INTISARI
Latar Belakang : Beberapa pasien dengan masalah COPD sering mengalami kesulitan dalam
mengeluarkan sputum walaupun sudah dilakukan latihan batuk efektif. Hal ini dikarenakan sputum
yang berada pada jalan napas bersifat lengket dan kental sehingga menyebabkan pasien
terstimulasi untuk terus batuk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan
hangat peroral sebelum latihan batuk efektif dalam upaya menilai kemampuan pengeluaran sputum
pasien COPD di rumah sakit.
Metode penelitian: Jenis penelitian Quasi eksperimen, rancangan One Group Pra-Post Test
Design. Menggunakan teknik Accidental sampling. Data dianalisis dengan uji Paire t-test.
Hasil : Rata-rata volume sputum yang dikeluarkan sebelum pemberian cairan hangat peroral pada
pasien COPD adalah 1,81 ml, rata-rata volume sputum yang dikeluarkan sesudah pemberian cairan
hangat peroral pada pasien COPD adalah 2,32 ml, hasil uji statistik Pair t test menunjukkan nilai
signifikan 0,009 (p<0,05), terdapat perbedaan volume sputum yang bermakna antara sebelum
pemberian cairan hangat peroral dengan sesudah pemberian cairan hangat peroral pasien COPD.
Kesimpulan: Pemberian cairan hangat peroral sebelum latihan batuk efektif dapat membantu
meningkatkan sekresi sputum sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk sumber
informasi, alternatif terapi nonfarmakologis yang mudah dan ekonomis untuk kelancaran jalan
nafas serta mencegah akumulasi sekret berlebih pada pasien COPD.
60
[Document title]
61
[Document title]
berat badan memberikan efek negatif pada saluran pernafasan kembali efektif yaitu
prognosis pasien PPOK. tindakan mandiri perawat yang bisa di
PPOK merupakan salah satu faktor laksanakan untuk mengeluarkan sputum
risiko penyakit kardiovaskuler yang yaitu teknik terapi batuk efektif (Pranowo,
diakibatkan oleh proses inflamasi sistemik 2008).
dan jantung merupakan salah satu organ Beberapa pasien sering mengalami
yang sangat dipengaruhi oleh progresitas kesulitan dalam mengeluarkan sputum
PPOK. PPOK merupakan penyebab utama walaupun sudah dilakukan latihan batuk
hipertensi pulmoner dan korpulmonal yang efektif karena sputum yang berada pada jalan
memberikan kontribusi 80 – 90% dari seluruh napas lengket dan kental sehingga
kasus penyakit paru. Hipertensi pulmoner menyebabkan pasien terstimulasi untuk
pada PPOK terjadi akibat efek langsung batuk. Keadaan batuk yang terus menerus
asap rokok terhadap pembuluh darah menyebabkan pasien kesulitan bernapas
intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada (dispnoe), gangguan pola tidur, nafsu makan
PPOK biasanya disertai curah jantung berkurang, mengganggu aktivitas sehari-hari
normal dan insidens hipertensi pulmoner hingga terjadi kelelahan. Oleh karena itu
diperkirakan 2 – 6 per 1.000 kasus. dokter sering memberikan obat untuk
Osteoposrosis yang terjadi pada pasien memudahkan sputum keluar dari jalan napas
PPOK disebabkan faktor seperti malnutrisi seperti ekspektoran. Intervensi keperawatan
yang menetap, merokok, penggunaan untuk mengencerkan sputum adalah dengan
steroid dan inflamasi sistemik memberikan cairan peroral maupun
Pada pasien PPOK akan muncul parenteral. Pemberian cairan peroral oleh
masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan praktisi keperawatan pada pasien adalah
bersihan jalan nafas yang disebabkan oleh sering menganjurkan untuk minum banyak
hipersekresi, pasien mengalami batuk cairan, akan tetapi jenis cairan yang diberikan
produktif kronik, sesak nafas, intoleransi masih berbeda jenisnya ada yang minuman
aktifitas karena suplai oksigen terganggu dingin dan ada minuman yang hangat dengan
dan mengi (Francis, 2008:69). Untuk evenden base yang belum jelas sehingga
mengatasi masalah tersebut intervensi seringkali menimbulkan kebingungan
keperawatan yang dilaksanakan pada perawat dalam memberikan asuhan
pasien Penyakit paru obstruksi kronis keperawatan dan perawat memberikan cairan
adalah membersihkan sekresi bronkus berdasarkan pengalaman yang lazim
dengan pertolongan berbagai cara, dilakukan oleh perawat lainnya.
pengobatan simtomatik (lihat tanda dan Pada dasarnya jika sputum tidak segera
gejala yang muncul), sesak nafas diberi posisi di keluarkan maka akan terjadi
yang nyaman semi fowler, dehidrasi diberi pengumpalan sekresi pernafasan pada area
minum yang cukup, penanganan terhadap jalan nafas dan paru-paru serta menutup
komplikasi-komplikasi yang timbul, sebagian jalan udara yang kecil sehingga
mengatur posisi dan pola bernafas untuk menyebabkan ventilasi menjadi tidak adekuat
mengurangi jumlah udara yang dan gangguan pernafasan, maka tindakan
terperangkap, memberi penjelasan tentang yang harus segera dilakukan adalah
teknik-teknik relaksasi dan cara untuk mobilisasi sputum (Pranowo, 2008).
menyimpan energi (Padila, 2012:100). Perbedaan efektifitas suhu pada jenis cairan
Salah satu intervensi keperawatan yang peroral perlu dilakukan penelitian dalam
dilaksanakan pada pasien PPOK yaitu meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengeluarkan mukus atau lendir agar mengeluarkan sputum pada jalan napas. Oleh
62
[Document title]
karena itu perlu diketahui pengaruh endotrakeal tube dan tidak sadar. Teknik
pemberian cairan hangat peroral sebelum sampling menggunakan Accidental
latihan batuk efektif dalam upaya sampling, pengambilan sampel penelitian
peningkatan pengeluaran sputum pasien dilaksanakan selama 12 minggu.
COPD di RSUD Idaman dan RSUD Ratu Cara Pengumpulan Data pada data primer,
Zalecha Martapura. pengumpulan data secara langsung kepada
Secara khusus penelitian ini bertujuan pasien COPD dan menyarankan batuk untuk
untuk engidentifikasi volume sputum yang mengeluarkan sputum dan ditampung pada
dikeluarkan sebelum dan sesudah pemberian gelas ukur. Pengumpulan data yang pertama
cairan hangat peroral pada pasien COPD dan dilakukan sebelum intervensi diberikan yang
menganalisa pengaruh pemberian cairan merupakan data Pretest untuk mengetahui
hangat peroral sebelum latihan batuk efektif volume sputum sebelum dilakukan
dalam upaya peningkatan pengeluaran intervensi. Pelaksanaan intervensi pemberian
sputum pasien COPD. cairan hangat peroral 2 jam sebelum latihan
batuk efektif ini dilaksanakan sesuai kontrak
METODE dengan responden. Setelah dilakukan
intervensi pemberian cairan hangat peroral
Jenis penelitian yang digunakan dalam
sebelum latihan batuk efektif, dilakukan post
penelitian ini adalah merupakan penelitian
test pada responden mengenai volume
eksperimen dengan rancangan One Group
sputum. Untuk data sekunder dikumpulkan
Pra-Post Test Design dengan pendekatan
dari laporan penyakit COPD yang dirawat
Crossectional . Dalam rancangan ini
pada di RSUD Idaman Banjarbaru dan RSUD
kelompok subjek diobservasi sebelum
Ratu Zalecha Martapura.
dilakukan intervensi kemudian diobservasi
Pengumpulan data dilakukan melalui
lagi setelah intervensi/ perlakuan. Subjek
observasi dan wawancara untuk mengukur
penelitian yang diobservasi sebelum maupun
Pengaruh pemberian cairan hangat peroral
setelah observasi merupakan subjek yang
sebelum latihan batuk efektif dalam upaya
sama.
pengeluaran sputum pasien COPD. Data
Penelitian dilaksanakan bertempat pada dianalisis secara deskriptif analitik. Analisis
ruang perawatan RSUD Idaman Banjarbaru bivariat dilakukan untuk membuktikan
dan ruang perawatan paru RSUD Ratu adanya perbedaan sebelum dan sesudah
Zalecha Martapura. Waktu pelaksanaan pemberian cairan hangat peroral
penelitian selama 8 bulan (bulan Februari s.d menggunakan uji Paired T-Test dengan
September 2018). tingkat signifikan 5% (α = 0,05).
Populasi dalam penelitian ini adalah
penderita COPD, terdaftar dan sedang
menjalani program pengobatan. Sampel
dalam penelitian ini adalah semua pasien
yang mempunyai menderita COPD
(Bronkhitis, asma atau empisema) dengan
kriteria inklusi sebagai berikut :Pasien COPD
yang baru dirawat, tidak sedang mengalami
udema paru, gagal ginjal dan penyakit
jantung. Pasien yang sedang menjalani
pengobatan dan mampu menelan dengan usia
antara 20 – 75 tahun sedangkan kriteria
eksklusi penelitian pasien terpasang
63
[Document title]
HASIL
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
Karakteristik Responden
pemberian cairan hangat peroral pada
Karakteristik responden pada saat dilakukan
pasien COPD
penelitian seperti pada tabel 1:
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
pemberian cairan hangat peroral pada pasien
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik f (%) COPD dapat lihat pada tabel 3 sebagai
Jenis Kelamin berikut :
Laki – laki 9 75
Perempuan 3 3 Tabel 3: Volume sputum yang
Total 12 100 dikeluarkan sesudah pemberian cairan
Usia hangat peroral pada pasien COPD
Remaja 0 0 Nomor Responden Volume Sputum
Dewasa 6 50 (ml)
Lansia 6 50 1 2,30
Total 12 100 2 1,80
Status Pekerjaan 3 2,50
Pensiunan 1 8,3 4 2,50
Swasta 11 91,7 5 2,20
Total 12 100 6 1,80
7 2,90
Volume sputum yang dikeluarkan 8 1,90
9 2,20
sebelum pemberian cairan hangat peroral
10 2,70
pada pasien COPD
11 2,00
Volume sputum yang dikeluarkan sebelum
12 3,00
pemberian cairan hangat peroral pada pasien Rata-rata 2,32 ml
COPD dapat lihat pada tabel 2 sebagai
berikut :
PEMBAHASAN
Tabel 2. Volume sputum yang dikeluarkan
sebelum pemberian cairan hangat peroral Volume sputum yang dikeluarkan
pada pasien COPD sebelum pemberian cairan hangat peroral
Nomor Responden Volume Sputum pada pasien COPD
(ml)
Berdasarkan tabel 2 diatas, secara umum
1 1,70
volume sputum yang dikeluarkan sebelum
2 2,50
3 2,00
pemberian cairan hangat peroral pada pasien
4 1,70 COPD adalah 1,81 ml.
5 1,50 Hasil penelitian menunjukkan responden
6 2,30 yang menderita COPD yang dirawat
7 1,70 mempunyai keluhan batuk, dan ketika
8 1,30 dilakukan latihan batuk efektif tanpa
9 1,50 diberikan cairan hangat peroral pasien
10 2,00 mampu mengeluarkan sputum rata-rata 1,81
11 1,50 ml. Dari 12 responden yang menjadi subyek
12 2,00 penelitian diperoleh jumlah sputum minimal
Rata-rata 1,81 1,3 ml dan sputum terbanyak adalah 2,5 ml.
64
[Document title]
Prosedur penelitian pada tahap pretest bronkus dengan peningkatan resistensi dan
dilakukan pada pagi hari yaitu jam 07.30 – kurangnya produktifnya kelenjar mukus. Hal
08.00 pasien berikan latihan batuk efektif ini sesuai dengan pendapat dari Stanley
kemudian pasien diminta batuk, pada saat Mickey, dan Patricia Gauntlett Beare (2006)
batuk pasien diminta mengeluarkan sputum, bahwa pada lansia akan terjadi pengerasan
sputum ditampung dalam pot sputum, pasien bronkus dengan peningkatan resistensi.
ditanya apakah masih ada terasa sputum Implikasi dari hal ini adalah dispnea saat
dalam tenggorokan, observasi suara nafas aktivitas, kelenjar mukus kurang produktif,
tambahan kemudian volume sputum dicatat akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit
dikeluarkan.
Dari data tersebut jumlah sputum yang
Dampak dari pengeluaran dahak yang tidak
dihasilkan relatif sedikit, hal ini dapat
lancar menyebabkan, ketidakefektifan jalan
disebabkan karena kondisi penyakit yang
nafas yaitu penderita mengalami kesulitan
sedang diderita pasien yaitu COPD. Pasien
bernafas dan gangguan pertukaran gas di
dengan COPD seringkali mengalami
dalam paru-paru yang mengakibatkan
peradangan pada dinding cabang saluran
timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta
pernafasan menyebabkan lubang pernafasan
merasa lemah. Dalam tahap selanjutnya akan
menjadi lebih sempit dan memproduksi
mengalami penyempitan jalan nafas sehingga
dahak yang berlebihan, tetapi akibat
terjadi perlengketan jalan nafas dan terjadi
kemampuan silia yang berkurang membuat
obstruksi jalan nafas. Untuk itu perlu bantuan
pasien mengalami kesulitan untuk
untuk mengeluarkan dahak yang lengket
mengeluarkan sputum/dahak. Menurut
sehingga dapat bersihan jalan nafas kembali
Sylvia Prince (2005) menyebutkan bahwa
efektif.
mukus ini digiring ke faring dengan
mekanisme pembersihan silia dari epitel yang
Volume sputum yang dikeluarkan sesudah
melapisi saluran pernapasan. Keadaan
pemberian cairan hangat peroral pada
abnormal produksi mukus yang berlebihan
pasien COPD
(karena gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi
yang terjadi pada membran mukosa),
Berdasarkan tabel 3, secara umum volume
menyebabkan proses pembersihan tidak
sputum yang dikeluarkan sesudah pemberian
berjalan secara adekuat normal, sehingga
cairan hangat peroral pada pasien COPD
mukus ini banyak tertimbun dan bersihan
jalan nafas akan tidak efektif. Bila hal ini adalah 2,32 ml.
Hasil penelitian menunjukkan responden
terjadi, membran mukosa akan terangsang,
yang menderita COPD yang dirawat
dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan
mempunyai keluhan batuk, dan sebelum
intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi.
dilakukan latihan batuk efektif diberikan
Di batukkan, udara keluar dengan akselerasi
cairan hangat peroral 500 ml. Hasil penelitian
yang cepat beserta membawa sekret mukus
diperoleh sputum yang dikeluarkan rata-rata
yang tertimbun. Mukus tersebut akan keluar
2,32 ml. Dari 12 responden yang menjadi
sebagai dahak.
subyek penelitian diperoleh jumlah sputum
Selain dari penyebab penyakit kemungkinan
minimal 1,8 ml dan sputum terbanyak adalah
dapat disebabkan oleh karena faktor usia.
3 ml. Prosedur penelitian dilaksanakan pada
Usia responden pada penelitian ini adalah
pagi hari jam 08.15-08.30 wita pasien
sebagian besar dalam katagori lanjut usia
diberikan cairan hangat peroral minimal 500
yaitu antara 60-70 tahun, dimana secara
fisiologis terjadi perubahan pada sistem ml, setelah 2 jam pasien diberikan latihan
batuk efektif kemudian pasien diminta untuk
pernapasannya yaitu terjadi pengerasan
65
[Document title]
batuk. Pada saat batuk pasien diminta sehingga p>0,05, dengan demikian distribusi
mengeluarkan sputum, sputum ditampung ke dua kelompok data adalah terdistribusi
dalam pot sputum dan pasien ditanya apakah normal sehingga tmemenuhi syarat uji
masih ada terasa sputum dalam tenggorokan parametrik Pair t test. Hasil uji statistik Pair
selanjutnya diobservasi suara nafas t test menunjukkan nilai signifikan 0,009
tambahan, volume sputum kemudian di catat. (p<0,05) dengan demikian sehingga Ho
Setelah pasien diberikan minuman cairan ditolak dan Ha diterima artinya terdapat
hangat peroral sebelum tindakan latihan perbedaan volume sputum yang bermakna
batuk efektif terdapat peningkatan jumlah antara sebelum pemberian cairan hangat
sputum (post-test). Hal ini dapat terjadi peroral dengan sesudah pemberian cairan
karena selama jeda 2 jam pemberian minum hangat peroral pasien COPD dan dapat
cairan hangat peroral, cairan kemudian disimpulkan ada pengaruh bermakna
diserap oleh mukosa usus dan masuk ke pemberian cairan hangat peroral sebelum
aliran darah serta perpindahan cairan ke sel- latihan batuk efektif dalam upaya
sel tubuh lainnya seperti meningkatkan peningkatan pengeluaran sputum pasien
jumlah cairan pada sel goblet mukos pada COPD.
