Anda di halaman 1dari 7

LO

1 faktor nutrisi makanan dan usia, gender

Kebutuhan gizi harian atlet berubah-ubah, tergantung pada intensitas latihannya. Menu makanan
harus mengandung karbohidrat sebanyak 60 – 70%, lemak 20 – 25% dan protein sebanyak 10 – 15%
dari total kebutuhan energi seorang atlet (Direktorat, 1997)

Karbohidrat

Menurut William (1991) Karbohidrat adalah sumber energi dasar yang memungkinkan otot tetap
bekerja. Atlet harus mengkonsumsi karbohidrat 60 – 70% total energi. Karbohidrat dalam makanan
sebagian besar dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya
sebagian kecil saja (< 10 %). Menurut Soekarman (1987) karbohidrat di bagi mencadi 3 macam yaitu:
a) Monosakarida (glukosa dan fruktosa), b) Disakarida ( sukrosa dan maltosa), c) Polysakarida
(tepung dan glikogen). Semua macam karbohidrat sebelum diserap akan dijadkan glukosa. Beberapa
banyak karbohidrat yang dimakan tergantung dari beratnya latihan. Pada umumnya kebutuhan
kalori akan dicukupi oleh makanan dengan perbandingan sebagi berikut: protein 15 %, lemak 30%
dan karbohidrat 55%.

Lemak

Lemak didalam tubuh berupa triglikerida, asam lemak (fatty acid) dan kolesterol. Lemak disimpan
berujud trigliserid. Lemak merupakan sumber energi yang paling efisien, semakin terlatih seseorang
maka semakin banyak lemak yang dimanfaatkan sehingga glikogen lebih dihemat. Orang yang
terlatih biasanya banyak menggunakan aerob karena hemoglobinya lebih banyak, kapasitas
pernafasnya lebih besar. Lemak hanya bisa dimetaboliser dengan aerob karena miskin oksigen. Disel
otot ada kandungan lemak tapi yg paling banyak di sel lemak letaknya dibawah kulit dan disekitar
organ-organ dalam (jantung, usus). Sel lemak bisa bertambah dan menjadi besar kalau sudah terlalu
besar maka kemampuan tubuh utk memenuhinya lebih banyak. Jumlah lemak dalam makanan yang
dibutuhkan seorang atlet berkisar antara 20– 30% dari total energi. Asam lemak esensial harus
terdapat di dalam diet, sementara lemak jenuh harus direstriksi tidak lebih dari 10% intake energi.
Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi terutama pada olahraga dengan intensitas
sedang dalam waktu lama, misalnya olahraga endurance (Soekarman,1987).

Protein

Protein tidak memiliki dampak besar terhadap energi, tetapi diet atlet harus cukup protein yang
diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan otot, jika kurang akan merugikan kegiatan otot.
Jumlah protein yang dianjurkan pada atlet untuk membentuk kekuatan otot dan kecepatan sebesar
1,2 – 1,7 g/kgBB/hari, untuk endurance/ketahanan dianjurkan 1,2 –1,4 g/ kg BB/hari. Pada latihan
intensitas rendah protein diperlukan 1,4 - 2 g /kg BB, latihan berat sebesar 2 g/ kg bb BB/hari. dan
saat latihan intensif diperlukan 2,2 - 2,9 gr/kg BB. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa protein
hewani dan nabati harus diberikan dalam jumlah kurang lebih sama (Yessis dan Trubo, 1993).
Menurut Soekarman (1987) otot terdiri dari banyak protein maka diperlukan banyak sekali protein
apabila ingin memperbesar otot. Kebutuhan protein untuk seseorang sudah cukup dengan 1 gr/kg
berat badan. Jadi kalau beratnya 60kg cukup dengan protein 60 gr sehari-hainya. Untuk atlet
memang dibutuhkan lebih banyak yaitu 2 gr/kg berat badan. Kalau seseorang atlet beratnya 60 kg
dia harus mendapatkan protein 120 gr seharinya. Protein bukan merupakan bahan untuk
pembuatan energi. Memang kadang-kadang terjadi proein digunakan untuk energi, tetapi hal ini
terjadi kalau lemak dan karbohirat sudah habis.
Kebutuhan vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat
gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat
mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C)
meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Penelitian menunjukkan bahwa deplesi
besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya performance latihan. Tambahan beberapa
vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A,
B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F (Clark, 1996).

Air dan Serat Makanan

Air dalam tubuh merupakan komponen terbesar dimana proporsinya mencapai 60-70% berat badan
orang dewasa. Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan seperti maraton atau jalan cepat
harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan dehidrasi, gangguan keseimbangan air dan
elektrolit serta pengaturan suhu tubuh dapat menimbulkan kelelahan dan membahayakan.
Kehilangan air yang melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat mengganggu penampilan atlet.
Dehidrasi berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat dan mengarah ke
heat stroke serta dapat berakibat fatal. Karena itu para atlet khususnya yang melakukan kegiatan
endurance harus menyadari pentingnya minum cairan selama latihan maupun sesudahnya,
walaupun belum terasa haus. Serat makanan penting untuk memelihara fungsi normal dari saluran
cerna. Serat makanan yang tinggi bisa di dapat dari sayuran, buahan, grain dan kacang-kacangan
(William, 1991).

2 obat – obatan dalam olahraga à ada atlet skandal doping karena konsumsi suatu obat

Sumber: DOPING DALAM OLAHRAGA Made Budiawan Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas
Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha email: budiawan_ajus@yahoo.co.id
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013

International Olympic Committee (IOC) membuat definisi doping sebagai bahan dan metode yang
dilarang. Bahan yang dilarang dikelompokkan dalam 6 kelas berdasarkan efeknya terhadap tubuh
yaitu stimulan, narkotika, anabolik, penghalang beta (β-Blocker), diuretik dan peptida hormon.

2.1 Golongan Stimulan

a) Amphetamine Penggunaan dalam olahraga: Amphetamine digunakan selama kompetisi dengan


tujuan untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan respon, meningkatkan kewaspadaan dan agresi.
Kinerja Farmakologi Ada empat mekanisme amphetamine dalam meningkatkan penampilan, yaitu:
1. Meningkatkan pengeluaran neurotransmitter seperti noradrenaline, dopamin dan serotonin. 2.
Inhibisi uptake neurotransmitter 3.Bekerja langsung pada reseptor neurotransmitter 4.Inhibisi
(menghambat) aktivitas mono aminoksidase. Efek samping Penggunaan amphetamine potensial
menimbulkan ketergantungan tremor, insomnia dan peningkatan agresivitas yang cenderung
membahayakan. Efek pada sistem kardiovaskuler bisa berakibat fatal, terjadi peningkatan suhu
tubuh karena amphetamine bisa mengakibatkan terjadinya redistribusi aliran darah pada kulit yang
menghambat pengeluaran panas dalam tubuh, dan pada penggunaan jangka lama bisa
mempengaruhi kejiwaan dengan timbulnya paranoid tipe schizophrenia. b) Caffeine Penggunaan
dalam olahraga: Digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan respon waktu reaksi
dan dalam dosis berlebihan bisa meningkatkan mobilisasi lemak dan glikogen otot. Kinerja
Farmakologi: Caffeine bekerja dengan menghambat enzim phospodiesterase yang mengaktifkan
cAMP serta bekerja langsung sebagai antagonis reseptor adenosine. Efek Samping Efek yang ringan
bisa menimbulkan iritabilitas, insomnia, dan gangguan pencernaan. Efek yang lebih berat bisa
menimbulkan ulkus peptikum, delirium, coma, dan superventrikuler arrhytmia. Di samping itu
caffeine juga bisa menimbulkan ketergantungan. Dalam satu studi dikatakan bahwa kombinasi
cafeine dan epedrine dapat menimbulkan mual, muntah. c) Cocaine Penggunaan dalam olahraga:
Cocaine tergolong obat yang digunakan dengan tujuan rekreasional yang menimbulkan sensasi di
luar kenyataan. Cocaine dapat mengacaukan persepsi atlet tentang rasa lelah, sehingga si atlet tidak
merasa kelelahan saat berkompetisi secara ketat. Kinerja Farmakologi Bekerja dengan
mempengaruhi otak secara kompleks, termasuk di dalamnya dengan cara menghambat up-take
neurotransmitter terutama dopamine sehingga menimbulkan efek euphoria. Efek Samping Efek
samping yang sangat kompleks bisa ditimbulkan akibat penggunaan cocaine. Termasuk di dalamnya
efek negatif pada glikogenolisis, psikosis paranoid, hipertensi yang mengakibatkan iskemia,
arrhytmia dan kematian mendadak.

2.2 Golongan Narkotika

Penggunaan dalam olahraga Obat-obatan golongan narkotik-analgetik sering disalahgunakan dengan


tujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Golongan obat ini sering dimanfaatkan untuk mengurangi
keluhan batuk (seperti misalnya pholcodine, dextromethorphan) dan keluhan diare (seperti misalnya
dhypenoxylate) Kinerja Farmakologi Alkaloid opium dan analog sintetisnya berinteraksi dengan
reseptor dalam otak yang secara normal bekerja dengan pengaruh endorphin endogen. Narkotik
memiliki kapasitas untuk mengurangi nyeri dan bahkan mempengaruhi emosi. Penggunaan jangka
lama bisa menimbulkan ketergantungan.

2.3 Golongan Anabolic Androgenic Steroid

Penggunaan dalam olahraga Anabolic Androgenic Steroid digunakan untuk meningkatkan kekuatan
dan kecepatan dengan memperpanjang masa latihan, mempercepat waktu pemulihan,
meningkatkan agresivitas, dengan menambah kekuatan otot. Kombinasi Anabolic Androgenic
Steroid dengan GH (growth hormone), HCG (human chorionic gonadotropin) bisa juga meningkatkan
intensitas lapangan. Kinerja Farmakologi Anabolic Androgenic Steroid memiliki dua efek utama: 1)
Bersifat anabolic atau menambah ukuran otot. 2) Bersifat androgenic atau efek maskulinitas
Anabolic androgenic steroid bekerja mempengaruhi androgen endogen dengan meningkatkan
sistem protein dan efek antikatabolic. Dehidroepiandrosteron digolongkan doping karena menjadi
prekursor produksi androgen endogen termasuk testosteron, dihydrotestosteron dan meningkatkan
Insulin Growth-hormon Faktor-1 (IGF-1) Efek Samping Efek samping Anabolic Androgenic Steroid
meliputi 6 dampak utama yaitu: 1) Cardiovaskuler: terjadi penurunan kolesterol HDL dan
peningkatan kolestrol LDL, meningkatnya resiko arteriosclerosis. 2) Hepatik: hati merupakan target
organ dari androgen. Hal ini berkaitan dengan fungsi metabolisme dalam hati. Hal ini pula yang
menyebabkan terjadi hyperthropy hepatosit pada dosis tinggi, terjadi cholestasis dan yang fatal
adalah terjadi tumor hati. 3) Efek reproduksi: untuk laki-laki akan berefek terhadap terjadinya atropi
pada testis, penurunan produksi sperma dan perubahan mobilitas sperma yang bisa mengakibatkan
infertilitas. Sedangkan pada wanita bisa menimbulkan efek ammenorhea. 4) Infeksi : untuk efek
semacam ini biasanya sering ditimbulkan oleh penggunaan alat suntik yang tidak steril sehingga bisa
menimbulkan infeksi penyakit lain seperti HIV dan AIDS. 5) Efek psikologis: efek yang ditimbulkan
berupa mania, hipomania dan depresi. 6) Efek kosmetik: efek ini lebih dialami oleh wanita daripada
pria. Pada wanita akan menimbulkan jerawat, tumbuh rambut di wajah, pembesaran klitoris,
perubahan pada wajah ditandai dengan melebarnya rahang, gangguan menstruasi, mengecilnya
payudara.

