplikasi Astuti, dkk, 2010).
paru. COPD merupakan satu kelompok Jika penyakit PPOK ini tidak
penyakit paru yang mengakibatkan mendapatkan perhatian dengan baik maka
obstruksi yang menahun dan presisten dari akan berdampak terhadap kualitas hidup
jalan nafas di dalam paru, yang termasuk penderita. Keterbatasan aktivitas pada pasien
dalam kelompok ini adalah: bronkitis PPOK merupakan keluhan utamanya yang
menahun, empisema paru, asma terutama akan mempengaruhi kualitas hidupnya.
yang menahun, bronkiektasis (Murwani, Selain itu inflamasi sistemik, penurunan berat
2011). badan, peningkatan risiko penyakit
PPOK telah menjadi salah satu kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi
penyakit yang menarik perhatian dunia. Data merupakan manifestasi sistemik pasien
WHO tahun 2002 menyebutkan bahwa PPOK. Sesak napas dan pola sesak napas
PPOK termasuk dalam 5 besar penyakit yang tidak selaras akan menyebabkan pasien
mematikan diseluruh dunia. Tingkat PPOK sering menjadi panik, cemas dan
kematian PPOK diperkirakan akan terus akhirnya frustasi. Gejala ini merupakan
meningkat sebanyak 30% selama 10 tahun penyebab utama pasien PPOK mengurangi
berikutnya jika faktor risiko tidak aktivitas fisiknya untuk menghindari sesak
dimanajemen dengan baik, terutama risiko napasnya. Penurunan massa sel tubuh
kebiasaan merokok. WHO memperkirakan mencapai >40% dari metabolisme jaringan
pada tahun 2030 PPOK akan menjadi lunak (tissue) secara aktif merupakan
penyakit 3 besar penyebab kematian teringgi manifestasi sistemik yang penting pada
(WHO, 2017). PPOK. Massa lemak bebas yang hilang akan
PPOK merupakan salah satu mempengaruhi proses pernafasan, fungsi
penyakit tidak menular yang menjadi otot perifer dan status kesehatan. Penurunan

61
[Document title]

berat badan memberikan efek negatif pada saluran pernafasan kembali efektif yaitu
prognosis pasien PPOK. tindakan mandiri perawat yang bisa di
PPOK merupakan salah satu faktor laksanakan untuk mengeluarkan sputum
risiko penyakit kardiovaskuler yang yaitu teknik terapi batuk efektif (Pranowo,
diakibatkan oleh proses inflamasi sistemik 2008).
dan jantung merupakan salah satu organ Beberapa pasien sering mengalami
yang sangat dipengaruhi oleh progresitas kesulitan dalam mengeluarkan sputum
PPOK. PPOK merupakan penyebab utama walaupun sudah dilakukan latihan batuk
hipertensi pulmoner dan korpulmonal yang efektif karena sputum yang berada pada jalan
memberikan kontribusi 80 – 90% dari seluruh napas lengket dan kental sehingga
kasus penyakit paru. Hipertensi pulmoner menyebabkan pasien terstimulasi untuk
pada PPOK terjadi akibat efek langsung batuk. Keadaan batuk yang terus menerus
asap rokok terhadap pembuluh darah menyebabkan pasien kesulitan bernapas
intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada (dispnoe), gangguan pola tidur, nafsu makan
PPOK biasanya disertai curah jantung berkurang, mengganggu aktivitas sehari-hari
normal dan insidens hipertensi pulmoner hingga terjadi kelelahan. Oleh karena itu
diperkirakan 2 – 6 per 1.000 kasus. dokter sering memberikan obat untuk
Osteoposrosis yang terjadi pada pasien memudahkan sputum keluar dari jalan napas
PPOK disebabkan faktor seperti malnutrisi seperti ekspektoran. Intervensi keperawatan
yang menetap, merokok, penggunaan untuk mengencerkan sputum adalah dengan
steroid dan inflamasi sistemik memberikan cairan peroral maupun
Pada pasien PPOK akan muncul parenteral. Pemberian cairan peroral oleh
masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan praktisi keperawatan pada pasien adalah
bersihan jalan nafas yang disebabkan oleh sering menganjurkan untuk minum banyak
hipersekresi, pasien mengalami batuk cairan, akan tetapi jenis cairan yang diberikan
produktif kronik, sesak nafas, intoleransi masih berbeda jenisnya ada yang minuman
aktifitas karena suplai oksigen terganggu dingin dan ada minuman yang hangat dengan
dan mengi (Francis, 2008:69). Untuk evenden base yang belum jelas sehingga
mengatasi masalah tersebut intervensi seringkali menimbulkan kebingungan
keperawatan yang dilaksanakan pada perawat dalam memberikan asuhan
pasien Penyakit paru obstruksi kronis keperawatan dan perawat memberikan cairan
adalah membersihkan sekresi bronkus berdasarkan pengalaman yang lazim
dengan pertolongan berbagai cara, dilakukan oleh perawat lainnya.
pengobatan simtomatik (lihat tanda dan Pada dasarnya jika sputum tidak segera
gejala yang muncul), sesak nafas diberi posisi di keluarkan maka akan terjadi
yang nyaman semi fowler, dehidrasi diberi pengumpalan sekresi pernafasan pada area
minum yang cukup, penanganan terhadap jalan nafas dan paru-paru serta menutup
komplikasi-komplikasi yang timbul, sebagian jalan udara yang kecil sehingga
mengatur posisi dan pola bernafas untuk menyebabkan ventilasi menjadi tidak adekuat
mengurangi jumlah udara yang dan gangguan pernafasan, maka tindakan
terperangkap, memberi penjelasan tentang yang harus segera dilakukan adalah
teknik-teknik relaksasi dan cara untuk mobilisasi sputum (Pranowo, 2008).
menyimpan energi (Padila, 2012:100). Perbedaan efektifitas suhu pada jenis cairan
Salah satu intervensi keperawatan yang peroral perlu dilakukan penelitian dalam
dilaksanakan pada pasien PPOK yaitu meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengeluarkan mukus atau lendir agar mengeluarkan sputum pada jalan napas. Oleh

62
[Document title]

karena itu perlu diketahui pengaruh endotrakeal tube dan tidak sadar. Teknik
pemberian cairan hangat peroral sebelum sampling menggunakan Accidental
latihan batuk efektif dalam upaya sampling, pengambilan sampel penelitian
peningkatan pengeluaran sputum pasien dilaksanakan selama 12 minggu.
COPD di RSUD Idaman dan RSUD Ratu Cara Pengumpulan Data pada data primer,
Zalecha Martapura. pengumpulan data secara langsung kepada
Secara khusus penelitian ini bertujuan pasien COPD dan menyarankan batuk untuk
untuk engidentifikasi volume sputum yang mengeluarkan sputum dan ditampung pada
dikeluarkan sebelum dan sesudah pemberian gelas ukur. Pengumpulan data yang pertama
cairan hangat peroral pada pasien COPD dan dilakukan sebelum intervensi diberikan yang
menganalisa pengaruh pemberian cairan merupakan data Pretest untuk mengetahui
hangat peroral sebelum latihan batuk efektif volume sputum sebelum dilakukan
dalam upaya peningkatan pengeluaran intervensi. Pelaksanaan intervensi pemberian
sputum pasien COPD. cairan hangat peroral 2 jam sebelum latihan
batuk efektif ini dilaksanakan sesuai kontrak
METODE dengan responden. Setelah dilakukan
intervensi pemberian cairan hangat peroral
Jenis penelitian yang digunakan dalam
sebelum latihan batuk efektif, dilakukan post
penelitian ini adalah merupakan penelitian
test pada responden mengenai volume
eksperimen dengan rancangan One Group
sputum. Untuk data sekunder dikumpulkan
Pra-Post Test Design dengan pendekatan
dari laporan penyakit COPD yang dirawat
Crossectional . Dalam rancangan ini
pada di RSUD Idaman Banjarbaru dan RSUD
kelompok subjek diobservasi sebelum
Ratu Zalecha Martapura.
dilakukan intervensi kemudian diobservasi
Pengumpulan data dilakukan melalui
lagi setelah intervensi/ perlakuan. Subjek
observasi dan wawancara untuk mengukur
penelitian yang diobservasi sebelum maupun
Pengaruh pemberian cairan hangat peroral
setelah observasi merupakan subjek yang
sebelum latihan batuk efektif dalam upaya
sama.
pengeluaran sputum pasien COPD. Data
Penelitian dilaksanakan bertempat pada dianalisis secara deskriptif analitik. Analisis
ruang perawatan RSUD Idaman Banjarbaru bivariat dilakukan untuk membuktikan
dan ruang perawatan paru RSUD Ratu adanya perbedaan sebelum dan sesudah
Zalecha Martapura. Waktu pelaksanaan pemberian cairan hangat peroral
penelitian selama 8 bulan (bulan Februari s.d menggunakan uji Paired T-Test dengan
September 2018). tingkat signifikan 5% (α = 0,05).
Populasi dalam penelitian ini adalah
penderita COPD, terdaftar dan sedang
menjalani program pengobatan. Sampel
dalam penelitian ini adalah semua pasien
yang mempunyai menderita COPD
(Bronkhitis, asma atau empisema) dengan
kriteria inklusi sebagai berikut :Pasien COPD
yang baru dirawat, tidak sedang mengalami
udema paru, gagal ginjal dan penyakit
jantung. Pasien yang sedang menjalani
pengobatan dan mampu menelan dengan usia
antara 20 – 75 tahun sedangkan kriteria
eksklusi penelitian pasien terpasang

63
[Document title]

HASIL
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
Karakteristik Responden
pemberian cairan hangat peroral pada
Karakteristik responden pada saat dilakukan
pasien COPD
penelitian seperti pada tabel 1:
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
pemberian cairan hangat peroral pada pasien
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik f (%) COPD dapat lihat pada tabel 3 sebagai
Jenis Kelamin berikut :
Laki – laki 9 75
Perempuan 3 3 Tabel 3: Volume sputum yang
Total 12 100 dikeluarkan sesudah pemberian cairan
Usia hangat peroral pada pasien COPD
Remaja 0 0 Nomor Responden Volume Sputum
Dewasa 6 50 (ml)
Lansia 6 50 1 2,30
Total 12 100 2 1,80
Status Pekerjaan 3 2,50
Pensiunan 1 8,3 4 2,50
Swasta 11 91,7 5 2,20
Total 12 100 6 1,80
7 2,90
Volume sputum yang dikeluarkan 8 1,90
9 2,20
sebelum pemberian cairan hangat peroral
10 2,70
pada pasien COPD
11 2,00
Volume sputum yang dikeluarkan sebelum
12 3,00
pemberian cairan hangat peroral pada pasien Rata-rata 2,32 ml
COPD dapat lihat pada tabel 2 sebagai
berikut :
PEMBAHASAN
Tabel 2. Volume sputum yang dikeluarkan
sebelum pemberian cairan hangat peroral Volume sputum yang dikeluarkan
pada pasien COPD sebelum pemberian cairan hangat peroral
Nomor Responden Volume Sputum pada pasien COPD
(ml)
Berdasarkan tabel 2 diatas, secara umum
1 1,70
volume sputum yang dikeluarkan sebelum
2 2,50
3 2,00
pemberian cairan hangat peroral pada pasien
4 1,70 COPD adalah 1,81 ml.
5 1,50 Hasil penelitian menunjukkan responden
6 2,30 yang menderita COPD yang dirawat
7 1,70 mempunyai keluhan batuk, dan ketika
8 1,30 dilakukan latihan batuk efektif tanpa
9 1,50 diberikan cairan hangat peroral pasien
10 2,00 mampu mengeluarkan sputum rata-rata 1,81
11 1,50 ml. Dari 12 responden yang menjadi subyek
12 2,00 penelitian diperoleh jumlah sputum minimal
Rata-rata 1,81 1,3 ml dan sputum terbanyak adalah 2,5 ml.

64
[Document title]

Prosedur penelitian pada tahap pretest bronkus dengan peningkatan resistensi dan
dilakukan pada pagi hari yaitu jam 07.30 – kurangnya produktifnya kelenjar mukus. Hal
08.00 pasien berikan latihan batuk efektif ini sesuai dengan pendapat dari Stanley
kemudian pasien diminta batuk, pada saat Mickey, dan Patricia Gauntlett Beare (2006)
batuk pasien diminta mengeluarkan sputum, bahwa pada lansia akan terjadi pengerasan
sputum ditampung dalam pot sputum, pasien bronkus dengan peningkatan resistensi.
ditanya apakah masih ada terasa sputum Implikasi dari hal ini adalah dispnea saat
dalam tenggorokan, observasi suara nafas aktivitas, kelenjar mukus kurang produktif,
tambahan kemudian volume sputum dicatat akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit
dikeluarkan.
Dari data tersebut jumlah sputum yang
Dampak dari pengeluaran dahak yang tidak
dihasilkan relatif sedikit, hal ini dapat
lancar menyebabkan, ketidakefektifan jalan
disebabkan karena kondisi penyakit yang
nafas yaitu penderita mengalami kesulitan
sedang diderita pasien yaitu COPD. Pasien
bernafas dan gangguan pertukaran gas di
dengan COPD seringkali mengalami
dalam paru-paru yang mengakibatkan
peradangan pada dinding cabang saluran
timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta
pernafasan menyebabkan lubang pernafasan
merasa lemah. Dalam tahap selanjutnya akan
menjadi lebih sempit dan memproduksi
mengalami penyempitan jalan nafas sehingga
dahak yang berlebihan, tetapi akibat
terjadi perlengketan jalan nafas dan terjadi
kemampuan silia yang berkurang membuat
obstruksi jalan nafas. Untuk itu perlu bantuan
pasien mengalami kesulitan untuk
untuk mengeluarkan dahak yang lengket
mengeluarkan sputum/dahak. Menurut
sehingga dapat bersihan jalan nafas kembali
Sylvia Prince (2005) menyebutkan bahwa
efektif.
mukus ini digiring ke faring dengan
mekanisme pembersihan silia dari epitel yang
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
melapisi saluran pernapasan. Keadaan
pemberian cairan hangat peroral pada
abnormal produksi mukus yang berlebihan
pasien COPD
(karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi
yang terjadi pada membran mukosa),
Berdasarkan tabel 3, secara umum volume
menyebabkan proses pembersihan tidak
sputum yang dikeluarkan sesudah pemberian
berjalan secara adekuat normal, sehingga
cairan hangat peroral pada pasien COPD
mukus ini banyak tertimbun dan bersihan
jalan nafas akan tidak efektif. Bila hal ini adalah 2,32 ml.
Hasil penelitian menunjukkan responden
terjadi, membran mukosa akan terangsang,
yang menderita COPD yang dirawat
dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan
mempunyai keluhan batuk, dan sebelum
intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi.
dilakukan latihan batuk efektif diberikan
Di batukkan, udara keluar dengan akselerasi
cairan hangat peroral 500 ml. Hasil penelitian
yang cepat beserta membawa sekret mukus
diperoleh sputum yang dikeluarkan rata-rata
yang tertimbun. Mukus tersebut akan keluar
2,32 ml. Dari 12 responden yang menjadi
sebagai dahak.
subyek penelitian diperoleh jumlah sputum
Selain dari penyebab penyakit kemungkinan
minimal 1,8 ml dan sputum terbanyak adalah
dapat disebabkan oleh karena faktor usia.
3 ml. Prosedur penelitian dilaksanakan pada
Usia responden pada penelitian ini adalah
pagi hari jam 08.15-08.30 wita pasien
sebagian besar dalam katagori lanjut usia
diberikan cairan hangat peroral minimal 500
yaitu antara 60-70 tahun, dimana secara
fisiologis terjadi perubahan pada sistem ml, setelah 2 jam pasien diberikan latihan
batuk efektif kemudian pasien diminta untuk
pernapasannya yaitu terjadi pengerasan

65
[Document title]

batuk. Pada saat batuk pasien diminta sehingga p>0,05, dengan demikian distribusi
mengeluarkan sputum, sputum ditampung ke dua kelompok data adalah terdistribusi
dalam pot sputum dan pasien ditanya apakah normal sehingga tmemenuhi syarat uji
masih ada terasa sputum dalam tenggorokan parametrik Pair t test. Hasil uji statistik Pair
selanjutnya diobservasi suara nafas t test menunjukkan nilai signifikan 0,009
tambahan, volume sputum kemudian di catat. (p<0,05) dengan demikian sehingga Ho
Setelah pasien diberikan minuman cairan ditolak dan Ha diterima artinya terdapat
hangat peroral sebelum tindakan latihan perbedaan volume sputum yang bermakna
batuk efektif terdapat peningkatan jumlah antara sebelum pemberian cairan hangat
sputum (post-test). Hal ini dapat terjadi peroral dengan sesudah pemberian cairan
karena selama jeda 2 jam pemberian minum hangat peroral pasien COPD dan dapat
cairan hangat peroral, cairan kemudian disimpulkan ada pengaruh bermakna
diserap oleh mukosa usus dan masuk ke pemberian cairan hangat peroral sebelum
aliran darah serta perpindahan cairan ke sel- latihan batuk efektif dalam upaya
sel tubuh lainnya seperti meningkatkan peningkatan pengeluaran sputum pasien
jumlah cairan pada sel goblet mukos pada COPD.
bronkhus sehingga mempengaruhi sekresi Hasil penelitian didapatkan data dengan
lendir dan lebih encer. Hal ini sesuai dengan menggunakan uji statistik Pair t test tentang
pendapat dari Dongoes (2002) bahwa hidrasi perbedaan antara sebelum dan sesudah
membantu menurunkan kekentalan sekret, pemberian cairan hangat peroral sebelum
mempermudah pengeluaran sekret. Pendapat latihan batuk efektif dalam upaya
ini juga didukung oleh Muttaqin, Arif (2008) pengeluaran sputum pasien COPD
yaitu dengan pemberian intake cairan 2500 menunjukkan nilai signifikan 0,009 (p<0,05)
ml perhari kecuali jika tidak diindikasikan, dengan demikian sehingga Ho ditolak dan Ha
dengan rasionalisasi hidrasi yang adekuat diterima artinya terdapat perbedaan volume
membantu mengencerkan sekret dan sputum yang bermakna antara sebelum
mengefektifkan bersihan jalan napas. pemberian cairan hangat peroral dengan
sesudah pemberian cairan hangat peroral
Pengaruh pemberian cairan hangat pasien COPD.
peroral sebelum latihan batuk efektif Dari hasil penelitian pada saat pretest pasien
dalam upaya peningkatan pengeluaran ketika dilakukan latihan batuk efektif tetapi
sputum pasien COPD tidak diberikan minum air hangat hasil
Sebelum melakukan analisis data, peneliti perolehan sputum cenderung lebih sedikit
melakukan pengujian normalitas data untuk jika dibandingkan dengan data posttest yaitu
mengetahui apakah data sudah terdistribusi pasien sebelum dilakukan latihan batuk
normal atau tidak. Uji normalitas data efektif diberikan minum hangat peroral dan
dilakukan pada skor volume sputum sebelum setelah 2 jam baru dilakukan latihan batuk
pemberian cairan hangat peroral dan sesudah efektif. Rata-rata sputum sebelum intervensi
pemberian cairan hangat peroral. berjumlah 1,81 ml dan sesudah intervensi
Sehubungan jumlah responden < 50 maka uji rata-rata 2, 33 ml.
normalitas data yang digunakan adalah uji Beberapa penelitian yang menggunakan
Shapiro Wilk dan diperoleh hasil nilai minuman air hangat dapat bermanfaat untuk
kemaknaan untuk kedua kelompok data yaitu kesehatan, diantaranya penelitian dari Elly
volume sputum sebelum minum air hangat Heniwibowo (2016), tentang efektifitas
adalah 0,428 dan data volume sputum pemberian minum air hangat dengan
sesudah minum air hangat adalah 0,489 kompres air hangat terhadap penurunan suhu

66
[Document title]

tubuh pada pasien demam di RSUD Sunan Pernyataan ini didukung oleh teori yang
Kalijaga Demak, hasil menunjukkan uji menyatakan bahwa pemberian minum air
analisis hasil kedua kelompok adalah uji t putih hangat memberikan efek hidrostatik
Independen. Berdasarkan hasil analisa dan hidrodinamik dan hangatnya membuat
diperoleh bahwa rata-rata suhu tubuh setelah sirkulasi peredaran darah khususnya pada
diberikan minum air hangat sebesar 38,179oC daerah paru-paru agar menjadi lancar. Secara
dan suhu tubuh setelah diberikan kompres air fisiologis, air hangat juga memberi pengaruh
hangat sebesar 37,586oC dengan hasil p value oksigenisasi dalam jaringan tubuh (Hamidin,
0,040. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan 2012).
pemberian minum air hangat dengan Hal serupa diungkapkan oleh Yuanita (2011),
kompres air hangat. Penelitian yang lain dari minum air hangat dapat memperlancar proses
Ni Wayan Kurnia W W (2015) tentang pernapasan, karena pada pernapasan pasien
Efektivitas Paket Pereda Terhadap Intensitas membutuhkan suasana yang encer dan cair.
Nyeri Dismenore pada Remaja di SMP, hasil Pada penderita minum air hangat sangat tepat
menunjukkan dengan menggunakan Uji untuk membantu memperlancar pernapasan
statistik Wilcoxon tentang perbedaan antara karena dengan minum air hangat partikel-
sebelum dan sesudah paket pereda nyeri yang partikel pencetus sesak dan lendir dalam
terdiri dari terapi minum air putih dan bronkioli akan dipecah dan menyebabkan
abdominal stretching exercise dalam sirkulasi pernapasan menjadi lancar sehingga
menurunkan intensitas nyeri dismenore mendorong bronkioli mengeluarkan lendir.
diperoleh nilai signifikasi (p)=0,000 maka
0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha KESIMPULAN
diterima , artinya ada perbedaan yang Pengaruh pemberian cairan hangat peroral
bermakna antara sebelum dan sesudah sebelum latihan batuk efektif dalam upaya
menggunakan paket pereda dalam pengeluaran sputum pasien COPD sebagai
menurunkan intensitas nyeri dismenore pada berikut rata-rata volume sputum yang
remaja. dikeluarkan sebelum pemberian cairan
Neha Ghosh (2018) selanjutnya mengatakan hangat peroral pada pasien COPD adalah
bahwa dengan minum air hangat juga akan 1,81 ml.
membantu menghilangkan lendir yang Rata-rata volume sputum yang dikeluarkan
tersangkut di tenggorokan. Batmanghelidj sesudah pemberian cairan hangat peroral
(2007) menyebutkan bahwa sebuah aspek pada pasien COPD adalah 2,32 ml.
penting dari penemuan tentang air dalam
keperawatan merupakan tindakan mandiri Hasil uji statistik Pair t test menunjukkan
yang dapat dipergunakan sebagai nilai signifikan 0,009 (p<0,05) dengan
penatalaksanaan non farmakologis utuk demikian sehingga Ho ditolak dan Ha
mengobati masalah kesehatan pasien dengan diterima artinya terdapat perbedaan volume
tanpa bahan-bahan kimia atau tanpa tindakan sputum yang bermakna antara sebelum
invasif. Termasuk dalam memberi nutrisi pemberian cairan hangat peroral dengan
pada pasien, yang tidak disertai dengan sesudah pemberian cairan hangat peroral
konsumsi air maka akan menghasilkan pasien COPD dan dapat disimpulkan ada
kerentanan terhadap alergi. Darah yang pengaruh bermakna pemberian cairan hangat
kental dalam tubuh akan menjadikan kerja peroral sebelum latihan batuk efektif dalam
makanan sangat berat sehingga harus beredar upaya peningkatan pengeluaran sputum
melalui paru-paru dan melepaskan beberapa pasien COPD.
lagi melalui penguapan di pernapasan.

67
[Document title]

Hasil penelitian ini diharapkan dapat Francis, C. (2008). Perawatan respirasi.


membantu perawat dalam memberikan Jakarta: Erlangga
perawatan kepada pasien COPD dalam upaya
meningkatkan sekresi sputum sehingga dapat Hamidin, A. (2012). Keampuhan terapi air
menjadi bahan acuan dan sumber informasi putih: Untuk penyembuhan, diet, kehamilan
serta alternatif terapi nonfarmakologis yang dan kecantikan. Yogyakarta: Media Presindo
mudah dan ekonomis untuk kelancaran jalan
nafas serta mencegah akumulasi sekret Helmi, N. (2013). Gambaran faktor-faktor
berlebih pada pasien di rumah maupun di yang mempengaruhi terjadinya PPOK.
rumah sakit dengan harga yang murah dan Univesitas Riau
memberi rasa nyaman saat berikan.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika
ACKNOWLEDGMENT
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya Muwarni, A (2011). Perawatan pasien
bagi seluruh responden yang sudah dengan penyakit dalam. Yogyakarta: Gosyen
sangat baik membantu menyukseskan publishing
kegiatan peneltian ini. Terima kasih juga
kepada Kepala ruang perawatan Paru RSUD Neha Ghosh, 2018, 10 Health Benefits Of
Ratu Zalecha dan ruang perawatan Camar Drinking Hot Water The Whole Day,
RSUD Idaman Banjarbaru yang sudah sangat https://www.boldsky.com/health/wellness/2
mendukung terselesaikannya penelitian ini 018/10-health-benefits-of-drinking-hot-
water-whole-day-119846.html
DAFTAR PUSTAKA
Ni Wayan Kurnia W W (2015), Efektivitas
Astuti, dkk. (2010). Profil Patogen Paket Pereda Terhadap Intensitas Nyeri
Penyebab Pasien Penyakit Paru Obstruksi Dismenore pada Remaja di SMP Negeri 1
Kronis (PPOK) Eksaserbasi Akut (Studi Simpur Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Jurkessia, Vol. VI, No. 1, November 2015
Periode Januari - Desember 2010).
Fakultas Kedokteran Brawijaya. Diakses Nunik Kusumawardani, dkk. 2017.
pada tanggal 15 April 2014. Hubungan Antara Keterpajanan Asap Rokok
Dan Riwayat Penyakit Paru Obstruktif
Batmanghelidj, F. (2007) Air Untuk Kronik (PPOK) Di Indonesia, Jurnal Ekologi
Menjaga Kesehatan Dan Menyembuhkan Kesehatan (The Indonesian Journal of Health
Penyakit. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Ecology, p-ISSN: 1412-4025, e-ISSN: 2354-
Utama. 8754)
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.ph
Doenges, Marilyn E. (2002). Rencana p/jek/article/view/5889/4803 di akses tanggal
Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC 10 Oktober 2017.
Elly Heniwibowo (2016), Efektifitas Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah.
Pemberian Minum Air Hangat Dengan Yogyakarta: Nuha medika
Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Pasien Demam di RSUD Pranowo, C. (2008). Efektifitas batuk efektif
Sunan Kalijaga Demak, skripsi.PSIK dalam pengeluaran sputum untuk penemuan
Universitas Islam Sultan Agung Semarang bta pada pasien tb paru di ruang rawat inap

68
[Document title]

rumah sakit mardi rahayu kudus. Diakses


pada tanggal 20 Oktober 2017

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett


Beare.2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC

Sylvia, Price, Anderson,. 2005.


Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC

World Health Organization. 2017. Burden


of COPD. Dikutip dari
www.who.int/respiratory/copd/burden/en/in
dex.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2017

Yuanita ,.Ade Sari. 2011. Terapi Air Putih.


Jakarta: Klik Publishin

69
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

LATIHAN ENDURANCE MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP


LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN PERNAFASAN
PADA PASIEN PPOK DI BP4 YOGYAKARTA

Oleh: Siti Khotimah


Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana
ABSTRAK

Kualitas hidup adalah keadaan individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan
sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa
puas akan peran tersebut. Kualitas hidup pasien PPOK amat penting dinilai karena berhubungan
langsung dengan gejala yang dialami. Pada pasien PPOK terjadi peningkatan beban kerja pernapasan
yang menimbulkan sesak napas sehingga pasien mengalami penurunan kualitas hidupnya. Terdapat teori
adanya pengaruh latihan pernapasan dan latihan endurance terhadap peningkatan kualitas hidup.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan peranan latihan endurance meningkatkan
kualitas hidup pasien PPOK lebih baik daripada latihan pernapasan. Penelitian eksperimental kuasi
dengan rancangan pre-test dan post-test control group design. Penelitian dilaksanakan di BP4
Yogyakarta dengan sampel 22 pasien PPOK yang mengalami penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup
pada pasien PPOK diukur dengan kuesioner SGRQ. Jumlah subyek penelitian dikelompokkan secara
random dalam dua kelompok. Kelompok satu diberikan perlakuan latihan pernapasan tiga kali dalam
satu minggu. Kelompok dua diberikan perlakuan latihan endurance dengan menggunakan ergocycle tiga
kali dalam seminggu. Penelitian dilakukan selama 12 minggu. Data berupa nilai total SGRQ diambil
sebelum dan sesudah perlakuan. Semua data di analisis menggunakan SPSS versi 16. Hasil uji statistik
didapatkan data berdistribusi normal dan homogen, terjadi penurunan nilai total SGRQ yang bermakna
pada latihan pernapasan dan latihan endurance dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ini berarti bahwa
latihan pernapasan dan latihan endurance sama sama dapat meningkatkan kualitas hidup secara
bermakna. Rerata nilai total SGRQ sesudah perlakuan pada kelompok satu dan kelompok dua berbeda
bermakna dimana nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000, penurunan nilai total SGRQ kelompok dua lebih besar
dari pada kelompok satu. Ini berarti bahwa latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik
dibandingkan latihan pernapasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Untuk itu diharapkan latihan
endurance dapat digunakan pada pasien PPOK yang mengalami gangguan penurunan kualitas hidup.

Kata kunci : Latihan pernapasan, latihan endurance, SGRQ, kualitas hidup

ENDURANCE EXERCISE IMPROVES QUALITY OF LIFE BETTER THAN BREATHING


EXERCISE FOR PATIENT WITH COPD IN BP4 YOGYAKARTA

By: Siti Khotimah


Program Magister of Sport Physiology Udayana University

ABSTRACT

Quality of life is an individual state within the scope of capabilities, limitations, symptoms, and
psychosocial natures to function in the desired range of roles in society and feel satisfied with that role.
Quality of life of COPD patient’s considered very important because it relates directly to the symptoms
experienced. In COPD patients increased work causes shortness of breath so that the patients had
decreased quality of life. There has been indication that endurance exercise and breathing exercise
improve quality of life in COPD patient. This study was aimed at testing endurance exercise in improving

20
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

the quality of life of COPD patients. The study is a quasi experiment with pre-test and post-test control
group design. The experiment was conducted in BP4 Yogyakarta. The number of samples was 22 patients
with COPD who experienced of reducing quality of life. Quality of life in COPD patients measured by
SGRQ questionnaires. The number of study subjects were then grouped at random into two groups.
Control group one was given diaphragmatic breathing exercise and pursed lip breathing three times a
week. Treatment group two was given endurance exercise three times a week. The study was conducted
for 12 weeks. SGRQ total value of the data was measured before and after treatment. All data in the
analysis using SPSS version 16. Data are destributed normal and homogen, a decrease in the total SGRQ
meaningful on breathing exercises and endurance training with a value of p = 0.000 (p <0.05). This means
that breathing exercises and endurance exercises at same time can significantly improve the quality of
life. The mean total SGRQ values after treatment in group one and group two significantly different,
where the value of p <0.05, namely p = 0.000, a decrease of group two’s SGRQ total value greater than
group one. This means that endurance exercise improves quality of life better than breathing exercises in
COPD patients in BP4 Yogyakarta. It is expected to use endurance exercises in patients with COPD who
experience mental decline in quality of life.

Keywords: Breathing exercises, endurance exercises, SGRQ, quality of life

PENDAHULUAN masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal


ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
Tingkat kesejahteraan di Indonesia
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor
berubah, sehingga pola penyakit saat ini telah
risiko, seperti faktor pejamu semakin banyaknya
mengalami transisi epidemiologi yang ditandai
jumlah perokok khususnya pada kelompok usia
dengan beralihnya penyebab kematian yang
muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan
semula didominasi oleh penyakit menular
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.2
bergeser ke penyakit tidak menular (non-
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
communicable disease). Hasil Survei Kesehatan
merupakan penyakit pernafasan yang prevalensi,
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survei
tingkat morbiditas dan mortalitasnya meningkat
Kesehatan Nasional Tahun 2000, dimana
dari tahun ke tahun. Angka kejadian PPOK di
penyebab kematian tertinggi diantara orang
Indonesia diperkirakan mencapai 4,8 juta
dewasa adalah penyakit kardiovaskuler.
penderita dengan prevalensi 5,6 persen. Jumlah
Perubahan pola penyakit tersebut sangat
kasus PPOK di BP4 Yogyakarta tahun 2007 dari
dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial
10 besar penyakit untuk pasien rawat jalan,
ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan
PPOK menempati urutan ke 8 dengan 1401
perubahan ini menjadi salah satu tantangan
kasus, dan rawat inap menempati uratan ke 5
dalam pembangunan bidang kesehatan.1
dengan 51 kasus, sedangkan untuk tahun 2010
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
pasien rawat jalan menempati ururtan ke 6
(PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
dengan jumlah kasus 646 pasien dan pasien
penyakit tidak menular yang telah menjadi

21
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

rawat inap menempati urutan ke 3 dengan 92 kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK
pasien (Laporan tahunan BP4 Yogyakarta). cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga
Menurut data Badan Kesehatan Dunia pasien mengurangi aktivitas sehari hari
(WHO) tahun 2002 bahwa pada tahun 1990 menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien
PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga
utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun kualitas hidup menurun.4
2002 telah menempati urutan ke-3. PPOK di Kualitas hidup adalah kemampuan
Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai individu untuk berfungsi dalam berbagai peran
penyakit yang menyebabkan kematian.3 yang diinginkan dalam masyarakat serta merasa
Gejala klinis PPOK antara lain batuk, puas dengan peran tersebut.5 Kualitas hidup
produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan penderita PPOK merupakan ukuran penting
aktivitas. Ketidakmampuan beraktivitas pada karena berhubungan dengan keadaan sesak yang
pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat dari akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas
adanya kelainan obstruksi saluran nafas pada kehidupan sehari-hari atau terganggu status
parunya saja tetapi juga akibat pengaruh fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas,
beberapa faktor, salah satunya adalah penurunan makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.
fungsi otot skeletal. Adanya disfungsi otot Peran fisioterapi dalam mengatasi
skeletal dapat menyebabkan penurunan kualitas penurunan kualitas hidup pasien PPOK dapat
hidup penderita karena akan membatasi dilakukan dengan berbagai cara melalui program
kapasitas latihan dari pasien PPOK. Penurunan rehabilitasi paru pada penderita PPOK.
aktivitas pada kehidupan sehari hari akibat sesak Rehabilitasi paru pada penderita PPOK
nafas yang dialami pasien PPOK akan merupakan pengobatan standar yang bertujuan
mengakibatkan makin memperburuk kondisi untuk mengontrol, mengurangi gejala dan
tubuhnya.4 meningkatkan kapasitas fungsional secara
Faktor patofisiologi yang diperkirakan optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri
berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak dan berguna bagi masyarakat.5
nafas saat melakukan aktivitas pada PPOK
Untuk memperbaiki ventilasi dan
antara lain kemampuan mekanis (elastisitas dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan thoraks
reaktif) dari otot otot inspirasi, meningkatnya
dengan tehnik latihan yang meliputi latihan
mekanis (volume) restriksi selama beraktivitas,
pernafasan diafragma dan pursed lips breathing.
lemahnya fungsi otot-otot inspirasi,
Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK
meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif
adalah untuk mengatur frekuensi dan pola
terhadap kemampuannya, gangguan pertukaran
pernafasan sehingga mengurangi air trapping,
gas, kompresi jalan nafas dinamis dan faktor

22
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki Penelitian ini bertujuan untuk


ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran mengetahui latihan endurance meningkatkan
gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, kualitas hidup lebih baik daripada latihan
memperbaiki mobilitas sangkar thorax, pernafasan pada pasien PPOK di BP4
mengatur dan mengkoordinasi kecepatan Yogyakarta.
pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan Manfaat yang dapat diambil pada
mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak penelitian ini adalah untuk (1) Memberikan
nafas berkurang dan mengakibatkan kualitas wawasan ilmiah tentang penanganan PPOK. (2)
hidupnya meningkat.6 Memberikan bukti empiris dan teori tentang
peningkatan kualitas hidup dan penanganan apa
Latihan endurance bertujuan untuk
saja yang lebih berpengaruh pada kondisi ini
memperbaiki efisiensi & kapasitas sistem
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
transportasi oksigen. Efek latihan endurance
sehari-hari. (3) Dapat mengungkapkan seberapa
selain terjadi pembesaran serabut otot, juga
pengaruh latihan pernapasan dan latihan
terjadi pembesaran mitocondria yang akan
endurance dalam meningkatkan kualitas hidup
meningkatkan sumber energi kerja otot,
pasien PPOK sehingga dapat diambil langkah-
sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai
langkah yang lebik spesifik dan efisien dalam
dengan kebutuhan pasien PPOK yang
meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. (4)
kecenderungannya akan cepat lelah sehingga
Dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian
menimbulkan sesak yang berakibat mengurangi
peningkatan kualitas hidup pada kasus
aktivitas hidupnya.7
kardiorespirasi yang lain.
Selama ini tindakan Fisioterapi di rumah MATERI DAN METODE
sakit atau di klinik pada pasien PPOK diberikan A. Ruang Lingkup Penelitian
chest fisioterapi konvensional sehingga Penelitian dilaksanakan di BP4
kemampuan pasien dalam meningkatkan Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan
kualitas hidupnya masih belum maksimal, maka Januari sampai Mei 2012. Penelitian ini bersifat
kiranya perlu dilakukan penelitian tentang hal quasi eksperimental dengan menggunakan
ini. rancangan penelitian pre-test dan post-test
control group design.8 Penelitian ini dilakukan
Rumusan masalah dalam penelitian ini
untuk melihat pengaruh pemberian latihan
adalah : Apakah latihan endurance
pernafasan dan latihan endurance terhadap
meningkatkan kualitas hidup lebih baik daripada
peningkatan kualitas hidup pasien PPOK. Nilai
latihan pernafasan pada pasien PPOK di BP4
peningkatan kualitas hidup diukur dan dievaluasi
Yogyakarta?

23
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

dengan kuesioner SGRQ (St George’s di alat pulsemeter dilihat dan dicatat. Setelah
9
Respiratory Questionnaire). pemanasan kemudian latihan inti ada tiga
B. Populasi dan Sampel tahapan, jika pada tahap pertama sudah
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah mencapai 70% - 80% HR maksimal maka
pasien PPOK yang bersedia ikut dalam program latihan dihentikan. Pada saat pemulihan ada dua
penelitian di BP 4 Yogyakarta. Pengambilan cara yaitu dapat dilakukan dengan mengayuh
sampel diambil secara randomisasi sesuai sepeda atau tidak. Jika dengan mengayuh sepeda
dengan kriteria yang ditetapkan peneliti hingga maka waktu yang dibutuhkan selama tiga menit,
jumlahnya memenuhi yang ditargetkan. Sampel jika tidak mengayuh sepeda maka waktu yang
dalam penelitian ini adalah pasien PPOK yang dibutuhkan selama lima menit, dicatat HR yang
bersedia ikut dalam program penelitian di BP 4 diperoleh, selama 12 minggu dengan frekuensi
Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan 3x seminggu.
ekslusi. Subjek penelitian berdasarkan rumus C. Cara Pengumpulan Data
Pocock berjumlah 22 orang, yang dibagi Sebelum diberikan perlakuan baik
menjadi dua kelompok yaitu kelompok kelompok perlakuan I maupun kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan II, masing perlakuan II dilakukan pengukuran kuesioner
8
masing terdiri dari 11 orang. SGRQ untuk mengetahui nilai total SGRQ (nilai
total SGRQ sebelum perlakuan) dan satu
Kelompok perlakuan I
minggu setelah selesai perlakuan dilakukan
Kelompok perlakuan I diberikan latihan
pengukuran kuesioner SGRQ (nilai total SGRQ
pernafasan dengan latihan pernafasan diafragma
setelah perlakuan).
dan Pursed Lips Breathing selama 12 minggu
tanpa menggunakan beban waktu 30 menit, 3
Prosedur Pengukuran Kualitas Hidup
repetisi untuk latihan pernapasan diafragma dan
Untuk mengukur kualitas hidup
3 repetisi untuk pursed lips breathing dengan
penderita PPOK dengan menggunakan SGRQ
frekuensi 3x seminggu.
yang terdiri dari 17 butir pertanyaan dibagi 3
komponen utama yaitu gejala penyakit
Kelompok perlakuan II
(symptoms) yang berhubungan dengan gejala
Kelompok perlakuan II diberikan latihan
pada saluran nafas, frekuensi dan tingkat
endurance dengan menggunakan ergocycle yang
keparahan gejala tersebut terdapat pada
diatur dengan protocol YMCA sebagai berikut :
pertanyaan nomor 1-8, aktivitas (activity) yang
untuk pemanasan pasien mengayuh sepeda 32
berhubungan dengan aktivitas yang
putaran per menit (RPM) selama 3 menit.
menyebabkan sesak nafas atau dihambat oleh
Setelah tiga menit, HR di monitor ergocycle atau
sesak nafas terdapat dalam pertanyaan nomor 11

24
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

dan nomor 15, dan dampak (impacts) yang


Karakteristik Rentangan Rerata±SB
meliputi suatu rangkaian aspek yang
Subjek KLP 1(n=11) KLP 2 (n=11)
berhubungan dengan fungsi sosial dan
gangguan psikologis akibat penyakit jalan Umur (th) 50-60 58,09±2,63 57,27±3,64
nafas terdapat pada pertanyaan nomor 9 BP (mmHg) 1110-140/80-90 127,27/84,55±1 129,09/84,55
sampai nomor 10, nomor 12 sampai nomor 1,04/5,22 ±7,01/5,22
14, nomor 16 sampai nomor 17. Setiap DN (x/mnt) 76-100 83,82±4,24 88,36±6,31
jawaban kuesioner mempunyai bobot yang RR (x/mnt) 20-24 22,73±1,62 22,91±1,64
diambil secara empiris tiap komponen bobot BB (kg) 33-74 48,82 ±8,28 50,23±11,31
untuk jawaban dijumlahkan. Bobot paling TB (cm) 148-165 155,73 ±3,64 155,18±4,97
kecil nilainya 0, sedangkan bobot paling
FEV1 50-58 53,27±3,50 53,36±2,42
besar nilainya 100. (1) Untuk menghitung
FEV1/FVC 63-70 67,73±1,35 68,00±1,90
nilai total symptoms atau gejala adalah jumlah
total SGRQ 56-90 75,73±10,60 71,28±9,75
semua nilai symptoms dibagi dengan 662,5
2. Uji normalitas data (nilai total SGRQ)
dikalikan 100%. (2) Untuk menghitung nilai
dengan Saphiro Wilk Test
total impacts atau dampak adalah jumlah semua
3. Uji homogenitas data (nilai total
nilai impacts atau dampak dibagi dengan 2117,8
SGRQ) dengan uji Levene’s test,
dikalikan 100%. (3) Untuk menghitung nilai
4. Uji komparabilitas dilakukan dengan
total activity atau aktivitas adalah jumlah semua
membandingkan data ( nilai total
nilai activity atau aktivitas dibagi dengan 1209,1
SGRQ) pre test pada kelompok
dikalikan 100%. (4) Untuk menghitung nilai
perlakuan latihan pernafasan dan pre
total SGRQ adalah jumlah dari ketiga komponen
test pada kelompok perlakuan latihan
tersebut dibagi dengan 3989,4 dikalikan 100%.
endurance, untuk mengarahkan pada
Semua hasil dinyatakan dalam %.9
pilihan pengujian hipotesis
D. Analisis Data independent.
5. Untuk mengetahui peningkatan kualitas
Data yang diperoleh dianalisa
hidup pada kelompok perlakuan I
dengan SPSS For Window versi 16, langkah-
langkah sebagai berikut : dengan uji komparasi data SGRQ
antara sebelum dan sesudah latihan
1. Statistik Diskriptif digunakan untuk
pada kelompok perlakuan latihan
menggambarkan karakteristik fisik sampel
pernapasan dan kelompok perlakuan
yang meliputi umur, BP, HR, RR, TB, BB,
latihan endurance diuji dengan statistik
FEV1, FEV1/FVC, nilai total SGRQ yang
datanya diambil sebelum tes awal dimulai. paired t-test of related.

25
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

6. Untuk mengetahui latihan endurance adalah 50-60 tahun;10 (b) Rahmatika (2009)
meningkatkan kualitas hidup lebih baik mendapatkan umur pasien PPOK di RSUD Aceh
dari pada latihan pernafasan diuji Tamiang dari Januari-Mei 2009 tertinggi pada
dengan statistik Independent Sample t- usia 60 tahun (57,6%).11
test. Dari jenis kelamin 15 orang (68,2%)
berjenis kelamin laki – laki dan 7orang (31,8%)
berjenis kelamin perempuan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengukuran FEV1 dan FEV1/FVC
Tabel 1 dilakukan untuk mengetahui dan menentukan
Karakteristik pasien derajat obstruksi pada masing masing subyek
dengan menggunakan tes spirometri. Untuk
Sampel penelitian berjumlah 22 pasien mengetahui diagnosis PPOK apabila FEV1 <
PPOK yang berasal dari pasien rawat jalan dan 80% dan FEV1/FVC < 70%. Untuk mengetahui
rawat inap di BP4 Yogyakarta, tahun 2012. derajat PPOK sedang apabila FEV1/FVC < 70%
Umur subjek yang terlibat dalam penelitian dan 50% ≤ FEV1 < 80%.
ini, pada kelompok perlakuan latihan Hasil pemeriksaan spirometri pada
pernapasan berkisar antara 52-60 tahun penelitian ini berdasarkan GOLD semua
dengan rerata 58,09±2,63 tahun. Pada kelompok perlakuan latihan pernapasan dan
kelompok latihan endurance berkisar antara kelompok perlakuan latihan endurance
50-60 tahun dengan rerata 57,27±3,64 tahun, termasuk PPOK sedang karena FEV1/FVC < 70
data statistik ini menunjukkan bahwa semua % dan 50% < FEV1 < 80% prediksi.12
subyek tergolong dalam subyek yang mengalami Hal ini sesuai dengan kriteria inklusi
penurunan daya tahan kardiorespirasi. Dikatakan dalam penelitian ini. Semakin meningkatnya
demikian karena daya tahan kardiorespirasi usia maka akan terjadi penurunan nilai rata rata
meningkat dari masa kanak kanak dan mencapai FEV1 dan FVC. Semakin lanjut usia seseorang
puncaknya pada usia 20-30 tahun, sesudah usia
otot otot pernapasan semakin lemah.
ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun.
Perkembangan jaringan paru dan kekuatan dari
Penurunan ini terjadi karena paru, jantung, dan
sistem muskuloskeletal pada rongga dada
pembuluh darah mulai menurun fungsinya.
berperan terhadap besarnya nilai FEV1 dan
Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan
FVC.13
melakukan latihan endurance secara teratur.
Dari data diatas jelas bahwa rata rata
Kondisi yang hampir sama juga dilaporkan oleh
nilai total SGRQ baik kelompok latihan
beberapa peneliti yaitu (a) Madina (2007)
pernapasan maupun kelompok latihan
mendapatkan umur 25 pasien PPOK (28,4%)

26
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

endurance tinggi yang berarti kualitas Komparabilitas Hasil Nilai Total SGRQ Sebelum
hidupnya jelek sehingga membutuhkan upaya Pelatihan

untuk peningkatan.
Tabel 3
Distribusi dan Varians Hasil Nilai Total
Rerata nilai total SGRQ Sebelum Perlakuan Pada
SGRQ
Ke Dua Kelompok
Tabel 2
Kelompok Subjek N Rerata±SB t p
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Nilai Total SGRQ Perlakuan latihan 1
75,69±10,60
pernapasan 1
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
-1,1015 0,322
Perlakuan latihan 1
Nilai Total P. Uji Normalitas P. Homogenitas 71,28±9,75
SGRQ ergocycle 1
(Saphiro Wilk- Test) (Levene Test)
Kelompok Kelompok Hasil uji statistik menunjukkan nilai p
1 2
untuk hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan
Sebelum perlakuan 0,237
0,787 0,458 di antara kedua kelompok perlakuan lebih besar
Sesudah perlakuan 0,316
0,972 dari 0,05 (p > 0,05) tercantum pada Tabel 3.
Hal ini berarti rerata hasil nilai total SGRQ
Berdasarkan uji normalitas dengan sebelum perlakuan di antara ke dua kelompok
Shapiro-Wilk Test dan uji homogenitas dengan perlakuan tidak berbeda bermakna. Dengan
Levene Test data nilai total SGRQ sebelum dan demikian hasil nilai total SGRQ sebelum
sesudah perlakuan, menunjukkan nilai p untuk perlakuan di antara kelompok latihan pernapasan
ke dua data tersebut lebih besar dari 0,05 (p > dan kelompok latihan endurance adalah sama.
0,05). Dengan demikan data hasil nilai total
Tabel 4
SGRQ sebelum dan sesudah perlakuan pada ke
dua kelompok, berdistribusi normal dan Uji Beda Rerata Penurunan nilai total SGRQ
Awal dan Akhir Perlakuan
homogen sehingga uji selanjutnya digunakan uji
Rerata nilai total SGRQ
parametrik.14 ±SB
Be
Kelompok Sebelu Sesudah da t P
m Perlakuan
Perlaku
an
Perlakuan
75,73±1 11, 6,81 0,0
latihan 64,09±9,92
0,60 64 5 00
pernapasan
Perlakuan
71,28±9 30, 10,3 0,0
latihan 40,64±10,74
,75 64 9 00
endurance

27
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

Tabel 4 menunjukkan beda rerata melakukan aktivitas sehari hari dan kualitas
penurunan nilai total SGRQ sesudah pelatihan hidupnya dapat meningkat.3,5
pada masing-masing kelompok memiliki nilai p
Latihan endurance diharapkan dapat
lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti
meningkatkan ketahanan, menurunkan ventilasi
bahwa Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan
dan sesak nafas selama aktivitas serta dapat
bahwa pada masing-masing kelompok terjadi
meningkatkan kemampuan tubuh untuk
peningkatan kualitas hidup sebelum dan sesudah
menghantarkan lebih banyak oksigen menuju
perlakuan secara bermakna. Dengan demikian
otot, hal ini dapat terjadi karena adanya
latihan pernapasan dan latihan endurance dapat
perubahan yang terjadi pada otot dan sistem
meningkatkan kualitas hidup.
kardiovaskuler. Hal ini akan mengakibatkan
Efek Latihan Pernapasan Dan Latihan
cardiac output dan stroke volume menjadi
Endurance Terhadap Peningkatan
meningkat serta denyut nadi istirahat menjadi
Kualitas Hidup
turun sehingga terjadi peningkatan efisiensi
Berdasarkan kajian teori, pasien PPOK
kerja jantung dan pasien dapat melakukan
mengalami penurunan kapasitas angkut oksigen
aktivitas sehari hari dan kualitas hidupnya
darah arteri, kelemahan dari otot bantu napas,
meningkat.15
cardiac output yang rendah, deconditioning
serta adanya gangguan ventilasi dan perfusi Tujuan latihan pernafasan pada pasien
sehingga beban kerja pernapasan meningkat. PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola
Disamping itu kebutuhan oksigen pada pasien pernafasan sehingga mengurangi air trapping,
PPOK tinggi, sehingga apabila terjadi memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki
kekurangan pada ambilan oksigen maka akan ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran
terjadi juga peningkatan beban kerja gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan,
pernapasan. memperbaiki mobilitas sangkar thorax,
Latihan pernapasan dan latihan mengatur dan mengkoordinasi kecepatan
endurance dengan ergocycle sama sama pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan
mempunyai pengaruh peningkatan dalam mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak
ambilan oksigen maksimal dan peningkatan nafas berkurang dan mengakibatkan kualitas
volume tidal serta penurunan frekuensi hidupnya meningkat.6,16
pernafasan sehingga otot pernafasan lebih efektif
Efektifitas Latihan Pernapasan dibandingkan
dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan
Latihan Endurance terhadap
karena tidak banyak energi yang terbuang maka
Peningkatan Kualitas Hidup
pasien tidak mudah lelah sehingga dapat

28
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

Untuk mengetahui perbandingan dari


80
efek ke dua perlakuan dapat dilihat melalui uji t 70
60
- tidak berpasangan (t-independent test). 50
40
Tes
Berdasarkan uji t - tidak berpasangan (Tabel 5)
30 awal
menunjukkan bahwa rerata nilai total SGRQ 20
10
sesudah perlakuan di antara kelompok latihan
0
pernapasan dan latihan endurance berbeda
Klp I Klp II
bermakna dimana nilai p lebih kecil dari 0,05 (p
Grafik 1
< 0,05) yaitu p = 0,000 dimana penurunan nilai
Rerata Hasil nilai total SGRQ Awal
total SGRQ kelompok dua lebih besar dari
(Sebelum) dan Akhir (Sesudah)
kelompok satu. Dengan demikian hipotesisnya
Berdasarkan Grafik 1 dapat dilihat
terbukti yakni latihan endurance meningkatkan
bahwa ada perbedaan penurunan nilai total
kualitas hidup lebih baik dibandingkan latihan
SGRQ pada ke dua kelompok perlakuan.
pernapasan pada pasien PPOK di BP4
Rerata penurunan nilai total SGRQ pada
Yogyakarta.
kelompok-2 lebih besar 19 point daripada
kelompok-1. Dengan demikian dapat dikatakan
Tabel 5
bahwa ada perbedaan penurunan nilai total
Rerata Penurunan Nilai Total SGRQ Sesudah
Perlakuan Pasien PPOK SGRQ yang bermakna antara kelompok I dan
II, dimana kelompok perlakuan II meningkatkan
N Rerata kualitas hidup lebih baik daripada kelompok
Kelompok t p
(orang) Sesudah±SB perlakuan I.

Perlakuan
SIMPULAN DAN SARAN
latihan 11 64,09±9,92
pernapasan Berdasarkan hasil analisis data dan
5,321 0,000
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Perlakuan
latihan endurance meningkatkan kualitas hidup
latihan 11 40,64±10,74
endurance lebih baik dari pada latihan pernapasan pada
pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Oleh karena
Untuk mengetahui gambaran itu peneliti menyarankan (1) Latihan pernapasan
peningkatan kualitas hidup, hasil perlakuan dan latihan endurance dapat digunakan pada
latihan pernapasan dan latihan endurance dapat pasien PPOK yang mengalami gangguan
dilihat dari penurunan nilai total SGRQ , yang penurunan kualitas hidup, (2) Dilakukan
disajikan pada Grafik 1. penelitian lanjutan untuk mengetahui

29
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

peningkatan kualitas hidup pasien PPOK dengan breathing.html diakses tanggal 11


jangka panjang dan sampel yang lebih besar
November 2011.
mengingat prevalensi dan mortalitinya akan
3. Ichwan. 2009. ”Studi Deskriptif
terus meningkat pada dekade mendatang dan
penurunan fungsi paru pada PPOK lebih Gambaran Hasil Spirometri pada Pasien
progresif dibandingkan paru normal pertahunnya,
Pasien PPOK di RSUP DR.Wahidin
(3) Dapat dilakukan karantina pada penelitian
selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik Sudirohusodo Makasar”(tesis). Makasar:
dan lebih akurat dan (4) Dapat dilakukan penelitian Universitas Hasanudin. Available from:
lanjutan dengan menggunakan perlakuan latihan
aerobik. URL:

http://bahankuliahkedokteran.blogspot.c
DAFTAR PUSTAKA
om.diakses tanggal 23 Oktober 2011.

1. Sugiono. 2010. Pengaruh Kombinasi 4. Celli, B. R. MacNee, W. Agusti, A dan

Tindakan Fisioterapi Dada dan Olahraga Anzueto, A. 2004. Standards for the

Ringan Terhadap Faal Paru,Kapasitas Diagnosis and Treatment of Patients

Fungsional dan Kualitas Hidup with Chronic Obstructive Pulmonary

Penderita PPOK.(tesis). Medan: Disease. American Thoracic Society dan

Universitas Sumatera Utara. Available European Respiratory Society. New

from: URL: York.

http://repository.usu.ac.id/123456789/20 5. Ikalius, Yunus, F. Suradi, Rahma, N dan

847/chapterII.pdf.diakses tanggal 22 Adiprayitno. 2006. “Perubahan Kualitas

November 2011. Hidup dan Kapasitas Fungsional pada

2. PDPI. 2003 .Konsensus PPOK. Penderita PPOK Setelah Rehabilitasi

Available at: URL:http: Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji

www.klikpdpi.com/konsensus/konsensu Jalan 6 Menit.”(tesis). Jakarta:

s-ppok/ppok.pdf. diakses tanggal 1 Univesitas Indonesia. Available from:

November 2011 pursed-lip- URL: http://www.pulmo-

30
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

ui.com/tesis/Ikalius.pdf.diakses tanggal 11. Rahmatika, A. 2009. Karakteristik

4 November 2011. Penderita Penyakit Paru Obstruksi

6. Basuki, N. 2008. Fisioterapi Kronik yang dirawat inap diRSUD Aceh

Kardiopulmonal. Politehnik Kesehatan Tamiang Tahun 2007-2008. Available

Surakarta. from :

7. Mador, J. M. 2004. Endurance and URL://repository.usu.ac.id/bitstream/12

Strength Training in Patients With 3456789/14686/1/10E00356.pdf.

COPD. Available from: diakses tanggal 11 November 2011.

URL:http://chestjournal.chestpubs.org/si 12. GOLD. 2009. Guidelines Pocket Guide

te/misc/reprints.xhtml diakses tanggal 27 to COPD. Available at: URL:

Juli 2011. http://www.goldcopd.org/guidelines-

pocket-guide-to-copd
8. Poccok, S.J. 2008. Clinical Trials A
diagnosis.html.diakses 1 Desember
Practical Approach. New York: A
2011.
Willey Medical Publication.
13. Virani, N. 2001. Pulmonary Function
9. Jones, P.W. 2008. St George’s
Studies in Healhy non Smoking Adults
Respiratory Questionnaire Manual.
in Ashram. SA, Pondicherry. Indian J.
London: St George’s University of
Med Res 2001: 114.
London.
14. Dahlan, S.M. 2011. Statistik Untuk
10. Madina, D. S. 2007. Nilai Kapasitas
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:
Vital Paru dan Hubungannya dengan
Salemba Medika.
Karakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai
15. Abidin, A. Yunus, F. Wiyono, W. H dan
Cabang Olahraga. Available from: URL:
Ratnawati, A. 2007. Manfaat
http://www.scribd.com/advenp/d/89189
Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan
835-Nilai-Kapasitas-Vital-Paru diakses
atau Mempertahankan Kapasiras
tanggal 20 Juli 2011

31
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013

Fungsional dan Kualitas Hidup Pasien

PPOK di RSUP Persahabatan. J Respir

Indo.29.

16. Nala, N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik

Olahraga. Denpasar: Udayana

University Press

32

Anda mungkin juga menyukai