Anda di halaman 1dari 13

Konsep Dasar Presbiopi

A. Definisi
Presbiopia merupakan keadaan dimana semakin berkurangnya kemampuan
akomodasi mata seiring dengan bertambahnya usia. Kelainan ini terjadi pada
mata normal berupa gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat
berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi.
Pada presbiopia terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia,
sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat.
Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat (AOA, 2011).

Gambar 1 : Skema Presbiopi

B. Etiologi
Presbiopia dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau lensa mata
tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa (Istiqamah,
2004).
Mekanisme nyata dari presbiopia tidak diketahui kepastiannya, bukti
penelitian lebih kuat mendukung berkurangnya elastisitas dari crystalline lens,
walaupun perubahan pada kelengkungan lensa dari pertumbuhan yang terus-
menerus,dan berkurangnya kekuatan dari cilliary muscles (otot yang
membelokkan dan meluruskan lensa).
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
1. Kelemahan otot akomodasi
2. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sclerosis lensa
C. Patofisiologi
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea
dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa, humor
vitreus) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara
kedua sisi cilliary body yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina (Long,
1996 ).
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot
akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya,
menyebabkan kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata
saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang retina.
Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh
(Istiqamah, 2004).
Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga
dapat lelah. Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan
dalam tubuh. Derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas
dan sinar cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa
ke suatu focus di atas retina, bahkan dengan usaha terbesar. Titik terdekat
dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke focus jelas dengan akomodasi
dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang selama hidup, mula-mula
pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan bertambahnya usia, dari sekitar 9
cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini
terutama karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan
akomodasi karena penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens
yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai
usia 40-45 tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan
individu membaca dan pekerjaan dekat (Ganong, 1995).
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks
lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerotik) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.

Gambar 2. Akomodasi lensa


D. Tanda dan Gejala
Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya klien akan kesulitan membaca dekat. Dalam upaya untuk
membaca lebih jelas, maka klien cenderung menegakkan punggungnya atau
menjauhkan objek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekat klien, dengan
demikian objek dapat dibaca lebih jelas. Klien akan memberikan keluhan setelah
membaca mata lelah, berair dan sering merasa pedas (Istiqamah, 2004).
Gejala umumnya adalah sukar melihat pada jarak dekat yang biasanya
terdapat pada usia 40 tahun, di mana pada usia ini amplitudo akomodasi pada
klien hanya menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seseorang
emetropia yang berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan
akomodasi maksimal sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan
menjauhkan kertas yang dibaca, dan memerlukan sinar yang lebih terang
(Masjoer, dkk 2001).
Ketika individu menjadi presbiopia mereka mendapati perlu memegang
buku, majalah, surat kabar, daftar menu dan bahan bacaan lain agak jauh agar
fokus dengan sebaik-baiknya. Ketika mereka melakukan pekerjaan dekat, seperti
menyulam atau menulis tangan, mereka mungkin merasa sakit kepala atau
kelelahan mata, atau maerasa letih.
Gejala pertama kebanyakan orang presbiopia adalah kesulitan membaca
huruf cetak yang halus, terutama sekali dalam kondisi cahaya redup; kelelahan
mata ketika membaca dalam waktu yang lama; kabur pada jarak dekat atau
pandangan dikaburkan sebentar ketika mengalihkan di antara jarak pandang.
Banyak penderita presbiopia telah lanjut mengeluh lengan mereka dirasa
menjadi too short untuk memegang bahan bacaan pada jarak yang nyaman.
Lebih singkatnya tanda dan gejala presbiopi antara lain (AOA, 2011);
1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama.
2. Membaca dengan cara menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
kabur pada jarak baca yang biasa.
3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
5. Terganggu secara emosional dan fisik,

E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen.
a. Cara Pemeriksaan
1) Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu mata
ditutup.
2) Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari baris
paling atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang masih dapat
dibaca seluruhnya dengan benar.
3) Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar), maka
dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 m.
4) Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka jarak
dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan
pasien satu meter.
5) Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari
jarak satu meter.
6) Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji
dengan arah sinar.
7) Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka
dikatakan penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.
b. Penilaian
1) Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca
seluruh huruf dalam kartu snellen dengan benar.
2) Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan
tajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 m
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 m.
3) Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau menentukan
jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka dinyatakan tajam
penglihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60
m. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 300 m. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak
1 meter, berarti tajam penglihatan adalah 1/300.
4) Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat
lambaian tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
3. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan
mata kanan kemudian mata kiri. Dilakukan setelah tajam penglihatan
diperiksa dan diketaui terdapat kelainan refraksi.
a. Cara Pemeriksaan
1) Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen.
2) Satu mata ditutup, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca
baris terkecil yang masih dapat dibaca.
3) Pada mata yang terbuka diletakkan lensa positif +0,50 untuk
menghilangkan akomodasi pada saat pemeriksaan. Kemudian
diletakkan lensa positif tambahan, dikaji :
a) Bila penglihatan tidak bertambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia.
b) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
perlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderita
hipermetropia. Lensa positif terkuat yang masih memberikan
ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata
hipermetropia tersebut.
c) Bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa
negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita myopia.
Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang
memberikan ketajamam penglihatan maksimal.
d) Bila baik dengan lensa negatif maupun positif penglihatan tidak
maksimal (penglihatan tidak dapat mencapai 6/6), maka
dilakukan uji pinhole. Letakkan pinhole di depan mata yang
sedang diuji dan diminta membaca baris terakhir yang masih
dapat dibaca sebelumnya. Bila :
 Pinhole tidak memberikan perbaikan, berarti mata tidak dapat
dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh, terdapat
kelainan pada retina atau saraf optik.
 Terjadi perbaikan penglihatan, maka berarti terdapat
astigmatisme atau silinder pada mata tersebut yang belum
mendapat koreksi.
e) Bila pasien astigmatisme, maka pada mata tersebut dipasang lensa
positif yang cukup besar untuk membuat pasien menderita kelainan
refraksi astigmatismus miopikus.
f) Pasien diminta untuk melihat kartu kipas astigmat dan ditanya garis
pada kipas yang paling jelas terlihat.
g) Bila pebedaan tidak terlihat, lensa positif diperlemah sedikit demi
sedikit hingga pasien dapat melihat garis yang terjelas dan kabur.
h) Dipasang lensa silinder negative dengan sumbu sesuai dengan garis
terkabur pada kipas astigmat.
i) Lensa silinder negative diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu
tersebut hingga sama jelasnya dengan garis lainnya.
j) Bila sudah sama jelasnya, dilakukan tes kartu snellen kembali.
k) Bila tidak didapatkan hasil 6/6, maka mungkin lensa positif yang
diberikan terlalu berat, harus dikurangi perlahan-lahan, atau ditambah
lensa negative perlahan-lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6.
Derajat astigmat adalah ukuran lensa silinder negative yang dipakai
hingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas.
4. Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan
pemeriksaan presbiopia.
Cara Pengujian (Masjoer, dkk 2001):
a) Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila
terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur di
atas.
b) Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm (jarak baca).
c) Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
d) Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.
F. Penatalaksanaan (AOA, 2011).
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah
untuk mengompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-
objek yang dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subyektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30
3. Karena jarak biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan
yang dibaca terletak pada titik focus lensa +3,00 D.

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


40 Tahun +1,00 D
45 Tahun +1,50 D
50 Tahun +2,00 D
55 Tahun +2,50 D
60 Tahun +3,00 D

4. Selain kacamata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa
lain yang digunakan untuk mengoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopi, ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
b. Trifocal, untuk mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifocal kontak, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya
d. Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,
dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata
yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk focus
pada kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifocal pada mata non-dominan
dan lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.
f. Pembedahan, refraktif seperti keratoplasti konduktif LASIK, LASEK
dan karatektomi fotorefraktif.
ASUHAN KEPERAWATAN
“PRESBIOPIA”
A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi (Istiqamah, 2004).
a. Umur, presbiopia dapat terjadi mulai asia 40 tahun.
b. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan
penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak cahaya
yang terlalu lama, seperti operator computer, reparasi jam.
2. Keluhan yang Dirasakan (Istiqamah, 2004).
a. Pandangan atau penglihatan kabur
b. Kesulitan memfokuskan pandangan
c. Epifora, menunjukkan adanya air mata berlebihan sehingga melimpah
keluar.
d. Pusing atau sakit kepala
e. Mata lelah dan mengantuk
f. Mata sering terasa pedas setelah membaca
3. Keadaan atau Status Okuler Umum (Smletzer, 2001)
a. Apakah klien mengenakan kacamata atau lensa kontak.
b. Di mana klien terakhir dikaji.
c. Apakah klien sedang mendapat asuhan teratur seorang ahli oftalmologi
d. Kapan pemeriksaan mata terakhir.
e. Apakah tekanan mata diukur.
f. Apakah klien mengalami kesulitan membaca ( focus ) pada jarak dekat atau
jauh.
g. Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton TV.
h. Bagaiman dengan masalah membedakan warna,atau masalah dengan
penglihatan lateral atau perifer.
i. Apakah klien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata
j. Masalah mata yang tedapat pada keluarga klien
k. Penyakit mata apa yang terakhir diderita.
4. Pemeriksaan
Klien terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode
“trial and error” hingga visus 6/6. Dengan menggunakan koreksi, jauhnya
kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa
dengan menggunakan kartu Jaeger pada jarak 30 cm (Istiqamah, 2004).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Istiqamah, 2004).
1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina.
2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha
pemfokusan mata.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina.
Tujuan :
a) Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan otot.
b) Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan
kompensasi terhadap perubahan.
Intervensi:
a) Jelaskan penyebab gangguan penglihatan.
Rasional : Pengetahuan tentang penyebab, mengurangi kecemasan
dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
b) Lakukan uji ketajaman penglihatan.
Rasional : Mengetahui visus dasar klien dan perkembangannya
setelah diberikan tindakan.
c) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak/
kacamata bantu atau operasi.
2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha
pemfokusan mata.
Tujuan: Rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a) Keluhan klien ( pusing, mata lelah, berair ) berkurang / hilang.
b)Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap
perubahan yang terjadi.
Intervensi :
a) Jelaskan penyebab pusing, mata lelah, berair.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
b)Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktifitas membaca terus-
menerus.
Rasional : Mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
c) Gunakan lampu atau penerangan yang cukup ( dari atas dan belakang ) saat
membaca.
Rasional : Mengurangi silau dan akomodasi yang berlebihan.
d)Kolaborasi pemberian kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan klien.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
Tujuan: Tidak terjadi cedera.
Kriteria Hasil (Istiqamah, 2004):
a) Klien dapat mel;akukan aktivitas tanpa mengalami cedera
b)Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
a) Jelaskan tantang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan.
Rasional: Perubahan tajam penglihatan dan kedalaman persepsi dapat
meningkatkan risiko cedera sampai klien belajar untuk mengkompensasi.
b)Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
c) Batasi aktivitas, seperti mengendarai kendaraan pada malam hari.
Rasional : Mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur.
d)Gunakan kacamata koreksi/ pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi untuk
menghindari cedera.
DAFTAR PUSTAKA

American Optometric Association. 2011. Optometric Clinical Practice Guideline


Care Of The Patient With Presbyopia: USA.
Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Istiqamah, Indriana. N. 2004. Asuhan Keperawatan KLien Gangguan Mata.


Jakarta : EGC.
Long, Barbara C, 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: YIAPK Padjajaran.

Mansjoer, A Srif, dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.
Smletzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&
Suddrath. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai