Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medik

1. Defenisi Asma
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan
jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi (Brunner dan
Suddart, 2015).
Asma bronkhial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang
ditandai inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus.
Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan
menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus
(Elizabeth J. Corwin, 2012).
Asma bronkhial adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh
adanya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan
diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi
yang lebih normal (Price dan Wilson, 2012).
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa asma
bronkhial adalah penyakit jalan nafas yang ditandai dengan adanya
mengi, sesak nafas dan batuk akibat respon trakea dan bronki terhadap
suatu stimuli.

2. Klasifikasi
Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, non alergik, atau
gabungan
a. Asma alergik disebabkan oleh alergen misalnya serbuk sari,
binatang, amarah, makanan, dan jamur. Kebanyakan alergen terdapat
di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat keluarga yang alergi dan riwayat medis masa

8
9

lalu eksema atau rhinitis alergi. Pemajanan terhadap alergik dapat


mengatasi kondisi sampai masa remaja.
b. Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan alergen
spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetus
serangan. Beberapa agen farmakologi seperti aspirin dan agen anti
inflamasi non steroid lain, antagonis beta adrenergik, dan agen sulfit
(pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor. Serangan asma
idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis
kronis dan emfisema.
c. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk
idiopatik atau non alergik.

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

Gambar 2.1 Sumber : Price dan Wison, 2012


10

a. Anatomi sistem pernapasan


1) Hidung
Hidung merupakan saluran udara pertama yang berfungsi sebagai
alat pernapasan (respirasi) dan indera penciuman (pembau).
Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago. Bagian yang kecil
dibentuk oleh tulang, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan
ikat. Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai
filter/penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada
mukosa hidung terdapat epitel bersilia mengandung sel goblet
dimana sel tersebut dapat menangkap benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
Fungsi utama hidung adalah sebagai berikut :
 Sebagai jalan napas
 Pengatur udara
 Pengatur kelembaban udara
 Pengatur suhu
 Sebagai pelindung dan penyaring udara
 Sebagai indera penciuman
 Sebagai reseptor udara
2) Faring
Faring atau tekak merupakan pipa berotot berbentuk cerobong
(±13cm) yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus ada ketinggian tulang rawan
(kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat menelan seperti
juga pada saat bernapas.
3) Laring
Laring biasa disebut voice box. Dibentuk oleh struktur epitelium-
lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di
bawah). Lokasinya berada di anterior rulang vertebrata ke-4 dan
ke-6. Bagian atas esofagus berada di posterior laring.
11

Fungsi utama dari laring adalah untuk vocalization, selain itu juga
berfungsi sebagai proteksi jalan nafas bawah dari benda asing dan
memfasilitasi batuk.
4) Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian
tulang vertebrata torakal ke-7 yang mana bercabang menjadi dua
bronkus. Ujung dari cabang trakea disebut carina. Trakea ini
sangat fleksibel dan berotot, panjangnya 12cm dengan C-shaped
cincin kartilago. Pada garis ini mengandung sekresi mukus.
5) Bronkus dan bronkiolus

Gambar 2.2 sumber : www.petunjuksehat.com


Cabang kanan bronkus lebih pendek dan lebih lebar serta
cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Oleh karena
itu, benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah
kanan daripada cabang bronkus sebelah kiri.
Segmen dan subsegmental bronkus bercabang lagi dan
membentuk seperti ranting yang masuk ke setiap paru-paru.
Bronkus ini disusun oleh jaringan kartilago. Struktur ini berbeda
dengan bronkiolus, yang berakhir di alveoli.
Bronkiolus merupakan bagian awal dari pertukaran gas. Di
sekitar alveoli terdapat porus/lubang kecil antar alveoli untuk
mencegah alveoli kolaps.
12

6) Alveoli
Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru, dimana
pada daerah tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolar.
Alveoli bentuknya sangat kecil. Alveoli merupakan kantong udara
pada akhir bronkiolus yang memungkinkan terjadinya pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Seluruh unit alveolar (zona respirasi)
terdiri atas bronkiolus. Duktus alveolar, dan kantong alveoli.
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi baru lahir.
Pada saat seseorang menginjak usia 8 tahun, jumlahnya bertambah
seperti usia dewasa, yaitu 300 juta. Setiap unit alveolar menyuplai
9-10 prepulmonari kapiler. Fungsi utama alveolar adalah
pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara kapiler pulmoner
dan alveoli.
7) Paru-paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang
menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding
sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan
ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan
kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara
masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di
dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan
diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru
yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar
melalui bronkus dan trakea. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) dan dasar. Paru kanan lebih besar daripada paru
kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri
dibagi menjadi dua lobus. Kedua paru-paru dipisahkan oleh ruang
disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena, pembuluh paru-paru,
esofagus, bagian dari traea, bronkus, dan kelenjar timus terdapat di
mediastinum ini.
13

Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura,


yatu pleura parietalis dan olura viseralis. Diantara pleura parietalis
dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu untuk
bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan torak
dan paru, yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek itu dapat
bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan
(Irman Somantri, 2009).
b. Fisiolgi pernapasan
Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama
yaitu sebagai berikut :
1) Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena adanya
perbedaan tekanan atmosfer dan alveolus serta dibantu oleh kerja
mekanik otot-otot pernapasan. Selama inspirasi volume torak
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot.
Mekanisme ventilasi
Selama inspirasi, udara berjalan dari luar ke dalam trakea, bronki,
bronki, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi gas alveolar
berjalan seperti inspirasi dengan arus terbalik. Faktor fisik yang
mempengaruhi jalan udara masuk dan keluar paru adalah
gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas perbedaan
tekanan udara, resisten jalan udara, dan complience paru.
 Perbedaan tekanan udara
Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Selama inspirasi, pergerakan diafragma
dan otot bantu pernapasan lainnya memperluas rongga torak,
dengan demikian menurunkan tekanan intra torak tertarik dari
trakea dan bronki ke dalam alveoli.
14

Pada saat ekspirasi normal, diafragma relaksasi dan paru-paru


menyebabkan penurunan luas rongga torak. Tekanan alveolar
kemudian melebihi tekanan di atmosfir, sehingga udara
bergerak dari paru-paru ke atmosfer.
 Resistensi jalan udara
Peningkatan tekanan dari cabang dan bronkus serta adanya
benda asing dalam saluran napas akan mengakibatkan udara
terhambat masuk ke dalam alveolus.
 Compliance paru
Adalah kemampuan paru-paru untuk mengembang dan
mengempis. Pada saat inspirasi paru-paru mengembang dan
saat ekspirasi paru-paru mengempis.
2) Difusi
Stadium ke dua dari proses respirasi mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membran antara alvelus kapiler yang tipis. Pada saat
oksigen di inspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan
parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg
akibat udara tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran
napas dan juga dengan uap air.
Faktor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui
membran paru-paru adalah sebagai berikut :
 Makin besar perbedaan tekanan pada membran makin cepat
kecepatan difusi.
 Makin besar area membran paru-paru makin besar kuantitas
gas yang dapat berdifusi melewati membran dalam waktu
tertentu.
 Makin tipis membran, makin cepat difusi gas melalui membran
tersebut ke bagian yang berlawanan.
 Koefisien difusi secara langsung terlarut dari gas dalam cairan
membran paru-paru dan kebalikannya terhadap ukuran
molekul. Namun demikian, molekul kecil yang berdifusi tinggi
lebih cepat dari besarnya ukuran gas yang kurang dapat larut.
15

3) Pertukaran oksigen dan karbondioksida


Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan
faktor sebagai berikut.
 Suplai oksigen yang adekuat
Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenasi meliputi
peningkatan ventilator alveolar, penyesuaian komposisi asam
basa darah dan cairan tubuh lain, peningkatan kapasitas
pengangkutan oksigen, serta peningkatan curah jantung.
Hal-hal yang menyebabkan suplai oksigen terganggu adalah
inhalasi udara yang mengandung oksigen pada tekanan
subnormal dan hal ini biasanya disebabkan oleh inhalasi asap,
keracunan karbon monoksida, serta dilusi udara yang dihirup
dengan gas-gas inert (nitrogen, helium, hidrogen, metan atay
gas anestik seperti nitro oksida).
 Saluran udara yang utuh
Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membran
alveolar menjadi faktor penting dalam pertukaran O2 dan CO2.
Hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam pertukaran gas
tersebut adanya benda asing pada percabangan trakeobronkial.
 Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal
Kelemahan fungsi dinding dada akan mempengaruhi pola
pernapasan. Penyebab utama disrupsi kelemahan fungsi
tersebut adalah trauma pada dada, seperti fraktur iga atau luka
tembus pada dada.
 Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk
unit pernapasan terminal dalam jumlah yang cukup.
 Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen
pada sel-sel tubuh.
 Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang
efektif.
 Berfungsinya pusat pernapasan
16

4. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronkhial belum diketahui. Suatu
hal yang menonjol adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Selain itu hipersensitivitas saluran
pernapasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut misalnya makanan,
pengawet makann : sulfit dan obat-obatan aspirin, penyeka
beta, anti inflamasi non steroid
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan
d) Perubahan cuaca : cuaca lembab dan hawa pegunungan yang
dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, dan musim bunga
2) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
3) Lingkungan kerja
17

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan


asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas.
4) Olahraga atau aktifitas
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma kerena aktifitas biasanya terjadi setelah selesai aktifitas
tersebut (Brunner dan Suddart, 2015).

5. Patofisiologi
Suatu serangan asma akibat obstruksi jalan napas difusi
reversibel. Faktor pencetus reversibel seperti bulu binatang, serbuk sari
mengakibatkan mukosa bronkial menjadi senstif. Oleh igE dan terjadi
peningkatan mast cell pada trakeobronkial. Pada non alergi, ketika ujung
saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan,
cuaca, emosi dan polutan, jumlah asetikolin yang dileaskan meningkat.
Pelepasan asetikolin ini secara langsung menyebabkan bronko kontriksi
juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Peningkatan igE
dalam serum. Antibodi yang dihasilkan(IgE) kemudian menyerang sel-
sel mast dalam paru. Pemajanan tulang terhadap antigen mengakibatkan
ikatan antigen dalam antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast
(disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Setelah pasien terpapar alergen penyebab atau faktor pencetus,
segera akan timbul dispnea. Pasien akan merasa seperti tercekik dan
harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk
bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis yang telah
dijelaskan bahwa kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.
18

Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi,


tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dan bronkiolus yang sempit,
mengalami edema dan berisi mukus, yang dalam keadaan normal akan
berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara
terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan sehingga terjadi
hiperinflasi progresif baru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang
yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha mengeluarkan
udara. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Penyempitan
saluran napas terjadi pada saluran napas yang besar, sedang maupun
kecil. Gejala mengi menandakan adanya penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan (Price dan Wilson, 2012).
19

6. Pathway

Alergen (makanan,
Psikososial, latihan,
debu, binatang, dll)
lingkungan kerja, dll

Mukosa bronkial menjadi


sensitif oleh IgE Hiperaktif non spesifik
stimuli penggerak dari
cell mast
Cell mast meningkat
pada trakeobronkial
Stimuli bronkial
dan kontraksi otot
Pelepasan mediator bronkiolus
mengakibatkan
kontraksi pada bronkus IgE dalam serum
meningkat

Bronkospasme
Respon dinding bronkus

Edema mukosa
Mengi
Hiperseksresi
Bronkus menyempit mukosa
Ketidakefektifan
pola nafas
Obstruksi
saluran napas Penumpukan sekret
kental

Gangguan Abnormalitas
pertukaran gas ventilasi Sekret sulit keluar

Intoleransi Suplai oksigen Batuk tidak efektif


terganggu
aktivitas

Hipoksemia Ketidakefektifan
Hiperkapnia bersihan jalan
nafas
Kelelahan
Keletihan
20

Price dan Wilson, 2012


7. Manifestasi Klinis
Menurut Elizabeth J. Crown (2012), manifestasi klinis yang
terdapat pada asma bronkhial adalah
a. Dispnea
b. Batuk
c. Pernapasan yang dangkal dan cepat
d. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
e. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai
perburukan kondisi, nafas cuping hidung.
f. Keletihan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat
udara yang cukup
g. Memanjangnya waktu ekspirasi. Udara terperangkap karena
obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi pada pasien
asma.
h. Hipoksemia dan sianosis

8. Pemeriksaan Diagnosik
Menurut Aru W.Sudoyo, dkk (2010) pemeriksaan penunjang pada
penderita asma adalah
a. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosa
asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan bronkodilator dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer). Peningkatan VEP
sebanyak >12% atau (>200mL) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi
respon yang kurang dari >12% atau (200mL) tidak berarti bukan
21

asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal
atau mendekati normal.
Pada tes ini digunakan alat spirometrer yang dapat
menggambarkan fungsi paru.

 Isi alun napas (Tidal Volume-TV)


Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada
pernapasan biasa ketika dalam keadaan istiraahat (N=±500 ml)
 Volume cadangan inspirasi (Inspiration Reserve volume-IRV)
Adalah volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada
inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa (L = ± 3.300 ml, P =
±1.900ml)
 Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume-ERV)
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam
paru melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa
(L=±1.000 ml, P=700ml).
 Volume residu (Residual Volume-RV)
Yaitu udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal (L=±1.200 ml, P=±1.000 ml).
Jika keempat volume itu dijumlahkan, dijumlahkan volume
maksimum, dan itulah kapasitas maksimal paru-paru berkembang.
Jika dua atau lebih volume tersebut digabungkan sebagai satu
kesatuan, maka dinamakan kapasitas pulmonal. Volume kolaps
terjadi ketika paru mengalami kolaps, sedangkan udara tidak bisa
lagi dikeluarkan dengan cara apapun.
 Kapasitas inspirasi (Inspiration Capacity –IC)
Yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru setelah
akhir ekspirasi biasa (IC=IFV + TV). Menunjukkan banyaknya
udara yang dapat dihirup mulai dari tahap ekspirasi normal hingga
mengembangkan paru-paru secara maksimal.
 Kapsitas vital (Vital Capacity-VC)
22

Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar


paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah ekspirasi
maksimal dan inspirasi maksimal (VC=IRV + TV +IRV = ERV).
Bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru
dari dada.

 Kapasitas paru total (Total Lung Capacity-TLC)


Yaitu jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru
(TLC=VC + TV). Normal L = ±6.000 ml, P=±4.200 ml.
 Ruang rugi (Automical Dead Space)
Adalah ruang di sepanjang saluran napas yang tidak terlibat proses
pertukaran gas (±150 ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka
hanya ±350 yang mengalami pertukaran gas.
b. Uji provokasi bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa
cara untuk melakukan uji provokasi dengan histamin, metakolin,
kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau bih
dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan
menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai
denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila
menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit
10%. Akan halnya uji provokasi dengan alergen, hanya dilakukan
pada pasien yang alergi terhadap alergen yang diuji.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil
sangat dominan pada bronkhitis kronik.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma
dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis
kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk
23

menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan


pasien asma.
e. Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian
pula sebaliknya.
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IfE total hanya untuk menyokong adanya
atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji
kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
g. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
h. Analisis gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2<35
mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru
mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang
sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2>45 mmHg), hipoksemia,
dan asidosis respiratorik.

9. Komplikasi
Menurut mansjoer (2010) komplikasi yang terjadi pada asma
dapat berupa :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan udara atau gas dalam rongga pleura.
Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru-
paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.
b. Pneumomediastinum
24

Pneumomediastinum atau mediastinal emfisema merupakan suatu


kondisi terdapatnya udara di dalam mediastinum.

c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) yang
menyebabkan kolaps jaringan baru atau unit fungsional paru.
d. Gagal napas
Gagal napas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel
tubuh sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
e. Bronkhitis
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis
berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit
dalam 2 tahun berturut-turut.
f. Faraktur iga
Fraktur ada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang/tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi
lokasi pada tulang costa.

10. Penatalaksanaan
Menurut Barbara Rowland (2010), penatalaksanaan asma bronkhial
dapat dilakukan dengan :
a. Farmakologi
Obat-obat ini bekerja cepat karena bereaksi pada otot saluran
pernapasan, mengendurkan dan melebarannya. Bronkodilator
biasanya berbentuk inhaler, tetapi juga dapat berbentuk tablet atau
sirup.
25

1) Beta agonis
Bronkodilator yang paling terkenal merupakan kelompok obat yang
dikenal sebagai beta-adrenoreseptor agonis yang memiliki masa
kerja singkat, diantaranya salbutamol dan tarbutalin yang paling
dikenal.
Adrenalin membuat napas lebih cepat, mengendurkan pernapasan
sehingga dapat menghirup oksigen lebih banyak. Agonis adalah
obat yang bekerja di sel reseptor dan meniru sifat asinya. Dengan
kata lain, bekerja seperti adrenalin sehingga saluran pernapasan
mengendur.
2) Agen antikolinergik
Obat ini menjaga saluran pernapasan tetap terbuka dengan
mengurangi kecenderungan untuk menutup di bawah pengaruh
asetikolin, sehingga efeknya berkebalikan dengan adrenalin dan
cenderung menyempitkannya. Dengan mengurangi efek asetikolin,
obat-obatan ini mengendurkan saluran pernapasan. Obat ini
terutama berfungsi untuk menangani asma kronis saat obat anti
inflamsi dan beta-agonis tidak berhasil.
3) Stabilisator sel mast
Bronkodilator ini bekerja dengan menstabilkan sel mast yang
berada di sekeliling paru-paru, mencegahnya mengeluarkan bahan
kimia untuk alergi. Semakin sedikit bahan kimia dalam tubuh,
reaksi alergi akan melemah. Natrium kromolin sangat bermanfaat
diberikan antar serangan atau sementara asma dalam remisi.
4) Kortikosteroid-steroid
Obat ini mencegah saluran pernapasan meradang. Obat ini hanya
bekerja jika teratur digunakan. Kortikosteroid dibentuk dari
hormon alami tubuh, kortisol, yang dihasilkan kelenjar adrenal.
Medikasi ini mungkin diberikan secara intravena (hidrokortison),
secara oral (orednison, prednisolon), atau melalui inhalasi
(beklometason, deksametason). Steroid sangat efektif pada asma
26

untuk menghentikan inflamasi dan penimbunan lendir di paru-paru


sehingga mengurangi reaksi alergi.
5) Metilsantin
Metilsantim seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena
mempunyai efek bronkokontriksi. Agen ini merilekskan otot-otot
polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas,
dan meningkatkan kontriksi diafragma. Aminofilin diberikan
secara intravena, teofilin diberikan per oral.

b. Non farmakologi
1) Edukasi pasien
Instruksi penggunaan obat-obatan bronkodilator dan
kortikosteroid yang diresepkan juga diberikan dan pasien
disarankan untuk mencari perawatan tindak lanjut sesuai
kebutuhan.
2) Istirahat dan menghindari faktor pencetus asma
Energi pasien harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas
dari iritan pernapasan termasuk debu, asap tembakau, serbuk
bunga dan lain-lain.
3) Latihan pernapasan
 Pernapasan efektif
Relaksasi adalah kunci untuk pernapasan yang baik dan emosi
semakin baik emosi semakin baik pula pernapasan.
Kegelisahan, ketakutan, stres dan ketegangan mempercepat
pernapasan dan membuatnya lebih dangkal. Kesenangan,
kepuasan hati, dan keadaan emosional dan fisik yang baik
memperdalam dan memperkuat pernapasan.
 Yoga
Efek dari yoga adalah pengaturan napas yang baik. Irama dan
ritme jantung menjadi stabil dan tekanan darah menurun.
Orang yang sedang kambuh mengakibatkan otot pernapasan
menegang, dengan beryoga akan membantu mencapai kondisi
27

tubuh yang stabil sehingga perbaikan kualitas pada penderita


asma bisa terwujud.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan tempat tinggal.
Orang yang bekerja atau yang bertempat tinggal di daerah yang
terpapar dengan alergen seperti debu dapat menjadi pencetus serangan
asma.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak napas hebat dan mendadak, batuk dan adanya
lendir, diikuti gejala-gejala lain yaitu mengi, penggunaan otot bantu
napas, dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya
infeksi saluran pernapasan akut.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma dan penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya
kerena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan.
e. Pengkajian pola gordon
1) Pola pemeliharaan kesehatan
28

Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup


normal sehingga mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi asma.
2) Pola nutrisi metabolik
Perlu dikaji tentang makanan karena alergi pada makanan tertentu
dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma. Biasanya klien
dengan asma tidak ada penurunan berat badan ataupun mual.
3) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah, serta kesulitan dalam pola
eliminasi. Pada klien dengan status asmatikus pola eliminasi tidak
terganggu.
4) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktivitas keseharian klien, seperti olahraga,
bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat menjadi
pencetus terjadinya asma. Pada klien dengan asma aktifitas dan
latihannya sangat terbatas karena kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang.
5) Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi
berapa klien tidur dan istirahat. Kelelahan dapat menjadi pencetus
serangan asma pada klien. Umumnya klien dengan asma pola
tidurnya terganggu karena batuk atau sesak yang dialami klien.
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor
sehingga kemungkinan terjadi serangan asma yang berulang
semakin tinggi. Nyeri pada dada dirasakan pada saat serangan
terjadi.
7) Pola hubungan dengan orang lain
29

Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalankan


kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan
kondisinya berhubungan dengan orang lain.
8) Pola reproduksi dan seksual
Pada klien yang menderita asma, reproduksi dan sensualitasnya
tidak terganggu.
9) Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi
yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien.
10) Pola mekanisme dan koping
Stress dan ketegangan emosional merupkan pencetus serangan asa
maka perlu dikaji penyebab terjadinya stress.
11) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyaini di dunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jia klien. Keyakinan klien terhadap
Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan
metode penanggulangan stress pada konstruktif.
f. Pemeriksan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi yang
meliputi :
1) Keadaan umum
Perubahan tanda-tanda vital, kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari menurun. Biasanya pada klien dengan asma akan sulit
beraktifitas yang terlalu berat. Karena aktifitas yang terlalu berat
dapat memicu kerja otot pernapasan yang akan menyebabkan
sesak.
2) Sistem penglihatan
Perubahan penglihatan, penggunaan kaca mata, pandangan kabur,
riwayat infeksi. Klien dengan asma tidak memiliki masalah dalam
penglihatan, biasanya pada lansia terjadi penurunan daya
penglihatan.
3) Sistem pernapasan
30

Dispnea, mengalami batuk dan nyeri pada dada, cepat lelah, dari
auskultasi paru-paru terdengar ronchi atau wheezing, adanya
retraksi dan otot-otot pernapasan, perkusi (adanya cairan pada
paru).
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi peningkatan vena sentral ditandai dengan peningkatan
vena jugularis, frekuensi meningkat, akral teraba dingin, tampak
sianosi, Capilary Refill Time lebih dari 3 detik.
5) Sistem gastrointestinal
Klien mengeluh tidak nafsu makan, peristaltik usus lemah, adanya
nyeri tekan pada daerah epigastrium.

6) Sistem integumen
Terdapat sianosis pada ekstremitas atau seluruh tubuh, akral teraba
dingin, CRT lebih dari 3 detik.
7) Sistem muskuloskletal
Terdapat kelemahan otot, kekuatan otot kurang dari 5, pada
umumnya klien mengeluh lemah setelah beraktifitas.
8) Sistem perkemihan
Penurunan pola berkemih, urine berwarna pekat. Nilai
laboratorium ureum kreatinin dan elektrolit meningkat.
9) Sistem persyarafan
Klien mengeluh pusing, tremor, terjadi hipokia berat
menyebabkan penurunan kesadaran (Irman Somantri, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
31

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimabngan


ventilasi, perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen oksigen (NANDA, 2015).
32

3. Perencanaan/Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pernapasan
jalan napas keperawatan ...x24 jam diharapkan  Monitor tanda-tanda vital, kecepatan pernapasan,
Defenisi : Ketidakmampuan bersihan jalan napas kembali efektif irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
membersihkan sekresi atau dengan kriteria hasil :  Monitor suara napas tambahan
obstruksi dari saluran napas Status pernapasan : kepatenan jalan  Monitor pola napas
untuk mempertahankan napas  Monitor saturasi oksigen
bersihan jalan napas a. Frekuensi pernapasan normal  Monitor sekresi pernapasan pasien
b. Irama pernapasan normal  Monitor keluhan sesak napas pasien, termasuk
Batasan karakteristik : c. Mampu mengeluarkan sekret kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk
 Batuk yang tidak efektif sesak napas tersebut
 Dispnea  Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan
 Gelisah (misalnya, nebulizer)
 Kesulitan verbalisasi
 Mata terbuka lebar 2. Pengaturan posisi
 Penurunan bunyi napas  Pertahankan kesejajaran tubuh dengan tepat
 Perubahan frekuensi napas  Monitor status oksigenasi
 Perubahan pola napas  Posisikan untuk mengurangi dispnea (semi fowler)
 Sianosis  Sangga dengan sandaran yang sesuai
 Sputum dalam jumlah yang  Catat posisi pasien dan alat-alat yang digunakan
berlebihan
 Suara napas tambahan 3. Fisioterapi dada
 Tidak ada batuk  Monitor status respirasi (suara dan kedalaman
napas)
Faktor yang berhubungan :  Tepuk dada dengan teratur dan cepat dengan
 Perokok menggunakan telapak tangan yang dikuncupkan
 Perokok pasif  Lakukan getaran
 Terpajan asap  Instruksikan klien untuk mengeluarkan nafas
 Adanya jalan napas buatan dengan teknik napas dalam
 Benda asing dalam jalan  Anjurkan untuk batuk selama dan setetah tindakan
napas
 Eksudat dalam alveoli
33

 Hiperplasia dalam dinding


bronkus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstruktif
kronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan napas
 Asma
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Ketidakefektifan pola napas


Defenisi : Inspirasi dan/atau
2. 1. Manajemen jalan napas
ekspirasi yang tidak memberi
Setelah dilakukan tindakan keperawan  Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw
ventilasi adekuat
selama ...x24 jam diharapkan pola thrust, sebagaimana mestinya
napas kembali efektif dengan kriteria  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakeristik :
hasil :  Auskultasi suara napas, catat area yang
 Bradipnea 1. Status pernapasan ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
 Dispnea a. Frekuensi pernapasan normal suara napas tambahan
 Fase ekspirasi memanjang b. Irama napas normal  Kelola pemberian bronkodilator sebagaimana
 Penggunaan otot bantu c. Kedalaman inspirasi normal mestinya
pernapasan d. Suara auskultasi nafas normal  Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler
 Penurunan kapasitas vital (vesikuler) sesuai resep, sebagaimana mestinya
 Penurunan tekanan ekspirasi e. Kepatenan jalan napas efektif  Posisikan untuk meringankan esak napas
 Penurunan tekanan inspirasi f. Volume tidal normal  Monitor status pernapasan dan oksigenasi
 Penurunan ventilasi semenit (500ml/inspirasi) sebagaimana mestinya
 Pernapasan bibir 2. Status pernapasan : Ventilasi
 Pernapasan cuping hidung a. Frekuensi pernapasan normal 2. Manajemen asma
 Perubahan ekskursi dada b. Irama pernapsan normal
 Identifikasi pemicu yang diketahui dan reaksi yang
 Pola napas abnormal c. Kedalaman inspirasi normal
biasanya terjadi
d. Suara perkusi napas normal
 Ajarkan klien untuk mengidentifikasi dan
(sonor)
menghindari pemicu sebisa mungkin
e. Hasil rontgen dada normal
(tidak ada kelainan)  Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
pernapasan
34

Faktor yang berhubungan :  Catat kapan terjadinya, kerakteristik dan durasi


 Ansietas batuk
 Deformitas dinding dada  Amati pergerakan dada, termasuk juga simetris
 Deformitas tulang atau tidak, penggunaan otot bantu pernapasan
 Disfungsi neuromuskular  Tawarkan minuman hangat unuk minum, dengan
 Gangguan muskuloskeletal tepat
 Hiperventilasi
 Keletihan 3. Penatalaksanaan program dokter pemberian terapi
 Keletihan otot pernapasan oksigen
 Nyeri  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Obesitas  Berikan oksigen tambahan seperti yang
 Posisi tubuh yang diperintahkan
menghambat ekspansi paru  Monitor aliran oksigen
 Sindrom hipoventilasi  Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir
pengangkatan oksigen ketika makan
35

Gangguan pertukaran gas 1. Manajemen asam basa


3. Defenisi : Kelebihan atau  Pertahankan kepatenan jalan napas
defisit oksigenasi dan/atau Setelah dilakukan tindakan  Berikan posisi yang nyaman
eliminasi karbondioksida pada keperawatan selama ...x24 jam  Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang
membran alveolar-kapiler diharapkan pertukaran gas kembali adekuat (misalnya mebuka jalan napas dan
normal dengan kriteria hasil : menaikkan posisi kepala di tempat tidur
Batasan karakteristik : 1. Status ventilasi mekanik dewasa :
 Monitor tanda-tanda syok (misalnya kesulitan
 Dispnea a. Tingkat pernapsan dalam bernapas, aritmia jantung, kejang, hipotensi)
 Gangguan penglihatan kisaran normal
 Pertahankan catatan perkembangan perawatan
 Gas darah arteri abnormal b. Irama pernapasan normal
secara jelas, termasuk tanda-tanda vital dan
 Gelisah c. Kedalaman inspirai normal
pemberian medikasi
 Hiperkapnia d. Saturasi oksigen dalam batas
 Hipoksemia normal
2. Monitor tanda-tanda vital
 Iritabilitas  Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
2. Status pernapasan :
 Napas cuping hidung pernapasan dengan tepat
a. Frekuensi pernapasan normal
 Penurunan karbondioksida  Moitor suara paru-paru
b. Irama nafas normal
 pH arteri abnormal c. Kedalaman inspirasi normal  Monitor pola pernapasan abnormal
 Pola pernapasan abnormal d. Suara auskultasi nafas normal  Moitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
 Sakit kepala saat bangun (vesikuler)  Monitor adanya kuku dalam bentuk clubbing
 Sianosis e. Kepatenan jalan nafas efektif
 Samnolen f. Volume tidal normal 3. Monitor pernapasan
 Takikardi (500ml/inspirasi)  Monitor tanda-tanda vital, kecepatan pernapasan,
 Warna kulit abnormal irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
 Monitor suara napas tambahan
Faktor yang berhubungan :  Monitor pola napas
 Ketidakseimbangan
ventilasi, perfusi
 Perubahan membran
alveolar
36

Intoleransi aktivitas 1. Bantuan perawatan diri


4. Defenisi : Ketidakcukupan  Pertimbangkan usia paien ketika meningkatkan
energi psikologis untuk aktivitas perawatan diri
mempertahankan atau  Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
menyelesaikan aktifitas Setelah dilakukan tindakan  Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat
kehidupan sehari-hari yang keperawatan selama ...x24 jam kebersihan diri, alat bantu untuk berpkaian,
harus atau yang ingin dilakukan diharapkan masalah intoleransi berdandan, eliminasi dan makan
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil :  Bantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait
Batasan karakteristik : 1. Toleransi terhadap aktifitas dengan kondisi ketergantungannya
 Dispnea setelah beraktivitas a. Saturasi oksigen ketika  Dorong kemandirian pasien, tapi bantu ketika
 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas normal pasien tak mampu melakukannya
beraktivitas b. Frekuensi nadi ketika
 Perubahan beraktivitas normal 2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
elektrokardiogram c. Frekuensi pernapasan ketika oksigen
 Respon frekuensi jantung beraktivitas normal  Pertahankan kepatenan jalan napas
abnormal terhadap aktivitas d. Kemudahan bernapas saat  Berikan oksigen tambahan seperti yang
 Respon tekanan darah beraktivitas diperintahkan
abnormal terhadap aktivitas e. Warna kulit normal (tidak ada
 Monitor aliran oksigen
tanda sianosis)
Faktor yang berhubungan : 2. Daya tahan
 Gaya hidup kurang gerak a. Melakukan aktivitas rutin tidak
 Imobilitas terganggu
b. Aktivitas fisik tidak terganggu
 Ketidakseimbangan antara
c. Konsentrasi tidak terganggu
suplai dan kebutuhan
d. Daya tahan otot tidak terganggu
oksigen
e. Pemulihan energi saat
 Tirah baring
beristirahat tidak terganggu
3. Energi psikomotor
a. Menunjukkan afek yang sesuai
dengan situasi
b. Menunjukkan konsentrasi
c. Menjaga kebersihan dan
tampilan personal
d. Menunjukkan nafsu makan
yang normal
37

Tabel 2.1
38

4. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan tindakan tersusun, selanjutnya
diharapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Tindakan harus mendetail dan bersifat khusus agar semua tenaga
keperawatan dapat menjalankan dengan cara yang baik dalam waktu yang
telah ditentukan. Dengan demikian agar terjalin interaksi baik antara klien,
perawat dan keluarga.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan haruslah menggunakan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan perawat yang harus terkoordinasi
dengan baik. Asuhan keperawatan meliputi variasi yang luas, perawat harus
melihat klien secara unik dan utuh atau bio-psiko-sosial-spiritual-kultural.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat mencari kepastian keberhasilan rencana atau proses yang
dilakukan dan juga mengetahui jumlah sejauh mana masalah yang dipecahkan
dari tindakan keperawatan yang dilakukan. Keberhasilan keperawatan adalah
tercapainya kriteria yang ditetapkan dalam tujuan keperawatan pada
perencanaan.

Anda mungkin juga menyukai