Anda di halaman 1dari 24

SUMBER:

No 1:

Asupan Gizi dan Atlet. By : Nur Handayani, SKM. 2019

PERAN NUTRISI BAGI OLAHRAGAWAN Oleh: Sigit Nugroho. 2019

Peranan Gizi bagi Olahragawan Martinova Sari Panggabean Medical Executive PT. Kalbe Farma Tbk.,
Medan, Indonesia. vol. 47 no. 1 th. 2020

No 2 :

Maughan RJ, Burke LM, Dvorak J, Larson-Meyer DE, Peeling P, Phillips SM et al, 2018, IOC Consensus
Statement: Dietary Supplements And The Highperformance Athlete, Br J Sports Med ;52:439–455.
doi:10.1136/bjsports-2018-099027

WORLD ANTI-DOPING CODE, 2021, International Standard Prohibited List

No 3 :

The Application of DOMS Mechanism and Prevention in Physical Education and Training. Journal of
Healthcare Engineering Volume 2022. Cong Zeng et al

Advances in Delayed-Onset Muscle Soreness (DOMS): Part I: Pathogenesis and Diagnostics Sportverl
Sportschad 2018. Georg Thieme Verlag KG. NCBI

LO

1. faktor nutrisi makanan, usia, dan gender?

2. pengaruh obat2 an dalam olahraga misalnya doping?

3. apa itu DOMS mekanisme terjadinya, tatalaksananya?

Jawaban :

1. Factor nutrisi, usia, gender :


A. NUTRISI

erikut zat gizi yang diperlukan atlet sebagai asupan :

 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber tenaga bagi atlet. Zat ini disimpan dalam bentuk glikogen didalam
otot. Otot biasanya dapat menyimpan glikogen selama 60-90 menit (untuk olahraga dengan
intensitas tinggi).  Karbohidrat dicerna dalam tubuh kurang lebih 1-3 jam. Atlet harus mengkonsumsi
karbohidrat 60 – 70% total energi. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar dalam bentuk
karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (< 10 %).
Menurut Soekarman (1987) karbohidrat di bagi menjadi 3 macam yaitu: a) Monosakarida (glukosa
dan fruktosa), b) Disakarida ( sukrosa dan maltosa), c) Polysakarida (tepung dan glikogen). Semua
macam karbohidrat sebelum diserap akan dijadikan glukosa. Beberapa banyak karbohidrat yang
dimakan tergantung dari beratnya latihan. Apabila asupan karbohidrat kurang akan berdampak pada
kelelahan otot. Dan ini akan mengganggu performa atlet. Contoh makanan tinggi karbohidrat seperti
sereal , roti , pasta , nasi , buah-buahan , sayuran dan kacang-kacangan.
 Protein

Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel


darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-
jaringan badan lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein
tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila
karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya,
kurang lebih 15% dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein. Begitu pentingnya protein,
atlet akan disarankan untuk mengkonsumsi makanan protein berkualitas tinggi seperti pada daging
ayam, sapi, ikan, telur, produk susu, kacang juga biji-bijian.

 Lemak

Lemak dibutuhkan sebagai sumber energy yang berjangka waktu lama, missal untuk olahraga lari
marathon. Pemilihan makanan berlemak tidak boleh sembarangan. Sebelum dan selama latihan
tidak dianjurkan mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Hal ini dikarenakan lemaka akan lama
dicerna dan memiliki waktu tinggal lama didalam perut.

 Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat
gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat
mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C)
meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Penelitian menunjukkan bahwa deplesi
besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya performance latihan. Tambahan beberapa
vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A,
B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F.

 Air dan serat

Air dalam tubuh merupakan komponen terbesar dimana proporsinya mencapai 60-70% berat badan
orang dewasa. Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan seperti marathon atau jalan cepat
harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan dehidrasi, gangguan keseimbangan air dan
elektrolit serta pengaturan suhu tubuh dapat menimbulkan kelelahan dan membahayakan.
Kehilangan air yang melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat mengganggu penampilan atlet.
Dehidrasi berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat dan mengarah ke
heat stroke serta dapat berakibat fatal. Karena itu para atlet khususnya yang melakukan kegiatan
endurance harus menyadari pentingnya minum cairan selama latihan maupun sesudahnya,
walaupun belum terasa haus. Serat makanan penting untuk memelihara fungsi normal dari saluran
cerna. Serat makanan yang tinggi bisa di dapat dari sayuran, buahan, grain dan kacang-kacangan.
Asupan gizi yang dikonsumsi atlet hendaknya selalu dikonsultasikan dengan pakar gizi sehingga
asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh bisa memenuhi kebutuhan sebagai atlet sesuai dengan
bidang olahraga yang ditekuni. Atlet sangat dianjurkan untuk tidak memilih makanan sembarangan
supaya performanya bagus. Ada beberapa makanan dan minuman yang perlu dihindari atlet dalam
pemenuhan asupan gizi :

 Alkohol
Alkohol dapat menghambat kebugaran fisik mereka dalam beberapa cara. Minuman keras juga bisa
memperlambat pemulihan otot, mengganggu keterampilan motorik, dan menurunkan kekuatan
serta kecepatan mereka. Alkohol juga dapat menekan sistem kekebalan tubuh.

 Makanan tanpa mengandung protein

Atlet sangat membutuhkan protein. Menurut Jim White RD, exercise physiologist protein digunakan
untuk memperbaiki dan memperkuat jaringan otot. Masih menurutnya, kandungan protein dalam
tubuh harus dijaga karena bertujuan untuk menjaga kecukupan energi, keseimbangan, membantu
menurunkan tingkat gula darah, dan meningkatkan rasa kenyang.

 Produk minuman olahraga

Atlet sering menghindari produk minuman olahraga yang biasanya ada kandungan elektrolitnya,
karena ternyata didalam minuman tersebut mengandung banyak gula sebanyak 34 gram. Tentu hal
ini perlu dihindari karena akan menambah berat badan atlet.

 Sup kaleng

Dalam makanan kemasan seperti sup kaleng, banyak mengandung natrium. Makanan ini perlu
dihindari oleh atlet. Atlet memang membutuhkan natrium tetapi bila dalam jumlah yang tinggi akan
menyebabkan tekanan darah tinggi.

 Sereal

Atlet disarankan untuk tidak mengkonsumsi sereal. Pada jenis makanan ini mengandung gula yang
sangat tinggi sehingga akan menambah kalori dalam tubuh.

 Minyak kelapa

Dalam satu sendok makan minyak kelapa mengandung 120 kalori. Meski dinilai sehat, akan tetapi
konsumsi minyak kelapa tetap harus dijaga. Kalau tidak, kalori akan tertimbun dalam tubuh dan
meski atlet berolahraga, bukan tidak mungkin kalori akan berubah jadi lemak jahat.

 Protein bar

Protein bar yang ada dipasaran mengandung gula yang cukup tinggi. Disarankan jika ingin makan
protein bar, pilih yang jumlah kalorinya 300 sampai 400 dan jumlah protein 15 sampai 20 gram.
Jumlah karbohidratnya pun harus diperhitungkan karena karbohidrat justru diperlukan tubuh untuk
energi tubuh.

