Anda di halaman 1dari 20

VISUS, ANOMALI REFRAKSI

DAN KOREKSI ANOMALI REFRAKSI

VISUS
Visus berarti ketajaman penglihatan. Visus diukur dengan optotip Snellen.
Pengukuran visus merupakan pengukuran subyektif, yakni ketajaman penglihatan
seseorang dengan tajam penglihatan orang normal. Pengukuran dilakukan pada jarak 5
atau 6 meter.
Seseortang dikatakan mempunyai visus baik apabila pada jarak 6 meter dapat
membaca dengan baik tanpa akomodasi deretan huruf yang dapat dibaca dengan baik
oleh orang normal. Pada keadaan ini visus orang tersebut adalah 6/6 dan refraksinya
disebut emetrop.
Visus dapat dirumuskan dengan :
d
V=
D

d = jarak orang baca dengan optotip Snellen


D = Jarak baca orang normal untuk membaca deretan huruf yang dapat
dibaca orang coba pada jarak d.

Penurunan visus dapat disebabkan oleh kelainan anomali refraksi atau bukan
kelainan revraksi atau dapat juga karena keduanya. Kacamata hanya dapat mengoreksi
penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi. Sebelum melakukan koreksi,
seharusnya ditentukan terlebih dahulu apakah penurunan visus (disebabkan oleh kelainan
refraksi). Pikirkan penyebab penurunan visus yang disebabkan kelainan refraksi. Apa
peran pinhole yang tersedia dalam set pemeriksaan refraksi ?
Pada mata normal kornea dan lensa akan akan membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina (makula lutea ataun bintik kuning) sehingga
bayangan berada pada tampak tajam. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa
yang betul-betul sesuai dengan panjangnya bola mata.

ANOMALI REFRAKSI
Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata,
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian
besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.
Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa
memegang peranan pembiasan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda dekat.

1
Pada kelainan refraksi, sinar tidak dapat dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan
tetapi dapat didepan bintik kuning Idisebut miopia) atau dibelakang bintik kuning
(hipermetrop dan presbiop) atau bahkan tidak terletak (terkumpul) pada satu titik
(astigmatisma).

MIOPIA
Miopia atau disebut rabun jauh, yakni berkurangnya kemampuan mata untuk
melihat jauh, akan tetapi dapat melihat obyek dekat dengan lebih baik. Penderita akan
mengatakan pengelihatannya kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak
tertentu saja. Pada keadaan ini sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan (didepan titik
kuning, sehingga obyek terlihat kabur). Keadaan ini dapat dikoreksi dengan lensa sferis
negatif agar supaya sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan di bintik kuning.

HIPERMETROPIA
Hypermetropia dikenal juga dengan hyperopia atau rabun dekat. Kekuatan
pembiasan sinar pada mata penderita hipermetrop tidak cukup kuat untuk memfokuskan
sinar pada bintik kuning, sehingga mata memfokuskan sinar tersebut dibelakang titik
kuning.
Sebenarnya lensa mata mempunyai daya akomodasi (mencembung) untuk
memajukan bayangan benda mendekati bintik kuning. Apabila dengan akomodasi sinar
dapat difokuskan pada bintik kuning, hipermetrop dapat teratasi. Hipermetrop yang dapat
diatasi dengan akomodasi disebut hipermetrop fakultatif (hipermetrop relatif). Pada
keadaan ini visus bisa mencapai 6/6 tanpa koreksi lensa. Apabila hipermetrop tidak dapat
teratasi dengan akomodasi, mengingat keterbatasan daya akomodasi, disebut hipermetrop
manifest (hipermetrop absolut). Hipermetrop manifest dapat dikoreksi dengan lensa sferis
positif.

PRESBIOP
Presbiop biasa disebut pengelihatan usia lanjut. Penurunan ketajaman penglihatan
karena usia lanjut ini sehubungan dengan berkurangnya daya akomodasi untuk melihat
dekat. Berkurangnya daya akomodasi ini disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi dan
berkurangnya elastisitas lensa mata (sklerosis). Untuk membantu akomodasi pada
presbiop dapat dipergunakan lensa positif bifokus untuk melihat dekat (membaca) dan
melihat jauh

ASTIGMATISMA
Suatu keadaan dimana sinar sejajar yang memasuki mata tidak dapat terfokus/
terkumpul menjadi satu berkas titik melainkan berupa garis. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh adanya kelainan kelengkungan pada meridian tertentu dari susunan mata
atau kornea. Hal ini dapat dikoreksi dengan lensa silindris. Adanya kelainan itu perlu
difikirkan apabila dijumpai penderita dengan penurunan visus (visus kurang dari 6/6) dan

2
tidak dapat mencapai visus 6/6 setelah dilakukan koreksi dengan lensa sferis positif
maupun negatif.

