Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit dengan

karakteristik keterbatasan saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible.

Keterbatasan saluran nafas tersebut biasanya progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi (GOLD, 2017). Penyakit Paru Obtruktif Kronis

(PPOK) memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam

saluran pernafasan yang bersifat progresif. Penyakit Paru Obtruktif Kronik

(PPOK) juga terdapat peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan

dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang

berbahaya (GOLD, 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada

saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis.

Menurut American College of Chest Physicians /American Society (2015).

PPOK didefinisikan sebagai kelompok penyakit paru yang ditandai dengan

perlambatan aliran udara yang bersifat menetap (Irianto, 2014).

PPOK adalah penyakit yang membentuk satu kesatuan dengan

diagnosa medisnya adalah Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma

bronchial (Padila, 2012). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

merupakan gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai.

Angka morbiditas dan mortalitasnya meningkat setiap waktu. PPOK


merupakan penyebab utama morbiditas dan cacat, dan pada tahun 2020

diperkirakan menjadi penyebab terbesar ketiga kematian di seluruh dunia.

Saat fungsi paru memburuk dan penyakit berkembang maka risiko

terjadinya hipoksia juga akan meningkat. Hipoksia jaringan menjadi kunci

terjadinya proses maladaptif dan komorbid. Kejadian hipoksemia pada

pasien PPOK menyebabkan penurunan kualitas hidup, berkurangnya

toleransi terhadap latihan, mengurangi fungsi otot rangka, dan akhirnya

meningkatkan risiko kematian (Kent, 2011).

Faktor penyebab PPOK salah satunya adalah merokok. Menurut

Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018, prevalensi perokok di Indonesia

mencapai 9,1% usia 10-18 tahun. Faktor penyebab PPOK lainnya seperti

genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres

oksidatif, jenis kelamin, umur, dan infeksi saluran nafas (Susanti, 2015).

Secara global, angka kejadian PPOK akan terus meningkat setiap

tahunnya dikarenakan tingginya peningkatan faktor risiko PPOK,

diantaranya disebabkan meningkatnya jumlah perokok, perkembangan

daerah industri dan polusi udara baik dari pabrik maupun kendaraan

bermotor, terutama di kota-kota besar dan lokasi industri serta

pertambangan. Selain itu, peningkatan usia harapan hidup menyebabkan

peningkatan jumlah penduduk usia tua yang ikut berperan terhadap

peningkatan insiden PPOK. Kejadian PPOK sendiri lebih sering terjadi

pada penduduk usia menengah hingga lanjut, lebih sering pada laki-laki

dari pada perempuan, serta kondisi sosial ekonomi yang rendah dan
pemukiman yang padat. 1,3 PPOK yang merupakan penyakit kronis

gangguan aliran udara merupakan penyakit yang tidak sepenuhnya dapat

disembuhkan. Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan

persisten serta berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru

akibat gas atau partikel yang bersifat merusak. Namun serangan akut

PPOK dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pemicu serangan

akut tersebut. (GOLD, 2017)

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akan berdampak negatif

terhadap kesehatan penderita, termasuk pasien yang berumur > 40 tahun

akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam

kelompok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena

sesak napas yang kronik (Oemiati, 2013).

Virus yang masuk ke saluran pernafasan menempel di bronkus dan

menyebabkan terjadinya inflamasi bronkus dan penebalan dinding

bronkus, dengan keadaan tersebut menghambat aliran oksigen ke dalam

parial alveolar kapiler di bagian peruh terkena dan akhirnya menyebabkan

hipoksemia. Sebagai reaksi inflamasi, pada pasien PPOK akan mengalami

sesak napas, nyeri dada, batuk produktif dengan sekret purulen dan dapat

juga mengalami hemoptoe (Laitupa, 2016).

Penyakit Obtruktif Paru Kronis (PPOK) merupakan penyebab

utama morbiditas dan kematian diseluruh dunia. Prevalensi, morbiditas

dan mortalitas terkait dengan Penyakit Obtruktif Paru Kronis (PPOK)


telah meningkat dari waktu kewaktu dan lebih tinggi pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan (WHO, 2012).

Lebih dari 3 juta orang meninggal karena Penyakit Obtruktif Paru

Kronis (PPOK). Salah satu penyebab Penyakit Obtruktif Paru Kronis

(PPOK) adalah asap tembakau (peroko aktif). Perubahan gaya hidup

karena pembangunan ekonomi mempengaruhi peningkatan penggunaan

tembakau di negara-negara berpenghasilan tinggi. Kematian terkait

penyebab Penyakit Obtruktif Paru Kronis (PPOK) terus meningkat (WHO,

2014).

Bentuk intervensi lain yang diberikan pada pasien PPOK adalah

dengan memberikan program edukasi dan rehabilitasi latihan pernafasan.

Latihan pernafasan ini terdiri dari latihan dan praktik pernafasan yang

dimanfaatkan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan

mengurangi kerja pernafasan (Smetlzer et al, 2010).

Menurut Kusumawati (2013) pemberian tindakan rehabilitasi nafas

pada penderita PPOK dapat memperbaiki ventilasi dan memperbaiki

kapasitas fungsional pernafasan. Latihan rehabilitasi nafas yang dilakukan

dengan teratur dan berkelanjutan dapat menurunkan angka eksaserbasi dan

meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Latihan pernafasan yang dapat

diterapkan pada pasien dengan PPOK salah satunya adalah pursed lips

breathing exercise (PDPI, 2016).

World Heatlh Organization (WHO) memperkirakan pada tahun

2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari urutan keenam menjadi
peringkat ke tiga di dunia sebagai penyebab kematian tersering setelah

penyakit kardiovaskuler dan kanker. WHO menyebutkan PPOK

merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu akan menyebabkan

kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8 %. Berdasarkan

kajian tipe PPOK ada dua yaitu bronchitis dan emphysema. Diperkirakan

prevalensi PPOK sebesar 6,3% di Asia Tenggara dengan prevalensi

tertinggi ada di Negara Vietnam (6,7%) dan RRC (6,5%), (Oemiati, 2013).

PPOK lebih banyak pada laki – laki (4,2%) dibandingkan

perempuan (3,3%). Penyakit PPOK berkembang secara lambat dan jarang

terjadi di bawah 30 tahun. PPOK menjadi urutan pertama pada kelompok

penyakit paru di Indonesia yang memiliki angka kesakitan (35%), di ikuti

asma bronchial (33%), kanker paru (30%), dan lainnya (12%) (Sugihardi,

ddk, 2014). Prevalensi PPOK di Indonesia menempati urutan kedua

(3,7%) setelah asma (4,5%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa

Tenggara Timur (10,0%), Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat

(6,7%), Sulawesi Selatan (6,7%), Jawa Timur (3,6%), dan Sumatera Utara

(3,6%) (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan hasil pendataan penyakit tidak menular pada 5 (lima)

rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatra

Selatan dan Lampung) pada tahun 2010, didapatkan PPOK merupakan

urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), disusul oleh asma

bronkial (33%), dan kanker paru (30%) (Riskesdas, 2018).


PPOK merupakan salah satu penyakit umum yang biasa terjadi

pada masyarakat. Dalam perawatan pasien dengan PPOK salah satu terapi

yang diberikan antara lain Fisioterapi dada. Peranan fisioterapi sangat

penting dalam mengatasi gejala akibat penyakit PPOK. Fisioterapi dada

merupakan terapi kombinasi memobilitas sekret pada pulmonari. Tujuan

fisioterapi dada yaitu untuk mengeluarkan sekresi, dan reparisasi ventilasi,

dan efektifitas pengunaan otot pernafasan (Fitriananda Dkk, 2017).

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan

sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara tersebut cenderung progresif.

Masalah utama yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa

terletak pada saluran pernapasan (Bronkitis kronik) maupun pada

parenkim paru (Emfisema). Kedua penyakit dapat dimasukkan ke dalam

kelompok PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan

obstruksinya bersifat progresif (Darmanto,2010).

Menurut Riskesdas (2017), kasus Penyakit Obtruktif Paru Kronis

(PPOK) tertinggi terdapat di pedesaan dibanding perkotaan dan cendrung

lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks

kepemilikan terbawah.

Sedangkan menurut GOLD (2017) Kasus Penyakit Obtruktif Paru

Kronis (PPOK) di Jawa Barat itu sendiri pada tahun 2020 diperkirakan

PPOK akan menjadi penyakit 3 besar penyebab kematian tertinggi.


Dan menutur Kemenkes RI (2020) ,di Indonesia angka kejadian

Penyakit Obtruktif Paru Kronis (PPOK) dari beberapa sampel cukup tinggi

salah satunya di Jawa Barat 10,1 % di tahun ini (Kemenkes, 2020).

Peran perawat dalam mengatasi masalah yang dialami oleh pasien

yang mengalami Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) adalah dengan

melakukan observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien,

memberikan edukasi tentang teknik relaksasi yang benar. Memposisikan

pasien semi fowler atau high fowler, dan mengajarkan teknik pursed-lip

breathing, serta melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi

farmakologis (Ratiningsih, 2011).

Berdasarkan fenomena atau permasalahan yang di gambarkan

diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Asuhan

Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. A Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan : Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) Di Rsud Purwakarta

“.

B. Rumusan Masalah

Berhubung dengan fenomena di atas maka yang menjadi rumusan

masalah pada kasus tersebut adalah sejauh mana “Asuhan Keperawatan

Gawat Darurat Pada Tn. A Dengan Gangguan Sistem Pernafasan :

Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) Di Rsud Purwakarta “.

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penulisan ini untuk memberikan “Asuhan

Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. A Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan : Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) Di Rsud Purwakarta

“ secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual di Instalasi

Gawat Darurat .

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan Triase pada klien dengan gangguan Sistem

Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK).

b. Mampu melakukan pengkajian Primary dan secondary survey pada

klien dengan gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif

Kronis (PPOK).

c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif Kronis

(PPOK).

d. Mampu menyusun intervensi atau perencanaan keperawatan pada

klien dengan gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif

Kronis (PPOK).

e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan

gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif Kronis

(PPOK).

f. Mampu melakukan evaluasi hasil implementasi keperawatan pada

klien dengan gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif

Kronis (PPOK).
g. Mampu mendokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat pada

klien dengan gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obtruktif

Kronis (PPOK).

D. Manfaat Penulisan

Studi kasus ini semoga bisa memberikan bermanfaat bagi :

1. Manfaat Praktis :

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan

informasi dalam bidang keperawatan gawat darurat tentang asuhan

keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan gangguan

sistem pernafasan Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK).

2. Manfaat Teoritis :

a. Bagi Peneliti

Untuk mendapatkan pengetahuan serta pengalaman nyata

penulis mengenai asuhan keperawatan gawat darurat dengan

penyakit paru obtruktif kronis (PPOK) serta dapat mengamalkan

ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan tentang asuhan

keperawatan gawat darurat.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil proposal penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

dokumentasi serta referensi perpustaaan untuk menambah

wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan kualitas pendidikan

bagi mahasiswa Akper RS. Efarina Purwakarta.

c. Bagi Perawat
Mendapatkan pengetahuan dan pemecahan masalah khusus

yang dalam bidang /profesi keperawatan agar dapat

mengaplikasikan teori keperawatan kedalam praktik pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit maupun masyarakat sebagai bahan

kepustakaan dan perbandinngan pada penanganan kasus penyakit

paru obtruktif kronis (PPOK) di lapangan dan di dalam teori

asuhan keperawatan gawat darurat.

E. Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan sistematika penulisan proposal penelitian ini, terdiri

dari isi Bab I s/d Bab III antara lain : Bab I : Pendahuluan, bagian ini

menguraikan secara singkat dan jelas mengenai latar belakang, tujuan,

manfaat, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori, bagian ini

menguraikan tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan, konsep dasar

terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, pathway,

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis.

Asuhan keperawatan , implementasi keperawatan dan evaluasi

keperawatan. Bab III Tinjauan kasus meliputi : penerapan proses

keperawatan dari mulai pengkajian , diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan .

Anda mungkin juga menyukai