DISUSUN OLEH:
ENDAH SUMINAR
NIM: 2201140666
1. Definisi
- Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan
bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea,
batuk dan mengi.
(Brunner & Suddarth, 2002).
- Asma adalah suatu penyakit jalan napas yang ditandai oleh periode bronkospasme,
merupakan penyakit kompleks yang meliputi biokimia, imunologi, endokrin, infeksi,
autoimun dan faktor psikologi. (Luckman and Sorensen’s, 2003).
- Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana
peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan
menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2010).
- Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang
reversibel. (Sylvia A. Price, 2005).
Jenis-jenis Asthma :
a. Asthma alergik
Yaitu asthma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang,
marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen
dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b. Asthma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common
vold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus
serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis
kronis dan empisema.
c. Asthma gabungan
Yaitu bentuk asthma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asthma:
a. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa
gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
b. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam
timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
c. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator
serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul
gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-
80%.
d. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan
frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
2. Anatomi Fisiologi
Saluran pernafasan terdiri dari saluran napas bagian atas dan saluran nafas
bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari : rongga hidung, nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari laring, trakea,
bronkus dan paru-paru. Paru-paru terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terdiri
dari 3 lobus dan paru kanan terdiri dari 2 lobus. Saluran udara hingga mencapai
paru-paru adalah :
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan
mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga
hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
bersambungan dengan aesofagus. Udara yang sudah disaring, dihangatkan dan
dilembabkan menuju ke faring akibat dorongan gerakan silia. Dari sini lapisan
mukosa akan ditekan dan dibatukkan ke luar. Air untuk pelembaban dihasilkan
oleh lapisan mukosa, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal
dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi
telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila mencapai faring hampir bebas
dari debu.
c. Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi, laring juga melindungi jalan nafas bawah dan obstruksi benda asing
dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang fungsinya untuk
mempertahankan agar trakea tetap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia. Jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah
laring; maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama
pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu
bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki saraf
yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang
dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian segmentalis percabangan ini terus berjalan menjadi bronkus yang
ukurannya makin lama makin kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai ke tingkat bronkiolus terminalis merupakan
saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah bronkiolus
terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alvedansi sakus.
Alvedaris terminalis alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding
septus atau septum. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan
surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi
resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah katub alveolus
pada ekspirasi.
3. Etiologi
- Faktor ekstrinsik : reaksi antigen-antibody, debu, bulu binatang, serbuk-serbuk, spora,
jamur, makaan.
- Faktor intrinsik : infeksi, iritan, cuaca, palutan, lingkungan, emosi (stress).
- Bentuk campuran dari kedua hal di atas.
6. Patofisiologi
Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang menghasilkan edema mukus,
sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut
ini yaitu kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki menyempitkan jalan napas,
pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus
yang kental. Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan. Bila zat-zat alergen memasuki paru-paru sehingga merangsang
antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru sehingga
menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel mast seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS.A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar
jalan napas sehingga menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa
dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi
paru. Otot bronkial di atur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatik
ketika saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, dan emosi sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat dan
menyebabkan bronkokonstriksi yang merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Selain itu reseptor alfa dan beta adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak dalam
bronki, sehingga ketika alfa adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara alpha dan beta adrenergik dikendalikan oleh siklik adenosin
monophospat (c AMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan c AMP,
yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan tingkat c
AMP yang menghambat pelepasan mediator kimia yang menyebabkan
bronkodilatasi. Penyekatan beta adrenergik terjadi pada penderita asma, akibatnya
osmotik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot
polos.
7. Komplikasi
a. Status asmatiks : asma yang berat dan persistent yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional.
b. Pneumonia : proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius.
c. Atelektasis
d. Obstruksi jalan nafas
e. Faktor iga.
8. Therapi/Pengelolaan Medik
- Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan
sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine,
dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
- Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan
gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan
secara IV dan oral.
- Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara
inhalasi.
- Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat:
hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
- Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk
bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
- Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
- Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk
efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage
dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan sekret lengket
- Berkeringat dingin
- Terdengar suara mengi / wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada faktor genetik/familier
Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan
nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin
sedikit yang dapat diperoleh.
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising
mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh
frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan
darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50 % nilai
dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya
kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation
ini.
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif b.d obstruksi jalan nafas (banyaknya mucus)
b. Pola Nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
c. Gangguan Pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
d. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
WOC ASMA
PEMERIKSAAN PENUNJANG Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan KOMPLIKASI
1. Pemeriksaan spirometri hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang 1. Fraktur tulang rusuk
2. Pemeriksaan rontgen berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang 2. Pneumothoraks
3. Pemeriksaan tes kulit 3. Pneumomediastinum
umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes, RI., 2009).
4. Pemeriksaan darah 4. Atelektasis
5. Pertanda inflamasi 5. Pneumonia
6. Status asmatikus
Ansietas
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
IDENTITAS PASIEN Tanggal : 15 juni 2023
No.reg : 45xxxx
Nama : Ny. F Tgl lahir Usia: 64 th Jenis Kelamin: wanita
12/05/1974
Alamat : Lembah dieng Agama: Islam Jenis pembayaran: umum
TD: 167/110 mmHg Nadi: 109 x/menit SUHU: 36,5 C TB: 153 cm / BB: 70Kg
GDA: tidak dikaji mg/dl SpO2: 95 % Skala Nyeri (0-10): 0 Status Gizi: baik
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: Skala Nyeri Untuk Umur < 9 Tahun: NILAI SKALA
NYERI:
0(Tidak
Nyeri)
□ 1-3
(Ringan)
□ 4-6
(Sedang)
□ 7-10
(Berat)
Diagram kode diagram
A : Abrasi
B: Bruise
Bu : Burn
E : eritema
L : laserasi
P : Ptekie
Pu : Pressure
ulcer R : Rash
S : Scar
ST: stoma
U : Ulcer
O : other (tato,
amputasi, perubahan
warna)
Ket:
A. Kepala:
inspeksi : kepala simetris, rambut rata
palapasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada edema
B. Leher:
inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
palpasi : tidak ada nyeri tekan
C. Bahu :
Inspeksi : simetris, tampak usaha otor pernafasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
D. Dada:
Inspeksi : tampak retraksi dada, pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, dan
sulit bicara karena sesak nafas
palpasi : bernafas dengan menggunakan oto-otot tambahan
aukultasi : respirasi terdengar kasar dan suara wheezing
E. Perut :
inspeksi : bentuk tidak simetris
auskultasi : bising usus normal (15x/menit)
palpasi : tidak ada nyeri tekan
perkusi : timpani
F. Genitalia:
inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan
palpasi : tidak ada nyeri tekan
G. Punggung:
Inspeksi : tidak ada lesi, tampak simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
H. Panggul:
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
I. Tangan:
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
J. Kaki:
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6. Status Mental 0
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total 65
Nilai
Keterangan:
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi
Pemeriksaan diagnostic jam : 12.00 RENCANA PROSEDUR
□ tidak ada USG □ orofaringeal airway terapi
□ darah lengkap X Ray nasogastrik
□ BUN MRI □ nasofaringeal airway kateter urin
□ enzim jantung CT scan □ intubasi ETT kateter vena sentral
□ glukosa lain-lain (CVP)
□ tes fungsi hati urinalisis terapi oksigen perawatn Ob/Gyn
□ gas darah arteri tes terapi nebulizer perawatan orthopedic
kehamilan □ CPR terapi trombolitik
□ alcohol dalam darah oksmetri □ IV fluid perawatan luka
nadi □ DC shock lain-lain :
□ HIV serologi EKG
Suhu: 36 C
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
SpO2: 98 %
GCS: 4 5 6
Malang,
( Endah Suminar)