Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI
“VISUS DAN ANOMALI REFRAKSI TES BUTA WARNA”

DISUSUN OLEH :

NAMA : Vallentino Ardine Pasetya Bisay


NIM : 41180288
ANGKATAN : 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN

A. JUDUL
Juduk praktikum ini ialah : “VISUS DAN ANOMALI REFRAKSI TES BUTA
WARNA”

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum fisiologi “VISUS DAN ANOMALI REFRAKSI TES BUTA
WARNA” :
1. Memahami fungsi dan mekanisme kerja indra penglihatan
2. Mengukur ketajaman penglihatan
3. Memahami mekanisme persepsi penglihatan warna

C. HASIL

1. Anomaly refraksi dan Visus

Nama mahasiswa : VALLENTINO ARDINE PRASETYA BISAY


Kelompok praktikum : 3.6
Tanggal praktikum : 29 OKTOBER 2019
Jam : 13.00 WIB
A.
Nama naracoba : KENZIE ONGKO WIJAYA
Jenis kelamin : PRIA
Umur : 19 Tahun
B.
Nama naracoba : EVITA ZEVANYA
Jenis kelamin : WANITA
Umur : 19 Tahun

Hasil yang diperoleh :


Pengakuan naracoba refraksi mata sebelum pemeriksaan :
A.
1. Mata kanan/occulus dextra (OD) : emmetrop/hipermetrop/miop/astigmat
2. Mata kiri/occulus sinistra (OS) : emmetrop/hipermetrop/miop/astigmat
B.
1. Mata kanan/occulus dextra (OD) : emmetrop/hipermetrop/miop/astigmat
2. Mata kiri/occulus sinistra (OS) : emmetrop/hipermetrop/miop/astigmat
A B
naracoba
OD OS OD OS

Pengakuan naracoba refraksi


Emmetrop Emmetrop Miopi Miopi
mata sebelum pemeriksaan

Visus sebelum koreksi 20/30 20/25 3/60 3/60

Emmetrop ditambah lensa sferis 20/50 20/50 - -


(+0,5) D
- 3,5 - 3,5
Silindris = Silindris =

Miop ( setelah dikoreksi) - - 0,5 0,5


Aksis = Aksis =
60 120

Hipermetrop ( setelah koreksi) - - - -

Kesimpulan

KESIMPULAN :
1. Refraksi OD : emmetrope/hipermetropfakultatif.
2. Refraksi OS : emmetrope/hipermetropfakultatif.

PENDERITA OD OS

A …../….. …../…..

B …../….. …../…..

C …../….. …../…..

D …../….. …../…..

E …../….. …../…..

Yogyakarta,………………..
Tanda Tangan Pengawas Tanda Tangan Praktikan
(………………………..) (………………………..)

2. Tes Buta Warna


HASIL
Kelompok : 3.6
Nama praktikan : VALLENTINO ARDINE PRASETYA BISAY
NIM : 41180288
Jenis Jelamin : PRIA
Tanggal : 29 OKTOBER 2019

Nama naracoba : BERLIANA MEGA


NIM : 41180219
Jenis Kelamin : WANITA
Usia : 19 Tahun

*periksa buta warna sebelumnya : PERNAH/BELUM


Pernah – kapan :

NO. GAMBAR NARACOBA PEMBANDING

1 12  12

2 8 8

3 5 5

4 29 29

5 74 74

6 7 7

7 45 45

8 2 2

9 X X

10 16 16

11 DAPAT MENUNUT DAPAT MENUNUT

12 25 25

13 96 96

14 DAPAT MENUNUT DAPAT MENUNUT


Yogyakarta,………………..
Tanda Tangan Pengawas Tanda Tangan Praktikan

(………………………..)
D. PEMBAHASAN

1. Anomali refraksi dan visus

Indra pengelihatan bertugas untuk memberikan tampilan visual dan persepsi


dimana hal ini dimulai ketika objek memantulkan cahaya yang kemudian mel;ewati
sistem pengelihatan yakni dimulai dari kornea kemudian menuju ke lapisan vasculosa
mata terutama iris dimana iris akasn membentuk pupil yang akan mengatur banyak
sedikitnya cahaya yang masuk ke mata dengan mekanisme kontraksi dan relaksasi dari
otot spicnhter pupil dan dilator pupil sehingga pupil akan membesar dan mengecil
menyesuaikan besarnya cahaya yang masuk. Cayaha kemudian akan dibiaskan oleh lensa
yang tepat berada di belakang pupil/iris ( camera oculi posterior) yang akan membentuk
bayanganserta memfokuskan cahaya pada retina dengan orientasi terbalik tetapi dengan
kemampuan persepsi otak untuk melihat benda dalam posisi tegak/ sedianya.Persepsi
yang dibangun otak berdasar atas impuls dari retika yang melalui fotoreseptor ditangkap
warna dan bentuknya.Fotoreseptor tersebut berupa sel cone dan sel rod yang bekerja
bersamaan dimana sel rod dengan bantuan rhodopsin yang bekerja aktif untuk
pengelihatan malam sedangkan sel cone sebagai reseptor warna dan pengelihatan siang
yang mengandung iodopsin.retiasn juga memiliki komponen neural yang meliputi sel
bipolar,ganglion,horizontal dan sel amakrin untuk memproses cahaya yang kemudian
ditransfer melalui nervus optikus menuju chiasma optikus,trctus optikis,menuju nucleus
genuculatum lateral,coplliculus superior dan berakhir di korteks cerebri di occipital dan
dipersepsikan.
Visus atau ketajaman pengelihatan merupakan kemampuan mata untuk bisa
membedakan bentuk dan detail obejl pada jarak tertentu melalui mekanisme
memfokuskan cahaya pada retina.Terdapat pemeriksaan visus untuk menentukan
keadaan visus dari pasien atau subjek yang diperiksa.
Pemeriksaan visus praktikum ini dilakukan pada 2 probandus dengan kondisi
probandus A emmetrope dan Probandus B myopia.emmetrop merupakan pengelihatan
normal atau emetrop ketika cahaya sejajar dari objek jauh difokuskan di retina pada
keadaan otot silliaris relaksasi total dimana mata dapat melihat semua objek jauh dalam
kondisi tanpa akomodasi dan saat melihat dekat dengan akomodasi.Sedangkan Myopia
merupakan kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar ketika dibiaskan oleh kornea dan
lensa membentuk bayangan yang jatuh terpat di depan retina ketika mata tidak
berakomodasi dan membentuk lingkaran buram pada tiap titik objek sumber sehingga
proyeksinya buram.
Ketika probandus B diperiksa dengah mata “telanjang” probandus tidak dapat
mengidentifikasi snallen chart sehingga dilakukan finger counting yang menghasilkan
visus 3/60 yakni probandus baru dapat mengidentifikasi hitungan jari pemeriksa pada
jarak 3 meter dari jarak seharusnya bagi orang normal yakni 60 meter. Hal ini terjadi
karena bola mata yang terlalu Panjang mengakibatkan sumbu optic lebih Panjang atau
karena kekuatan lensa sebagai media refraksi terlalu kuat.Disamping itu apabila objek
didekatkan maka bagi penderita miopi objek akan terlihat lebih jelas hal ini terjadi bukan
karena mekanisme pengurangan kekuatan lensa (akomodasi) tetapi karena adanya
mekanisme akomodasi dimana M.ciliaris akan berkontraksi dan memicu zonula ciliaris
yang memfiksasi mata untuk relaksasi sehinga lensa cembung dan membuat bayangan
tepat jatuh pada retina ketika benda berada pada jarak dekat.Kemudian dilakukan
pemeriksaan lanjutan pada probandus B dengan dikoreksi menggunakan lensa sferis
konkaf (-3,5) silindris 0,5 dengan aksis 120 pada mata kiri dan sferis konkaf(-3,5) silindris
0,5 dengan aksis 60 dan ditemukan probandus dapat melihat dengan jelas pada snallen
chart.Hal ini menununjukan bahwa pengunaan lensa konkaf dapat membantu
membiaskan cahaya sehingga berkas cahaya sejajar yang masuk dapat mencapairetina
.Ditemukan pada probandus B yakni keadaan astigmatisma yaitu kondisi dimana
bayangan pengelihatan pada satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bdiang
yang tegak lurus terhadap bidang tersebut sehinga cahaya yang melalui lensa astigmatikl
tidak seluruhnya dibiaskan menuju satu titik fokus.Hal ini terjadi sebab korna dan lensa
tidak melengkung rata atau bisa dikatakan terlalu besarnya kelengkungan kornea atau
lensa pada salah satu bidang dimata.Daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi
sebab terjadi perbedaan kelengkungan antara satu bidang dengan yang lain sehingga
dibutuhkan derajat akomodasi yang berbeda dimana bisa dikoreksi dengan bantuan lensa
silindris dengan aksis tertentu.
Pada pemeriksaan probandus A dengan kondisi emmetrop dengan mata
“telanjang” , hasil visus melalui snallen chart menunjukan occuli dextra sebesar 20/30
yang artinya probandus dapat mengidentifikasi huruf pada jarak 20 ft yang pada orang
normal dapat dilihat pada jarak 30ft sedangkan pada occuli sinistra ditemukan visus 20/25
yang artinya probandus dapat mengidentifikasi huruf pada jarak 20 ft yang pada orang
normal dapat dilihat pada jarak 25 ft.Hasil ini merupakan hasil yang normal bagi seorang
emmetrope (yang dianggap emmetrop)meski ada indikasi miop.Hal ini menunjukan
bahwa komponen refeaktif mata dapat secatra tepat merefraksikan Cahaya yang masuk
ke retina yakni lapisan nervosa yang mana akan dibentuk menjadi impuls menuju area
visual otak,komponen refraktif mata terdiri dari kornea sebagai komponen yeng berperan
paling signifikan kemudian aquos humor,lensa dan corpus vitreum.Kondisi emmetrope
memungkinkan mata dapat melihat jauh tanpa adanya akomodasi dimana M.cilliaris
berelaksasi sehinga lensa mata cenderung lebih datar sehingga pembiaasan cahaya
sempurna untuk membentuk bayangan tepat pada retina.Ketika mata emmetrope
melihat ibejk dekat maka akan terjadi mekanisme akomodasi dimana M.ciliaris akan
berkontraksi menyebabkan zonula cilliaris berelaksasi sehingga lensa menjadi cembung
untuk memungkinkan cahaya tidak terjatuh dibelakang retina ketika melihat dekat akan
tetapi tepat pada retina atau dengan kata lain lensa memiliki kekuatan cukup untuk
memfokuskan cahaya pada retina.Kemudian dilakukan koreksi dengan menggunakan
lensa sferis (+) 0,5 dioptri yang bertujuan untuk memastikan ada tidaknya indikasi
hipermetrop fakultatif.Didapati hasil visusnya yakni 20/50 dengan kondisi sedikit buram
pada kedua occuli. Hal ini berarti bahwa probandus dalam kondisi emmetrope atau
normal.Kondisi ini terjadi karena penambahan lensa sferis (+) 0,5 dioptri mengakibatkan
bayangan yang tadinya tepat jatuh di retina menjadi jatuh didepan retina sehingga
kemampuan melihat jauh probandus berkurang dan cenderung kabur saat mencoba
mengidentifikasi Snellen chart pada baris yang sama sama seperti pemeriksaan
pertama.Berbeda dengan penderita hipermetropi fakultatif yang mana akan mengalami
akomodasi yang cenderung berlebih dan pada saat pemeriksaan mata “telanjang” maka
akan menunnukan indikasi emmetrope karna kemampuan akomodasi mata dan saat
mengkoreksi dengan lensa sferis (+) 0,5 dioptri akan didapati hasil visus normal atau
emmetrope sebab peran akomodasi mata akan digantikan oleh lensa sferis (+) 0,5 dioptri
dan M.ciliaris berelaksasi.

2. Pemeriksaan Buta Warna


.Pengelihatan warna merupakan mekanisme oleh fotoreseptor cone cell yang
meliputi red cone cell (long-wavelenght light) ,blue cone cell (short-wavelenght light) l and
green cone cell (middle-wavelenght light) yang memungkinkan retina mengidentifikasi
gradasi warna.Mata manusia merupakan suatu alat yang mampu mempersepsikan
seluruh gradasi warna ketika cahaya monokromatik dikombinasikan dengan warna
merah,biru dan hijau sehingga membentuk bermacam macam gradasi warna sesuai
dnegan objek asli.Masing-masing cone cell menyerap panjanggelombang berbeda dimana
sel cone biru menyerao cahaya pada 400 nm – 530 nm,sedangkan sel cone hijau
menyerap cahaya pada 410 nm-610 nm sedangkan sel cone merah menyerap cahaya
dengan Panjang gelombang 480 nm- 690 nm.Impuls warna kemudian akan ditransferkan
menuju lobus occipitalis pada area 17 untuk masukan impuls pengelihatan.
Buta warna merupakan ketidak mampuan seseorang untuk membedakan warna
tertentu.Hal ini terjadi karena cone cell pada retina tidak mampu untuk menyerap
spektrum warna dari berkas cahaya yang masuk sehingga objek yang diamati
dipersepsikan menjadi warna yang berbeda dari sesungguhnya.Terbagi menajdi buta
warna parsial (dikromatik atau trikromatik) dan buta warna total (monokromatik).Buta
waran parsial masih memungkinkan pengelihatan warna yang terbagi menjadi merah-
hijau dan biru-kuning atau terbagi menajdi dikromatik dan monokromatik.dimana
dikromatik adalah kondisi dimana sesorang hanya memiliki 2 jenis cone cell sehingga
hanya dapat membedakan warna yang diabsorbsi oleh kedua jenis sel tersebut dan sulit
untuk warna yang dipersepsikan oleh kombinasi kerja dengan sel pigmen yang tidak
ada,sedangkan trikromatik adalah kondisi dimana seseorang memiliki ketiga cone cell
tetapi kemampuan kerjanya lemah sehingga interpretasinya terhadap warna objek tidak
maksimal dan kemungkinan berbeda.Kemampuan membedakan warna terjadi ketika sel
kerucut yang terlibat dapat bekerja secara effektif akan tetapi jika terjadi sebuah kondisi
kegagalan kerja atau tidak adanya salah satu sel kerucut yang membentuk suatu warna
maka sesorang tidak akan dapat membedakan warna tertentu seperti contohnya warna
merah,hijau,kuning dan jingga yakni warna yang Panjang gelombanya dapat diserap oleh
sel cone hijau dan merah dimana bila salah satunya saja mengalami kerusakan/ hilang
atau tidak ada maka sesorang tidak akan mampu membedakan 4 warna tersebut dengan
yang paling signifikan tidak terlihat yakni hijau dan merah.orang yang tidak memiliki cone
cell merah disebut protano-pia dan yang tidak memiliki cone cell hijau disebut
deuteranopia.
Sedangkan buta warna total (monokromatik) adalah kondisi dimana hanya
terdapat 1 cone cell yang berfungsi dan mengakibatkan interpretasi warna seseorang
hanya ada dua yakni hitam dan putih.
Pada pemeriksaan buta warna digunakan buku ishihara’s yang akan diidentifikasi
oleh subjek pemeriksaan dengan pembanding.Didapati hasil bahwa subjek pemeriksaan
(probandus) tidak buta warna dengan dibuktikan dari mampunya probandus dan
pembanding untuk mengidentifikasi dengan benar angka dan memunut garis dengan
benar pada buku ishihara’s.
Terdapat kerentanan pada laki laki untuk mengalami buta warna sebab untuk
pengelihatan warna diperlukan satu kromosom X,dikarenakan laki-laki hanya memiliki
satu kromosom X,apabila kromosom X tersebut tidak terdapat gen fotopigmen maka
akan terjadi buta warna,Ketika pada wanita,karena memiliki 2 kromosom X maka apabila
salah satu kromosom X nya tidak memiliki fotopigmen maka kromoso X lainnya akan
mengkompensasi.
KESIMPULAN

Pada praktikum ini ditemukan bahwa probandus A adalah emmetrope (miop) dan tidak
ditemukan indikasi hipermetro[ fakultatif,sedangkan pada probandus B ditemukan mengalami
anomaly refraksi berupa miop dan astigmatisma pada occuli dextra dan sinistra yang kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis (- 3,5) silindris 0,5 dengan aksis 120 pada occuli dekstra dan aksis
60 pada occuli sinistra.Pada probandus pemeriksaaan buta warna tidak ditemukan adanya
kondisi buta warna monokromatik maupun parsial sehingga bisa dikatakan normal.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Sidarta Ilyas. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Tortora GJ, grabowski SR.2003.Principles of anatomy and physiology.Ed.john wiley & son inc.

Anda mungkin juga menyukai