IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. N
Tanggal Lahir
: 29 November 2015
Usia
: 5 bulan
Alamat
: Imogiri, Bantul
No.RM
: 020393xx
Tanggal Masuk
: 12 Mei 2016
Tanggal pulang
: 16 Mei 2016 ( jam 16.00)
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
- 7 Mei 2016 (H5SMRS)
Anak batuk ngikil disertai demam dengan suhu 38C kemudian dibawa berobat ke
-
darah.
12 Mei 2016 siang
Anak kejang selama 20 menit disertai demam 39C. Kemudian os dibawa ke RS Nur
Hidayah dan mendapatkan pertolongan pertama untuk kejang. Selanjutnya dirujuk ke
RS. Bethesda.
C. PERJALANAN PENYAKIT
D.
H5SMRS
H4SMRS
Demam
Batuk
Diberi obat
batuk dan
demam
Demam sempat
turun, kemudian
naik hingga
40C.
Diberi obat
penurun panas
H1SMRS
(Malam)
HMRS
(Siang)
BAB cair 4x
Muntah
Perut Kembung
Demam 39C
Kejang 20
menit
Dibawa ke RS
Nur Hidayah
Rujuk RSB
- Tidak ada riwayat anggota keluarga yang semasa kecil pernah mengalami kejang
yang serupa.
- Lingkungan sekitar terdapat tetangga pasien sebanyak 2 orang terkena demam
berdarah.
F. Riwayat Alergi
Tidak memiliki riwayat alergi tertentu
Obat ( - )
Makanan ( - )
Susu Sapi ( - )
Suhu & debu ( - )
G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Pada saat ibu mengandung 6 bulan, ibu mengalami hiperemesis yang mengharuskan
dirawat di rumah sakit. Ibu tidak memiliki riwayat diabetes melitus dan hipertensi.
- Anak lahir cukup bulan (aterm) pada usia kehamilan 36 minggu, lahir spontan dan
langsung menangis ditolong oleh bidan dengan berat badan saat lahir 3,4 kg.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: buruk
: soporos coma
Vital Sign
- Nadi : 120 kali/menit
- RR : 36 kali/menit
- Suhu : 37,7 derajat C
- BB : 6 kg
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, ubun-ubun cekung, SI -/-, CA -/-, mata cekung (+),
mukosa bibir kering
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-) , massa (-) , nyeri tekan (-).
Thorax
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi
Ekstremitas
: Akral dingin, perabaan nadi lemah, capilary refil < 2 dtk, petekie (+)
lengan kanan
Tanda Meningeal
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Kernig (-)
DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Kejang demam kompleks
2. Dengue Shock Syndrome
3. Diare Cair Akut dengan dehidrasi berat
DIAGNOSIS BANDING
1. Ensefalitis
2. Meningitis
3. Meningoencephalitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PDL 12/05/2016
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Segment neutrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Golongan Darah
Hasil
11.0 g/dl
14.74 ribu/mmk
Nilai Normal
10.4 15.6
6.0 18.0
0.0 %
0.1 %
50.0 %
27.1 %
13.8 %
34.2 %
4.50 juta/mmk
13.0 %
74.5 fL
24.0 pg
32.2 g/dl
12 ribu/mmk
B
15
01
30 40
48 78
1 11
34.0 48.0
3.70 5.20
11.5 14.5
78.0 102.0
23.0 31.0
32.0 36.0
150 - 450
**LL
Hasil
Nilai normal
Kuning
1.015
6.0
Negatif
1+
Negatif
Negatif
1+
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.003-1.030
4.5-8.0
Negatif
Negatif
KIMIA DARAH
Elektrolit
Natrium
Hasil
131.6
Satuan
Mmol/L
Nilai rujukan
136 146
Kalium
Clorida
Calcium
3.78
97.4
7.2
L
L
Mmol/L
Mg/dl
Mg/dl
3.5 5.1
98.0 107.0
9.0 11.0
IMUNOLOGI/SEROLOGI
Anti Dengue IgG/IgM
Anti Dengue IgG
Anti Dengue IgM
Hasil
Negatif
Positif
Nilai rujukan
Negatif
Negatif
13/05
21.000
31.8
CT SCAN
24/05
32.000
30.4
15/05
97.000
34.4
16/05
199.000
34.3
GRAFIK SUHU
38
37.5
37
36.5
36
35.5
35
DIAGNOSIS
1.
2.
3.
4.
TATALAKSANA
Oksigenasi O2 2 - 4L/menit
Resusitasi Cairan dengan Infus RL 10cc/kgBB/jam
BB : 6 kg 60cc/jam
Tetesan Mikro
60 cc x 60 tetes : 60 menit 60 tpm
Penanganan Kejang, belum terpasang IV
Inj.Phenobarbital 30 mg
Anti Piretik
Paracetamol 10 mg/kgBB 60 mg (puyer)
Penanganan peningkatan TIK
Inj. Dexamethasone 1 mg/kgBB 6mg/kgBB
Rencana transfusi plasma (FFP) 10-20ml/kgBB
EDUKASI
Saat di Rawat Inap
Menjelaskan tentang kondisi sakitnya pasien kepada orang tua
Menjelaskan alasan pasien harus dirawat intensif kepada orang tua
Saat akan Pulang
St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan
Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV).
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1.
Infeksi virus yang bersifat epidemik
a.
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b.
Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2.
Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3.
Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan.
PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus
dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke
dalam tubuh virus akan menyebar dengan beberapa cara:
1.
Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan
2.
3.
4.
organ lain.
Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis tergantung kepada :
1.
Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya : virus
Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus
temporalis. Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.
2.
Patogenesis agen yang menyerang.
3.
Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah, perubahan
perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis
fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda
rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat
juga timbul gejala dari infeksi traktus respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau
infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles,
rubella, herpes viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic
chotiomeningitis).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan/ radiologi
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan
LP (lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin
berguna untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu
minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal,
namun gambaran tidak tampak tiga hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak
membantu dalam membedakan berbagai ensefalitis virus.
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium
merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu
peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang
terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi herpes
virus memperlihatkan lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada unilateral
dan bilateral.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG:
gelombang delta aktif yang terus-menerus, gelombang delta yang disertai spike
(gelombang paku), dan pola koma alpha. Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG
ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak menyolok
pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada
daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak
didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal.
Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah
lobus temporalis
yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.
3. Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ;
dari feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan
pleositosis
(yang
didominasi oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48
jam pertama infeksi, pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear,
kemudian berubah menjadi limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS
biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat. PCR (polymerase chain
reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ensefalitis.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal
biasanya positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR
mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil
postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk
mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR digunakan untuk
mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis dapat
terdeteksi dengan PCR.
PENATALAKSANAAN
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien
koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap
gangguan asam basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan
fenobarbital. Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila
pasien panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi
Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari.
Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial
yang meningkat atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan
dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa
drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik pada pasien ensefalitis yang
mengalami gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya
paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis (EHS)
dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari.
Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose untuk herpes
ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini
Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat
pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari.
darah vena. Petekie halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan
pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan
yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjunctiva kadang-kadang
ditemukan. Pada masa konvalesen seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan / telapak
kaki.
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba
memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari
sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the
immunological enhancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda
kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi
cepat dan halus. Anak tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase syok. Nyeri di
daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai
prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi halus, cepat, kecil
sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang dan tekanan
sistolik menurun sampai 80mmHg atau lebih rendah .
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Jumlah trombosit <100.000/L ditemukan diantara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar
hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma. Hasil laboratorium lain yang sering
ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum dan urea nitrogen
darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit
bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang juga ditemukan albuminuria yang
bersifat sementara.
DIAGNOSA
Dengue Shock Syndrome ditegakkan berdasarkan temuan klinis laboratorik dan radiologi.
Perkembangan menjadi DSS terjadi pada hari ketiga sampai hari keenam dari mulai demam,
dengan kriteria diagnosis sebagai berikut:
1. 4 kriteria DHF: a. Demam akut
b.
2.
Klinis :
gejala klinis dan 2 temuan laboratorium maka diagnosis DSS sudah bisa ditegakan.
A. Penatalaksanaan
DSS merupakan keadaan darurat dimana diperlukan tindakan yang cepat dan
pengawasan ketat terhadap kondisi pasien. Pada syok terjadi kehilangan plasma yang cepat
dan masif akibat terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga perlu diberikan cairan
pengganti yang adekuat.
Penggantian volume plasma segera
2.
3.
Monitoring
Pengawasan tanda vital dan pemeriksaan hematokrit sangatlah penting dalam
mengevaluasi pengobatan. Bila pasien mengalami tanda-tanda syok, pasien harus terus
dipantau hingga kemungkinan terjadinya bahaya kematian pada pasien tidak ditemukan lagi.
Hal-hal yang perlu diawasi secara rutin antara lain :
1. Pasien dirawat di ruangan dengan pengawasan intensif.
2. Pemerikasaan tekanan darah, nadi dan nafas setiap 30 menit.
3. Kadar hematokrit atau hemoglobin tiap 2 jam pada 6 jam pertama, kemudian
dianjutkan dengan pemeriksaan setiap 4 jam.
4. Keseimbangan cairan harus terus dijaga. Perlu dilakukan evaluasi terhadap jenis
cairan, frekwensi dan jumlah cairan yang diberikan apakah cukup adekuat untuk
mengatasi syok. Frekuensi dan jumlah urin harus diperhatikan dalam menilai
keseimbangan cairan ini dan bila perlu dilakukan pemasangan kateter.
5. Pemeriksaan analisa gas darah bila keadaan pasien terlihat memburuk.
Kriteria Pemulangan Pasien DHF / DSS :
Beberapa kriteria pemulangan pasien DHF/DSS yaitu :
1. Bebas demam > 24 jam tanpa menggunakan antipiretik.
2. Pemulihan nafsu makan.
3. Gambaran klinis terdapat perbaikan nyata
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari pemulihan syok
6. Hitung trombosit >50.000/mm3 dan terdapat peningkatan
7. Tidak ada gagal nafas
B. Prognosis
Pemantauan terhadap kejadian syok pada DHF selama perawatan merupakan hal
paling penting pada tatalaksana DHF. Prognosis penderita tergantung dari beberapa faktor :
1.
Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat
tidaknya penanganan
Waktu yang diperlukan untuk mengatasi syok menggambarkan prognosis. Makin lama
waktu yang diperlukan untuk mengatasi syok maka semakin buruk prognosis yang
didapatkan.
2.
Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infus
dimulai. Bila syok dapat diatasi dengan pemberian cairan secara cepat dalam waktu
jam maka prognosis yang didapatkan lebih baik.
3.
Renjatan yang terjadi selama panas masih berlangsung akan memperburuk prognosis.
4.
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi
gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel berlangsung terus
atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam
rongga
usus.
Isi
rongga
usus
yang
berlebihan
akan
merangsang
usus
MANIFESTASI KLINIS
Pada Diare cair akut dapat ditemukan gejala dan tanda-tanda sebagai berikut
1. BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekwensi lebih dari 3kali sehari
2. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
3. Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
4. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa
haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau
tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Parameter
Ringan
Jenis Dehidrasi
Sedang
Berat
Kehilangan BB pada
bayi
Kehiangan BB pada
anak
Nadi
Tekanan darah
5%
10%
15%
3-4%
normal
normal
10%
sangat meningkat
ortostatik sampai
syok
Keadaan umum
Rasa haus
Mukosa
Air mata
Ubun ubun besar
normal
ringan
normal
ada
normal
Vena jugularis
tampak
6-8%
meningkat ringan
normal untuk ortostatik,
> 10 mmHg turun
gelisah, haus sampai
letargi
sedang
kering
menurun
normal sampai cekung
tak tampak kecuali
dengan
tekanan supraklavikular
Kulit
cubitan cepat
kembali
> 1.020
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tinja
1. Dapat disertai darah atau lendir
2. PH asam/basa
3. Leukosit > 5/LBP
4. Biakan dan test sensitivitas untuk etiologi bakteri/ terapi
5. ELISA (bila memungkinkan, untuk etiologi virus)
sangat gelisah
sangat/ tidak bisa Minum
sangat kering
tidak ada, mata cekung
cekung sekali
tak tampak walau dengan
tekanan
supraclavikular
cubitan sangat lambat
kembali
> 4 detik, dingin, sianosis
oligouri sampai anuri
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri
oralit atau air matang sebagai tambahan. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu
yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang, dsb). Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
B. Dehidrasi Ringan Sedang (Terapi B)
Cairan rehidrasi oral diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3 jam, namun bila berat
badan tidak diketahui :Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum. Jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI.
Beri oralit sesuai diare tanpa dehidrasi bila pembengkakan telah hilang.
Setelah 3 - 4 jam, nilai kembali keadaan anak kemudian pilih rencana terapi lanjutan sesuai
kondisi anak.
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila ibu pulang sebelum rencana terapi selesai
- Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3
- Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
- Edukasi perawatan anak di rumah
jam di rumah.
Pemberian Zinc
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare.
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian
dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis
penuh.
Nutrisi
Berikan ASI dan makanan sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan
berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang.
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x
sehari), Rendah serat, buah buahan diberikan terutama pisang. (mengandung Kalium)
Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.
Antibiotik
Diare berdarah dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotic cefixime 1,5
mg 3 mg/ kg BB/ 2x sehari selama 5 hari. Apabila terdapat amoeba vegetative maka
diberikan metronidazole dengan dosis 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 5 hari.
Edukasi
Memberitahukan ibu/pengasuh cara memberikan cairan dan obat di rumah
Motivasi pemberian ASI
Pemberian makanan pendamping ASI dengan benar
Menjaga kebersihan sehari hari seperti menggunakan air bersih, mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan bayi, membuang tinja bayi pada jamban, dan lain lain.
Na+ mencapai 130 mEq/L dengan ketentuan 10 mEq/hari (misalnya 2 hari untuk
kadar Na+ 110 mEq/L) ditambah kebutuhan Na+ rumatan. Gejala nyeri kepala, letargi
dan disorientasi harus segera ditangani untuk menghindari gejala lebih berat seperti
kejang dan koma akibat perpindahan cairan kedalam sel otak. Pada kasus dengan
gejala yang sangat menonjol koreksi Na+ sangat dibutuhkan dengan cepat. Pemberian
garam hipertonik seperti salin 3% perlu diberikan untuk menaikkan kadar Na 1-2
mEq/ L dalam waktu 1 jam atau mencapai normal dalam waktu 8 jam.
REFLEKSI KASUS
ENSEFALITIS
DENGUE SHOCK SYNDROME
DCA DENGAN DEHIDRASI BERAT
GANGGUAN ELEKTROLIT
Disusun Oleh :
Gabriela Adventia Utami
42100040
Dosen Pembimbing Klinik
dr. Margareta Yuliani, M.Sc., Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
2016