PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu organ indera yang sangat kompleks dan memiliki fungsi untuk
penglihatan. Mata adalah salah satu organ vital manusia yang tanpanya manusia tidak dapat
beraktivitas dengan baik. Seiring bertambahnya usia, tingkat produktivitas seseorang dan faktor-
faktor predisposisi lainnya dapat mempengaruhi kondisi atau keadaan pada mata.
Pada praktikum fisiologi mata ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui berbagai macam
pemeriksaan pada mata yang meliputi pemeriksaan buta warna, visus, anomali refraksi, dan
kelainan refraksi. Percobaan ini bertujuan untuk penegakan diagnosis dalam proses terapi pada
gangguan mata atau kelainan mata yang diderita oleh pasien.
B. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui cara pemeriksaan visus, anomali refraksi, dan
koreksi anomali refraksi
BAB II
DASAR TEORI
Diletakkan alat uji pada jarak 75 cm dari naracoba/orang pembanding pada penyinaran matahari
secara tidak langsung yang cukup. Alat diangkat sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan
garis penglihatan.
Ditunjukkan gambar no.1 oleh penguji sampai dengan no.14 dan tidak boleh lebih dari 3 detik
naracoba atau pembanding menyebutkan gambar yang dilihat.
VISUS, ANOMALI REFRAKSI, DAN KOREKSI ANOMALI REFRAKSI
Ditanyakan tentang ketajaman penglihatan (sebelum diperiksa) terhadap naracoba dan dicatat
jawabannya di lembar kerja.
Ditutup mata kiri naracoba kemudian naracoba mencoba mencoba membaca huruf-huruf optotip
snellen dengan mata kanan. Pembacaan huruf dimulai dari deretan huruf terbesar sampai deretan
huruf yang masih dapat dibaca tanpa kesalahan.
*apabila visus naracoba belum menunjukkan nilai 6/6 , ada kemungkinan mata naracoba bukan
emetrop. Untuk menentukan emetrop / tidak , naracoba dipasang lensa sferis positip sebesar 0,5 D.
Jika tetap 6/6 berarti naracoba menderita hipermetrop fakutatif. Apabila kurang dari 6/6 berarti
naracoba mempunyai mata emetrop.
*jika hasil pada cara 2 dan 3 visus tidak 6/6, ada kemungkinan penderita menderita hipermetrop.
Untuk merubah visus 6/6 naracoba diletakkan lensa sferis positip, mula-mula lensa sferis + yang
kuat (dioptri besar), lalu berturut-turut diganti dengan lensa sferis + yang lebih lemah sampai
diperoleh visus 6/6.
*apabila penambahan lensa sferis + tersebut tidak menambah nilai visus, maka kemungkinan
penderita mempunyai mata miop. Untuk merubah nilai diletakkan lensa sferis negatif. Penambahan
dimulai dengan lensa sferis negatif lemah kemudia makin kuat sampai visus mencapai 6/6.
*apabila kedua penambahan lensa (positif dan negatif) visus tidak mencapai 6/6, kemungkinan
naracoba menderita astigmatisma. Kemudian dilakukan uji astigmatisma dengan menggunakan
bagian dari optotip snellen yang berupa garis-garis yang berbentuk seperti jam atau kipas. Untuk
membantu dipasang lensa silindris di depan lensa sferis yang menghasilkan nilai visus terbesar.
BAB IV
DATA & PENGAMATAN
Data Pengamatan
Tabel Hasil
NO Terlihat oleh naracoba Terlihat oleh pembanding
1 12 12
2 8 8
3 5 5
4 29 29
5 71 71
6 7 7
7 45 45
8 2 2
9 - -
10 16 16
11 (mengikuti track) (mengikuti track)
12 35 35
13 96 96
14 (mengikuti track) (mengikuti track)
VISUS, ANOMALI KOREKSI, DAN KELAINAN REFRAKSI
VISUS
Sebelum dikoreksi visus OD = 6/12 , OS = 6/9
Setelah dikoreksi dengan lensa sferis positip 0,5 D
visus OD = 6/20
OS = 6/9
Kesimpulan refraksi OD = emetrop
refraksi OS = emetrop
MIOPI
Setelah dikoreksi dengan lensa sferis negatif 0,5 D
visus OD/OS mencapai visus 6/6 dengan lensa sferis negatif 0,5 D
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan visus untuk mendeteksi adanya kelainan refraksi yang dilakukan
terhadap naracoba didapatkan hasil koreksi 0,5 D untuk mata kanan sedangkan mata kiri visus
relatif normal. Maka naracoba mempunyai mata miopi.
Berdasarkan kelainan refraksinya, miopi dibagi menjadi 3 :
1.Miopi ringan --> -0.25 s/d -3.00
2.Miopi sedang --> -3.25 s/d -6.00
3.Miopi berat --> -6.25 atau lebih
Jadi naracoba termasuk ke dalam miopi ringan. Untuk mata kiri naracoba didapatkan visus 6/6 ,
ketajaman penglihatan normal adalah 20/20 atau 6/6 pada jarak sekitar 6 m. Pada mata normal,
bayangan benda yang berjarak lebih dari 6 m akan jatuh tepat pada retina dan mata dalam keadaan
relaks atau tanpa akomodasi. Sehingga bila mata berada dalam keadaan seperti ini dikatakan mata
tersebut dalam keadaan normal.
Pada koreksi kelainan refraksi yang ditemukan adalah naracoba menderita miopi pada
oculus dextra (OD), ini disebabkan karena pembentukan bayangan pada retina naracoba dalam
pemfokusan cahaya sedikit mengalami gangguan. Gangguan yang dialami naracoba terjadi pada
proses konvergensi bola mata. Jika pada mata normal, kemampuan memfokuskan kedua bola mata
pada dua objek yang berbeda dapat dilakukan secara bersamaan pada satu benda, maka pada
naracoba, kemampuan memfokuskan kedua bola mata tidak dapat dilakukan dengan baik, karena
tidak mampu mngearahkan cahaya dari suatu benda agar jatuh pada titik sesuai pada retina kedua
mata.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan
gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi
akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik.
Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi
fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan
penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur. Cahaya datang dari sebuah
fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-
jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di
dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk.
Struktur-struktur ini adalah lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior),
pupil, lensa, korpus vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari
retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang
berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke
bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur ulang bahan-bahan kimia
yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka
kebutaan dapat terjadi.
Seperti pada lensa fotografi, visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada
mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada
ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm),
ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim,
diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada
pada kisaran 3 atau 4 mm.
Pada percobaan terhadap naracoba, naracoba mengalami mata miopi, selain itu juga
banyak jenis kelainan refraksi seperti presbiopi (mata tua), hipermetropi, astigmatisma, dll. Hal
yang berhubungan denga berbagai macam jenis kelainan refraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menyebabkan berbeda-bedanya nilai visus pada setiap orang. Hal ini disebabkan oleh
bermacam-macam faktor seperti :
1. Faktor optik, misalnya keadaan mekanisme pembentukan bayangan di mata
2. Faktor retina, misalnya keadaan sek kerucut
3. Faktor rangsang, termasuk penerangan, terangnya rangsang, kontras antara rangsang, dan
lamanya waktu rangsangan
BAB V
KESIMPULAN
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.