2.4 Golongan Diuretik

Penggunaan dalam olahraga Diuretik tidak memiliki efek untuk meningkatkan penampilan namun
digunakan untuk meningkatkan produksi urin dengan tujuan untuk melarutkan obatobatan yang
digunakan termasuk mengeluarkan metabolitnya. Diuretik juga digunakan untuk menurunkan berat
badan pada cabang olahraga yang menggunakan berat badan sebagai indikator pertandingan.
Kinerja Farmakologi Diuretik bekerja diginjal untuk meningkatkan produksi urine. Efek samping
Terjadi dehidrasi dan adanya gangguan keseimbangan elektrolit dalam hal ini terjadi perubahan level
potasium yang justru mengganggu penampilan dan kesehatan.

2.5 Golongan β Bloker

Penggunaan dalam olahraga Digunakan untuk mengurangi rasa cemas terutama cabang olahraga
yang menuntut konsentrasi dan ketenangan, seperti cabang panahan, menembak, ski jumping, dll.
Kinerja Farmakologi β Blocker memiliki cara kerja yang kompleks, β Blocker merupakan terapi awal
terhadap angina pectoris, hipertensi, dan beberapa kelainan yang sering dijumpai pada jantung serta
sering juga digunakan untuk mengatasi migraine dan tremor. Efek samping Obat golongan ini bisa
menimbulkan bronchospasme atau menyebabkan insomnia, mimpi buruk dan depresi.

2.6 Golongan Peptida Hormon

Yang termasuk golongan ini adalah Human Chorionic Gonodotropin (HCG), Luteinizing Hormon (LH),
Adrenocorticotropic Hormon (ACTH) dan insulin. Penggunaan dalam olahraga Peptida hormon
digunakan untuk meningkatkan kemampuan hormon androgen yang bertujuan untuk
mempengaruhi penampilan.

Legenda pesepak bola Argentina, Diego Maradona, sempat memimpin


timnas Argentina mengangkat trofi Piala Dunia 1986 di Meksiko. Namun,
pesepak bola yang terkenal dengan gol kontroversial Hand of God-nya ini
harus diskors 15 bulan pada 1991-1992 karena kedapatan mengonsumsi
kokain.

Sempat naik timbangan, El Pibe de Oro  membakar sekitar 12 kilogram


untuk bisa fit kembali ke timnas Argentina pada Piala Dunia 1994 di AS.
Sempat menjebol gawang Yunani dan Nigeria, Maradona malah harus
angkat koper lebih awal. Kenapa? Ternyata, Maradona kedapatan
menggunakan doping efedrina!

Setelah kejadian tersebut, Maradona menyatakan pensiun dari membela


Argentina dan memilih bermain untuk klub Newell Old Boys dan Boca
Juniors hingga 1997. Sempat menjadi pelatih sepak bola, Diego Maradona
tutup usia pada November 2020 lalu. (IDN Times)
EFEDRIN  golongan stimulan

Sumber: EFEDRIN SEBAGAI BAHAN DOPING PADA AKTIVITAS OLAHRAGA - Elfia


Rosyida – Univ Negeri Surabaya – jurnal unesa

Menurut WADA (2014) efedrin merupakan stimulan yang termasuk dalam daftar obat yang
dilarang dalam pertandingan olahraga.

Penggunaan efedrin bertujuan untuk menurunkan berat badan serta meningkatkan


ketersediaan energi.

Mangkos et al (2004) menyatakan bahwa penggunaan efedrin sebagai doping bertujuan untuk
menekan nafsu makan atau menurunkan berat badan serta meningkatkan performa.

Menurut Bohn et al (2003) sejumlah atlet mengkonsumsi alkoloidefedra dengan tujuan intuk
meningkatkan energi, memperlambat timbulnya kelelahan, meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan fat loss.

Fourcroy (2009)menyimpulkan dari beberapa artikel bahwa apabila efedrin dikonsumsi


sendiri, tidak akan terjadi perbaikan performa dalam aktifitas fisik, tetapi apabila dikombinasi
dengan kafein dapat meningkatkan performa. Kombinasi keduanya memperlambat timbulnya
kelelahan pada olahraga dengan intensitas tinggi. Terdapat penelitian yang menyatakan
bahwa epinefrin menyebabkan perasaan terpacu sedangkan kafein meningkatkan
metabolisme otot. Pada olahraga daya tahan atau aerobik, efedrin dapat memperberat beban
sistem kardiovaskuler. Menurut Csajka (2005) meskipun efek kafein pada pengosongan
lambung masih kontroversial, sebuah penelitian terbaru tentang kombinasi efedrin-kafein
menunjukkan perpanjangan signifikan dari waktu pengosongan lambung dibandingkan
dengan plasebo . Dengan demikian, penurunan tingkat penyerapan efedrin dengan adanya
kafein dapat dijelaskan oleh tertundanya pengosongan lambung. Selain itu, karena waktu
paruh efedrin pendek, pengaruh kafein diperkirakan akan menghasilkan efek maksimal
selama fase awal penyerapan kafein, ketika konsentrasi tertinggi. Disini perlu diingat bahwa
efedrin memilki efek samping yang merugikan bagi tubuh. Pada saat olahraga denyut jantung
meningkat, tekanan darah meningkat.apabila keadaan seperti ini ditambah dengan bahan yang
dapat meningkatkan keadaan tersebut akan memberi efek sinergis yang berbahaya bagi tubuh.
Menurut Rhidian (2011) efek toksisitas dari efedrin diperberat oleh keadaan dehidrasi,
peningkatan suhu tubuh dan latihan fisik. Menurut Magkos & Kavouras (2004) respon
hormonal yang timbul akibat konsumsi kombinasi efedrin-kafein berupa peningkatan
norepinefrin plasma selama olahraga, sedangkan pemberian alkaloid efedra saja belum dapat
mengukur konsentrasi hormon dalam plasama saat olahraga. Alkaloid efedra tidak
mempengaruhi konsentrasi laktat saat olahraga, tetapi apabila diberikan bersama kafein akan
meningkatkan laktat darah dan meningkatkan glukosa darah Jadi kedua obat ini memiliki
efek potensiasi meskipun kafein memilki kontribusi yang lebih besar. Pada sistem
kardiovaskuler dapat terjadi peningkatan denyut nadi serta tekanan darah.

Efedrin sebagai bahan yang dilarang digunakan saat kompetisi karena memberi efek
merugikan yang meliputi hipertensi, palpitasi, takikardi, angina pectoris,stroke, infark
myokard, kejang dan kematian. Menurut Magkos & Kavouras (2004) tes yang digunakan
untuk mendeteksi doping ephedrin adalah dengan analisis urin serta teknik analisis rambut.
Menurut WADA (2014) ephedrin dengan konsentrasi lebih dari 10 microgram per mililiter
urine baru dilarang penggunaannya dalam pertandingan.

Efedrin merupakan alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan jenis efedra dan termasuk
golongan nonkatekolamin yang dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan
kerjanya lama. Efek efedrin bagi tubuhyang penting adalah peningkata kerja jantung,
peningkatan tekanan darah, menyebabkan bronkhodilatasi serta berfungsi sebagai
dekongestan. Penggunaan efedrin selama aktivitas olahraga baru memberi efek ketika
diberikan bersama kafein yaitu berupa peningkatan metabolisme, meningkatkan
glikogenolisis, peningkatan lipolisis serta menekan nafsu makan. Perlu penelitian lebih lanjut
mengenai penggunaan efedrin pada aktivitas olahraga karena masih banyak penelitian
menunjukkan hasil yang berbeda-bada.

3 prevensi dan manajemen DMS

Sumber: PREVALENSI, KARAKTERISTIK, DAN PENANGANAN DELAYED ONSET MUSCLE SORENESS


(DOMS) Yanuar Prihantoro1 , Rachmah Laksmi Ambardini1 MEDIKORA, Vol. XVII No. 2 Oktober
2018, Hal 126-135

Resiko terjadinya DOMS dapat dikurangi dengan memberikan berbagai penanganan seperti
stretching, minum obat NSAID (Non-Steroid Anti Inflamatory Drug), kompres es, kompres hangat,
masase, istirahat, dan tetap melakukan latihan. Penanganan yang dilakukan oleh setiap orang
berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang dialami oleh seseorang. Menurut
Rensburg et al. 2015 pemberian masase dan menggunakan NSAID dapat mengurangi rasa nyeri
DOMS. Masase yang diberikan segera setelah berolahraga berat dapat mengurangi rasa sakit yang
disebabkan oleh DOMS. Disamping menggunakan masase penanganan DOMS dapat menggunakan
obat NSAID yang diminum setelah melakukan aktivitas olahraga. Penggunaan NSAID bergantung
pada dosis dan waktu penggunaan setelah melakukan aktivitas olahraga. NSAID bekerja dengan
menghambat gejala dari DOMS yaitu rasa nyeri yang berat setelah melakukan aktivitas olahraga
berat. NSAID tidak memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan otot, namun harus digunakan
sesuai dengan aturan.

Pencegahan dan Penanganan DOMS

Pencegahan dan penanganan DOMS dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dapat dilakukan
saat mengalami nyeri yang dirasakan setelah berlatih. Beberapa cara untuk mencegah dan
menangani DOMS:

1) Stretching/Penguluran. Penguluran yang dilakukan setelah melakukan latihan dapat mengurangi


resiko terjadinya DOMS pada seorang atlet. Penguluran dapat berupa PNF stretching pada otot-otot
besar pada tungkai seperti otot hamstring, quadriceps femoris, dan gastrocnemius. Otot besar yang
mengalami DOMS dapat berkurang rasa nyeri yang dirasakan setelah dilakukan penguluran. Otot
yang sudah dilakukan penguluran menjadi lebih elastis dan meningkat kelenturannya. Proprioceptive
Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah teknik peregangan yang umum digunakan dalam lingkungan
atletik dan klinis untuk meningkatkan baik aktif dan berbagai pasif gerak (ROM) dengan maksud
untuk mengoptimalkan performa motor dan rehabilitasi. Latihan PNF sangat efektif digunakan untuk
meningkatkan ROM, khususnya dengan perubahan jangka pendek ROM (Melanie J, dkk, 2006:930).
Kayla B, dkk (2012: 105) mengatakan bahwa Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah
teknik peregangan yang dimanfaatkan untuk meningkatkan elastisitas otot dan telah terbukti
memiliki efek positif pada kisaran aktif dan pasif gerakan. Elastisitas otot yang baik dapat
mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh DOMS setelah berlatih.,

2) Masase/Pijat. Masase/pijat dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS yakni
dengan memperlancar peredaran darah pada bagian yang mengalami rasa nyeri akibat DOMS.
Masase yang diberikan hanya memberikan efflurage dan shaking pada bagian yang mengalami rasa
nyeri akibat DOMS. Manipulasi yang dilakukan dapat membantu memperlancar aliran darah pada
otot yang mengalami rasa nyeri akibat DOMS. Masase yang diberikan segera setelah berolahraga
dapat mengurangi jumlah rasa sakit dan kekakuan yang dirasakan setelah berolahraga. Meskipun
ada peningkatan gejala analgesik yang dirasakan tetapi masase tidak berpengaruh pada fungsi otot
dan enzim yang disebabkan oleh kerusakan sel atau inflamasi (Rensburg et al. 2015). Pemberian
masase yang tepat dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS.,

3) Istirahat. Salah satu cara untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh DOMS adalah dengan
melakukan istirahat total setelah terasa nyeri setelah berolahraga. Melalui istirahat yang dilakukan
selama ± 5 hari dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh DOMS. Istirahat yang dilakukan
dengan tidak melakukan aktivitas olahraga termasuk penguluran sehingga otot beristirahat. DOMS
biasanya hanya terasa selama 24-72 jam setelah berlatih (Rensburg et al. 2015). Berdasarkan
lamanya terasa DOMS dapat diketahui istirahat dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh
DOMS setelah melakukan latihan secara berat.,

4) Kompres Es. Pemberian kompres es merupakan salah satu sarana untuk mengurangi adanya
peradangan pada bagian otot tertentu setelah melakukan aktivitas berat. Kompres es yang diberikan
setelah melakukan latihan dapat mengurangi adanya rasa sakit setelah melakukan latihan.
Mekanisme pengurangan rasa nyeri akibat DOMS dapat ditunjukkan yakni pemberian es yang dapat
mempersempit pembuluh darah dan mempercepat proses pemulihan dengan mengurangi
peradangan yang terjadi pada otot yang bekerja terlalu berat.

Anda mungkin juga menyukai