1. PENDAHULUAN
Asma adalah penyebab utama penyakit kronik pada anak, yang menyebabkan sebagian
besar hilangnya hari sekolah akibat penyakit kronik. Asma mempunyai awitan pada setiap
usia. Sekitar 80-90% anak asma mendapat gejala pertama sebelum usia 4-5 tahun. Pada
suatu waktu selama masa anak akan mendapat gejala dan tanda yang sesuai dengan asma.
Kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan
menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak Indonesia, namun diperkirakan
berkisar antara 5-10%. Di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari
50% kunjungan merupakan penderita asma.
Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Sebagian besar anak yang menderita
sebagian kecil akan menderita asma berat yang sulit diobati, biasanya lebih bersifat
menahun daripada musiman. Yang menyebabkan ketidakberdayaan dan secara nyata
mempengaruhi hari-hari sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi sehari-hari. Sungguh
merupakan hal yang tidak menyenangkan apabila dalam masa-masa bermain dan
beraktivitas, anak-anak terganggu karena penyakit yang diderita. Hal ini tentunya
membutuhkan perhatian khusus baik berupa perawatan, pengobatan dan pencegahan.
Oleh karena itu penyakit asma memerlukan penanganan khusus terlebih lagi pada anak-
anak yang selalu diliputi keceriaan dalam hari-hari dalam bermain dan beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai bidang
multidisipliner. Dalam pelayanan keperawatan, perawat mempunyai peranan sebagai tenaga
profesional yaitu bertindak memberikan asuhan keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada
orang tua, memberikan informasi tentang pengertian, tanda dan gejala, serta pencegahan
secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan berbagai pihak.
1. PENGERTIAN
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran
nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan
pengobatan (Buku Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).
Asthma Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan peningkatan
respon trakhea dan bronkus dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom, infeksi,
endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical, Surgical Nursing Care
Plan).
2. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar
udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus
yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
A. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di
dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia
mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam
saluran pernafasan bagian bawah.
B. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di
bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang
leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga
hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan
rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua
buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang
tengkorak) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:
1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
3) Bagian bawah skali dinamakan laringofaring.
C. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita
suara. Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis
menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus
sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai
fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
D. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea
tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia
ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus
yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
E. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus
utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang
menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri
dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya
hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama
bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli.
F. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari
bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan
dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat
mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu
inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Peredaran Darah Paru-Paru
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal
dari aorta thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri
pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik
dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan
darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan
darah vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan
darah, darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena
pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh
tubuh.
4. PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih
dari faktor berikut ini.
A. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
B. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
C. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin
serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan
broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf
pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf
pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan
pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa
CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan
asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali
dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat,
kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai
ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan
terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi
jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke
pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting
ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
5. PATWAY
- Alergi
- Genetic Iritasi mukosa
Masuk saluran saluran
- Infeksi
pernapasan pernapasan
- Merokok
- polusi
Bersihan jalan
Metaplasia sel Produksi sputum
globet batuk nafas tidak
meningkat
efektif
Penyempitan
saluran pernapas
Penyebaran udara
obstruksi
ke alveoli
Pola napas
tidak efektif
Vasokontriksi
pembuluh darah
Sesak napas suplay oksigen
paru-paru
berkurang
Kebutuhan
tidur tidak Gangguan
efektik pola tidur
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Tes kulit (tuberculin dan alergen)
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.
B. Rontgen: foto thorax menunjukan hiperinflasi dan pernafasan diafragma.
C. Pemeriksaan sputum:
1) Dapat jernih atau berbusa (alergi)
2) Dapat kental dan putih (non alergi)
3) Dapat berserat (non alergi)
D. Pemeriksaan darah:
1) Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
2) Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
3) AGD hipoxi (serangan akut)
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
1. Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
2. Farmakologi, obat anti asma :
a. Bronchodilator Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.
9. KOMPLIKASI
A. Pneumothorax
B. Pneumomediastinum dan emfisema subcutis
C. Atelektasis
D. Asper gilosis bronkopulmoner
E. Alergi
F. Gagal nafas
G. Bronchitus
H. Fraktur iga.
3) Genogram
Dibuat 3 generasi.
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds. Infeksi, merokok, Bersihan jalan nafas
- Pasien mengatakan sesak polusi, alergen tidak efektif
napas
- Pasien mengatakan, tidak Masuk saluran
mampu batuk prnapasan
Do.
- Pasien tampak sesak napas
RR : 28x/menit iritasi mukosa saluran
- Pasien tampak batuk tidak pernapasan
efektif
- Pasien tampak gelisah Reaksi inflamasi
- Takikardi
Nadi 125x/menit hipertopi dan
- Terdapat sekret berlebih hiperplasma mukosa
Terdapat suara napas tambahan bronkus
(Wheezing)
Metaplasia sel globet
Penyempitan saluran
pernapasan
Reaksi inflamasi
hipertopi dan
hiperplasma mukosa
bronkus
Metaplasia sel globet
Penyempitan saluran
pernapasan
Obstruksi
Penurunan ventilasi
Supply O2
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
3 Ds. Infeksi, merokok, Gangguan
- Pasien mengatakan sesak polusi, alergen pertukaran gas
napas
- Pasien mengeluh pusing Masuk saluran
- Pasien mengeluh prnapasan
penglihatan kabur
iritasi mukosa saluran
Do. pernapasan
- Bunyi napas tambahan
Wheezing Reaksi inflamasi
- Pasien tampak gelisah
- Napas cuping hidung hipertopi dan
- Warna kulit pucat hiperplasma mukosa
bronkus
Metaplasia sel globet
Penyempitan saluran
pernapasan
Obstruksi
Penyebaran udara ke
alveoli
Gangguan pertukaran
gas
4 Ds. Infeksi, merokok, Gangguan pola tidur
- Pasien mengeluh sulit polusi, alergen
tidur
- Pasien mengeluh Masuk saluran
tidak puas tidur prnapasan
- Pasien mengeluh pola
tidur berubah iritasi mukosa saluran
- Pasien mengeluh pernapasan
kemampuan
beraktivitas menurun Reaksi inflamasi
Do:
hipertopi dan
- Konjungtiva anemis
hiperplasma mukosa
- TD : 100/70 mmHg
bronkus
Penyempitan saluran
pernapasan
Obstruksi
Penyebaran udara ke
alveoli
Vasokontriksi
pembuluh darah paru-
paru
Sesak nafas
Melepaskan histamine
dan bradikinin
Premeabilitas kapiler
Sekresi mucus
Edema mukosa
Bronkospsme
Bronkus menyempit
Ventilasi terganggu
Suplai O2 kejaringan
Gangguan perfusi
jaringan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-
kapiler
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri dan atau vena
No Diagnosa Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
Brunner and Suddarth, s, 2013. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB
Lippincott Company.
Doengoes Marilyn, 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lewis, 2017. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia.
Nancy M, 2014. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse
Corporation.
Nanda, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Mediaction Jogjakarta
Nelson, 2015. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Cetakan III (revisi). Dewan
Pengurus Pusat PPNI
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat
PPNI