bronkhus sehingga mempengaruhi sekresi Hasil penelitian didapatkan data dengan
lendir dan lebih encer. Hal ini sesuai dengan menggunakan uji statistik Pair t test tentang
pendapat dari Dongoes (2002) bahwa hidrasi perbedaan antara sebelum dan sesudah
membantu menurunkan kekentalan sekret, pemberian cairan hangat peroral sebelum
mempermudah pengeluaran sekret. Pendapat latihan batuk efektif dalam upaya
ini juga didukung oleh Muttaqin, Arif (2008) pengeluaran sputum pasien COPD
yaitu dengan pemberian intake cairan 2500 menunjukkan nilai signifikan 0,009 (p<0,05)
ml perhari kecuali jika tidak diindikasikan, dengan demikian sehingga Ho ditolak dan Ha
dengan rasionalisasi hidrasi yang adekuat diterima artinya terdapat perbedaan volume
membantu mengencerkan sekret dan sputum yang bermakna antara sebelum
mengefektifkan bersihan jalan napas. pemberian cairan hangat peroral dengan
sesudah pemberian cairan hangat peroral
Pengaruh pemberian cairan hangat pasien COPD.
peroral sebelum latihan batuk efektif Dari hasil penelitian pada saat pretest pasien
dalam upaya peningkatan pengeluaran ketika dilakukan latihan batuk efektif tetapi
sputum pasien COPD tidak diberikan minum air hangat hasil
Sebelum melakukan analisis data, peneliti perolehan sputum cenderung lebih sedikit
melakukan pengujian normalitas data untuk jika dibandingkan dengan data posttest yaitu
mengetahui apakah data sudah terdistribusi pasien sebelum dilakukan latihan batuk
normal atau tidak. Uji normalitas data efektif diberikan minum hangat peroral dan
dilakukan pada skor volume sputum sebelum setelah 2 jam baru dilakukan latihan batuk
pemberian cairan hangat peroral dan sesudah efektif. Rata-rata sputum sebelum intervensi
pemberian cairan hangat peroral. berjumlah 1,81 ml dan sesudah intervensi
Sehubungan jumlah responden < 50 maka uji rata-rata 2, 33 ml.
normalitas data yang digunakan adalah uji Beberapa penelitian yang menggunakan
Shapiro Wilk dan diperoleh hasil nilai minuman air hangat dapat bermanfaat untuk
kemaknaan untuk kedua kelompok data yaitu kesehatan, diantaranya penelitian dari Elly
volume sputum sebelum minum air hangat Heniwibowo (2016), tentang efektifitas
adalah 0,428 dan data volume sputum pemberian minum air hangat dengan
sesudah minum air hangat adalah 0,489 kompres air hangat terhadap penurunan suhu
66
[Document title]
tubuh pada pasien demam di RSUD Sunan Pernyataan ini didukung oleh teori yang
Kalijaga Demak, hasil menunjukkan uji menyatakan bahwa pemberian minum air
analisis hasil kedua kelompok adalah uji t putih hangat memberikan efek hidrostatik
Independen. Berdasarkan hasil analisa dan hidrodinamik dan hangatnya membuat
diperoleh bahwa rata-rata suhu tubuh setelah sirkulasi peredaran darah khususnya pada
diberikan minum air hangat sebesar 38,179oC daerah paru-paru agar menjadi lancar. Secara
dan suhu tubuh setelah diberikan kompres air fisiologis, air hangat juga memberi pengaruh
hangat sebesar 37,586oC dengan hasil p value oksigenisasi dalam jaringan tubuh (Hamidin,
0,040. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan 2012).
pemberian minum air hangat dengan Hal serupa diungkapkan oleh Yuanita (2011),
kompres air hangat. Penelitian yang lain dari minum air hangat dapat memperlancar proses
Ni Wayan Kurnia W W (2015) tentang pernapasan, karena pada pernapasan pasien
Efektivitas Paket Pereda Terhadap Intensitas membutuhkan suasana yang encer dan cair.
Nyeri Dismenore pada Remaja di SMP, hasil Pada penderita minum air hangat sangat tepat
menunjukkan dengan menggunakan Uji untuk membantu memperlancar pernapasan
statistik Wilcoxon tentang perbedaan antara karena dengan minum air hangat partikel-
sebelum dan sesudah paket pereda nyeri yang partikel pencetus sesak dan lendir dalam
terdiri dari terapi minum air putih dan bronkioli akan dipecah dan menyebabkan
abdominal stretching exercise dalam sirkulasi pernapasan menjadi lancar sehingga
menurunkan intensitas nyeri dismenore mendorong bronkioli mengeluarkan lendir.
diperoleh nilai signifikasi (p)=0,000 maka
0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha KESIMPULAN
diterima , artinya ada perbedaan yang Pengaruh pemberian cairan hangat peroral
bermakna antara sebelum dan sesudah sebelum latihan batuk efektif dalam upaya
menggunakan paket pereda dalam pengeluaran sputum pasien COPD sebagai
menurunkan intensitas nyeri dismenore pada berikut rata-rata volume sputum yang
remaja. dikeluarkan sebelum pemberian cairan
Neha Ghosh (2018) selanjutnya mengatakan hangat peroral pada pasien COPD adalah
bahwa dengan minum air hangat juga akan 1,81 ml.
membantu menghilangkan lendir yang Rata-rata volume sputum yang dikeluarkan
tersangkut di tenggorokan. Batmanghelidj sesudah pemberian cairan hangat peroral
(2007) menyebutkan bahwa sebuah aspek pada pasien COPD adalah 2,32 ml.
penting dari penemuan tentang air dalam
keperawatan merupakan tindakan mandiri Hasil uji statistik Pair t test menunjukkan
yang dapat dipergunakan sebagai nilai signifikan 0,009 (p<0,05) dengan
penatalaksanaan non farmakologis utuk demikian sehingga Ho ditolak dan Ha
mengobati masalah kesehatan pasien dengan diterima artinya terdapat perbedaan volume
tanpa bahan-bahan kimia atau tanpa tindakan sputum yang bermakna antara sebelum
invasif. Termasuk dalam memberi nutrisi pemberian cairan hangat peroral dengan
pada pasien, yang tidak disertai dengan sesudah pemberian cairan hangat peroral
konsumsi air maka akan menghasilkan pasien COPD dan dapat disimpulkan ada
kerentanan terhadap alergi. Darah yang pengaruh bermakna pemberian cairan hangat
kental dalam tubuh akan menjadikan kerja peroral sebelum latihan batuk efektif dalam
makanan sangat berat sehingga harus beredar upaya peningkatan pengeluaran sputum
melalui paru-paru dan melepaskan beberapa pasien COPD.
lagi melalui penguapan di pernapasan.
67
[Document title]
68
[Document title]
69
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
Kualitas hidup adalah keadaan individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan
sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa
puas akan peran tersebut. Kualitas hidup pasien PPOK amat penting dinilai karena berhubungan
langsung dengan gejala yang dialami. Pada pasien PPOK terjadi peningkatan beban kerja pernapasan
yang menimbulkan sesak napas sehingga pasien mengalami penurunan kualitas hidupnya. Terdapat teori
adanya pengaruh latihan pernapasan dan latihan endurance terhadap peningkatan kualitas hidup.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan peranan latihan endurance meningkatkan
kualitas hidup pasien PPOK lebih baik daripada latihan pernapasan. Penelitian eksperimental kuasi
dengan rancangan pre-test dan post-test control group design. Penelitian dilaksanakan di BP4
Yogyakarta dengan sampel 22 pasien PPOK yang mengalami penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup
pada pasien PPOK diukur dengan kuesioner SGRQ. Jumlah subyek penelitian dikelompokkan secara
random dalam dua kelompok. Kelompok satu diberikan perlakuan latihan pernapasan tiga kali dalam
satu minggu. Kelompok dua diberikan perlakuan latihan endurance dengan menggunakan ergocycle tiga
kali dalam seminggu. Penelitian dilakukan selama 12 minggu. Data berupa nilai total SGRQ diambil
sebelum dan sesudah perlakuan. Semua data di analisis menggunakan SPSS versi 16. Hasil uji statistik
didapatkan data berdistribusi normal dan homogen, terjadi penurunan nilai total SGRQ yang bermakna
pada latihan pernapasan dan latihan endurance dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ini berarti bahwa
latihan pernapasan dan latihan endurance sama sama dapat meningkatkan kualitas hidup secara
bermakna. Rerata nilai total SGRQ sesudah perlakuan pada kelompok satu dan kelompok dua berbeda
bermakna dimana nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000, penurunan nilai total SGRQ kelompok dua lebih besar
dari pada kelompok satu. Ini berarti bahwa latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik
dibandingkan latihan pernapasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Untuk itu diharapkan latihan
endurance dapat digunakan pada pasien PPOK yang mengalami gangguan penurunan kualitas hidup.
ABSTRACT
Quality of life is an individual state within the scope of capabilities, limitations, symptoms, and
psychosocial natures to function in the desired range of roles in society and feel satisfied with that role.
Quality of life of COPD patient’s considered very important because it relates directly to the symptoms
experienced. In COPD patients increased work causes shortness of breath so that the patients had
decreased quality of life. There has been indication that endurance exercise and breathing exercise
improve quality of life in COPD patient. This study was aimed at testing endurance exercise in improving
20
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
the quality of life of COPD patients. The study is a quasi experiment with pre-test and post-test control
group design. The experiment was conducted in BP4 Yogyakarta. The number of samples was 22 patients
with COPD who experienced of reducing quality of life. Quality of life in COPD patients measured by
SGRQ questionnaires. The number of study subjects were then grouped at random into two groups.
Control group one was given diaphragmatic breathing exercise and pursed lip breathing three times a
week. Treatment group two was given endurance exercise three times a week. The study was conducted
for 12 weeks. SGRQ total value of the data was measured before and after treatment. All data in the
analysis using SPSS version 16. Data are destributed normal and homogen, a decrease in the total SGRQ
meaningful on breathing exercises and endurance training with a value of p = 0.000 (p <0.05). This means
that breathing exercises and endurance exercises at same time can significantly improve the quality of
life. The mean total SGRQ values after treatment in group one and group two significantly different,
where the value of p <0.05, namely p = 0.000, a decrease of group two’s SGRQ total value greater than
group one. This means that endurance exercise improves quality of life better than breathing exercises in
COPD patients in BP4 Yogyakarta. It is expected to use endurance exercises in patients with COPD who
experience mental decline in quality of life.
21
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
rawat inap menempati urutan ke 3 dengan 92 kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK
pasien (Laporan tahunan BP4 Yogyakarta). cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga
Menurut data Badan Kesehatan Dunia pasien mengurangi aktivitas sehari hari
(WHO) tahun 2002 bahwa pada tahun 1990 menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien
PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga
utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun kualitas hidup menurun.4
2002 telah menempati urutan ke-3. PPOK di Kualitas hidup adalah kemampuan
Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai individu untuk berfungsi dalam berbagai peran
penyakit yang menyebabkan kematian.3 yang diinginkan dalam masyarakat serta merasa
Gejala klinis PPOK antara lain batuk, puas dengan peran tersebut.5 Kualitas hidup
produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan penderita PPOK merupakan ukuran penting
aktivitas. Ketidakmampuan beraktivitas pada karena berhubungan dengan keadaan sesak yang
pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat dari akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas
adanya kelainan obstruksi saluran nafas pada kehidupan sehari-hari atau terganggu status
parunya saja tetapi juga akibat pengaruh fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas,
beberapa faktor, salah satunya adalah penurunan makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.
fungsi otot skeletal. Adanya disfungsi otot Peran fisioterapi dalam mengatasi
skeletal dapat menyebabkan penurunan kualitas penurunan kualitas hidup pasien PPOK dapat
hidup penderita karena akan membatasi dilakukan dengan berbagai cara melalui program
kapasitas latihan dari pasien PPOK. Penurunan rehabilitasi paru pada penderita PPOK.
aktivitas pada kehidupan sehari hari akibat sesak Rehabilitasi paru pada penderita PPOK
nafas yang dialami pasien PPOK akan merupakan pengobatan standar yang bertujuan
mengakibatkan makin memperburuk kondisi untuk mengontrol, mengurangi gejala dan
tubuhnya.4 meningkatkan kapasitas fungsional secara
Faktor patofisiologi yang diperkirakan optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri
berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak dan berguna bagi masyarakat.5
nafas saat melakukan aktivitas pada PPOK
Untuk memperbaiki ventilasi dan
antara lain kemampuan mekanis (elastisitas dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan thoraks
reaktif) dari otot otot inspirasi, meningkatnya
dengan tehnik latihan yang meliputi latihan
mekanis (volume) restriksi selama beraktivitas,
pernafasan diafragma dan pursed lips breathing.
lemahnya fungsi otot-otot inspirasi,
Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK
meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif
adalah untuk mengatur frekuensi dan pola
terhadap kemampuannya, gangguan pertukaran
pernafasan sehingga mengurangi air trapping,
gas, kompresi jalan nafas dinamis dan faktor
22
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
23
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
dengan kuesioner SGRQ (St George’s di alat pulsemeter dilihat dan dicatat. Setelah
9
Respiratory Questionnaire). pemanasan kemudian latihan inti ada tiga
B. Populasi dan Sampel tahapan, jika pada tahap pertama sudah
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah mencapai 70% - 80% HR maksimal maka
pasien PPOK yang bersedia ikut dalam program latihan dihentikan. Pada saat pemulihan ada dua
penelitian di BP 4 Yogyakarta. Pengambilan cara yaitu dapat dilakukan dengan mengayuh
sampel diambil secara randomisasi sesuai sepeda atau tidak. Jika dengan mengayuh sepeda
dengan kriteria yang ditetapkan peneliti hingga maka waktu yang dibutuhkan selama tiga menit,
jumlahnya memenuhi yang ditargetkan. Sampel jika tidak mengayuh sepeda maka waktu yang
dalam penelitian ini adalah pasien PPOK yang dibutuhkan selama lima menit, dicatat HR yang
bersedia ikut dalam program penelitian di BP 4 diperoleh, selama 12 minggu dengan frekuensi
Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan 3x seminggu.
ekslusi. Subjek penelitian berdasarkan rumus C. Cara Pengumpulan Data
Pocock berjumlah 22 orang, yang dibagi Sebelum diberikan perlakuan baik
menjadi dua kelompok yaitu kelompok kelompok perlakuan I maupun kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan II, masing perlakuan II dilakukan pengukuran kuesioner
8
masing terdiri dari 11 orang. SGRQ untuk mengetahui nilai total SGRQ (nilai
total SGRQ sebelum perlakuan) dan satu
Kelompok perlakuan I
minggu setelah selesai perlakuan dilakukan
Kelompok perlakuan I diberikan latihan
pengukuran kuesioner SGRQ (nilai total SGRQ
pernafasan dengan latihan pernafasan diafragma
setelah perlakuan).
dan Pursed Lips Breathing selama 12 minggu
tanpa menggunakan beban waktu 30 menit, 3
Prosedur Pengukuran Kualitas Hidup
repetisi untuk latihan pernapasan diafragma dan
Untuk mengukur kualitas hidup
3 repetisi untuk pursed lips breathing dengan
penderita PPOK dengan menggunakan SGRQ
frekuensi 3x seminggu.
