ASMA BRONKIAL
1. Defenisi
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus. ( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)
2. Anatomi fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
mengantarkan udara luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli
paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing,
laring, bronkus dan bronkioulus yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan
dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat di dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan
mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung
dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan.
Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah
depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga
hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan
dengan rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang
esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat
terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di
sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.
Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:
Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita
suara. Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis
menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus
sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai
fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar
trakea tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia,
jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu
dan butir halus yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu
bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf
yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus
utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang
arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit.
Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis,
alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat
mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada
waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah
ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan
darah vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli
dan darah, darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui
vena pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke
seluruh tubuh.
Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
a. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang
diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang
hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan
seperti susu atau coklat, polusi.
b. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma
instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah
usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronchial.
4. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi
mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan
kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya
kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan
udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian
lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.
5. Manifestasi Klinis.
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
2) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
3) Whezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
6) BGA belum patologis
6 Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri
b. Uji provokasi bronkus
c. Pemeriksaan sputum
d. Pemeriksaan cosinofit total
e. Uji kulit
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g. Foto dada
h. Analisis gas darah
7 Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate )
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24
jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas
b. Pemeriksaaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik
atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem Pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga
dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas
(antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,
supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10
mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang
berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung
2. Diagnosa
3. Intervensi
Respiratory Monitoring