CARA PEMERIKSAAN VISUS

1. Visus diperiksa dalam ruang dengan pencahayaan cukup dari jarak pengukuran
dari orang coba ke optotip Snellen adalah 6 meter.
2. Mata diukur satu persatu, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak tangan
atau penutup mata.
3. Orang coba diminta untuk membaca optotip Snellen dimulai dari huruf yang
paling atas hingga ke deretan di bawahnya sampai deretan huruf yang dapat
dibaca dengan baik tanpa kesalahan.
4. Pemeriksa membantu menunjuk huruf-huruf secara cepat agar orang coba tidak
sempat berfikir (hafalan) atau berakomodasi.
5. Visus mata dilaporkan sebagai 6/D dan dilanjutkan pada mata sebelah.
6. Apabila orang coba tidak dapat membaca huruf paling atas berarti pemeriksaan
tidak dapat dilanjutkan dengan menggunakan optotip Snellen. Berapakah visus
orang tersebut menurut pemeriksaan dengan optotip Snellen ?
7. Metode berikutnya akan membantu dalam menentukan visus orang coba yang
tidak dapat membaca huruf teratas (terbesar) dari optotip Snellen.
7.1. Uji hitung jari, dengan dasar bahwa jari dapat dilihat terpisah oleh orang
normal pada jarak 60 meter.
7.2. Uji lambaian tangan untuk orang coba yang tidak dapat menghitung jari pada
jarak 1 meter. Orang normal dapat membedaklan lambaian tangan ke atas
bawah atau kanan kiri pada jarak 300 meter.
7.3. Uji gelap-terang untuk menentukan seseorang mempunyai visus 1/tak
terhingga atau nol.

3
CARA MENENTUKAN KELAINAN REFRAKSI DAN MELAKUKAN KOREKSI
ANOMALI REFRAKSI

1. Pemeriksaan dilakukan dengan satu mata secara bergantian dan biasanya dimulai
dengan mata kanan terlebih dahulu.
2. Pada mata yang mempunyai visus 6/6 perlu ditentukan apakah refraksinya
benar-benar emetrop atau hipermetrop fakultatif dengan memasang lensa positif
(+) 0,5 D.
3. Pada mata yang mempunyai visus kurang dari 6/6 dilakukan koreksi untuk
menentukan apakah kelainan refraksinya hipermetrop, miop, atau astignafisma.
4. Terlebih dahulu mata dikoreksi dengan lensa positif dimulai dengan lensa yang
lebih kuat kemudian diturunkan hingga diperoleh visus 6/6. Mengapa harus
dimulai dengan lensa yang lebih kuat? Koreksi dengan lensa positif ditentukan
dengan lensa terkuat yang memberikan koreksi terbaik.
5. Di klinik, koreksi dengan lensa positif dapat dimulai dengan lensa yang lebih
lemah dahulu, akan tetapi untuk menghilangkan faktor akomodasi pasanglah
terlebih dahulu lensa (+) 0,5 D. selanjutnya tambahkanlah secara bertahap
kekuatan lensa positif hingga visus terkoreksi mencapai 6/6.
6. Apabila dengan lensa positif tidak terkoreksi (tak tercapai visus 6/6), maka
koreksi diteruskan dengan lensa negatif paling lemah terlebih dahulu, mengapa?
Koreksi dengan lensa negatif paling tipis yang dapat memberikan koreksi terbaik.
7. Apabila dengan lensa positif maupun negatif, mata tidak dapat dikoreksi dengan
baik kemungkinan mata menderita astigmatisma. Setelah dikoreksi dengan lensa
sferis diperoleh hasil yang terbesar, orang coba diminta melihat kartu uji astigmat
yang membawa kumpulan garis seperti jam. Adanya kekaburan terhadap
kelompok garis yang berbentuk seperti jam tersebut menunjukkan adanya
kelainan kelengkungan (kurvatura) tertentu. Pasang lensa silindris dimuka lensa
sferis yang menyebabkan visus terbesar, dengan aksis yang tegak lurus kedepan
kelompok garis yang kabur, berganti-ganti sampai diperoleh visus 6/6.

4
LAPORAN PRAKTIKUM VISUS, ANOMALI REFRAKSI DAN
KOREKSI ANONIALI REFREKSI

Nama Probandus 1........................................................................................................:


Umur : ........................................................................................................
Pemeriksa : ........................................................................................................
1. Pengakuan probandus sebelum dilakukan pemeriksaan :
emetrop/hipermetrop/miop/astigmat/tidak tahu
2. Pengukuran visus
Visus mata kanan (occulus dexter):...............................
Visus mata kiri (occulus sinister)..................................................................:
...............................
3. Penentuan refraksi dan koreksi anomali refraksi
OD dikoreksi dengan lensa : ............................ visus:.......................
OS dikoreksi dengan lensa : ..............................visus:.......................
4. Kesimpulan :

Nama Probandus 2: ......................................................................................................:


Umur : ......................................................................................................
Pemeriksa : ......................................................................................................
1. Pengakuan probandus sebelum dilakukan pemeriksaan :
emetrop/hipermetrop/miop/astigmat/tidak tahu
2. Pengukuran visus
Visus mata kanan (occulus dexter):...............................
Visus mata kiri (occulus sinister) ..................................................................:
...............................
3. Penentuan refraksi dan koreksi anomali refraksi
OD dikoreksi dengan lensa : ............................ visus:.......................
OS dikoreksi dengan lensa : ..............................visus:.......................
4. Kesimpulan :

5
6
TES BUTA WARNA

Pendahuluan
Selain membaca teori pada buku ini, mahasiswa harus mempelajari anatomi dan
fisiologi mata. Terutama fungsi mata dalam pengelihatan warna.
Mata normal memiliki sel-sel batang (rod / bacilus) dan kerucut (konus) pada
retinanya. Berdasarkan adanya pigmen pekat warna (zat fotokimiawi) dan kepekaan
terhadap panjang gelombang cahaya, sel-sel kerucut terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: (1) Sel
kerucut dengan pigmen peka gelombang cahaya warna merah puncak absorbsinya pada
gelombang cahaya sebesar 570 milimikron, (2) Sel kerucut dengan pigmen peka
gelombang cahaya warna hijau, puncak absirbsinya pada gelombang cahaya sebesar 535
milimikron, (3) Sel kerucut dengan pigmen peka gelombang cahaya warna biru, puncak
absorbsinya berada diantara gelombang warna hijau dan biru. Sehingga kemampuan mata
melihat berbagai macam warna secara sempurna merupakan fungsi dari sel-sel kerucut.
Definisi (kekurangan/ketidak-punyaan) salah satu atau lebih dari jenis sel konus
tersebut mengakibatkan penderita kehilangan kemampuan melihat warna tertentu sesuai
jenis dari konus yang tidak dipunyainya. Orang tersebut dikatakan menderita buta warna.
Warna merah disebut proton, warna hijau disebut dutan/deuteran dan warna biru
disebut tritan. Tipe buta warna dibagi tiga yaitu :
1. Tipe protan, yang komplit disebut protanopia (buta warna merah) dan yang parsial
disebut pratonomaha (kelemahan melihat warna merah).
2. Tipe deuteran, yang komplit disebut deuteranopia (buta warna hijau) dan yang parsial
disebut deuteranomalia (kelemahan melihat warna hijau).
Kebanyakan kasus defisiensi pengelihatan warna adalah defisiensi merah hijau.
3. Tipe tritan, yang komplit disebut tritanopia (buta warna biru) dan yang parsial disebut
tritanonomalia (kelemahan melihat warna biru) sangat jarang sekali ditemukan, dan
kalau ada hanya tritanomalia (kelemahan melihat warna biru).
Pada protanopia besarnya spektrum warna yang dapat melihat lebih pendek pada
akhirnya jika dibandingkan dengan depan normal lagian spektrum yang pada keadaan
normal nampak sebagian biru hijau, pada protanopia akan tampak sebagai kelabu.
Keseluruhan luas spektrum warna yang dapat dilihat pada protanopia ini terdiri atas dua
area yang terpisah dan masing-masing area oleh bagian kelabu. Pada protanopia ini tiap-
tiap area nampak sebagai satu sistem warna yang terang dan cemerlang berbeda dengan
setiap area warna pada satu area perbedaan dan area yang lain. Merah dengan warna-
warna ungu yang merupakan tambahan warna biru hijau akan tampak sebagai kelabu.
Pada deuteranopia yang bagian spektrumnya pada keadaan normal tampak sebagai
hijau, disini nampak sebagai kelabu dan luasnya spektrum pengelihatan terbagi oleh zona
ini menjadi dua area yang masing-masing nampak sebagau satu sistem warna. Luasnya
spektrum warna yang terlihat tidak berkurang, berbeda dengan protanopia. Ungu merah
yang merupakan warna tambahan hijau terlihat juga sebagai kelabu.
Pada protanomalia dan deutemnomalia tidak ada bagian spektrum warna yang
nampak sebagai kelabu. Tetapi bagian spektrum yang nampak pada keadaan protanopia

