ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi pada bronkus akibatnya hiperakivitas
yang bersifat reversible tidak menular. Asma ditandai dengan adanya suara mengi,
sesak napas, merasa tidak nyaman, rasa kecemasan, dan kelelahan. Tindakan
keperawatan mandiri untuk mengatasi serangan asma salah satunya dengan
relaksasi napas dalam. Tujuan : Studi kasus ini mendeskripsikan penerapan teknik
relaksasi napas dalam untuk penurunan gejala pernapasan pada pasien asma di
UGD Puskesmas Gondangrejo Metode: Studi kasus ini menggunakan deskriptif
dengan metode pendekatan studi kasus. Sampel dalam studi kasus ini yaitu pasien
asma yang dirawat di UGD Puskesmas Gondangrejo dengan teknik accidental
sampling. Hasil studi kasus menuntjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan
pada pasien asma dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis dengan tindakan
keperawatan relaksasi napas dalam selama 45 menit didapatkan hasil terjadi
penurunan sesak napas pada pasien asma dengan respiratory rate 26 kali
permenit menjadi 21 kali permenit. Kesimpulan tindakan keperawatan relaksasi
napas dalam efektif dapat direkomendasikan untuk menurunkan sesak napas pada
pasien asma
Kata Kunci : Asma, Respiratory Rate, Relaksasi Napas Dalam
xv
Study Program of Nursing Diploma Three Program
Faculty of health sciences
University of Kusuma Husada Surakarta
2021
ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of the bronchi resulting in reversible
hyperactivity that is not contagious. Asthma is characterized by wheezing,
shortness of breath, discomfort, anxiety, and fatigue. One of the independent
nursing actions to overcome asthma attacks is by relaxing deep breaths. Objective:
This case study describes the application of deep breathing relaxation technique to
reduce respiratory symptoms in asthma patients in Gondangrejo Public Health
Center ER. Method: This case study used a descriptive case study approach. The
sample in this case study were asthmatic patients treated in Gondangrejo Public
Health Center ER with accidental sampling technique. The results of the case
study showed that the management of nursing in asthma patients in the fulfillment
of physiological needs with nursing actions of deep breathing relaxation for 45
minutes showed a decrease in shortness of breath in asthma patients with a
respiratory rate of 26 times per minute to 21 times per minute. Conclusion:
Effective deep breathing relaxation nursing actions can be recommended to
reduce shortness of breath in asthma patients
Key words : Asthma, Respiratory rate, Deep Breath Relaxation
PENDAHULUAN hidung dan biasanya disertai nyeri dada
Asma adalah penyakit kronis (Fithriana, Atmaja, & Marvia (2017).
tidak menular dimana kondisi saluran Adapun komplikasi menurut Mubarak
udara paru-paru meradang dan (2016) pada penderita asma antara lain
menyempit yang biasanya ditandai takipnea, orthopnea, diaphoresis, nyeri
dengan pembentukan sekresi mukus abdomen, dan takikardi.
berlebihan di paru-paru. Berbagai faktor Penatalaksanaan asma yaitu
dapat menyebabkan pencetus serangan dengan farmakologis dan non
asma diantaranya yaitu stress, polusi farmakologis. Penatalaksanaan
udara, lingkungan yang tidak sehat, farmakologi asma meliputi agonis beta,
alergi, dan memiliki riwayat penyakit metilxantin, kortikosteroid, kromolin,
infeksi saluran napas (Loeffler, 2017). dan iprutropium bromide yang
Penyakit asma telah menjadi masalah digunakan untuk mengatasi pasien
kesehatan global yang diderita oleh dengan asma. Untuk penatalaksanaan
seluruh kelompok usia (GINA, 2015) non farmakologi meliputi fisioterapi,
The Global Asthma Report (2016) penyuluhan, menghindari faktor
menyatakan bahwa perkiraan jumlah pencetus, dan relaksasi napas dalam
penderita asma diseluruh dunia adalah (Almazini, 2012).
325 juta orang. Di Indonesia sendiri pada Relaksasi nafas dalam
bulan Mei tahun 2014 mencapai 24.773 merupakan bentuk asuhan keparawatan
penduduk (WHO, 2014). Sedangkan di untuk mengajarkan kepada pasien
Jawa Tengah kasus pasien asma menurut bagiamana cara melakukan nafas dalam
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa dan menghembuskan secara perlahan
Tengah tahun 2013 sebesar 113.028, yang dapat membuat rasa nyaman dan
sementara untuk wilayah Semarang pada mengurangi cemas (Arfan, 2013).
tahun 2014 mencapai 5711 kasus Mekanisme kerja terapi relaksasi nafas
(Dinkes Kota Semarang, 2014). dalam yaitu teknik pengambilan nafas
Gejala yang timbul pada kasus mendalam melalui hidung yang masuk
asma antara lain mengi atau wheezing, kedalam paru-paru, kemudian terjadi
batuk kering atau batuk disertai lendir, pertukaran O₂ dan CO₂ yang
retraksi dada, sianosis, adanya cuping menyebabkan peningkatan ventilasi
alveoli diparu sehingga aliran tubuh relaksasi napas dalam untuk
menjadi lancer (Fernandez, 2017). Maka meningkatkan saturasi oksigen (SPO2)
dari itu , saat melakukan nafas dalam pada pasien asma.
diterapkan secara maksimal dalam waktu Tujuan terapi relaksasi napas
tertentu dan menhembuskan nafas dalam menurut Lusianah, Indaryani, dan
perlahan serta berualang sehingga Suratun (2012), yaitu antara lain untuk
hasilnya optimal mengatur frekuensi pola napas,
Penelitian Fithria, Atamaja, memperbaiki fungsi diafragma,
Marvia (2017) mengenai pemberian menurunkan kecemasan, meningkatkan
teknik relaksasi napas dalam terhadap relaksasi otot, mengurangi fungsi
penurunan gejala pernapasan pada diafragma, menurunkan kecemasan,
pasien asma di IGD Patut Patuh Patju meningkatkan relaksasi otot, mengurangi
Gerung Lombok Barat menunjukkan udara yang tertangkap, meningkatkan
adanya pengaruh yang signifikan bahwa inflasi alveolar, memperbaiki kekuatan
teknik relaksasi napas dalam lebih otot-otot pernapasan, dan memperbaiki
efektif menurunkan gejala pernapasan mobilitas dada serta vertebra thorakalis.
pada pasien asma. Berdasarkan latar
belakang di atas, peneliti tertarik untuk METODOLOGI PENELITIAN
melakukan asuhan keperawatan pada Lokasi pengambilan kasus ini
pasien asma dalam pemenuhan dilaksanakan UGD Puskesmas
kebutuhan fisiologis. Gondangrejo. pada 15 februari 2021
Pada kasus pasien asma di UGD waktu pengaplikasian tindakan relaksasi
puskesmas gondangrejo belum dilakukan napas dalam dilakukan penulis pada
tindakan keperawatan relaksai napas pasien adalah 1jam
dalam melainkan ketika pasien datang ke Teknik pengambilan kasus yaitu
UGD puskesmas Gondangrejo langsung dengan wawancara adalah metode
diberikan tindakan pemasangan oksigen mewawancarai langsung responden yang
dan pemasangan nebulizer. diteliti, sehingga metode ini memberikan
Intervensi keperawatan untuk hasil informasi secara langsung. Hal ini
pasien S menggunakan tindkaan non digunakan untuk hal-hal dari responden
farmakologi yaitu dengan menggunakan secara lebih mendalam. Kasus ini
dilakukan pada pasien, keluarga, tenaga kejadian ini biasanya ditandai dengan
kesehatan dan rekam medik. Saat obstruksi jalan nafas yang bersifat
melakukan wawancara dapat reversibel baik secara spontan atau
diidentifikasi lembar observasi. Observasi dengan pengobatan (Wijaya & Toyib,
meliputi keadaan umum pasien, tanda- 2018).
tanda vital, repiratory rate ,suara napas
tambahan wheezing, retraksi dada, 2. Hasil dari data subjektif dan objektif
sianosis, pernapasan cuping hidung pada pengkajian maka dirumuskan
diagnosis keperawatan setelah itu
HASIL DAN PEMBAHASAN diberikan rencana keperawatan pada
1. Hasil pengkajian yang di dapatkan dari diagnosis bersihan jalan napas tidak
data subjektif pasien mengatakan sesak efektif berhubungan dengan sekresi yang
napas dengan data objektif didapatkan tertahan ditandai dengan batuk tidak
irama napas tidak teratur , terdapat suara efektif, sputum berlebih, terdapat suara
napas tambahan wheezing , terlihat napas tambahan wheezing (D.0001) Tim
penggunaan otot bantu pernapasan , Pokja SDKI PPNI. (2017).
pernapasan cuping hidung ,pernapasan Menurut teori Padila (2013) sering
pursed-lip , tekanan darah 170/100 kali muncul tanda gejala asma yang
mmHg, Nadi 107 kali permenit , mudah untuk dikenali yaitu terjadinya
respiratory rate: 26 kali permenit, hiperventilasi, suara mengi atau
SPO₂ wheezing, dyspnea, pusing dikepala,
91% merasa tidak nyaman, sakit kepala,
Hal ini sesuai dengan teori kecemasan, dan kelelahan pada penderita
gangguan inflamasi kronik pada saluran asma.
nafas yang melibatkan banyak sel-sel
inflamasi seperti eosinofil, sel mast, 3. Intervensi Keperawatan Hasil dari data
leukotrin dan lain-lain. Inflasi kronik ini subjektif dan objektif pada pengkajian
berhubungan dengan hiper responsif jalan maka dirumuskan diagnosis keperawatan
nafas yang menimbulkan episode setelah itu diberikan rencana keperawatan
berulang dari mengi (wheezing), sesak pada diagnosis bersihan jalan napas tidak
nafas, dada terasa berat dan batuk efektif berhubungan dengan sekresi yang
terutama pada malam dan pagi dini hari,
tertahan ditandai dengan batuk tidak respiratory rate: 26 kali permenit menit
efektif, sputum berlebih, terdapat suara tekanan darah 170/100 mmHg , nadi 107
napas tambahan wheezing (D.0001) kali permenit , respiratory rate 26 kali
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan permenit, suhu 36,7 ℃, SPO₂ 90%,
keperawatan selama 1 kali 6 jam kemudian penulis memberikan tindakan
diharapkan bersihan jalan napas membaik relaksasi napas di selama 45 menit setelah
dengan kriteria hasil mengi menurun, pukul 11.50 WIB dengan data subjektif
wheezing menurun, dyspnea menurun, pasien mengatakan sesak napas berkurang
frekuensi napas membaik. Menggunakan dan data objektif tekanan darah 140/90
intervensi manajemen asma (I.01010) mmHg nadi : 1\00 kali permenit
yaitu monitor frekuensi napas, pasang respiratory rate 21 kali permenit suhu
oksimetri nadi , ajarkan relaksasi napas 36,3 ℃ dan SPO₂
dalam , kolabirasi pemberian nebulizer. 97%
Tim Pokja SIKI PPNI (2018) Hasil Implementasi
Suratun (2012), untuk mengatur frekuensi Februari 2021 untuk mengatasi masalah
fungsi diafragma ,mengurangi udara yang dilakukan selama 45 menit dan dilakukan
tertangkap, meningkatkan inflasi alveolar, monitor setiap 15 menit. Pada jam 10.40
Tn.S yaitu bersihan jalan napas tidak Implementasi kedua pada pukul
efektif. Pada jam 10.40 WIB dilakukan 10.45 melakukan pemasangan oksimetri
monitor frekuensi napas didapatkan data nadi didapatkan data subjektif pasien
subjektif Tn.S mengatakan sesak napas mengatakan bersedia dipasang oksimetri
nadi , dan didapatakan data objektif yaitu
dengan data objektif pasien tampak sesak,
SPO2 91%
Implementasi ketiga pada pukul Implementasi ke tujuh pukul
10.50 melakukan relaksasi nafas dalam 11.15 dengan melakukan tekanan, nadi,
didapatkan data subjektif pasien pernapasan, dan suhu tubuh didapatkan
mengatakan bersedia diajarkan relaksasi data subjektif pasien bersedia dimonitor
nafas dalam, data objektif pasien tampak tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
melakukan relaksasi nafas dalam 3 kali tubuh dan didapatkan data objektif
tarikan nafas. tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 105
pukul 10.55 dengan memonitor tekanan permenit, SPO2 93% suhu 36,4℃.
https://ejournal.unib.ac.id diakses