yang terdiri dari 17 butir pertanyaan dibagi 3
komponen utama yaitu gejala penyakit
Kelompok perlakuan II
(symptoms) yang berhubungan dengan gejala
Kelompok perlakuan II diberikan latihan
pada saluran nafas, frekuensi dan tingkat
endurance dengan menggunakan ergocycle yang
keparahan gejala tersebut terdapat pada
diatur dengan protocol YMCA sebagai berikut :
pertanyaan nomor 1-8, aktivitas (activity) yang
untuk pemanasan pasien mengayuh sepeda 32
berhubungan dengan aktivitas yang
putaran per menit (RPM) selama 3 menit.
menyebabkan sesak nafas atau dihambat oleh
Setelah tiga menit, HR di monitor ergocycle atau
sesak nafas terdapat dalam pertanyaan nomor 11
24
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
25
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
6. Untuk mengetahui latihan endurance adalah 50-60 tahun;10 (b) Rahmatika (2009)
meningkatkan kualitas hidup lebih baik mendapatkan umur pasien PPOK di RSUD Aceh
dari pada latihan pernafasan diuji Tamiang dari Januari-Mei 2009 tertinggi pada
dengan statistik Independent Sample t- usia 60 tahun (57,6%).11
test. Dari jenis kelamin 15 orang (68,2%)
berjenis kelamin laki – laki dan 7orang (31,8%)
berjenis kelamin perempuan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengukuran FEV1 dan FEV1/FVC
Tabel 1 dilakukan untuk mengetahui dan menentukan
Karakteristik pasien derajat obstruksi pada masing masing subyek
dengan menggunakan tes spirometri. Untuk
Sampel penelitian berjumlah 22 pasien mengetahui diagnosis PPOK apabila FEV1 <
PPOK yang berasal dari pasien rawat jalan dan 80% dan FEV1/FVC < 70%. Untuk mengetahui
rawat inap di BP4 Yogyakarta, tahun 2012. derajat PPOK sedang apabila FEV1/FVC < 70%
Umur subjek yang terlibat dalam penelitian dan 50% ≤ FEV1 < 80%.
ini, pada kelompok perlakuan latihan Hasil pemeriksaan spirometri pada
pernapasan berkisar antara 52-60 tahun penelitian ini berdasarkan GOLD semua
dengan rerata 58,09±2,63 tahun. Pada kelompok perlakuan latihan pernapasan dan
kelompok latihan endurance berkisar antara kelompok perlakuan latihan endurance
50-60 tahun dengan rerata 57,27±3,64 tahun, termasuk PPOK sedang karena FEV1/FVC < 70
data statistik ini menunjukkan bahwa semua % dan 50% < FEV1 < 80% prediksi.12
subyek tergolong dalam subyek yang mengalami Hal ini sesuai dengan kriteria inklusi
penurunan daya tahan kardiorespirasi. Dikatakan dalam penelitian ini. Semakin meningkatnya
demikian karena daya tahan kardiorespirasi usia maka akan terjadi penurunan nilai rata rata
meningkat dari masa kanak kanak dan mencapai FEV1 dan FVC. Semakin lanjut usia seseorang
puncaknya pada usia 20-30 tahun, sesudah usia
otot otot pernapasan semakin lemah.
ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun.
Perkembangan jaringan paru dan kekuatan dari
Penurunan ini terjadi karena paru, jantung, dan
sistem muskuloskeletal pada rongga dada
pembuluh darah mulai menurun fungsinya.
berperan terhadap besarnya nilai FEV1 dan
Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan
FVC.13
melakukan latihan endurance secara teratur.
Dari data diatas jelas bahwa rata rata
Kondisi yang hampir sama juga dilaporkan oleh
nilai total SGRQ baik kelompok latihan
beberapa peneliti yaitu (a) Madina (2007)
pernapasan maupun kelompok latihan
mendapatkan umur 25 pasien PPOK (28,4%)
26
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
endurance tinggi yang berarti kualitas Komparabilitas Hasil Nilai Total SGRQ Sebelum
hidupnya jelek sehingga membutuhkan upaya Pelatihan
untuk peningkatan.
Tabel 3
Distribusi dan Varians Hasil Nilai Total
Rerata nilai total SGRQ Sebelum Perlakuan Pada
SGRQ
Ke Dua Kelompok
Tabel 2
Kelompok Subjek N Rerata±SB t p
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Nilai Total SGRQ Perlakuan latihan 1
75,69±10,60
pernapasan 1
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
-1,1015 0,322
Perlakuan latihan 1
Nilai Total P. Uji Normalitas P. Homogenitas 71,28±9,75
SGRQ ergocycle 1
(Saphiro Wilk- Test) (Levene Test)
Kelompok Kelompok Hasil uji statistik menunjukkan nilai p
1 2
untuk hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan
Sebelum perlakuan 0,237
0,787 0,458 di antara kedua kelompok perlakuan lebih besar
Sesudah perlakuan 0,316
0,972 dari 0,05 (p > 0,05) tercantum pada Tabel 3.
Hal ini berarti rerata hasil nilai total SGRQ
Berdasarkan uji normalitas dengan sebelum perlakuan di antara ke dua kelompok
Shapiro-Wilk Test dan uji homogenitas dengan perlakuan tidak berbeda bermakna. Dengan
Levene Test data nilai total SGRQ sebelum dan demikian hasil nilai total SGRQ sebelum
sesudah perlakuan, menunjukkan nilai p untuk perlakuan di antara kelompok latihan pernapasan
ke dua data tersebut lebih besar dari 0,05 (p > dan kelompok latihan endurance adalah sama.
0,05). Dengan demikan data hasil nilai total
Tabel 4
SGRQ sebelum dan sesudah perlakuan pada ke
dua kelompok, berdistribusi normal dan Uji Beda Rerata Penurunan nilai total SGRQ
Awal dan Akhir Perlakuan
homogen sehingga uji selanjutnya digunakan uji
Rerata nilai total SGRQ
parametrik.14 ±SB
Be
Kelompok Sebelu Sesudah da t P
m Perlakuan
Perlaku
an
Perlakuan
75,73±1 11, 6,81 0,0
latihan 64,09±9,92
0,60 64 5 00
pernapasan
Perlakuan
71,28±9 30, 10,3 0,0
latihan 40,64±10,74
,75 64 9 00
endurance
27
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
Tabel 4 menunjukkan beda rerata melakukan aktivitas sehari hari dan kualitas
penurunan nilai total SGRQ sesudah pelatihan hidupnya dapat meningkat.3,5
pada masing-masing kelompok memiliki nilai p
Latihan endurance diharapkan dapat
lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti
meningkatkan ketahanan, menurunkan ventilasi
bahwa Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan
dan sesak nafas selama aktivitas serta dapat
bahwa pada masing-masing kelompok terjadi
meningkatkan kemampuan tubuh untuk
peningkatan kualitas hidup sebelum dan sesudah
menghantarkan lebih banyak oksigen menuju
perlakuan secara bermakna. Dengan demikian
otot, hal ini dapat terjadi karena adanya
latihan pernapasan dan latihan endurance dapat
perubahan yang terjadi pada otot dan sistem
meningkatkan kualitas hidup.
kardiovaskuler. Hal ini akan mengakibatkan
Efek Latihan Pernapasan Dan Latihan
cardiac output dan stroke volume menjadi
Endurance Terhadap Peningkatan
meningkat serta denyut nadi istirahat menjadi
Kualitas Hidup
turun sehingga terjadi peningkatan efisiensi
Berdasarkan kajian teori, pasien PPOK
kerja jantung dan pasien dapat melakukan
mengalami penurunan kapasitas angkut oksigen
aktivitas sehari hari dan kualitas hidupnya
darah arteri, kelemahan dari otot bantu napas,
meningkat.15
cardiac output yang rendah, deconditioning
serta adanya gangguan ventilasi dan perfusi Tujuan latihan pernafasan pada pasien
sehingga beban kerja pernapasan meningkat. PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola
Disamping itu kebutuhan oksigen pada pasien pernafasan sehingga mengurangi air trapping,
PPOK tinggi, sehingga apabila terjadi memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki
kekurangan pada ambilan oksigen maka akan ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran
terjadi juga peningkatan beban kerja gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan,
pernapasan. memperbaiki mobilitas sangkar thorax,
Latihan pernapasan dan latihan mengatur dan mengkoordinasi kecepatan
endurance dengan ergocycle sama sama pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan
mempunyai pengaruh peningkatan dalam mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak
ambilan oksigen maksimal dan peningkatan nafas berkurang dan mengakibatkan kualitas
volume tidal serta penurunan frekuensi hidupnya meningkat.6,16
pernafasan sehingga otot pernafasan lebih efektif
Efektifitas Latihan Pernapasan dibandingkan
dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan
Latihan Endurance terhadap
karena tidak banyak energi yang terbuang maka
Peningkatan Kualitas Hidup
pasien tidak mudah lelah sehingga dapat
28
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
Perlakuan
SIMPULAN DAN SARAN
latihan 11 64,09±9,92
pernapasan Berdasarkan hasil analisis data dan
5,321 0,000
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Perlakuan
latihan endurance meningkatkan kualitas hidup
latihan 11 40,64±10,74
endurance lebih baik dari pada latihan pernapasan pada
pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Oleh karena
Untuk mengetahui gambaran itu peneliti menyarankan (1) Latihan pernapasan
peningkatan kualitas hidup, hasil perlakuan dan latihan endurance dapat digunakan pada
latihan pernapasan dan latihan endurance dapat pasien PPOK yang mengalami gangguan
dilihat dari penurunan nilai total SGRQ , yang penurunan kualitas hidup, (2) Dilakukan
disajikan pada Grafik 1. penelitian lanjutan untuk mengetahui
29
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
http://bahankuliahkedokteran.blogspot.c
DAFTAR PUSTAKA
om.diakses tanggal 23 Oktober 2011.
Tindakan Fisioterapi Dada dan Olahraga Anzueto, A. 2004. Standards for the
30
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
Surakarta. from :
pocket-guide-to-copd
8. Poccok, S.J. 2008. Clinical Trials A
diagnosis.html.diakses 1 Desember
Practical Approach. New York: A
2011.
Willey Medical Publication.
13. Virani, N. 2001. Pulmonary Function
9. Jones, P.W. 2008. St George’s
Studies in Healhy non Smoking Adults
Respiratory Questionnaire Manual.
in Ashram. SA, Pondicherry. Indian J.
London: St George’s University of
Med Res 2001: 114.
London.
14. Dahlan, S.M. 2011. Statistik Untuk
10. Madina, D. S. 2007. Nilai Kapasitas
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:
Vital Paru dan Hubungannya dengan
Salemba Medika.
Karakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai
15. Abidin, A. Yunus, F. Wiyono, W. H dan
Cabang Olahraga. Available from: URL:
Ratnawati, A. 2007. Manfaat
http://www.scribd.com/advenp/d/89189
Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan
835-Nilai-Kapasitas-Vital-Paru diakses
atau Mempertahankan Kapasiras
tanggal 20 Juli 2011
31
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
Indo.29.
University Press
32