Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

OKSIDATIF STRES dan DIABETES MELITUS PADA SINDROMA METABOLIK


(Salah Satu Syarat Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Sindroma Metabolik)

Dosen Pengampu: Novia Ariesta M.Gz

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
1.Rinjani Ade (1901060001)
Putri
2. Syintia Utami (1901060010)
3. Baiq Elda (1901060020)
Yosditia
4. Frieda Salwa (1901060032)
C.
5. Rizqika (2002010019)
Mahardika
6. Samaniadin (2002010008)

PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS BUMIGORA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN....................................................................................................................2
2.1. Sindroma Metabolik.................................................................................................................2
2.2 Patofisiologi................................................................................................................................2
2.3. Diabetes dan Stres....................................................................................................................3
2.4 Komplikasi Diabetes Melitus....................................................................................................4
2.5 Efek Antioksidan pada Diabetes...............................................................................................6
2.6 Pencegahan.................................................................................................................................6
BAB 3. KESIMPULAN.......................................................................................................................7
BAB 4. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................7

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom metabolik (SM) merupakan kumpulan dari berbagai kelainan yang ditandai
dengan adanya obesitas sentral, dislipidemia, gula darah puasa tinggi, tekanan darah
tinggi, yang mana keadaan ini akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung,
diabetes melitus (DM) dan stroke. Prevalensi SM semakin meningkat hampir di seluruh
belahan dunia seiring dengan meningkatnya kejadian obesitas (kegemukan) maupun
obesitas sentral di masyarakat.3,5 Diperkirakan seseorang dengan sindrom metabolik
selama 5 sampai 10 tahun ke depan berisiko 5 kali lipat untuk terjadinya DM tipe 2 dan
berisiko 2 kali lipat mendapat penyakit kardiovaskular (CVD).

Diabetes melitus merupakan penyakit yang terjadi akibat gangguan metabolisme


karbohidrat yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Penurunan sekresi insulin karena menurunnya fungsi sel beta pankreas secara progresif
yang disebabkan oleh resistensi insulin. Prevalensi DM terus meningkat di banyak
negara termasuk Indonesia. Hal ini terjadi karena ada peningkatan sosial ekonomi di
masyarakat yang berdampak terhadap perilaku dan pola konsumsi tinggi lemak/energi,
rendah serat sehingga obesitas umum maupun obesitas sentral meningkat. Obesitas
merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik seperti
penyakit kardiovaskuler dan DM. Riskesdas 2007 melaporkan, prevalensi DM sebesar
5,7%, obesitas umum 19,1% dan obesitas sentral 18,8%, dan pada Riskesdas 2013
meningkat cukup tajam yaitu DM menjadi 6,9%, obesitas umum pada orang dewasa
rata rata 26,3% (laki laki 19,7% dan perempuan 32,9%), dan obesitas sentral
26,6%.15,16 Berdasarkan data baseline (2011-2012) Studi Kohor Faktor Risiko
Penyakit Tidak Menular di Bogor diketahui prevalensi DM sebesar 8,8%, obesitas
umum 41,3% dan obesitas sentral 38,3%.17 Sindrom metabolik terdiri atas beberapa
komponen yang saling berhubungan, berisiko meningkatkan penyakit degeneratif
seperti DM tipe 2, penyakit jantung koroner dan stroke. Lebih diperparah lagi bila
terdapat secara bersamaan SM dan resistensi insulin akan berisiko 6-7 kali lipat
mendapat penyakit DM.18 Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan komponen sindrom metabolik dengan risiko DM tipe 2 di lima
kelurahan, Kecamatan Bogor Tengah.

1
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui oxydative stress dan diabetes militus pada syndrome metabolik

2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Sindroma Metabolik
Sindroma Metabolik (SM) adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan
darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika
kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang
tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit macrovasculer. Berbagai
organisasi telah memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok studi
setuju bahwa obesitas, resistensi insulin (RI), dislipidemia dan hipertensi merupakan
komponen utama SM. (Grundy,2004)

Sindrom Metabolik secara umum diartikan sebagai memenuhi 3 dari 5 kriteria


meliputi obesitas abdomen, hipertrigliserida, rendah HDL (High-Density Lipoprotein)
kolesterol, hipertensi dan hiperglisemia.1 Sindrom Metabolik ini me- rupakan gangguan
berbagai nilai hasil-hasil me- tabolik yang membawa risiko terhadap Diabetes Mellitus
(DM) tipe 2, dan berbagai penyakit lain- nya (jantung, hipertensi, dan lain-lain) yang
terkait dengan gangguan kadar metabolic. (Bustan, 2007)

2.2 Patofisiologi
a) Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun mekanisme yang jelas
belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya
metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS)
meningkat baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam
sel adipose dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan
disregulasi jaringan adiposa dan merupakan awal patofisiologi terjadinya SM,
hipertensi dan aterosklerosis. (Stocker R, Keaney JF. 2004)
b) Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit antara lain
diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes melitus tipe 2, biasanya
terjadi peningkatan stress oksidatif, terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif
dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel–angiopati
diabetic, dan pusat dari semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang
menginduksi stress oksidatif melalui 3 jalur, yaitu; peningkatan jalur poliol,

3
peningkatan auto–oksidasi glukosa dan peningkatan protein glikosilat. (Ceriello A,
Motz E. 2004)
c) Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat pengambilan glukosa di sel
otot dan sel lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh sel–β pankreas. Stres
oksidatif secara langsung mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan
penting pada patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2 dan aterosklerosis.15 Dari
beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas dapat
menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphatase (NADPH) oksidase dan
penurunan ekspresi enzim antioksidan. (Staels B. 2005)
d) Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik merupakan faktor yang menentukan
terjadinya disfungsi endotel. Resistensi Insulin menyebabkan menurunnya
produksi Nitric Oxide (NO) yang dihasilkan oleh sel–sel endotel, sedangkan
hipertensi menyebabkan disfungsi endotel melalui beberapa cara seperti; secara
kerusakan mekanis, peningkatan sel–sel endotel dalam bentuk radikal bebas,
pengurangan bioavailabilitas NO atau melalui efek proinflamasi pada sel–sel otot
polos vaskuler. Disfungsi endotel ini berhubungan dengan stres oksidatif dan
menyebabkan penyakit kardiovaskuler. (Anwar T. 2008.)

2.3. Diabetes dan Stres


Stres oksidatif adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya peningkatan
produksi radikal bebas atau berkurangnya aktivitas pertahanan antioksidan atau
keduanya. Dalam kaitan dengan kondisi ini dikenal dengan istilah reactive oxygen
species (ROS) dan reactivenitrogen species (RNS). Senyawa tersebut ada yang bersifat
radikal bebas dan ada yang dikatakan sebagai senyawa non-radikal. Disebut dengan
radikal bebas apabilaterdiri dari molekul yang tidak stabil dan bersifat reaktif sehingga
dapat menyerang makromolekul lain seperti lipid, karbohidrat, protein dan asam nukleat.
Hal ini mengakibatkan stres oksidatif dalam spektrum luas baik dalam mekanisme
molekuler maupun seluler dari berbagai penyakit yang ditemukan pada manusia. Kondisi
stres oksidatif yang diinduksi hiperglikemia pada diabetes melitus biasa dikaitkan
dengan peningkatan apoptosis sel endotel secara in vitro dan in vivo yang dibuktikan
dengan berbagai penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan pembentukan radikal
bebas dan penurunan kapasitas antioksidan. Mekanisme ROS dalam membuat kerusakan
jaringan pada kondisi hiperglikemia dipercepat dengan empat mekanisme molekuler

4
penting yaitu aktivasi protein kinase C (PKC), peningkatan jalur heksosamin,
peningkatan produk akhir glikasi (AGE), dan peningkatan jalur poliol. Modifikasi
penggunaan energi oleh sel kanker, antara lain berupa fosforilasi oksidatif mitokondria
dimana beberapa metabolit yang kaya energi seperti laktat, keton dan asam lemak yang
berasal dari stroma tumor dapat ditransfer ke sel-sel kanker yang berdekatan dan dapat
digunakan untuk menghasilkan energi (Zhang & Yang, 2013).

2.4 Komplikasi Diabetes Melitus


Sel endotel merupakan suatu struktur yang melapisi lumen internal semua
pembuluh darah dan berfungsi sebagai penghubung antara darah dalam sirkulasi dan
vascular smooth muscle cells (VSMC). Struktur dinamik ini dapat secara aktif mengatur
irama vaskular basal dan reaktivitas vaskular dalam kondisi fisiologis dan patologi.
Endotel berfungsi untuk memelihara homeostasis vaskuler melalui suatu proses yang
kompleks dan melibatkan berbagai mediator vasoaktif. Adanya gangguan keseimbangan
ini mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan menyebabkan kerusakan pada
dinding arteri. Faktor turunan sel endothelial seperti nitric oxide (NO), endothelin-1 (ET-
1), angiotensin II, protacyclin, and endothelial-derived hyperpolarizing factor (EDHF)
juga merupakan mediator penting baik dalam meregulasi tonus vaskular, keenceran
darah dan koagulasi, juga terhadap pembatasan proliferasi dan inflamasi sel otot polos/
VSMC. Disfungsi endotel dalam keadaan basal atau setelah aktivasi mungkin
merupakan faktor penting dan awal dalam perkembangan penyakit mikro dan
makrovaskular pada diabetes.

Komplikasi diabetes melitus dapat muncul akibat adanya perubahan metabolik


yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural dan fungsional dari makromolekul
yang ada di dalam tubuh. Komplikasi ini bisa berupa retinopati diabetikum, nefropati,
neuropati, kardiomiopati dan komplikasi makroangiopati seperti aterosklerosis.
Komplikasi ini juga dianggap sebagai penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas
pada pasien diabetes melitus. Faktor utama yang menyebabkan gangguan biokimia
iniantara lain dislipoproteinemia, stres oksidatif dan inflamasi. Di lain pihak, faktor
klinis tambahan yang mungkin berkontribusi antara lain adalah hipertensi, obesitas
viseral, resistensi insulin, hiperlipidemia postprandial, hiperglikemia puasa dan
postprandial. Peningkatan semua faktor tersebut pada kondisi diabetes melitusakan
secara kolektif berkontribusi terhadap resistensi insulin dan disfungsi endotel lebih
lanjut.

5
Sejumlah komplikasi yang timbul sebagai konsekuensi gangguan vaskuler akibat
diabetes seperti disebutkan diatas pada dasarnya akan berefek pada rusaknya jaringan
karena sel endotel (juga sel mesangial dan Schwann ginjal) dan juga sel lainnya yang
tidak dapat membatasi transpor glukosa ditambah dengan stress oksidatif yang terjadi.
Kerusakan akibat gangguan proses metabolisme ini sering dihubungkan dengan
perubahan fungsi yang permanen dan ireversibel dari suatu sel, terutama yang
berhubungan dengan sistem vaskular yang mengarah pada gangguan klinis pada mata,
ginjal dan sistem syaraf. Penyebab paling umum kondisi tersebut adalah aterosklerotik
atau plak kolesterol yang prosesnya dipercepat pada diabetes mellitus.

Cara stres oksidatif ikut berkontribusi terhadap disfungsi endotel adalah melalui
Diabetes Melitus Antioksidan aktivasi protein kinase C, poliol, hexosamine dan jalur
nuclear factor kappa B (NFkB), melalui peningkatan dimethylarginine asimetris dan
produk AGE. Nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu senyawa yang menjamin
elastisitas tonus vaskuler diproduksi dari L-arginin dan molekul oksigen (O2) melalui
suatu proses ‘coupled’ oleh endothelial nitric oxide synthase (eNOS) yang melibatkan
nicotinamide adenine dinucleotide fosfat (NADPH) dantetrahydrobiopterin (BH4). Pada
penderita diabetes melitus, terjadi peningkatkan ketidakseimbangan redoks
(akibatpeningkatan NADH / NADPH) dan ketersediaan BH4 yang
menurun(akibatoksidasi) sehingga menyebabkan proses 'uncoupling' dari produksi NO
di atas. Sebagai akibatnya, kondisi ini akan menyebabkan terjaditransfer elektron dari
O2 ke bentuk superoksida (O-). Superoksida yang terbentuk pada gilirannya akan
bereaksi dan mengkonsumsi NO, membentuk spesies radikal lain yaitu oksidan
peroxynitrite (OONO) yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif dan disfungsi
endotel lebih lanjut.

Disfungsi syaraf juga dapat berkembang sebagai komplikasi lain dari pasien
diabetes melitus. Berbagai penelitian yang telah dilakukan mendukung anggapan bahwa
stres oksidatif adalah pemicu biokimia untuk disfungsi saraf skiatik dan berkurangnya
aliran darah endoneurial pada tikus diabetes. Disamping itu, glutathione dan aktifitas
glutathione peroksidase juga berkurang pada saraf skiatik tikus diabetes serta jumlah
vitamin E yang lebih rendah dibandingkan dengan hewan kontrol juga ditemukan pada
tikus ini. Produk peroksidasi lipid seperti malondialdehydes juga meningkat pada
penderita diabetes saraf skiatik. Pengobatan tikus diabetes dengan insulin atau
antioksidan dikaitkan dengan perbaikan fungsi saraf pada kondisi hiperglikemia.

6
2.5 Efek Antioksidan pada Diabetes
Pemberian antioksidan merupakan usaha menghambat produksi radikal bebas
intraseluler atau meningkatkan kemampuan enzim pertahanan terhadap radikal bebas
guna mencegah munculnya stres oksidatif dan komplikasi vaskular terkait diabetes.
Berbagai macam suplemen yang mengandung antioksidan danatau faktor yang dapat
meningkatkan produksi nitrit oksida (NO) berpotensi untuk memperbaiki disfungsi
endotel dan fungsi mitokondria dalam sel, serta menurunkan aktifitas dari enzim
NAD(P)H oksidase. Dalam kasus komplikasi makrovaskular/ mikrovaskularpada
penderita diabetes melitus, terapi antioksidan bermanfaat apabila diberikan bersamaan
dengan terapi untuk mengendalikan tekanan darah, kondisi dislipidemia, dan kontrol
kadar glukosa secara optimal.

Jenis antioksidan berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi antioksidan alami/


endogen dan antioksidan eksogen. Termasuk dalam jenis antioksidan alami yaitu
antioksidan enzimatik seperti tembaga, seng, mangan superoksida dismutase, peroksidase
gluthatione, gluthathione reduktase, dan katalase, sedangkan jenis antioksidan non-
enzimatik contohnya yaitu glutathione, ubichinol, selenium, asam lipoat, dan lain-lain.
Sumber antioksidan lain (antioksidan eksogen) yang sudah banyak diteliti contohnya
yaitu asam askorbat (vitamin C) dan tocopherol (vitamin E). Kedua jenis vitamin ini bisa
didapatkan dari sayuran dan buah selain komposisi lain yang terdapat didalamnya seperti
polifenol, asam fenolik, dan flavonoid yang juga dapat berfungsi sebagai antioksidan. Hal
ini juga didukung dengan hasil penelitian Montonen, et.al (2004) yang menunjukkan
bahwa adanya pemberian asupan vitamin E pada 4000 subjek non-diabetes selama 23
tahun memberikan hasil yang signifikan terkait penurunan risiko DMT2. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Jacob, et.al (1999) pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang
diberikan asam lipoat secara oral meningkatkan hasil yang signifikan dalam
meningkatkan proses penyerapan glukosa yang diperantarai insulin dibandingkan dengan
kelompok kontrol.

2.6 Pencegahan
Pencegahan diabetes difokuskan pada pengendalian berat badan, olah raga dan
makan sehat. Bentuk pengendalian ini dilakukan dengan menurunkan berat badan sedikit
(5-7 % dari total berat badan) disertai dengan 30 menit kegiatan fisik/olahraga 5 hari per
minggu, sambil makan secukupnya yang sehat. Selain itu untuk identifikasi diri terhadap

7
resiko diabetes, maka setiap orang mulai berusia 45 tahun, terutama untuk yang memiliki
berat badan berlebih, seharusnya melakukan uji diabetes.

BAB 3. KESIMPULAN

Diabetes melitus banyak dikenal sebagai salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah global karena insidensinya setiap tahun yang terus meningkat di seluruh dunia. Kondisi
hiperglikemia pada diabetes melitus mempunyai efek yang sangat berpengaruh pada endotel
pembuluh darahakibat adanya proses auto-oksidasi glukosa dalam membentuk radikal bebas
yang pada akhirnya akan menghasilkan disfungsi makro dan mikrovaskular. Kondisi inilah yang
selanjutnya akan menimbulkan komplikasi yang selanjutnya akan meningkatkan angka
morbiditas maupun mortalitas pada penderita diabetes melitus. Penggunaan antioksidanpada
penderita diabetes melitus ternyata diketahui efektif dalam mengurangi munculnya komplikasi
yang timbul. Hal ini didukung dengan berbagai penelitian yang membuktikan manfaat
antioksidan terkait proses patologi dari diabetes mellitus akibat kondisi stres oksidatif. Pada
masa yang akan datang, keamanan dan keefektifan suplemen atau makanan yang mengandung
antioksidan dalam upaya mengatasi kondisi diabetes tetap harus dibuktikan lebih lanjut.

SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan dari pembahasan pada makalah ini, maka penulis
menyarankan untuk makalah yang telah disusun ini dapat digunakan atau dijadikan
referensi dalam pembelajaran pada materi mata kuliah Sindrom Metabolik dan mengingat
keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk
mendapat pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk
membaca literatur-literatur yang telah dilampirkan. Dengan demikian pula diharapkan
adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, agar makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang oksidatif stres dan diabetes militus pada matakuliah
Sindrom Metabolik.

8
BAB 4. DAFTAR PUSTAKA

Dita Sukmaya Prawitasari, 2019. Diabetes Melitus dan Antioksidan. Fakultas Kedokteran,
Universitas Surabaya.

Baynest HW, 2015; 6(5). Classification, Pathophysiology, Diagnosis and Management


Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes & Metabolis.

Tiwuk Susantiningsih, 2015. Obesitas Dan Stres Oksidatif, Fakultas Kedokteran, Lampung.

Ceriello A and Testa R, 2009 Antioxidant Anti-Inflammatory Treatment in Type 2 Diabetes.


Diabetes Care.

Susantiningsih T. 2012. Biokimia stres Oksidatif dan Prosedur Laboratorium. Bandar


Lampung. Aura Publishing Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai