Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PEMBAHASAN

A. Definisi
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran
berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan
meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adannya bercak infiltrate (Whalley anad
Wong 1996).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bronkopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,jamur
dan benda asing.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


a) Anatomi
Sistem Pernapasan
 Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan
udara ke dan dari paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai
penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara
yang dihirup kedalam paru-paru.
 Faring atau Tenggorokan
Struktur yang seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi 3 region:
Nasofaring,orofaring,laringofaring.
 Laring atau Pangkal Ternggorokan
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan laring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi,melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
dan memudahkan batuk. Laring sendri juga disebut sebagai kotak
suara dan terdiri dari : epiglottis,glottis kartilago tiroid,kartilago
krikoid,kartilago arytenoid dan pita suara.
 Trakea atau Batang Tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin
yang dari tulang-tulang rawan.
 Bronkus atau Cabang Tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
 Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung alveoli. Paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru
kanan terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri 2 lobus.
b) Fisiologis
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbodioksida
yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap :
 Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua
gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik nafas adalah proses
aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diagfragma
meluaskan rongga dada dari ats sampai ke bawah,yaitu vertical.
Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi
dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara di paksa keluar
oleh pengendoran otot dank arena paru-paru kempis kembali,
disebabkan sifat elastic paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah
proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya
kemampuan thorax dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi, refleks batuk dan muntah.
 Disfusi gas
Disfusi Gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu luasnya permukaan paru,
tebal membrane respirasi dan perbedaan tekanan dan konsentrasi
O2.
 Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu curah jantung (Kardiak
output), kondisi pembuluh darah,latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

C. Etiologi
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh
penularan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:
a. Bakteri : Dipolococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Heamophilus Influenza, Basilus Friendlander
(Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
c. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Neprommas, Blastomices
Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Aspirasi benda asimg.
D. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopneumonia
a. Factor predisposisi
- Genetic
b. Faktor Pencetus
- Gizi buruk/kurang.
- Berat badan lahir rendah (BBLR).
- Tidak mendapatkan ASI yang memadai.
- Imunisasi yang tidak lengkap.
- Polusi udara.
- Kepadatan tempat tinggal.
-
E. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk kedalam saluran pernapasan
sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya.
Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium
yaitu :
a. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel mast setelah pengaktifan sel-sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan dengan histamine dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma kedalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbodioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II/Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi warna dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III/Hepatitis Kelabu ( 3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di resorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/Revolusi (7-11 hari )
Disebut juga stadium revolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke struktur semula. Inflamasi
pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman
sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelectasis. Kolaps alveoli akan
mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak nafas, dan nafas ronchi.
Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga
paru) adalah tinjak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan
peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien
terjadi sianosis, dyspnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal nafas.

F. Manifestasi Klinis
a. Biasanya di dahului infeksi traktus respiratoris atas.
b. Demam (39℃ - 40℃) kadang-kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk,
yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apa bila infeksinya
serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbs.
G.Komplikasi
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflex batuk
hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh ringga pleura.
c. Abes paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
d. Infeksi sistemik
e. Endocarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

H.Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi yaitu pada thorax, konsolidasi satu atau beberapa lobus
yang berbecak-becak infiltrate.
b. Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000/mm3
c. Hitunglah sel darah putih biasanya meningkatkan kecuali apa bila pasien
mengalami imunodefiensi.
d. Pemeriksaan AGD ( Analisa Gas Darah), untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum,
untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk
menanganinya.

I. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1). Pemberian antibiotic misalnya penisilin G,
streptomisin,ampicillin,gentamisin.
2). Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umu penderita,
dan dugaan kuman penyebab :
- Umur 3 bulan – 5 bulan, bila toksin disebabkan oleh streptokokus
pneumonia, hemofilus influenza atau stafilokokus. Pada umumnya tidak
diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 12 kali
sehari dan kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
Atau kombinasi ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari
atau kombinasi eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan
kloramfenikol (dosis sama dengan di atas).
- Anak-anak < 5 tahun, yang non toksin, biasanya disebabkan oleh :
streptokokus pneumonia : o penisilin prokain IM atau o
fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o
eritromisin atau o kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
O oksigen 1-2 L/menit.∞ IVFD dekstrose 5% ½ NaCL 0,225% 350
CC/24 jam ∞ ASI/PASI 8X 20 CC per sonde B.
Non farmakologi
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat,cukup istirahat
dirumah.
2. Simptomstik terhadap batuk.
3. Batuk yang di produktif jangan ditekan dengan antusif.
4. Bila terdapat obstruksi jalan nafas, dan lender serta ada febris,
diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotic paling banyak adalah antibiotic yang sesuai dengan
penyebabnya.
J. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dappat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
menungkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai saluran penyakit saluran
nafas seperti : cara hidup sehat, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain :
1. Vaksinasi pneumonia
2. Vaksinasi H. Influenza
3. Vaksinasi varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah.
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit II.
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat diangkat (Asuhan Keperawatan Anak) adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi lender di jalan nafas,
infalmasi trakeabronkial, nyeri pleutrik, penurunan energy, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan
metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
5. Intoleransi b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, batuk berlebihan dan dyspnea.
6. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d peningkatan evaporasi tubuh,
kurangnya intake cairan.

B. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi lender di jalan nafas,
inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energy, kelemahan.
Kriteria Hasil :
1). Pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
2). Pasien menunjukkan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspnea dan sianosis.
Rencana Tindakan :
1). Kaji atau pantau pernapasan klien
Rasionalnya : Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi
dasar gangguan pernapasan.
2). Auskultasi bunyi nafas tambahan ( ronchi, wheezing)
Rasionalnya : Adanya bunyi nafas tambahan yang menandakan gangguan
pernapasan.
3). Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semo fowler,
Rasionalnya : posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih
maksimal.
4). Terapi inhalasi dan latihan nafas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : nafas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-
paru/jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
membersihkan jalan nafas alami, membantu silia
mempertahankan jalan nafas paten.
5). Memberikan cairan per oral/IV sesuai usia anak, tawarkan air hangat dari
pada dingin.
Rasionalnya : Cairan khussunya yang hangat memobilisasi serta
mengeluarkan lendir.
6). Kolaboorasi dengan dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi.
Rasionalnya : Merangsang batuk serta membersihkan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan
pernapasan karena batuk tidak efektif atau penurunan
kesadaran.
b. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan
Kriteria Hasil :
Pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernapasan.
Rencana Tindakan :
1). Monitor/kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernafas, retraksi stomal.
Rasionalnya : Data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
2). Observasi warna kulit, membrane mukosa dan kuku, catat adanya sianosis.
Rasionalnya : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/mengigil namun sianosis daun telinga,
membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan
hipoksemia sistemik.
3). Kaji Status Mental
Rasionalnya : Gelisah, mudah terangsang, bingung dan samnolens dapat
menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
4). Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasionalnya : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki
ventilasi.
5). Pertahankan istirahat tidur
Rasionalnya : mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Kriteria Hasil :
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana Tindakan :
1). Pantau suhu pasien (perhatikan mengigil/diaphoresis)
Rasional : Suhu 38,99-41,10℃ menunjukkan proses penyakit, infeksius
akut. Pola demam dapat membatu diagnosis.
2). Pantau suhu lingkungan, batsi aktivitas
Rasional : suhu ruangan diubah untuk mempertahankan sushu mendekati
normal.
3). Berikan Kompres
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air dingin/es
kemungkinan menyebabkan peningkatan suhu secara actual.
4). Berikan antipiretik misalnya parasetamol
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,
parasetamol baik untuk anak karena parasetamol memiliki efek
yang minimal terutama bagi anak.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan
metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah.
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan berat
badan.
Rencana Tindakan :
1). Identifikasi factor yang menyebabkan kesulitan menlan ( nyeri )
Rasional : pilihan intervensi tergantung pada penyebaran maslah
2). Auskultasi bunyi usus, observasi/palpasi distensi abdomen.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/tak ada bila proses infeksi
berat/memanjang.
3). Berikan makan porsi kecil tapi sering
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
4). Timbang berat badan setiap hari
Rasional : peningkatan berat badan secara bertahap menandakan adanya
perbaikan status nutrisi pasien.
e. Intoleransi b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, batuk berlebihan dan dyspnea.
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tidak adanya dyspnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital normal.
1). Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasional : merencanakan intervensi yang tepat
2). Bantu pasien dalam aktivitas
Rasional : ADL-nya dapat terpenuhi
3). Bantu pasien pearawatan diri yang diperlukan
Rasionalnya : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
4). Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas
Rasional : membantu mengembalikan energy
5). Berika diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasional : metabolisme membutuhkan energy
6). Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasional : tirah baring. Dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
f. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan denagan peningkatan
evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
Kriteria Hasil :
Kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda vital ( suhu ) rentang
normal.
1). Kaji perubahan tanda vital,contoh peningkatansuhu/demam.
Rasional : peningkatan suhu/demam meningkatan laju metabolic Sn
kehilangan cairan melalui evaporasi.
2). Kaji turgor kulit, kelembapan membrane mukosa (bibir,lidah).
Rasional : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen
tambahan.
3). Pantau masukan haluaran, catat warna,karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Waspada kehilangan yang tak tampak. Ukur BB sesuai indikasi.
Rasional : memberiakan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian.
4). Pertahankan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Berguna Menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
5). Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu.
6). Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
Rasional : pada adanya penurunan masukan/banyak kehilangan penggunaan
parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.

Anda mungkin juga menyukai