Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit tidak menular dan

menjadi masalah kesehatan dunia. Definisi PPOK adalah penyakit yang ditandai

dengan keterbatasan aliran udara bersifat progresif berhubungan dengan inflamasi

kronik saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel

berbahaya. Hambatan aliran udara pada PPOK terjadi karena perubahan struktur

saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan fibrosis paru

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016). World Health Organization (WHO)

pada tahun 2015, menyatakan bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

merupakan penyebab utama keempat morbiditas kronis dan kematian di Amerika

Serikat, dan diproyeksikan akan menjadi peringkat ke lima pada tahun 2020

sebagai beban penyakit di seluruh dunia, pada tahun 2020 diperkirakan 65 juta

penduduk dunia menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan

menyumbang 6%dari seluruh penyebab kematian (WHO, 2015).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang

ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara akibat

saluran napas tersumbat dan atau kelainan alveolar yang disebabkan partikel atau

gas yang berbahaya (World Health Organization/WHO, 2019). Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati,

ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan umumnya

bersifat progresif, berhubungan dengan respon inflamasi kronik yang berlebihan

1
2

pada saluran napas dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya

(Persatuan Dokter Paru Indonesia/PDPI, 2016).

Prevalensi kejadian PPOK di dunia rata-rata berkisar 3-11% (Global Initiative

for Obstructive Lung Disease (GOLD), 2015). Pada tahun 2013, di Amerika

Serikat PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga, dan lebih dari 11 juta

orang telah didiagnosis dengan PPOK (American Lung Association, 2013).

Menurut data penelitian dari Regional COPD Working Group (2007) yang

dilakukan di 12 negara di Asia Pasifik rata-rata prevalensi PPOK sebesar 6,3%

dengan yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura, dan tertinggi di Vietnam

sebanyak 6,7%.

Prevalensi PPOK di Indonesia menunjukkan sebanyak 5,6% atau 4,8 juta

kasus untuk PPOK derajat sedang sampai berat (Regional COPD Working Group,

2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas), pada tahun 2013 angka

kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di

Indonesia dan prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013).

Provinsi Sumatera Barat berada pada urutan ke-23 berdasarkan jumlah penderita

PPOK di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 3,0% (RisKesDas, 2017).

Prevalensi morbiditas dan mortalitas PPOK telah meningkat dari waktu ke

waktu dan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang

menderita PPOK derajat sedang hingga berat dan memperkirakan tahun 2020

penyakit yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK

setelah penyakit jantung koroner dan stroke (World Health Organization/WHO,

2015). Data Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyebutkan bahwa

pada tahun 2015, sedikitnya ada 4,5 - 55% penduduk Indonesia yang menderita
3

PPOK, dan angka ini bisa meningkat mencapai 7,2% di daerah pedesaan

(Persatuan Dokter Paru Indonesia/PDIP, 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),

PPOK memiliki prevalensi 3,7% (pada kelompok umur ≥30 tahun) per-satu juta

penduduk di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia/Kemenkes-

RI, 2013). PPOK menjadi urutan pertama di Indonesia dalam kelompok penyakit

paru yang memiliki angka kesakitan (35%), dengan asma bronchial (33%), kanker

paru (30%), dan lainnya (2%). Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif (PPOK)

tertinggi di Indonesia terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), Sulawesi

Tengaah (8,0%), Sulawesi Barat (6,7%), jawa Timur (3,6%), dan Sumatera Utara

(3,6%) (Berampu S, et al, 2020).

Riwayat penyakit PPOK pada penduduk berumur 30 tahun keatas ditemukan

sebesar 3,7%. Prevalensi cendrung laki-laki lebih tinggi (4,2% dibandingkan

dengan perempuan 3,3%). Sedangkan pada umur, prevalensi PPOK meningkat

pada kelompok lanjut usia yaitu sebesar 7,9% (Kusumawardani et al, 2017).

Sekumpulan tanda dan gejala klinis dari PPOK adalah antara lain batuk, produksi

sputum, sesak napas dan keterbatasan aktifitas. Ketidakmampuan beraktifitas pada

pasien penyakit paru obstruktif kronik dapat mengakibatkan kerusakan pada

alveolar sehingga bisa merubah fisiologi pernapasan, mempengaruhi oksigenisasi

tubuh secara keseluruhan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ditandai dengan batuk produktif saluran

napas sehingga mengakibatkan hiperinflamasi pada paru-paru yang menyebabkan

peningkatan kerja pernapasan sehingga pasien mengalami gejala sesak napas


4

(Tabrani Rab, 2015). Sesak napas termasuk salah satu gejala yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor salah satunya faktor psikologis. Pasien (PPOK) umumnya

mengalami sesak napas yang menimbulkan kecemasan. Kecemasan merupakan

keadaan emosi yang tidak menyenangkan, melibatkan rasa takut yang subjektif,

rasa tidak nyaman pada tubuh dan gejala fisik. Dampak dari kecemasan tinggi

dapat menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk (Simanjutak,et al, 2018)

Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang

buruk akan terjadi. Kecemasan ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti

ketegangan fisik dan adanya perasaan khawatir (Durand dan Barlow, 2006).

Gejala kecemasan bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lain.

Gejala dapat berupa perasaan yang tidak menyenangkan, ketakutan yang difus

serta gejala otonom seperti palpitasi, berkeringat, sakit kepala, jantung berdebar,

sakit perut, gelisah dan ketidakmampuan berdiri atau duduk dalam waktu yang

lama (Kaplan dan Sadock, 2010).

Untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh pasien PPOK perlu dilakukan

edukasi kesehatan tentang kondisi penyakit yang dialaminya. Pasien harus diberi

pemahaman yang baik tentang pengobatan ataupun perilaku hidup yang harus

dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan survei awal yang dilakukan

terhadap pasien PPOK menyatakan bahwa pasien mengalami kecemasan

dikarenakan kondisi penyakit yang dialami. Beberapa pasien terlihat ketakutan

akan penyakit yang dapat memperburuk keadaanya. Dalam hal ini perlu dilakukan

edukasi kesehatan kepada pasien PPOK tentang penyakit dan pengobatan serta

pola hidup yang harus ditaati setiap hari agar terhindar dari kekambuhan yang

mengakibatkan peningkatan kecemasan. Dari latar belakang diatas, peneliti


5

tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat

Kecemasan Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Rumah Sakit

Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2021.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah adalah Apakah ada Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Kecemasan

Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan Tahun 2021?.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Edukasi

Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di

di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2021.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Pasien Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) sebelum dilakukan edukasi di Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan Tahun 2021.

2. Untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Pasien Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) setelah dilakukan edukasi di di Rumah Sakit Umum Imelda

Pekerja Indonesia Medan Tahun 2021.


6

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Responden Yang Diteliti

Menambah wawasan dan pengetahuan pasien tentang penyaktit PPOK dan

mengatasi kecemasan yang muncul pada pasien.

1.4.2. Bagi Perawat

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit paru obsruktif

kronik (PPOK) dan bagaimana penanganannya serta pentingnya edukasi

terhadap kecemasan pasien.

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bacaan yang akan

menambah wawasan bagi mahasiswa/mahasiswi Universitas Imelda

Medan sebagai bahan informasi di bidang kesehatan yang sangat

bermanfaat khususnya di instalasi pendidikan Universitas Imelda Medan.

1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai

edukasi sebagai upaya mengatasi kesemasan pada pasien penyakit paru

obsruktif kronik (PPOK).

Anda mungkin juga menyukai