7
sebagai kelabu, pada protanomalia nampak sebagai kekelabuan yang warnanya kacau
mendekati kelabu.
Akibatnya, satu keganjilan defisiensi merah-hijau adalah bahwa warna biru dan
kuning nampak sebagai warna yang menarik dibandingkan dengan warna merah hijau.
Terapan dari keganjilan pada tes defisiensi penglihatan warna adalah membedakan
macamnya pada seri ini.
Defisiensi pengelihatan warna bersifat kongenital, dan sangat jarang terjadi defisiensi
terhadap warna secara total. Kepekaan melihat warna pada kelemahan total merah-hijau,
seperti halnya kuning dan biru adalah sangat rendah dan hanya warna terang dapat
terlihat. Selain kelemahan kepekaan terhadap warna ini tidak mengalami abnormalitas
fungsi penglihatan.
Sangat jarang terjadi kelompok orang yang menderita buta warna total dan
menyebabkan kegagalan komplit dalam membedakan berbagai variasi warna biasanya
berhubungan dengan kegagalan penglihatan sentral dengan fotofobia dan nistagmus.
Selanjutnya kegagalan dalam apresiasi biru dan kuning dapat disebut tritanoalia parsial
dan tritanopia jika komplit, tetapi kasus ini sangat jarang.
Buku tes buta warna ISHIHARA dirancang untuk mendiagnosa dan untuk
membedakan kasus-kasus defisiensi merah-hijau dan tidak dirancang untuk mendiagnosa
kasus defisiensi biru.

Cara Melakukan Tes

Gambar dirancang untuk menunjukkan dengan benar dalam ruangan yang diterangi
cahaya matahari. Penggunaan cahaya matahari secara langsung atau cahaya listrik dapat
memberikan hasil yang berbeda, sebab bisa terjadi perubahan oleh adanya bayangan
warna. Bila hanya mungkin menggunakan cahaya listrik hendaknya diatur sedemikian
rupa sehingga menyerupai cahaya matahari alamiah. Gambar diletakkan 75 cm dan
subyek dan diarahkan hingga bidang gambar pada kertas membentuk sudut yang betul
pada garis penglihatan. Angka-angka yang terlihat pada gambar disebutkan dan setiap
jawaban hendaknya diberikan tidak lebih dari 3 detik. Tidak perlu dalam semua kasus
menggunakan seri gambar. Gambar 12, 13, dan 14 dapat ditiadakan jika tes dirancang
melulu untuk memisahkan gangguan warna dengan menunjukkan warna normal.

Keterangan Gambar
No.1: Seseorang apakah dengan penglihatan normal atau ada gangguan penglihatan
warna akan membaca dengan benar angka 12. Gambar ini dipakai terutama untuk
keterangan pendahuluan proses tes pada setiap subyek.
No.2: Subyek normal akan membaca 8 dan yang defisiensi merah hijau akan membaca
3.
No.3: Subyek normal akan membaca 5, dan bagi yang defisiensi merah hijau akan
membaca 2.

8
No.4: Subyek normal akan membaca 29, dan bagi yang defisiensi merah hijau akan
membaca 70.
No.5: Subyek normal membaca 74 dan bagi yang defisiensi merah hijau membaca 21.
No.6: Subyek normal dapat membaca 7 secara betul, tetapi bagi penderita defisiensi
merah hijau tidak terbaca dan sulit terbaca.
No.7: Subyek normal dapat membaca 45 secara betul, tetapi bagi penderita defisiensi
merah hijau tidak terbaca dan sulit terbaca.
No.8: Subyek normal dapat membaca 2 dengan jelas, tetapi bagi penderita defisiensi
merah hijau tidak jelas.
No.9: Subyek normal sulit membaca, tetapi penderita defisiensi merah hijau melihat
angka 2 di dalamnya.
No.10: Subyek normal biasanya dapat membaca gambar 16, tetapi sebagian besar
penderita defisiensi merah hijau tidak dapat membacanya.
No.11: Dalam menelusuri garis dari tepi gambar yang bertanda X, subyek normal dapat
menelusuri garis hijau-kebiruan, tetapi kebanyakan subyek dengan defisiensi
pengelihatan warna tidak dapat menelusuri garis yang berada dari subyek normal.
No.12: Subyek normal atau yang defisiensi merah-hijau ringan melihat sebagai gambar
35, tetapi pada protanopia dan protanomalia berat hanya akan membaca 5 saja dan
pada deuteranopia dan deuteranomalia berat akan membaca 3 saja.
No.13: Subyek normal atau yang defisiensi merah-hijau ringan melihat sebagai gambar
96, tetapi pada protanopia dan protanomalia berat hanya akan membaca 6 saja dan
pada deuteranopia dan deuteranomalia berat akan membaca 9 saja.
No.14: Dalam menelusuri garis dari tepi gambar yang bertanda X, subyek normal akan
menelusur sepanjang garis ungu dan merah. Pada protanopia dan protanomalia
berat hanya dapat menelusuri garis ungu saja, dan pada protanomalia ringan dapat
menelusuri kedua garis, tetapi garis ungu lebih mudah. Pada deuteranopia berat
hanya dapat menelusuri garis merah saja, dan deuteranomalia ringan dapat
menelusuri kedua garis, tetapi garis merah lebih mudah.

Analisis Hasil
Dari hasil pembacaan no. 1 sampai no. 11 menentukan normal atau tidaknya
penglihatan warna. Jika 10 gambar atau lebih terbaca normal, penglihatan warna
dianggap normal. Jika hanya 7 atau kurang dari 7 gambar yang terbaca normal
penglihatan warna diangga defisiensi (kurang). Oleh karena itu acuan untuk gambar n0.
9, hanya pada seseorang yang mebaca angka 2 dan membacanya lebih mudah daripada
yang tertera pada gambar 8 dianggap abnormal.
Jarang ditemukan seseorang yang tercatat sebagai normal menjawab gambar no. 9
atau no. 8. Untuk menguji kasus ini perlu tes penglihatan warna lain, termasuk
anomaloscope.

9
Jaga Hati-hati Gambar
Penting bahwa buku gtambar-gambar tes dijaga keadaan tertutup, kecuali waktu
digunakan. Sebab jika terkena sinar matahari terus menerus akan menyebabkan sinar
menjadi pudar.

10
JAWABAN UNTUK MASING-MASING GAMBAR

Nomor Orang Seseorang dengan defisiensi Seseorang dengan buta


merah-hijau warna total atau
Gambar Normal
kelemahan
1 12 12 12
2 8 3 x
3 5 2 x
4 29 70 x
5 74 21 x
6 7 x x
7 45 x x
8 2 x x
9 x 2 x
10 16 x x
11 telusuri x x
Protan Deuteran
Kuat Lemah Kuat Lemah
12 35 5 (3) 5 3 3 (5)
13 39 6 (9) 6 9 9 (6)
14 dapat ungu (merah) merah merah
menelusuri ungu (ungu)
2 garis

Tanda x menunjukkan bahwa jawaban tidak terbaca. Huruf dan garis yang ada
dalam kurung menunjukkan bahwa huruf dan garis tersebut dapat dibaca atau ditelusuri
tetapi kurang jelas.

Kepustakaan
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 1996. Textbook of Medical Physiology. W.B. Saunders
Company USA
Ishibara, S. The Series of Plate Designed as a Tes for Color-Blindness. Tokyo. Japan.

11
BUTA WARNA

Golongan : ...................................................................................................
Nama Praktikan : ...................................................................................................
No. Mahasiswa : ...................................................................................................
Jenis Kelamin : ...................................................................................................
Tanggal Praktikum : ...................................................................................................
Jam : ...................................................................................................

Nama Probandus : ...................................................................................................


No. Mahasiswa : ...................................................................................................
Jenis Kelamin : ...................................................................................................
Umur : ...................................................................................................
Fakultas : ...................................................................................................

Periksa buta warna sebelumnya: Pernah/belum*


Jika pernah, kapan : .

Hasil Pengamatan
No. Gambar Terlihat oleh probandus Terlihat oleh orang normal
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14

Kesimpulan:

12
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Bersama ini saya


Nama : .......................................................................................................
NIM : ........................................................................................................
Alamat : .......................................................................................................
Setelah membaca petunjuk praktikum ILMU Faal dan memahami tujuan percobaan, cara
kerja serta manfaatnya maka dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan dari siapapun saya
menyatakan bersedia untuk menjadi naracoba pada praktikum :
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................

Yang diselenarakan di Laboratorium Bagian Ilmu Faal FKIK UMY pada hari/tanggal :
.......................................................................................................................................................
Demikian surat pernyataan kesanggupan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, .................................
Yang menyatakan

( .................................................. )

13
TES TAJAM PENDENGARAN

Tujuan
1. Untuk mengetahui derajat kemampuan pendengaran secara individu.
2. Untuk mengetahui lokasi penyebab ketulian dan penentuan jenis ketulian

Pendahuluan:
Mekanisme mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi, akan
tetapi keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang tidak dapat menghadapi
berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungan.
Tuli dibagi menjadi dua jenis yaitu tuli presepsi dan tuli konduksi. Seseorang
dapat terjadi tuli konduksi apabila terjadi gangguan atau kelainan pada maetus acusticus
externus; membrana tympani atau ossiculae (malleus, incus, stape). Jika seseorang terjadi
gangguan pada organ salah satu tersebut di atas maka orang tersebut dikatakan tuli
konduksi. Seseorang yang tuli konduksi berakibat kemampuan mendengarnya bunyi
hantaran melalui udara terganggu dan hanya mampu mendengar bunyi melalui hantaran
tulang saja. Tuli persepsi dapat terjadi apabila seseorang mengalami kelainan atau
gangguan pada organon corti; saraf (nervus vestibulocochlearis atau N VIII); pusat
pendengaran di otak. Keadaan pada seseorang yang tuli persepsi terjadi gangguan
mendengar baik melalui hantaran udara maupun melalui tulang.
Pengujian kemampuan pendengaran dapat dilakukan dengan berbagai cata yaitu :

1. Dengan uji tes bisik (tidak dilakukan di laboratorium Faal UMY karena syarat
ruangan tidak terpenuhi). Uji ini diganti dengan tes kemampuan telinga
mendengar bunyi arloji.
2. Tes dengan alat garputala tes Rinne; Tes Swabach; Tes Weber; Tes Bing).
3. Tes dengan alat audiometri (tidak dilakukan di Lab. Faal UMY karena belum
mempunyai alat ini).

Alat-alat yang digunakan :

1. Kapas
2. Garputala 112 879 hz.
3. Arloji
4. Mistar

14
PERCOBAAN TES PENDENGARAN

I. Pemeriksaan Kepekaan Indra Pendengar


Dua anggota kelompok praktikum diminta menjadi naracoba, yaitu naracoba 1
dan naracoba 2. Catatlah data kedua naracoba pada lembar kerja.
1. Telinga kanan naracoba 1 ditutup dengan kapas dan kedua matanya
ditutup
2. Penguji menggerakkan arloji yang berbunyi perlahan-lahan mendekati
telinga kiri naracoba1 sampai ia mendengar bunyi arloji pertama kali.
Ukur dan catatlah jarak antara arloji hingga telinga kiri naracoba 1. Ulangi
percobaan untuk telinga kanan.
3. Lakukan percobaab yang sama untuk naracoba 2, bandingkan hasil yang
diperoleh dari naracoba 1 dan naracoba 2.

II. Pemeriksaan Jenis Ketulian

A. Tes Rinne

Tujuan: Membandingkan pendengaran melalui tulang dan melalui udara pada probandus.
Dasar Teori: Bila garputala digetarkan maka getaran melalui udara dapat didengar dua
kali lebih lama dibandingkan melalui tulang. Normal getaran melalui tulang dapat
diodengar selama 70 detik, maka getaran melalui udara dapat didengar selama 140 detik.
Cara Kerja :

1. Penguji meletakan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
(vertex) atau pada proses mastoideus probandus. Mula-mula probandus akan
mendengar garputala itu makin lemah dan akhirnya tidak mendengar lagi.
2. Pada saat probandus tidak mendengar suara garputala, penguji engan segera
memindahkan garpu tala itu, ke dekat telinga kanan. Dengan pemindahan
garputala itu, maka ada dua kemungkinan yang bisa diperoleh yaitu:
- probandus akan mendengar garputala lagi, disebut tes Rinne positif,
- probandus tidak mendengar suara garputala, disebut Rinne negatif.
3. Lakukan percobaan ini untuk telinga kiri dan ulangi percobaan sebanyak tiga kali,
catatlah hasilnya dilembar kerja dan bandingkan hasilnya yang anda peroleh
antara telinga kanan dengan telinga kiri.

Interpretasi:
Normal : tes Rinne positif
Tuli konduksi : tes Rinne negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama).

15
B. Tes Swabach

Tujuan: Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa


(normal) dengan probandus.
Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
- Getaran yang datang melalui udara
- Getaran yang datang melalui tengkorak khususnya osteo temporale.

Cara Kerja :

1. Penguji meletakan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus.
2. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi.
3. Pada saat probandus tidak mendengar suara garputala, maka penguji dengan
segera memindahkan garpu tala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui
normal ketajaman pendengarannya (pembanding).

Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi :


- akan mendengar suara, atau
- tidak mendengar suara

C. PERCOBAAN WEBER
1. Peneliti meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus.
2. Probandus memperhatikan intensitas suara di kedua telinga.
3. Apabila, probandus mendengar lebih keras pada sisi sebelah kanan disebut
lateralisasi kekanan. Disebut normal apabila antara sisi kanan dan kiri intensitas
suaranya sama.

16
D. PERCOBAAN BING

1. Penguji meletakan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus.

2. Probandus memperhatikan intensitas suara pada telinga kanan. Sebelum suara


menghilang sumbatlah telinga kanan dengan kapas atau ujung jari. Kemungkinan
yang terjadi pada probandus adalah :
- Suara garpu tala kedengaran bertambah keras (percobaan Bing positif),
- Keras suara garpu tala tidak mengalami perubahan (percobaan Bing
indeferent). Ulangi percobaan ini tiga kali.

3. Lakukan percobaan ini seperti di atas untuk telinga kiri.

4. Catatlah hasilnya pada lembar kerja. Bandingkan hasil yang diperoleh.

17
LEMBAR KERJA TES PENDENGARAN

Golongan :
Nama Praktikan :
Jenis Kelamin :
Tanggal :

I. HASIL TES KEPEKAAN PENDENGARAN

Nama Probandus 1 :
Umur :
Jenis Kelamin :
Bangsa :
Tingi /berat badan :

Nama Probandus 2 :
Umur :
Jenis Kelamin :
Bangsa :
Tingi /berat badan :

JARAK TELINGA HINGGA ARLOJI SAAT


NO NARACOBA TERDENGAR PERTAMA KALI
TELINGA KIRI TELINGA KANAN
1 NARACOBA 1
2 NARACOBA 2

II. HASIL TES PENDENGARAN GARPUTALA

Nama Probandus :
Umur :
Jenis Kelamin :
Bangsa :
Tingi Badan :
Berat Badan :

NO. TES TELINGA KANAN TELINGA KIRI HASIL


1 RINNE
2 SWABACH
3 WEBER
4 BING

18
Pembahasan:

Kesimpulan:

Yogyakarta, 2016

Tanda Tangan Asisten Tanda Tangan Praktikan

( . ) ( )

19
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Bersama ini saya


Nama : .......................................................................................................
NIM : ........................................................................................................
Alamat : .......................................................................................................
Setelah membaca petunjuk praktikum ILMU Faal dan memahami tujuan percobaan, cara
kerja serta manfaatnya maka dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan dari siapapun saya
menyatakan bersedia untuk menjadi naracoba pada praktikum :
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................

Yang diselenarakan di Laboratorium Bagian Ilmu Faal FKIK UMY pada hari/tanggal :
.......................................................................................................................................................
Demikian surat pernyataan kesanggupan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, .................................
Yang menyatakan

( .................................................. )

20

Anda mungkin juga menyukai