 Frozen yoghurt

Jenis makanan ini rendah lemak, akan tetapi kandungan gula nya tinggi. Nah, apabila dikonsumsi
bersamaan dengan karbohidrat bisa jadi gula darah kita menjadi tinggi. Karena karbohidrat dalam
tubuh diubah menjadi glukosa. Bila akan mengkonsumsi yoghurt, disarankan yang plain yoghurt.
PENGGUNAAN ZAT GIZI

Pada metabolisme anaerobik aliran darah belum cukup memberikan suplai oksigen ke otot, energi
didapat terutama dari karbohidrat. Suplai energi awal berasal dari proses katabolisme anaerobik
adenosin trifosfat (ATP) yang terdapat di dalam otot. Terjadinya kontraksi otot akibat adanya energi
yang diperoleh dari perubahan ATP menjadi ADP (ATP ADP + pelepasan energi). Energi selanjutnya
diperoleh dari penguraian kreatin fosfat yang dengan cepat dapat menghasilkan ATP, namun
simpanan kreatin sangat terbatas sehingga energi yang dihasilkan hanya untuk beberapa detik saja.
Energi anaerobik terbanyak didapat dari perubahan karbohidrat menjadi asam laktat.

Pada metabolisme aerobik energi didapat terutama dari karbohidrat dan lemak. Energi yang berasal
dari proses aerobik mula-mula berasal dari penguraian glikogen otot. Latihan berat memerlukan
cadangan karbohidrat (glikogen) dan deplesi glikogen akan menuju kearah kelelahan. Karbohidrat
penting untuk endurance. Atlet dengan latihan berat, memerlukan energi expenditure 2 – 3 kali
lebih besar dari individu yang tidak berlatih. Besar kebutuhan energi tergantung dari tiga area energi
yang dikeluarkan yaitu: basal metabolisme rate + spesifik dinamik action + aktivitas fisik. Dalam
latihan perlu energi seimbang yaitu jumlah energi yang masuk sama dengan besarnya jumlah energi
yang dikeluarkan. Seseorang akan dapat berprestasi maksimal apabila keseimbangan zat gizi ini
dapat selalu terkontrol. Dalam diet yang baik, tidak hanya pemasukan energi yang diperhitungkan,
tetapi proporsi karbohidrat, lemak dan protein dalam taraf yang mencukupi merupakan hal yang
pokok dan jika terjadi kekurangan atau ketidak seimbangan pada salah satu di antara ketiganya,
prestasi dan kesehatan atlet menjadi tidak optimal (Yessis dan Trubo, 1993).

KEBUTUHAN ZAT GIZI

Kebutuhan gizi harian atlet berubah-ubah, tergantung pada intensitas latihannya. Menu makanan
harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25% dan protein sebanyak 10 – 15%
dari total kebutuhan energi seorang atlet.

Karbohidrat  Menurut William (1991) Karbohidrat adalah sumber energi dasar yang
memungkinkan otot tetap bekerja. Atlet harus mengkonsumsi karbohidrat 60 – 70% total energi.
Karbohidrat dalam makanan sebagian besar dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan
karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (< 10 %). Menurut Soekarman (1987) karbohidrat di
bagi mencadi 3 macam yaitu: a) Monosakarida (glukosa dan fruktosa), b) Disakarida ( sukrosa dan
maltosa), c) Polysakarida (tepung dan glikogen). Semua macam karbohidrat sebelum diserap akan
dijadkan glukosa. Beberapa banyak karbohidrat yang dimakan tergantung dari beratnya latihan.
Pada umumnya kebutuhan kalori akan dicukupi oleh makanan dengan perbandingan sebagi berikut:
protein 15 %, lemak 30% dan karbohidrat 55%.

Lemak  Lemak didalam tubuh berupa triglikerida, asam lemak (fatty acid) dan kolesterol. Lemak
disimpan berujud trigliserid. Lemak merupakan sumber energi yang paling efisien, semakin terlatih
seseorang maka semakin banyak lemak yang dimanfaatkan sehingga glikogen lebih dihemat. Orang
yang terlatih biasanya banyak menggunakan aerob karena hemoglobinya lebih banyak, kapasitas
pernafasnya lebih besar. Lemak hanya bisa dimetaboliser dengan aerob karena miskin oksigen. Disel
otot ada kandungan lemak tapi yg paling banyak di sel lemak letaknya dibawah kulit dan disekitar
organ-organ dalam (jantung, usus). Sel lemak bisa bertambah dan menjadi besar kalau sudah terlalu
besar maka kemampuan tubuh utk memenuhinya lebih banyak. Jumlah lemak dalam makanan yang
dibutuhkan seorang atlet berkisar antara 20– 30% dari total energi. Asam lemak esensial harus
terdapat di dalam diet, sementara lemak jenuh harus direstriksi tidak lebih dari 10% intake energi.
Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi terutama pada olahraga dengan intensitas
sedang dalam waktu lama, misalnya olahraga endurance (Soekarman,1987).

Protein  Protein tidak memiliki dampak besar terhadap energi, tetapi diet atlet harus cukup
protein yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan otot, jika kurang akan merugikan
kegiatan otot. Jumlah protein yang dianjurkan pada atlet untuk membentuk kekuatan otot dan
kecepatan sebesar 1,2 – 1,7 g/kgBB/hari, untuk endurance/ketahanan dianjurkan 1,2 –1,4 g/ kg
BB/hari. Pada latihan intensitas rendah protein diperlukan 1,4 - 2 g /kg BB, latihan berat sebesar 2 g/
kg bb BB/hari. dan saat latihan intensif diperlukan 2,2 - 2,9 gr/kg BB. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa protein hewani dan nabati harus diberikan dalam jumlah kurang lebih sama
(Yessis dan Trubo, 1993). Menurut Soekarman (1987) otot terdiri dari banyak protein maka
diperlukan banyak sekali protein apabila ingin memperbesar otot. Kebutuhan protein untuk
seseorang sudah cukup dengan 1 gr/kg berat badan. Jadi kalau beratnya 60kg cukup dengan protein
60 gr sehari-hainya. Untuk atlet memang dibutuhkan lebih banyak yaitu 2 gr/kg berat badan. Kalau
seseorang atlet beratnya 60 kg dia harus mendapatkan protein 120 gr seharinya. Protein bukan
merupakan bahan untuk pembuatan energi. Memang kadang-kadang terjadi proein digunakan untuk
energi, tetapi hal ini terjadi kalau lemak dan karbohirat sudah habis.

Kebutuhan vitamin dan mineral  Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam
mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada
keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama
vitamin yang larut air (vit. B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi.
Penelitian menunjukkan bahwa deplesi besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya
performance latihan. Tambahan beberapa vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam
kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A, B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg,
Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F (Clark, 1996).

Air dan Serat  Makanan Air dalam tubuh merupakan komponen terbesar dimana proporsinya
mencapai 60-70% berat badan orang dewasa. Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan
seperti maraton atau jalan cepat harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan dehidrasi,
gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta pengaturan suhu tubuh dapat menimbulkan
kelelahan dan membahayakan. Kehilangan air yang melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat
mengganggu penampilan atlet. Dehidrasi berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur
tubuh meningkat dan mengarah ke heat stroke serta dapat berakibat fatal. Karena itu para atlet
khususnya yang melakukan kegiatan endurance harus menyadari pentingnya minum cairan selama
latihan maupun sesudahnya, walaupun belum terasa haus. Serat makanan penting untuk
memelihara fungsi normal dari saluran cerna. Serat makanan yang tinggi bisa di dapat dari sayuran,
buahan, grain dan kacang-kacangan (William, 1991).

TAHAPAN PEMBERIAN ZAT GIZI UNTUK OLAHRAGAWAN

Kebutuhan kalori dalam satu hari sangat tergantung dari jenis olahraga. Menurut Purba (2006)
setiap cabang olahraga pada waktu latihan/bertanding mempunyai intensitas dan lamanya berbeda-
beda. Cabang olahraga dapat dikelompokkan menjadi: olahraga ringan (menembak, golf, bowling
dan panahan), olahraga sedang (atletik, bulutangkis, bola basket, dan soft ball), olahraga berat
( renang, tinju, gulat, kempo, judo, dan karate) dan olahraga berat sekali (balab sepeda jarak jauh
130 km, angkat besi, maraton rowing). Kebutuhan kalori dapat dihitung berdasarkan kelompok-
kelompok cabang olahraga dan dihitung berdasarkan tabel berikut ini.
Ada beberapa tahapan pemberian zat gizi untuk atlet, sebagai berikut: pemberian zat gizi pada masa
waktu dipusat latihan, dekat masa pertandingan, hari-hari pertandingan dan makanan sesudah
pertandingan (Purba, 2006)

Waktu di Pusat Latihan

Selama latihan penatalaksanaan diit sebenarnya harus disesuaikan secara individual apalagi untuk
olahragawan pemegang piala dunia. Memang sering tidak mungkin dilakukan karena menghadapi
serombongan olahragawan dari berbagai daerah dengan berbagai cita rasa dan kebiasaan makan.
Pada hari-hari laihan makan sebaknya tak kurang 3 kali sehari dengan catatan makan pagi juga harus
cukup. Waktu makan biasanya disesuaikan dengan waktu latihan. Namun waktuwaktu makan yang
biasa dapat dipertahankan apabila latihan tidak berturut-turut da waktu latihan memungkinkan,
misalnya bila waktu latihan ilakukan hanya sekali sehari. Tetapi dengan meningkatnya frekuensi
latihan menjadi 2-3 kali sehari, atau bagi olahraga yang memerlukan waktu latihan yang lama dan
melelahkan sekali ( exhausting ) maka disarankan 4-6 kali makan sehari dalam porsi yang lebih kecil.
Dua jam sebelum latihan janganlah makan banyak-banyak. Pada permulaan masa latihan 0-2 bulan,
dianjurkan protein cukup tinggi terutama bagi mereka yang memilih cabang olahraga yang
mengharapkan perkembangan otot (muscle mass) yang banyak, mengingat seringnya olahragawan
masuk pusat latihan dalam keadaan gizi yang belum memuaskan. Minum haus cukup, jumlah cairan
total kurang lebih 2 liter sehari apabila bila banyak keringattelah keluar pada hari-hari panas dan
latihan yang intensif. Pada pengeluaran keringat banyak, bak ditambahkan garam dapur atau cairan
garam elektrolit. Minum sari buah, kuah sop atau kaldu. Dalam pemberian selain cairan juga vitamin-
vitamin dan mineral. Pada wanita terutama harus ditambah zat besi sehingga penggunaan sehari 20
mg. Teh manis hangat sangat efekif untuk mengurangi rasa haus. Minum harus diberikan sedikit
demi sedikit, tak lebih dari 1- 2 gelas tiap kali minum. Meminumnya juga harus lambat-lambat.
Contoh menu untuk serombongan olahragawan yang sudah masuk pusat latihan (dalam 1-2 bulan
pertama) olahraga sedang, usia 20-39 tahun BBI rata-rata 55 kg.

Kebutuhan energi : 55 x 46 kalori/hari = 2530 kalori/hari Protein : 1/8 x 2530 = 316.3 kalori = 79.1
gram Lemak : 2/8 x 2530 = 632.6 kalori = 70.3 gram Hidrat arang : 5/8 x 2530 = 1581 kalori = 395.4
gram

Kebutuhan bahan makanan sehari:

Dekat Masa Pertandingan

Bagi olahraga berat yang memerlukan waktu latihan yang lama sebaiknya diadakan persiapan
sebagai berikut:

a. Seminggu sebelum pertandingan otot-otot yang akan digunakan diberi latihan yang melelahkan
sekali. Makanannya hampir seluruhnya terdiri dari lemak, protein, (tinggi lemak dan protein).
Diberikan selama 3 hari berturut-turut sehingga glycogen otot rendah sekali. Pada hari yang
keempat sampai waktu pertandingan tiba diberikan makanan tinggi hidrat arang.
b. Untuk semua macam caang olahraga berlaku 2 hari sebelum pertandingan diberikan makanan
yang : • mengandung lebih banyak hidrat arang daripada sebelumnya (tinggi hidat arang) dan
rendah protein dan lemak disertai banyak istirahat • mudah dicerna, tidak banyak serat • tidak
merangsang • tiga jam sebelum pertandingan dapat diberikan kaldu air garam elektrolit (oralit)
untuk menutupi kebutuhan garam dapur. Cairan diberikan tiap jam sekali sampai terakhir kurang
lebih 1 jam sebelum pertandingan dimulai. Dilarang kopi, cola-cola atau minuman beralkohol.

Untuk golongan ini satu minggu sebelum pertandingan dilakukan maka makanannya tinggi protein
dan tinggi lemak dan rendah hidrat arang tetapi yang masih dapat diterima lidah rata-rata orang
Indonesia dan diberikan selama 3 hari. Kebutuhan enersi sehari: 60 x 54 = 3240 Kalori/hari.

Hari-hari pertandingan

Pada hari-hari pertandingan dimana tujuan utama adalah mencapai prestasi setinggi mungkin maka
baik dalam menyusun menu diingat akan tekanan batin (emotional stress) yang mugkin dialami
olahragawan pada hari pertandingan. Olahragawan mungkin mengalami keluhan sakit perut, mual,
muntah atau diare. Hidangan yang dimakan terlalu dekat dengan latihan mungkin akan sukar
dicernakan karena kebingungan (anxiety) selain itu perut yang penuh dapat mengganggu
penampilan fisik, maka diambil jarak 3 jam antara waktu makan dan aktu dimulainya pertandingan.
Makanannyapun harus yang : - mudah dicerna, tidakbanyak serat - tidak merangsang - tinggi hidrat
arang - cukup cairan minum dan mineral - dilarang meminum kopi, cola-cola, minuman beralkohol
atau mengandung zat asam arang (CO2) Umumnya berlaku juga ketentuan-ketentuan yang sama
seperti untuk masa latihan. Waktu makan harus disesuaikan dengan program pertandingan.
Sebetulnya tidak ada menu khusus untuk karate, sepak bola, renang, balap sepeda, dan sebagainya.
Tetapi ada perbedaan dalam pengaturan makan untuk olahraga dimana dilakukan kerja otot untuk
waktu yang singkat (seperti misalnya sprint), dibanding dengan pertandingan yang memerlukan
waktu lebih lama dalam tim atau perseorangan di mana diperlukan daya tahan yang baik. Untuk
olahraga tim (sepak bola, voli, dan sebagainya) dan olahraga perorangan yang lama dilakukan antara
lain: kano, maraton, mendayung, tenis dan sebagainya) secara umum berlaku ketentuan-ketentuan
seperti berikut : misalnya pertandingan dilakukan sore maka:

a. Pagi, sarapan ang mudah dicerna

b. Snack pagi yang mudah dicerna dan berkualitas baik

c. 2-3 jam sebelum pertandingan makan tidak boleh banyak. Tapi tiap jam diberi minuman 1 gelas +
gula secukupnya, boleh ditambah sedikit makanan ringan yang tinggi H.A. (biskuit).

d. Selama pertandingan yaitu di waktu istirahat boleh diberikan minum paling banyak 1gelas tanpa
es + sedikit makanan ringan.

e. Sesudah petandingan diberikan minuman 1-2 gelas yang hangat.

Sesudah mandi atau massage diberikan 1 gelas susu bergula atau minuman berprotein sesuai
dengan kegemaran masing-masing. Satu jam setelah mandi diberi makan malam. Dekat sebelum
atau di watu makan malam (tergantung rasa haus) boleh minum 1-2 gelas air biasa atau teh manis.
Makan malam lengkap dengan buah-buahan. Sebelum tidur diberi susu 1 gelas dan boleh makan
buah-buah lagi. Untuk olahraga yang memerlukan waktu lama seperti pelari jark jauh, balap sepeda,
maka perlu diberi makanan selama pertandingan dalam bentuk makanan ringan ang berprotein
tinggi dengan minuman bergula (teh/air buah) dalam jumlah sedikit-dikit (50 cc) dan gula
(mengunyah dan menelan menghilangka/mengurangi rasa haus) setiap 5-6 km (25 menit).
Makanan Sesudah Pertandingan

Sesudah olahraga yang berjalan lama, maka makanan sanagat perlu untuk menganti lemak,
karbohidrat, protein, vitamin mineral dan air yang berkurang. Sebaiknya langsung sesudah
pertandingan olagragawan harus minum yang banyak cairan. Cairan dapat berupa cairan pada waktu
bertanding ditambah atau dicampur dengan es krim yang mengandung karbohidrat, protein, dan
lemak. Minimal satu jam sesudah pertandingan baru atlet dapat makan bila memungkinkan dalam
jumlah yang banyak. Bila berada dalam musim kompetisi maka perlu dipikirkan makanan yang dapat
dengan cepat menganti cadanagan energi yang terkuras. Makanan yang dapat mengganti cadangan
energi dalam otot dan hati yang harus diutamakan menu yaitu terutama karbohidrat. Makanan yang
mudah dicerna seperti es krim, pudding, nasi, telur setengah masak, susu, buah-buahan yang segar
sebaiknya disediakan. Jadi jumlah sayuran dikurangi dahulu. Jumlah protein juga perlu ditingkatkan,
karena perlu untuk pulih asal jaringan-jaringan yan cedera (Soekarman, 1987)

B. USIA
C. GENDER

2. Obat2an dalam olahraga:


DOPING
Doping berasal dari kata dope, yakni campuran candu dengan narkotika yang awalnya
digunakan untuk pacuan kuda di Inggris. Menurut Richard V.Ganslen doping adalah
pemberian obat/bahan secara oral/parental kepada seorang olahragawan dalam kompetisi,
dengan tujuan utama untuk meningkatkan prestasi secara tidak wajar.5 Menurut
International Olympic Committee (IOC), doping adalah upaya meningkatkan prestasi dengan
menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan
indikasi medis. Setiap olahragawan harus memastikan bahwa tidak ada zat terlarang yang
masuk kedalam tubuhnya. Olahrgawan bertanggung jawab atas zat terlarang atau
metabolitya atau markernya yang ditemukan dalam sempe mereka. Sehubungan dengan itu,
tidak perlu dibuktikan adanya niat, kesalahan, dan kelalaian ayau mengetahui penggunaan
dari sisi olahragawan untuk menetapkan telah terjadinya pelanggaran peraturan anti-
doping.
Dijelaskan dalam buku saku anti-doping 2015 doping didefinisikan sebagai pelanggaran
terhadap satu atau lebih peraturan anti-doping, yaitu:
a. Terdapat zat terlarang (termasuk metabolit dan markernya) dalam sempel atlet;
b. Menggunakan atau upaya menggunakan zat atau metode terlarang oleh atlet;
c. Mengelak menolak atau gagal untuk menyerahkan sampel;
d. Keggalan menemukan keberadaanya dalam rangka pengujian diluar kompetisi;
e. Merusak atau berupaya merusak proses pengawasan doping;
f. Memiliki zat dan metode terlarang;
g. Memperdagangkan zat atau metode terlarang;
h. Memberikan atau berupaya memberikan kepada atlet suatu zat atau metode terlarang.
i. Membantu mendorong, bersekongkol, menutup-nutupi secara sengaja yang menimbulkan
pelanggaran.
j. Hubungan atau kerja sama

Meskipun doping dilarang dalam dunia olahraga, kasus doping terus saja ditemukan. Ada
beberapa alasan mengapa para olahragawan menggunakan doping, antara lain:
1) Aspek psikososial Setiap individu memeiliki potensi melakukan pelanggaran, ditambah lagi
apabila lingkungan memeberi kesempatan untuk melakukan pelanggaran tersebut.
2) Kepribadian Individu yang memiliki konsep diri maupun harga diri negative atau rendah,
dalam menghadapi situasi kompetitif, memiliki kecenderungan mencari keuntungan pribadi
dengan jalan menggunakan cara yang tidak sehat. Salah satunya adalah menggunakan
doping.
3) Lingkungan sosial individu  Nilai sosial kemenangan Dalam setiap kompetisi, kemengan,
prestasi, atau medali terkadang menjadi satu-satunya idaman individu atau kelompok tapa
mempertimbangkan hal-hal lain sehingga memungkinkan atlet menghalalkan segala cara,
termasuk doping.  Lingkungan masyarakart Masyarakat juga merupkan stressor yang cukup
berarti. Kekalahan dalam bertanding selalu dapat respons dari masyarakan baik berupa
cacian, kritikan, amukan bahkan kemarahan yang tidak proporsional, sehingga yang ada di
benak atlet adalah harus menang dalam setiap event yang diikutinya.  Lingkungan pemain
Keinginan menang selalu ada dalam lingkungan pemain, baik pelatih maupun official bahkan
keluarga, sehingga dapat melahirkan keinginan dan rasa tanggung jawab yang tak terkontrol.
Pemain merasa sungkan dan takut pada atasan 14 jika kalah dalam bertanding sehingga
terjadilah kasus doping.
4) Kurangnya informasi tentang bahaya penggunaan doping bagi atlet.
5) Ketatnya persaingan.
6) Komersialisasi, para atlet atau pelatih sering kurang selektif menghadapi gencaran
tawaran obat-obatan dari produsen.
7) Propaganda, persaingan merebut bonus mesalnya, merupakan salah satu pendorong bagi
atlet untuk dapat merebut predikat terbaik pada setiap event yang dihadapi, yang sayangnya
terkadsang dengan menghalalkan segala cara, termasuk menggunakan doping.
8) Frustasi karenan latihan yang telah dilakukan tidak kunjung membuahkan prestasi

Alasan Larangan Penggunaan Doping IOC memberikan batasan tentang dasar konsep doping
meliputi dua pengertian yakni
(1) penggunaan bahan yang dilarang dan
(2) penggunaan metoda yang dilarang. Adapun alasan pelarangan doping:
a. Alasan etis. Penggunaan dopingmelanggar norma fairplay dan sportivitas yang merupakan
jiwa olahraga.
b. Alasan medis. Membahayakan keselamatan pemakainya, atlet akan mengalami
habitutiaton (kebiasaan) dan addiction (ketagihan) serta drugsabuse (ketergantungan obat)
yang dapat membahayakan jiwanya.

Dalam upaya memberantas doping dalam olahraga dunia maka dibentuk World Anti-Doping
Agency (WADA). Mengacu pada WADA kemudian indonesia membentuk Lembaga Anti-
Doping Indonesia (LADI). Salah satu tugas LADI adalah membuat Peraturan Anti-Doping
Indonesia yang mengacu pada World Anti-Doping Code yang dikeluarkan oleh World Anti-
Doping Agency (WADA).
Daftar zat, bahan, dan metode yang termasuk doping beserta efek sampingnya:
DOPING
Merupakan obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan performa atlet, bisa berupa substansi
(anabolic steroid atau eritropoietin) maupun teknik seperti blood doping. Adapun efek farmakologi
yang ditimbulkan bermacam-macam:
- Otot : meningkatkan ukuran, kekuatan, oksigenasi
- Metabolic : lipolysis, penghematan glukosa
- Modifikasi pada ekskresi urin
- Hemodilution
- Efek androgenic
- Bronkodilatasi
- Antiinflamasi dan antalgic, dll
Organisasi yang memantau pelanggaran doping berbeda-beda di setiap cabang olahraga. Organisasi
anti-doping terbesar adalah WADA, yang telah mengembangkan program anti-doping di seluruh
dunia. Kode WADA menguraikan kebijakan, aturan, dan peraturan anti-doping mereka dengan
organisasi olahraga dan otoritas publik di seluruh dunia.
WADA CODE 2019 mengeluarkan list larangan substansi dan metode doping yang terbagi menjadi 3
bagian:
1. Prohibited at all times

SUBSTANCE METHODS
S0 Non-approved substances M1 Manipulation of blood and blood
S1 Anabolic agents components
S2 Peptide hormones, growth factors, M2 Chemical and physical manipulation
related substances and mimetics M3 Gene and cell doping
S3 Beta-2 agonists
S4 Hormone and metabolic modulators
S5 Diuretics and masking agents

S1 Anabolic agents a. Anabolic Androgenic Steroids (AAS)  exogenously


Testoteron, androsterone, epiandrosterone, etc
b. Lainnya  Clenbuterol, zeranol, zilpaterol, etc
S2 Peptide hormones, a. Erythropoietins (Epo) and Agents Affecting
growth factors, related Erythropoiesis
substances and mimetics b. Peptide Hormones and Their Releasing Factors  Lh,
Gh, Corticotrophins, etc
c. Growth Factors and Growth Factor Modulators  Pdgf,
Vegf, etc
S3 Beta-2 agonists Salbutamol, salmeterol, terbutaline, etc
S4 Hormone and metabolic a. Aromatase inhibitors (androgenic effect)  anastrazole,
modulators formestane, testolactone, aminoglutethimide
b. Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
(androgenic effect) raloxifen, toremifen, tamoxifen
c. Metabolic modulators (metabolic effect)  insulin
d. Myostatin inhibitors (benefit for muscles)  follistatin,
epicatechine
e. Other anti-estrogenic substances (androgenic effect) 
clomiphene, cyclofenil, fulvestrant
S5 Diuretics and masking Efek yang ditimbulkan  meningkatkan produksi urin,
agents penurunan BB secara cepat (rapid weight loss).
Masking agents (mis. Probenecid)  dapat menyebabkan
retensi steroid.

2. Prohibited in-competition
SUBSTANCE
S6 Stimulants amphetamine, metamfetamine
S7 Narcotics fentanyl, morphine
S8 Cannabinoids cannabis, cannabidiol
S9 Glucocorticoids dexamethasone, hydrocortisone, methylprednisolone

3. Prohibited in particular sports


SUBSTANCE
P1 Beta-blockers proponolol, atenolol, mengurangi tremor dan palpitasi
*) Notes : Beta-blockers are prohibited In-Competition only, in the following sports, and
also prohibited Out-of-Competition where indicated  Archery (WA)*, Automobile (FIA),
Billiards (WCBS), Darts (WDF), Golf (IGF), Shooting (ISSF, IPC)*, Skiing/Snowboarding (FIS),
Underwater sports (CMAS)
*Also prohibited Out-of-Competition.

SUPLEMEN
 Suplemen untuk untuk mencegah atau mengobati defisiensi nutrient (mikronutrien) 
vitamin D, zat besi, kalsium.
 Suplemen untuk meningkatkan energi dan nutrisi  sports drink, energy drink, electrolyte
replacement supplements, protein supplements, liquid meal supplements, sports bar,
protein-enhanced food.
 Suplemen yang secara langsung meningkatkan performa saat olahraga  caffein, creatine,
nitrate, beta-alanine, sodium bicarbonate.
 Suplemen nutrisi untuk meningkatkan kekebalan tubuh atlet  Vitamin D, C, E, probiotics,
bovine colostrum, zinc, omega-3, echinacea.
 Suplemen yang dapat membantu dalam pemulihan, nyeri otot, dan cedera  creatine
monohydrate, beta-hydroxy beta-methylbutyrate (hmb), omega-3 fatty acids, vitamin d,
gelatin and vitamin c/collagen, anti-inflammatory supplements: curcumin, tart cherry juice.
 Suplemen untuk membantu perubahan fisik: Gaining LBM  whey, kedelai; Losing Fat Mass
 pyruvate, chromium, α-lipoic acid, konjac fibre.
MEDICATION
1. Lipid-lowering agents
Agen penurun lipid (statin dan fibrat) merupakan predisposisi untuk mialgia, miopati, dan
rhabdomyolysis (relatif jarang). Rhabdomyolysis merupakan nyeri otot yang persisten atau
memburuk terkait edema, urin gelap, atau keluhan lain. Kondisi ini membutuhkan evaluasi dan
pengobatan yang segera.
2. Diuretics
Diuretik meningkatkan risiko dehidrasi dan hipovolemia sehingga dapat mengganggu kinerja
dan respons fisiologis tubuh saat olahraga; meningkatkan risiko ortostasis, jatuh, dan
insufisiensi ginjal. Oleh sebab itu, sangat penting untuk memeriksa tingkat hidrasi sebelum dan
selama sesi latihan untuk pasien yang menggunakan obat diuretik.
3. Beta blockers and nondihydropyridine-type calcium channel blockers
Obat ini dapat merusak respons kronotropik terhadap olahraga sehingga membatasi kinerja fisik
(performa).
4. Antidiabetic drugs
Pasien DM perlu pengawasan ekstra saat hendak melakukan latihan atau olahraga.
Hipoglikemia yang diinduksi oleh olahraga (segera dan setelah berolahraga) sering terjadi:
pengurangan terapi insulin basal dan/atau bolus; konsumsi karbohidrat (peri-workout
carbohydrate).
3. Apa itu DOMS, mekanisme, tatalaksana:

Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS)


DOMS adalah gangguan berupa pegal otot yang terjadi akibat latihan yang tidak lazim yang
menyebabkan terjadinya respon inflamasi. DOMS sering dialami oleh semua individu yang
melakukan aktivitas fisik tanpa melihat tingkat kebugarannya dan ini adalah respon fisiologis
normal untuk meningkatkan penggunaan tenaga dan sebagai pengenalan terhadap aktivitas
fisik yang tidak dikenal sebelumnya.
DOMS adalah suatu fenomena yang sering ditemui dan terdokumentasi dengan baik, sering
terjadi sebagai akibat dari latihan eccentric yang tidak lazim atau intensitas tinggi. Gejala-
gejala yang menyertai meliputi pemendekan otot, peningkatan kekauan terhadap gerak
pasif, bengkak, penurunan kekuatan, power, sakit lokal, dan posisi sendi/proprioception
yang terganggu. Gejala-gejala akan sering muncul dalam 24 jam setelah latihan dan biasanya
menghilang setelah 3-4 hari.
DOMS adalah sensasi ketidaknyamanan atau nyeri pada otototot yang terjadi setelah
melakukan latihan yang tidak biasa dilakukan atau dengan intensitas tinggi. Pegal pada otot
secara normal meningkat intensitasnya selama 24 jam pertama setelah latihan dan
mencapai puncaknya pada 24 sampai 72 jam setelahnya, kemudian menghilang 5 sampai 7
hari setelah latihan. Gejala yang dirasakan adalah mobilitas dan fleksibiltas yang berkurang
dan otot terasa sensitif saat disentuh atau digerakkan.

Patofisiologi DOMS
Proses terjadinya DOMS dapat dihubungkan dengan pembentukan asam laktat dalam otot
pasca olahraga yang rutin dilakukan namun sekarang terbukti bahwa pendapat tersebut
tidak berhubungan langsung dengan kejadian DOMS. DOMS sering ditimbulkan oleh gerakan
eccentric. Berbagai jenis olahraga yang menyebabkan deformitas membran otot sehingga
akan diawali terjadinya respon inflamasi yang menyebabkan pembentukan produkproduk
sampah metabolik, untuk berperan sebagai stimulus kimiawi kepada ujung saraf. Kontraksi
eccentric terjadi saat otot yang aktif sedang memanjang tersebut dapat berhubungan
dengan adanya peningkatan yang terlambat pada tingkat serum dari enzim spesifik otot
seperti creatin kinase (CK) sehingga memicu kerusakan serabut otot (Jones et al. 1989).
Olahraga yang menyebabkan kerusakan otot/exercise induced muscle damage, dapat
dihubungkan dengan adanya inflamasi aceptic yang didukung beberapa bukti bahwa
permukaan otot mengalami nyeri dan bengkak. DOMS sering ditimbulkan terutama oleh
latihan eccentric seperti lari menuruni bukit atau downhill running, plyometrics, dan latihan
dengan tahanan. Pada dasarnya setiap gerakan yang tidak biasa dilakukan akan
menimbulkan nyeri otot, khususnya gerakan yang membuat otot berkontraksi memanjang.
Contoh latihan beban yang menyebabkan kontraksi otot yang seperti ini antara lain naik-
turun tangga, jogging, menurunkan berat badan (seperti pada latihan bicep curl), squat, dan
push-up. Berbagai latihan ini menyebabkan kerusakan pada sel membran otot sehingga akan
memulai terjadinya respon inflamasi menyebabkan kerusakan pada sel membran otot
sehingga akan memulai terjadinya respon inflamasi sehingga menyebabkan pembentukan
produk-produk sampah metabolik yang berperan sebagai stimulus kimiawi kepada ujung
saraf atau nerve endings.
Pada saat melakukan kontraksi eccentric dan consentric otot beradaptasi untuk memanjang
dan memendek. Pada kontraksi eccentric otot berada pada kontraksi yang optimal
memanjang sehingga dapat menimbulkan ketidakstabilan dari otot terutama terjadi pada
sarkomer yang berada pada posisi memanjang. Jika sarkomer pada kontraksi memanjang
dan pada tegangan yang optimal maka kemungkinan terjadi kerusakan jaringan otot dapat
terjadi (Proske & Morgan, 2001: 23).
DOMS selalu dikaitkan dengan keadaan yang tidak biasa, kerja otot yang berlebihan dan
kontraksi eccentric dapat memicu terjadinya DOMS. Kontraksi otot eccentric dapat dilihat
dari adanya perpanjangan otot selama otot berkontraksi. Muscle soreness terjadi ketika
serabut otot mengalami robekan, dan otot beradaptasi untuk menjaga kekuatannya. Muscle
strain terjadi karena akibat latihan berlebih yang terjadi pada sebagian besar serabut otot
yang berpengaruh terhadap derajat gerak dan tendon (Connoly et al, 2003). Tingkat
kerusakan dan nyeri dapat disebabkan beberapa faktor misalnya pada tingkat keterlatihan
disebabkan oleh dosis latihan dan intensitas dari latihan yang diberikan. Pada beberapa
kasus yang terjadi, kerusakan dapat disebabkan karena aktivitas otot melebihi dari
kemampuan dalam melakukan aktivitas dan gerakan yang salah. Faktor yang lain adalah
kekakuan otot, kecepatan kontraksi, kelelahan otot, dan sudut pada saat akan melakukan
gerakan. DOMS dapat diklasifikasikan sebagai cedera pada otot tipe I dan dapat diketahui
dengan adanya nyeri tekan dan kejang otot pada saat dilakukan palpasi dan gerakan. Nyeri
tekan dapat terlokalisasi pada bagian distal otot dan dapat bertambah nyeri dalam waktu
24-48 jam setelah melakukan latihan. Rasa nyeri tersebut dapat menggambarkan tingginya
reseptor pada jaringan lunak dan pada tendon otot (Cheung et al, 2003). DOMS dapat terjadi
karena nyeri otot yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otot. Pada pemeriksaan biopsi,
kerusakan otot yang terjadi pada sarkolema yang pecah memungkinkan isi sel meresap
antara serat otot lainnya. Kerusakan filamen kontraktil aktin dan miosin serta kerusakan Z
line merupakan bagian dari terjadinya kerusakan struktural sel. Terjadinya respon inflamasi
merupakan respon terhadap cedera pada sistem kekebalan tubuh. Kerusakan struktural akut
pada jaringan otot dapat memulai terjadinya DOMS dan dapat mengarah terjadinya nekrosis
memuncak sekitar 48 jam setelah latihan. Isi intraseluler dan efek respon imun kemudian
terakumulasi di luar sel, merangsang ujung saraf dari otot (Merquez et al., 2001). Melakukan
latihan tidak terprogram yang melibatkan kontraksi otot eccentric dapat menyebabkan
terjadinya cedera karena pemberian latihan yang berulang-ulang. Jika latihan yang dilakukan
secara berlebihan maka akan menimbulkan cedera pada otot dan menyebabkan terjadinya
kerusakan otot karena efek latihan yang berat. Latihan yang tidak dikontrol dengan baik
tersebut dapat menyebabkan timbulnya kerusakan otot, peradangan, nyeri dan menurunnya
ruang gerak sendi. Karakteristik lesi mikroskopik meluas dan akan terjadi kerusakan total
miofibril pada Z-line, dan akan meluas pada kerusakan sarkomer. Ini merupakan salah satu
penyebab ketegangan atau nyeri pada semua area otot yang akan mengurangi keterlibatan
motor unit pada saat kontraksi eccentric. Nosiseptor pada jaringan ikat di daerah arteri,
kapiler, dan struktur jaringan otot dan tendon akan terjadi nyeri.

Pencegahan dan Penanganan DOMS


Pencegahan dan penanganan DOMS dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dapat
dilakukan saat mengalami nyeri yang dirasakan setelah berlatih. Beberapa cara untuk
mencegah dan menangani DOMS:
1) Stretching/Penguluran
Penguluran yang dilakukan setelah melakukan latihan dapat mengurangi resiko
terjadinya DOMS pada seorang atlet. Penguluran dapat berupa PNF stretching pada
otot-otot besar pada tungkai seperti otot hamstring, quadriceps femoris, dan
gastrocnemius. Otot besar yang mengalami DOMS dapat berkurang rasa nyeri yang
dirasakan setelah dilakukan penguluran. Otot yang sudah dilakukan penguluran menjadi
lebih elastis dan meningkat kelenturannya. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
(PNF) adalah teknik peregangan yang umum digunakan dalam lingkungan atletik dan
klinis untuk meningkatkan baik aktif dan berbagai pasif gerak (ROM) dengan maksud
untuk mengoptimalkan performa motor dan rehabilitasi. Latihan PNF sangat efektif
digunakan untuk meningkatkan ROM, khususnya dengan perubahan jangka pendek
ROM (Melanie J, dkk, 2006:930). Kayla B, dkk (2012: 105) mengatakan bahwa
Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah teknik peregangan yang
dimanfaatkan untuk meningkatkan elastisitas otot dan telah terbukti memiliki efek
positif pada kisaran aktif dan pasif gerakan. Elastisitas otot yang baik dapat mengurangi
rasa nyeri yang disebabkan oleh DOMS setelah berlatih.
2) Masase/Pijat
Masase/pijat dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS yakni dengan
memperlancar peredaran darah pada bagian yang mengalami rasa nyeri akibat DOMS.
Masase yang diberikan hanya memberikan efflurage dan shaking pada bagian yang
mengalami rasa nyeri akibat DOMS. Manipulasi yang dilakukan dapat membantu
memperlancar aliran darah pada otot yang mengalami rasa nyeri akibat DOMS. Masase
yang diberikan segera setelah berolahraga dapat mengurangi jumlah rasa sakit dan
kekakuan yang dirasakan setelah berolahraga. Meskipun ada peningkatan gejala
analgesik yang dirasakan tetapi masase tidak berpengaruh pada fungsi otot dan enzim
yang disebabkan oleh kerusakan sel atau inflamasi (Rensburg et al. 2015). Pemberian
masase yang tepat dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS.
3) Istirahat
Salah satu cara untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS adalah dengan
melakukan istirahat total setelah terasa nyeri setelah berolahraga. Melalui istirahat yang
dilakukan selama ± 5 hari dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh DOMS.
Istirahat yang dilakukan dengan tidak melakukan aktivitas olahraga termasuk penguluran
sehingga otot beristirahat. DOMS biasanya hanya terasa selama 24-72 jam setelah
berlatih (Rensburg et al. 2015). Berdasarkan lamanya terasa DOMS dapat diketahui
istirahat dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh DOMS setelah melakukan
latihan secara berat.
4) Kompres Es
Pemberian kompres es merupakan salah satu sarana untuk mengurangi adanya
peradangan pada bagian otot tertentu setelah melakukan aktivitas berat. Kompres es
yang diberikan setelah melakukan latihan dapat mengurangi adanya rasa sakit setelah
melakukan latihan. Mekanisme pengurangan rasa nyeri akibat DOMS dapat ditunjukkan
yakni pemberian es yang dapat mempersempit pembuluh darah dan mempercepat
proses pemulihan dengan mengurangi peradangan yang terjadi pada otot yang bekerja
terlalu berat. Kraemer et al. 2014 melakukan penelitian terhadap 50 orang yang diambil
repetisi maksimal (RM) dalam latihan beban. Setelah melakukan pengambilan repetisi
maksimal orang coba mengalami rasa nyeri yang parah. Kemudian orang coba diberikan
perlakuan kompres es pada bagian yang mengalami DOMS. Hasil menunjukkan bahwa
kompres es dapat mengurangi pembengkakan dan mempercepat pemulihan setelah
aktivitas olahraga yang berat. Hal di atas menunjukkan bahwa kompres es dapat
mengurangi rasa nyeri akibat DOMS.

Terapi dan Manajemen Nyeri Otot Pasca Olahraga/DOMS


Sebagaimana telah dijelaskan, terdapat berbagai strategi terapi dan manajemen untuk mengatasi
Nyeri otot pasca olahraga. Beberapa terapi dan manajemen yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut

Krioterapi

Aplikasi dari suhu dingin pada bagian superfisial akan menstimulasi reseptor kutan untuk
mengaktivasi serat adrenergik simpatis yang akan menyebabkan konstriksi arteriol dan venula lokal.
Efek yang ditimbulkan dari proses ini yaitu berkurangnya edema melalui pembatasan perpindahan
difusi cairan ke dalam ruang interstisial serta memfasilitasi perpindahan metabolit/neutrofil/protein
yang rusak dari otot agar dapat kembali ke dalam darah melalui perubahan aliran darah dan aliran
limfe. Selain itu, terjadi pula penurunan respon metabolisme yang akan menurunkan respon
inflamasi dan penurunan stimulasi reseptor nyeri.[1,2,4]

Peregangan (stretching)

Peregangan yang dilakukan berulang dan dipertahankan akan mengurangi tekanan pada jaringan
otot-tendon. Hal ini disebabkan saat peregangan, berkas otot juga akan meregang, yang
memberikan sinyal ke korda spinalis yang memberikan sinyal eferen kembali ke otot dan membuat
otot kontraksi. Jika peregangan dipertahankan minimal 6 detik, organ golgi tendon akan
memberikan sinyal ke korda spinalis yang memicu reflex relaksasi dari otot antagonis sehingga
mengurangi tekanan pada otot. [1,2,4]
Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

OAINS (sebagai contoh: ibuprofen) akan menghambat metabolisme asam arakidonat lewat jalur
siklo-oksigenase (COX) yang mana mencegah pembentukan endoperoksida dan prostaglandin.
Reduksi dari respon inflamasi ini kemudian akan memicu reduksi dari edema otot dan tekanan
intramuskular yang mana berkontribusi pada timbulnya nyeri otot.[1,2,4]
Pijatan (Massage)

Peningkatan kalsium dalam serat otot selama aktivitas eksentrik dapat dikembalikan dengan
meningkatkan aliran darah beroksigen ke area injuri. Pijatan/massage akan meningkatan aliran
darah ini, hingga mengurangi migrasi dari neutrophil dan produksi prostaglandin, serta mengurangi
proses inflamasi.[1-4]

Latihan/Aktivitas Fisik Pascaolahraga

Latihan yang dilakukan akan memecah otot yang mengalami nyeri, meningkatkan buangan dari
produk pencetus nyeri melalui peningkatan aliran darah dalam otot atau peningkatan pelepasan
endorfin selama pelatihan berlangsung.[2,4]

Rekomendasi Manajemen Nyeri Otot Pasca Olahraga berbasis bukti


Berbagai strategi manajemen nyeri otot pasca olahraga telah diteliti untuk mengatasi kejadian
DOMS dan mengembalikan fungsi otot secepat mungkin. Berikut ini hasil beberapa studi yang telah
membandingkan beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen nyeri otot pasca
olahraga.[1-4]

Efektivitas Beberapa Teknik dalam Manajemen Nyeri otot Pascaolahraga Berbasis Bukti

Hasil studi sistematik review yang dilakukan Cheung K, et al dan Connoly D, et al menjelaskan
pemberian OAINS akan memberikan efek dosis dependen yang juga bergantung pada waktu
meminumnya. Pijatan/Massage juga akan memberikan hasil berbeda tergantung dari waktu
dilakukan pijatan dan teknik yang digunakan.[2,4]
Studi ini mengatakan, teknik krioterapi dan peregangan tidak memberikan efek berarti dalam
mengurangi nyeri otot atau gejala DOMS lainnya. Dilain pihak, Latihan fisik dikatakan sebagai teknik
yang paling efektif dalam mengurangi nyeri DOMS, namun demikian efek analgesik yang diberikan
hanya bersifat temporer.[2,4]

Pengaturan latihan fisik yang dimaksud adalah atlet direkomendasikan untuk mengurangi intensitas
dan durasi latihan selama 1 hingga 2 hari pasca latihan yang diperkirakan dapat memicu DOMS.
Alternatif lain, latihan tetap dapat dilakukan dengan menargetkan pada bagian tubuh yang tidak
terdampak DOMS, sehingga memberikan kesempatan bagian otot tersebut untuk perbaikan. Latihan
eksentrik yang dilakukan sebaiknya dilakukan secara progresif dalam periode 1 hingga 2 minggu baik
di awal latihan maupun saat kompetisi dengan tujuan mengurangi level kerusakan fisik atau
gangguan saat latihan.[2,4]

Rekomendasi Teknik Manajemen DOMS Terbaru

Studi meta-analisis terbaru, oleh Dupuy O  et al, mengatakan dibandingkan berbagai teknik yang ada
pijatan/massage merupakan metode yang paling efektif untuk mengatasi DOMS. Studi meta-analisis
terbaru lainnya oleh Guo J, et al atas 11 artikel yang melibatkan 504 partisipan juga menguatkan
pendapat terapi pijatan/massage dapat secara efektif mengatasi DOMS dan meningkatkan
kemampuan otot pasca latihan.[1]
Efikasi tertinggi, menurut studi ini dicapai pada pemberian pijatan 48 jam pasca latihan. Namun
demikian, masih diperlukan studi acak ganda dengan sampel yang lebih besar untuk menjelaskan
lebih lanjut akan efektivitas pijatan/massage terhadap DOMS.

Efek Positif Manajemen DOMS pada Atlet


Manajemen DOMS yang diberikan kepada Atlet memiliki berbagai keuntungan terutama dalam
mempercepat waktu pemulihan, meningkatkan performa atlet, hingga mencegah terjadinya cedera
baik saat latihan maupun pertandingan. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, nyeri otot pasca
olahraga/DOMS biasanya dirasakan dalam waktu 24 hingga 72 jam pasca olahraga dan bertahan
hingga 5 atau 7 hari kemudian sehingga dapat mengganggu performa atlet.[5,6]

Hasil studi meta-analisis yang dilakukan oleh Davis, et al terhadap 29 studi yang melibatkan 1012
subjek, menunjukan bahwa salah satu manajemen DOMS yang telah seringkali diteliti, yaitu
pijatan/massage, tidak memberikan peningkatan terhadap kekuatan, ketahanan, maupun kecepatan
atlet saat olahraga. Manajemen DOMS diketahui memiliki efektivitas meskipun kecil tetapi bernilai
secara statistik terhadap peningkatan fleksibilitas dan mengatasi DOMS. Namun demikian, masih
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap durasi optimal pemberian pijatan atau jenis regimen
pijatan yang memberikan manfaat paling besar dalam manajemen DOMS pada atlet.[5,6]

Kesimpulan
Nyeri otot pasca olahraga/delayed onset muscle soreness  (DOMS) merupakan kondisi yang dapat
mengganggu atlet dalam melakukan aktivitas latihannya. Berbagai teknik manajemen terapi yang
telah diteliti, hingga kini belum ada standar yang pasti untuk direkomendasikan dalam menangani
DOMS.
Jika melihat dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar membahas teknik yang
sama dan merekomendasikan sesuai hasil penelitian masing-masing. Teknik yang paling
direkomendasikan dari penelitian terbaru adalah dengan teknik pijatan/massage hingga krioterapi.

Teknik lain merekomendasikan dengan tetap bergerak aktif, atau melakukan aktivitas fisik secara
progresif untuk menghindari kejadian cedera saat latihan. Berbagai teknik tersebut pun dapat
dikombinasikan antara satu dengan yang lain untuk memberikan hasil terbaik. Diharapkan kedepan
akan ada penelitian yang dapat merekomendasikan secara jelas manajemen terbaik yang dapat
diberikan untuk mengatasi DOMS.[1-6]

Anda mungkin juga menyukai