PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
1
lendir pekat secara berlebih bahkan obstruksi jalan napas, dengan adanya
ketidakmampuan batuk secara efektif
b. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang ”Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma”
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Asma dapat dibagi dalam tiga kategori. Asma ekstrinsik atau alergik,
ditemukan pada sejumlah kecil pada pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergan
yang diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopik termasuk hay fever, ekzema
dermatitis, dan asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap
alergan (biasanya protein) dalam bentuk sebuk sari yang dihirup, bulu binatang,
spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti
susu atau cokelat.
3
Banyak pasien menderita asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen
asma ektrinsik dan intrinsik. Sebagian besar pasien asma intrinsik akan berlanjut
menjadi bentuk campuran anak yang menderita asma intrinsik sering sembuh
sempurna saat dewasa muda.
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski:1996).
4
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan dengan
bronkospasme yang reversibel (joyce M. Black:1996)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne:2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, di hangatkan
dilembabkan. Partikel – partikel yang kasar disaring oleh rambut – rambut
yang terdapat oleh hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam
lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior didalam
rongga hidung dan ke superior didalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung
dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
c. Trakea
Trakea atau bantang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang
terbentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) . Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan
ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi
bronkus kiri dan kanan disebut karina.
d. Bronkus
5
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
2.4 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversible yang disebabkan oleh:
1. Kontraksi otot disekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas
2. Pembengkakan membran bronkus
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
4. Temperatur
5. Ansietas
6. Dehidrasi
6
2.5 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu alergi dan
psikologis kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot
polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya
kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga
terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara pada jalan nafas
maka akan menimbulkan gangguan seperti ventilasi (hipoventilasi), distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di
tingkat alveoli.
Tiga kategori asma (asma akstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik
seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma.
Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya
7
faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan
fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnea, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan Serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.
1. Tingkat I
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
a. Tanpa keluhan
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4. Tingkat IV
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
8
5. Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel.
c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan
oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien
dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan
riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik
dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan,
latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau
sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi
lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi
juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
2.8 Penatalaksanaan
9
3. Anti kolinergik (bronkodilator)
4. Kortikosteroid
5. Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1. Oksigen 4-6 liter/menit.
2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose
5% diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera
atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Test Diagnostik
1. Foto Thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut
memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan
seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat
gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang
interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring
dengan hilangnya serangan asma tersebut.
2. EKG
Elektrokardiografi (EKG) : Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible
setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ),
takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi
ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik
diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum,
atelektosis dan lain – lain.
10
a. Test Laboratorium
1. Analisa Gas Darah dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver
fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak
berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO 2 rendah ) adalah temuan
yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau
kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya
serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO 2 < 60 mmHg serta nilai pH
darah rendah.
2. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema
mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya.
Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik.
3. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
4. Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3
baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
2.10 Komplikasi
a. Status asmatikus
b. Pneumothorax
c. Asidosis respiratorik
d. Gagal nafas
e. Kematian
11
2.11 Prognosis
Dengan kemajuan dunia farmakologi dan peralatan medis sekarang ini dan
dengan di bekali pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk penyakit asma
umumnya serta status asmatikus pada khususnya , maka angka kematian yang
dahulu tinggi sekarang dapat ditekan menjadi sangat rendah , tentunya dengan
catatan bahwa penderita datang tidak terlalu terlambat .
Walaupun pada umumnya prognosis baik, kembali perlu ditekankan disini
bahwa kecenderungan penyakit asma pada penderita itu tetap akan ada dan setiap
saat status asmatikus dapat timbul kembali bila penderita berada dalam keadaan
tidak optimal sebagaimana telah dikemukakan di atas. Makin lama penderita
bertahan dalam keadaan semacam ini, makin besar pula kemungkinan terjadinya
kembali suatu status asmatikus.
12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien meliputi: nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan dan laink
arena pengkajian umur dan jeis kelamin diperlukan pada klien dengan asma.
2. Keluhan utama
Klien dengan aasma akan mengeluhkan sesak napas, bernapas terasa berat pada
dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas.
3. Riwata Penyakit saat Ini
Klien dengan riwayat serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, dan berusaha untuk bernapas
Panjang kemudin diikuti dengan suara tambahan mengi (wheezing), kelelaha,
gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit klien yang diderita pada masa-masa dahulu meliputi penyakit
yang berhubungan dengan system pernapasan seperti infeksi saluraan napas
atas, sakit tenggorokan, sinusitis, amandel, dan polip hidung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan asma juga dikaji adanya riwayat penyakit yang sama padaa
anggota keluarga klien.
6. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping tidak efektif, status ekonomi yang berdaampak pada
asuhan kesehatan dan perubahan mkanisme peran dalam keluarga serta factor
gangguan emosional yang bisa menjadi pencetus terjadinya serangaan asma.
7. Pola Resepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi klien dalam berperilaku hidup normal sehingga
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya agar serangan asma tidak
muncul.
8. Pola hubungan dan Peran
13
Gejala asma dapaat membatasi klien untuk menjalaani kehidupannya secara
normal sehingga klien harus menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan
peran klien.
9. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien
sehingga dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma yang berulang.
10. Pola Penanggulangan dan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan factor instrinsik pencetus serangan
asma sehingga diperlukan pengkajiaan penyebab dari asma.
11. Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien
yang akan mempengaruhi jumlah stressor sehingga kemungkinan serangan
asma berulang pun akan semakin tingggi.
12. Pola Tata Nilai dan Kepercayaaan
Kedekatan klien dengan apa yang diyakini di dunia ini dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien sehingga dapat menjadi penanggulangan
stress yang konstruktif.
13. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Tanda-tanda vital
(Tekana darah menurun, napas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat,
distress pernapasan sianosis)
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit
(Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
e. Kepala
Sakit kepala
f. Mata (tidak ada yang begitu spesifik)
g. Hidung
Napas cuping hidung, sianosis
h. Mulut
14
Pucat sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering, bibir kuning, dan pucat
i. Telinga
Lihat ada tidanya secret, kebersihan, biasanya tidak ada spesifiknya pada kasus
ini
j. Leher
Tidak terdappat pembesaran kelenjar tiroid
k. Jantung
l. Paru-paru
Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), wheezing (+), sesak istirahat
dan bertambah saat beraktivitas.
m. Punggung
Tidak ada spesifik
n. Abdomen
Bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada
o. Genetalia
Tidak ada gangguan
p. Ekstremitas
Kelemahan, penurunan aktivitas, sianosis ujung jari dan kaki
q. Neurologis
Terdapat kelemahan otot, tanda reflex spesifik tidak ada
3.2 Pemeriksaann Fisik Fokus Pernapasan
1. Inspeksi
Pada klien dengan status asmatikus terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan penggunaan otot bantu nafas, terlihat kelelahan sampai
gelisah, dan kadang didapatkan kondisi sianosis.
2. Palpasi
Pada palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan traktil fremitus biasanya normal.
3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diagfragma menjadi datar dan rendah.
4. Auskultasi
Ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
15
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gasberhubungan dengan retensi CO2.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi dinding dada.
4. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan keletihan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakit dan pencegahan.
3.4 Rencana Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2.
Tujuan : Pertukaran gas membaik.
Kriteria Hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, Frekuensi napas 16-20
x/menit, Frekuensi nadi 60-120 x/menit, warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan
gas darah arteri (GDA) dalam batas normal.
Intervensi
1) Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan
dari hasil klien.
2) Tempatkan klien pada posisi semifowler
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik
3) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskuler untuk pemberian obat – obat darurat.
4) Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : Berikan oksigen melalui kanula nasal 4L/menit selanjutnya sesuaikan
dengan hasil PaO2.
5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda –
tanda toksisita.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi
sebelumnya.
16
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental.
Tujuan : Kebersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan dan
wheezing (-).
Intervensi Mandiri :
1) kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
2) Atur posisi semifowler.
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada.
3) Ajarkan cara batuk efektif .
Rasional :Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan perngeluaran
sekret yang melekat di jalan napas.
4) Bantu klien latihan nafas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas untuk dikeluarkan.
5) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekurat membantu mengecerkan sekret dan
mengefektifkan pembersihan jalan nafas
6) Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase , perkusi dan
fibrasi dada
Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
Kolaborasi :
17
Rasional :
2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti
krekels, mengi, dan gesekan pleural.
Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (Atelektasis). Ronki
dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.
18
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
19
Rasional : Kadang – kadang berguna untuk membuang bekuan darah dan
membersihkan jalan napas.
Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula
kurang menjadi adekuat.
Intervensi
Mandiri
1) Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/ muntah, dan
diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi yang tepat.
2) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai
indikasi).
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi.
3) Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu)
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan dukungan cairan.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta
sebelum dan sesudah intervensi/ pemeriksaan per oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat
pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
5) Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
20
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik klien.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein
serum, dan albumin.
Rasional : Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi
selanjutnya.
8) Kolaborasi untuk pemberian multivitamin.
Rasional : Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : dapat mengemukakan ansietas/ ketakutan pada orang yang tepat.
Kriteria hasil : mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah, menunjukkan
rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat.
Intervensi Mandiri :
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional :pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru
yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman resepsi
ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informssi
yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2) Akui rasa takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka/ menerima kenyataan
dan pengobatannya. Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan
dan meskipun lebih banyak waktu untuk mulai mengekspresikannya.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan
bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah
interpretasi terhadap informasi.
4) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan eksterm atau ansietas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.
21
5) Catat komentar/ perilaku yang menunjukkan menerima dan/ atau
menggunakan strategi efektif menerima situasi.
Rasional :
Takut/ ansietas menurun, pasien mulai menerima secara positif dengan kenyataan.
6) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol.
7) Berikan kenyamanan fisik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman eksterm/
ketidaknyamanan fisik menetap.
5. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakit dan pencegahan.
Tujuan : Dapat memahami kondisi/ proses penyakit dan tindakan.
Kriteria hasil : Klien mengetahui tentang penyakit dan perawatanya. Klien mau
menerima tindakan yang diberikan, Klien mau berpartisipasi dan merubah sikap
Intervensi Mandiri :
3.5 Evaluasi
1. Jalan nafas kembali efektif.
2. Pola nafas kembali efektif.
3. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
4. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
22
5. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
3.6 Contoh kasus Asma Attack
BIODATA KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 58 Tahun
Agama : Islam
No Register :-
23
Pasien mengatakan disaat usia kurang lebih 50 tahun menderita penyakit
asma.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti
dirinya dan tidak ada penyakit keturunan.
II. Pola Aktivitas Sehari - hari
A. Pola Tidur/Istirahat
1. Waktu tidur
Dirumah : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 21.00
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 22.00
2. Waktu bangu
Dirumah : Pasien mengatakan bangun pukul 04.30
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu, kadang
terbangun
Hal - hal yang mempermudah tidur :
Suasana yang tenang
3. Hal - hal yang mempermudah bangun
Suasana yang ribut, batuk-batuk
4. Masalah tidur
Kadang terbangun karena batuk dan sesak nafas
B. Pola Eliminasi
1. B.A.B
Dirumah : Pasien mengatakan BAB 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAB 1 x/hari
Masalah BAB : Tidak ada masalah
2. B.A.K
Dirumah : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Masalah BAK : Tidak ada masalah
24
3. Upaya klien untuk mengatasinya : Tidak ada
D. Personal Hygiene
1. Pemeliharaan badan
Dirumah : Pasien mengatakan mandi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan mandi 1 x/hari
2. Pemeliharaan gigi dan mulut
25
Dirumah : Pasien mengatakan menggosok gigi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan menggosok gigi 1 x/hari
3. Pemeliharaan kuku
Dirumah : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor
Di rumah sakit : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor
26
Tulang kepala : Tidak ada benjolan
Kulit kepala : Bersih
2. Rambut
Penyebaran : Merata
Warna : putih (uban)
Kelainan lain : Tidak ada
3. Wajah
Struktur wajah : Simetris
Warna kulit : Kuning langsat
Kelainan lain : Tidak ada
b. Mata
1. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris
2. Kelopak mata/palepebra : Frekuensi reflek berkedip simetris
3. Kornea mata : Jernih
4. Konjungtiva dan sclera : Tidak ada anemia
5. Pupil dan iris : Simetris
6. Ketajaman penglihatan/visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tekanan bola mata : Simetris
8. Kelainan lain : Tidak ada
c. Hidung
1. Cuping hidung : Normal dan simetris
2. Lubang hidung : Bersih
3. Tulang hidung dan septum nasi : Normal dan simetris
d. Telinga
1. Bentuk telinga : Normal
Ukuran telinga : Sedang
Ketegangan telinga : Elastis
2. Lubang telinga : Normal
3. Ketajaman pendengaran :
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
27
e. Mulut dan faring
1. Keadaan bibir : Bibir lembab
2. Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi bersih
3. Keadaan lidah : Lidah bersih
4. Palatum/langit - langit : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Orifaring : Tidak dilakukan pemeriksaan
f.Leher
1. Posisi trachea : Normal
2. Tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Suara : Suara jelas
4. Kelenjar lympe : Tidak ada pembesaran
5. Vena jugularis : Tidak terjadi distensi
6. Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan teratur
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah
Keperawatan
28
1. Suara nafas : Vesikuler
2. Suara ucapan : Jelas
3. Suara nafas tambahan : Wheezing
2. Pemeriksaan jantung :
a. Inspeksi dan palpasi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Perkusi batas jantung :
Basic jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pinggang jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Apeks jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : S1 lup
- Bunyi jantung II : S2 dup
- Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
- Bising/murmur : Tidak ada
- Frekuensi denyut jantung : Teraba jelas dan teratur
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif
b.d. obstruksi jalan nafas
F. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Normal
- Benjolan/masa : Tidak ada
- Bayangan pembuluh darah : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising/peristaltik usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- benjolan/masa : Tidak ada
29
- Hepar : Tidak ada kelainan
- Lien : Tidak ada kelainan
- Titik Mc. Berney : Tidak ada kelainan
4. Perkusi
- Suara abdomen : Normal
- Pemeriksaan asites : Tidak ada asites
Masalah keperawatan : Tidak Ada
Masalah Keperawatan
G. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya
1. Genetalia
- Pubis : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Meatus uretra : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan lain: Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Auskultasi
- Lubang anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan pada anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
30
5. Tekstur : Baik
6. Kelembaban : Kering
7. Kelainan pada kulit/lesi : Tidak ada
31
2. Orientasi
Baik
3. Proses pikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
Pasien dapat mengingat dengan baik dan suka bercerita
4. Motivasi
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh
5. Persepsi
Tidak merasa kurang percaya diri dengan lingkungan sekitar
6. Bahasa (pola komunikasi)
Bahasa Indonesia
B. Analisa data
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab
1. DS : Pola nafas tidak Obstruksi proksimal
efektif dari bronkus pada
Pasien mengeluh sesak nafas tahap ekspirasi dan
inspirasi
Pasien mengatakan agak
susah bernafas ↓
DO : Wheezing, sesak
nafas
Terdapat sputum
↓
Terdengar wheezing
Tekanan partial
32
oksigen dialveoli ↓
Penyempitan jalan
nafas
Bronkospasme
DS :
↓
Pasien mengatakan sering Gangguan pola tidur
merasakan sesak nafas pada Penyempitan saluran
malam hari dan batuk-batuk paru
2. ↓
DO :
Gangguan pertukaran
gas
33
C. Diangnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas
2. Gangguan pola tidur b.d. sesak nafas
D. Intervensi Keperawatan
N Hari/Tgl/Ja Diagnose Tujuan & Rencana Rasionalisasi
o m Keperawata Tindakan
n Kriteria Hasil
Senin, 04 Pola nafas Setelah 1. Posisikan 1. Posisi semi
Desember tidak dilakukan pasien untuk fowler
2017 efektif b.d. tindakan memaksimal membantu
obstruksi keperawatan -kan pasien
jalan nafas selama 1x24 ventilasi memaksimal-
jam. Pola nafas 2. Identifikasi kan ventilasi
tidak efektif pasien sehingga
teratasi. Dengan perlunya kebutuhan
kriteria hasil : dipasangkan oksigen
alat bantu terpenuhi
- Mendemons pernafasan melalui
trasikan 3. Lakukan proses
batuk fisioterapi pernafasan.
efektif, dada bila 2. Alat banttu
suara nafas perlu pernafasan
yang bersih, membantu
tidak ada organ
sianosis dan pernafasan
dyspneu memenuhi
(mampu kebutuhan
mengeluark oksigen
an sputum, sehingga
mampu oksigen yang
bernafas diperlukan
dengan tubuh
mudah, terpenuhi.
34
tidak ada 3. Dapat mem-
pursed lips) permudah
- Tanda- pasien dalam
Tanda Vital mengeluar-
dalam kan sekret
rentang yang sulit
normal dilakukan
secara
mandiri.
1. Mengetahui
pentingnya
tidur untuk
pemulihan
kesehatannya
2. