Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

“VISUS,ANOMALI,REFRAKSI DAN KOREKSI ANOMALI REFRAKSI”

Dosen Pengampu:
Laela Febriana,S.farm,M.Farm

Di Susun Oleh:
Salsafila Sari
21
Kelas C

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2023
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa memahami fungsi dan mekanisme kerja indera penglihatan.

II. DASAR TEORI

Mata adalah salah satu organ vital utama yang dimiliki setiap manusia. Organ ini untuk
membantu kita agar dapat melihatkan keindahan semesta serta berinteraksi secara baik
dengan lingkungan sekitar.Kesehatan mata juga harus diperhatikan dengan baik dan
benar(Budiono S, 2019).

Visus adalah perbandingan jarak seseorang terhadap huruf octotipe setelan yang masih
bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya visus
ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual dan pusat
penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta empiris menunjukkan mata kita bisa melihat sesuatu
pada jarak tertentu. Jadi bisa dilihat dengan jelas hingga jarak 60 m, lambaian tangan hingga
300 m dan cahaya jauh tak terhingga (Suhardjo,2014) .

Refraksi mata ialah kemampuan susunan lensa pada mata untuk membelokkan jalannya
berkas sinar (sejajar) yang masuk ke dalam mata. Tujuan agar berkas-berkas sinar itu
terkumpul untuk membentuk suatu bayangan.

Mata yang terlihat normal tidak menutup kemungkinan terganggunya penglihatan yang
jelas(Lestari et al., 2014).Emetropia merupakan suatu efek optik yang mencegah berkas
berkas cahaya membentuk sebuah fokus di retina. Kondisi dimana tidak ditemukannya
kelainan refraksi disebut emetropia. Kondisi penglihatan secara umum dikenal dengan
sebutan status refraksi. Status refraksi adalah kondisi yang menggambarkan tentang
pembiasan cahaya di mata. Klasifikasi status refraksi terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Emetropia (Mata Normal)

adalah keadaan pembiasan atau refraksi mata dimana sinar sejajar sumbu bola mata
dibiaskan pada satu titik dan tepat di retina. Mata emetropia adalah mata tanpa kelainan
refraksi.

2. Ammetropia (Mata Tidak Normal)

Status refraksi ammetropia sering juga disebut sebagai kelainan refraksi. Ametropia adalah
keadaan di mana sinar sejajar yang masuk pada mata tanpa akomodasi atau dalam keadaan
istirahat akan difokuskan tidak di l retina. Pada keadaan ini bayangan pada retina tidak
terbentuk sempurna/kabur. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan seperti
myopia, hipermetropia,astigmatisme.

3. Astigmatisma

Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina
akan tetapi pada 2 garis api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea.

Miop atau penglihatan dekat yaitu sewaktu otot silaris relaksasi total, cahaya dari objek
jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang
atau karena daya bias sistem lensa terlalu kuat ( Guyton, 2013).

Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata yang ditandai adanya berbagai derajat
refraksi pada berbagai meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan
difokuskan pada macam-macam fokus. Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau
polifaktorial. Kelainan korena (90%), perubahan lengkung kornea, kelainan lensa dan
kekeruhan lensa dapat menyebabkan astigmatisma (Suhardjo,2014).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Ishihara Test For Colourblindness yang terdiri dari 14 gambar warna

2. Optiop Snellen

3. Lensa Sferis Positif

4. Lensa Sferis Negatif

5. Lensa Sferis Silindris


IV. PROSEDUR KERJA

1. Naracoba duduk di kursi yang berjarak 6 m dari optotip Snellen. Naracoba ditanya tentang
ketajaman penglihatannya (sebelum diperiksa) dan catat jawabannya di lembar kerja.

2. Mata kiri naracoba ditutup, kemudian dengan panduan penunjuk oleh penguji, naracoba
membaca huruf-huruf pada optotip Snellen dengan mata kanan. Pembacaan huruf dimulai
dari deretan huruf yang terbesar sampai ke derean huruf yang masih dapat dibaca tanpa
kesalahan. Catat jarak deretan huruf yang masih dapat dibaca tanpa kesalahan. (tertera
pada optotip Snellen).

3. Ulangi percobaan tersebut untuk mata kiri. Catat pula hasilya pada lembar kerja. Hasil
yang diperoleh dari 2 dan 3,sesudah diperhitungkan dengan rumus,menunjukkan
ketajaman penglihatan sebelum dikoreksi.

4. Apabila visus naracoba menunjukkan nilai 6/6, ada kemungkinan mata naracoba bukan
positif sebesar 0,5 D. Kemudian mata kanan dan kiri diuji ketajaman penglihatannya secara
bergantian dengan urutan kerja seperti no. 2 dan 3.Dengan memperhatikan rumus,
ketajaman penglihatan naracoba tetap atau menjadi lebih kecil dari 6/6. Jika tetap 6/6
berarti nara coba menderita hipermetrop fakultatif.Jika kurang dari 6/6 berarti naracoba
mempunyai mata emetrop.

5. Jika hasil 2 dan 3 visus naracoba leih kecil nilainya dari 6/6, ada kemungkinan naracoba
menderita hipermetrop. Untuk merubah visus menjadi 6/6, di depan mata naracoba
diletakkan lensa sferis positif. Mula-mula dipasang lensa sferis positif yang kuat (dioptri
besar). Berturutturut kemudian diganti dengan lensa sferis positif yang lebih lemah sampai
diperoleh visus 6/6. Lensa sferis positif dengan kekuatan tertentu (yang terkuat) yang
menjadikan visus 6/6 disebut sebagai kekuatan lensa koreksi.Catatlah kekuatan lensa sferis
positif tersebut.

6. Apabila penambahan lensa steris positif pada no.5 memperkecil nilai visus, maka
kemungkinan penderita mempunya mata miop untuk mengubah nilai visus, di depan mata
dipasang lensa sfers negatif Penambahan dimulai dengan lensa steris negatif lemah.
Kemudian berturut-turut diganti dengan sferis negatif yang makin kuat hingga mencapai
nilai visus 6/6. Lensa steris negatif dengan kekuatan tertentu (yang terlemah) yang
menjadikan visus 6/6 disebut juga sebagai lensa koreksi. Catatatlah kekuatan lensa sferis
negatif tersebut.
7. Apabila kedua mata telah dikoreksi dengan lensa sferis positif atau negatif nilai visus tidak
mencapai 6/6, kemungkinan naracoba menderita astigmatisme.Setelah dikoreksi dengan
lensa sferis diperoleh nilai visus terbesar, naracoba diminta untuk melihat kartu uji
astigmat (atau bagian dari optotip Snellen yang berupa garis-garis) Pada kartu ji astigmat
(atau bagian dari optotip Snellen) terdapat kumpulan garis yang berbentuk seperti jam atau
kipas. Adanya kesan kekaburan terhadap kelompok garis tertentu menunjukkan adanya
kelainan pembiasan akibat kelainan kelengkungan kornea pada arah tertentu. Untuk
memperbaikinya dipasang lensa silindris dari berbagai dioptri. Akhirnya diperoleh lensa
silindris yang menyebabkan nilai visus 6/6. Lensa silindris ini yang dinamakan lensa
koreksi untuk kelainan astigmatisme yang terdapat pada mata naracoba. Catatlah kekuatan
lensa silindris yang digunakan dan arah kelainan astigmatismenya (pada meridian berapa
derajat).

8. Tulislah pada lembar kerja kesimpulan tentang kedua mata naracoba.

V. DOKUMENTASI HASIL

Hasil praktikum visus anomaly,refleksi ,dan koreksi anomaly tefleksi dilakukan pada
hari Senin, 23 oktober 2023 pada pukul 08.00 – 10.30 WIB di Laboratorium Farmakologi
STIKES Bhakti Husada Mulya Madiun, di dapatkan hasil sebagai berikut:
NO
GAMBAR HASIL KETERANGAN

1. Naracoba duduk dikursi yang


berjarak 6 meter dari optotip
Snellen. Naracoba di tanya tentang
ketajaman penglihatannya
(sebelum diperiksa).

2.
Untuk kedua Mata kiri ditutup,kemudian
mata kanan dan dengan panduan penunjuk oleh
kiri adalah penguji,naracoba memulai
Normal membaca dengan mata sebelah
(Emetrop). kanan.

Sebaliknya mata kanan ditutup,


dan naracoba membaca dengan
mata sebelah kiri.

3. Untuk kedua Untuk menentukan emetrop atau


mata kanan dan tidaknya, di depan naracoba di
kiri setelah di pasang lensa sferis positif sebesar
uji dengan 0,5 D. kemudian mata kanan dan
lensa sferis kiri di uji ketajaman penglihatan
positif dan secara bergantian dengan urutan
sferis negatif kerja seperti no 2.
hasilnya adalah
normal. Untuk mengubah nilai visus, di
dapan lensa sferis negative lemah.
Penambahan di mulai dengan
lensa sferis negativ lemah.
Kemudian berturut-turut di ganti
dengan sferis negativ yang makin
kuat hingga mencapai visus 6/6.

VI. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan visus dan kelainan refraksi perlu di tanyakan terlebih dahulu
naracoba memiliki mata normal atau kelainan refraksi dalam hal ini bertujuan untuk
mempermudah pemeriksaan serta mengetahui ada tidaknya koreksi dari keadaan tersebut.
Pemeriksaan di lakukan satu mata dengan jarak 6 meter dari optptip snallen, memberikan
hasil visus atau ketajaman penglihatan naracoba pada mata kanan dan kiri naracoba.
Perbedaan hasil visus kedua mata dapat berbeda dari di karenakan karakteristik masing-
masing komponen mata yang tidak sama. Dalam hal ini mata naracoba dapat mengalami
kelainan seperti bola mata terlalu pendek atau sumbu anteroposterionya pendek, lengkungan
kornea atau lensanya kurang sehingga bayangan di fokuskan di belakang mata atau indeks
bias yang kurang pada sistem optik mata.

Pada pemeriksaan visus dan kelaian refraksi perlu ditanyakan terlebih dahulu naracoba
memiliki mata normal atau kelaian refraksi pada mata hal ini bertujuan untuk mempermudah
pemeriksaan serta mengetahui ada tidanya koreksi dari keadaan tersebut. Pemeriksaan yang
dilakukan satu mata (bergantian) dengan jarak 6 kaki dari optotip Snellen, memberikan hasil
visus atau ketajaman penglihatan naracoba pada mata kanan dan kiri yang menggunakan
lensa(+) dan lensa (-) termasuk dalam golongan mata emetrop. Untuk menentukan emetrop
atau tidaknya, didepan naracoba dipasang lensa sferis positif sebesar 0,5 D. Kemudian mata
kanan dan kiri diuji ketajaman pengelihatannya secara bergantian dengan urutan kerja seperti
no 2. Setelah diuji untuk kedua mata kanan kiri naracoba dengan lensa sferis positif dan sferis
negative adalah Normal.

Pembanding jurnal yang saya dapatkan adalah dua puluh penderita dengan refraksi
mata emetrop,kelengkungan permukaan cornea yang terkecil dengan ukuran 40,75
D,sedangkan kelengkungan terbesar dengan ukuran 46,57. Dan rata-rata kelengkungan
permukaan cornea 42,796 D.

VII. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini di dapatkan kesimpulan bahwa naracoba tidak mengalami
Antigmatisme karena nilai visus naracoba <6/6 dan di dapatkan juga hasil bahwa kondisi
mata naracoba normal tidak memiliki kelainan atau emetrop.

Berdasarkan penelitian di peroleh hasil yang menunjukkan frekuensi gangguan


visus mata tidak berbeda antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan, namun frekuensi
gangguan visus berpengaruh pada usia. Gangguan visus biasanya terjadi karna faktor
herediter atau faktor oerilaku yang tidak baik saat membaca atau nonton dekat dalam waktu
yang sangat lama dan dengan penerangan yang kurang.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Budiono ,S. (2019).Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga University Press.

Suhardjo, hartono (2014). Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata. FK Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta

Lestari, K. D., Handayani, T.A., Pemayun, C. I. D., & Manuba, I.B.P. (2014). Karakteristik
dan perbedaan kelainan refraksi pada anak usia sekolah dasar di Sekolah Dasar Cipta
Dharma Denpasar Februari 2014. Medicina, 50, 220-225.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., (2013). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta ;
EGC
IX. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai