Anda di halaman 1dari 3

MITOS SUPLEMEN, PROTEIN DAN SUPLEMEN

UNTUK ATLET
(Rizqika Mahardika –
2002010019)

Dalam praktek sehari-hari banyak para atlet dan pelatih yang kurang memahami
tentang ilmu gizi olahraga. Banyak yang meyakini tentang berbagai mitos makanan dan
minuman yang apabila dikonsumsi akan memberikan kekuatan luar biasa. Salah satu
dampaknya, penggunaan suplemen makanan untuk atlet pun meluas. Suplemen dianggap
dapat meningkatkan prestasi atau penampilan atlet karena bermanfaat dalam mempercepat
proses adaptasi terhadap beban latihan, meningkatkan penyediaan energi, latihan menjadi
lebih konsisten dan intensif dikarenakan mendorong masa pemulihan diantara sesi latihan
lebih cepat, mempertahankan kesehatan yang baik, mengurangi masa latihan yang disebabkan
oleh kelelahan yang berkepanjangan, penyakit atau cidera. Namun sayangnya, hanya sedikit
dari produk-produk tersebut yang didukung oleh dasar penelitian yang dapat di
pertanggungjawabkan. Umumnya atlet yang biasa menggunakan suplemen beranggapan bahwa
sedikit sudah baik, kalau banyak tentu akan lebih baik lagi. Dalam hal ini mereka tidak cukup
mengetahui tentang bagaimana vitamin bekerja dan bereaksi di dalam tubuh. Vitamin kalau
dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan toksis. Misalnya, vitamin B6 yang dikonsumsi
lebih dari 1,0 g per hari dalam jangka berbulan-bulan dapat berakibat hilang koordinasi otot dan
paralysis. Terlalu banyak vitamin C (lebih dari 1 g per hari) dapat menyebabkan masalah pada
pencernaan, batu ginjal, dan diare.
Makanan yang sering di nasihatkan oleh pelatih untuk lebih banyak dikonsumsi agar
meningkatkan prestasi adalah protein. Mitos yang sering diyakini yaitu “makan daging rusa
supaya lebih cepat larinya, makan daging kambing supaya lebih tinggi meloncatnya, dan
makan daging sapi jantan agar lebih kuat membanting lawannya”. Protein bermanfaat dalam
membantu membangun massa otot dan meningkatkan perbaikan otot. Hasil penelitian
menunjukkan output kekuatan tinggi dari otot-otot, seperti pada pelari dan atlet angkat besi,
membutuhkan protein ekstra untuk menjamin pemeliharaan otot. Protein bukan merupakan
substrat penghasil energi yang bermakna selama olahraga karena hanya 10%-35% dari total
energi yang dibutuhkan. Kebutuhan protein untuk atlet berkisar antara 1,2-1,7 gr/kgBB/hari
dengan maksimal 2 gr/kgBB/hari. Kebutuhan protein ini biasanya sudah dapat dipenuhi oleh
atlet melalui makanan tinggi kalori. Jika protein yang dikonsumsi lebih banyak dari yang
dibutuhkan, maka kelebihan protein disimpan dalam bentuk lemak badan. Dengan kata lain
badan menjadi gemuk, bukan otot yang bertambah besar. Pada metabolisme protein,
dikeluarkan bahan sisa yang bersifat toksik yaitu ammonia dan urea. Kedua bahan sisa ini
harus dikeluarkan dari tubuh di dalam urine. Jika protein yang dikonsumsi terlalu banyak,
maka atlet akan lebih banyak kencing untuk mengeluarkan bahan toksis tsb, sehingga ginjal
akan bekerja lebih keras demikian pula hati untuk menormalkan bahan toksis yang t ersisa di
dalam tubuh. Selain itu bersama urine akan keluar pula potassium dan mineral lainnya.
Sehingga atlet akan beresiko terhadap dehidrasi, dan kekurangan zat-zat mineral, dan
menurun performa atlet.
Penggunaan energy drink atau sports drinks sering sekali diiklankan, diyakini bahwa
minuman ini lebih cepat masuk ke dalam peredaran daran daripada air biasa untuk segera
dapat menyediakan energi. Hasil penelitian membuktikan malah sebaliknya. Sport drink
masuk ke dalam peredaran darah lebih lambat daripada air biasa. Jadi sesungguhnya yang
dibutuhkan atlet adalah air, air dan lebih banyak air bukan sport drink. Sports drinks
mengandung gula artifisial sebagai pemanis, dan yang mengandung natrium dan kalium
berlebih akan mengganggu kontraksi otot sehingga terjadi kejang otot atau cramp otot. Selain
itu, konsumsi natrium yang berlebihan mempunyai risiko terjadinya hipertensi pada atlet.
Sesungguhnya, prestasi yang dicapai seorang atlet sangat ditentukan oleh latihan,
fasilitas olahraga, konsumsi makanan gizi seimbang sehari-hari, kemampuan, sikap, mental,
cukup tidur, dan lingkungan yang mendukung. Penggunaan suplemen makanan hanya
dibutuhkan pada atlet yang:
1. Pola makannya tidak teratur, sehingga makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi

kebutuhan gizi atlet.


2. Banyak mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi
3. Tidak suka mengonsumsi sayur dan buah
4. Berusia lebih dari 50 tahun
5. Mengalami gangguan jantung atau pembuluh vena
6. Baru sembuh dari sakit
7. Atlet wanita yang sedang menstruasi
8. Ada gangguan fungsi hati, pencernaan
9. Melakukan beban latihan terlalu berat.

Kesimpulan yang dapat ditarik ialah, Beberapa makanan tertentu dianggap dapat
memberikan kekuatan yang luar biasa, dan sebaliknya beberapa makanan harus dibatasi.
untuk meningkatkan prestasi atlet harus mempunyai kesempatan belajar tentang makanan,
gizi dan kesehatan, serta mempraktekkannya sehingga terbentuk perilaku sehari.
Sumber :
Husaini MA (2000). Mitos makanan dan minuman untuk atlet. Dalam Pedoman pelatihan
gizi olahraga untuk prestasi. Bogor: Puslitbang Gizi.
https://docplayer.info/34314729-Pedoman-pelatihan-gizi-olahraga-untuk-
prestasi.html
Kemenkes RI (2013). BAB V Suplemen makanan pada atlet. Dalam Pedoman gizi
olahraga prestasi. Jakarta: Kemenkes RI. Hal: 36-39.
https://www.coursehero.com/file/106590869/08-Kemenkes-2014pdf/

Anda mungkin juga menyukai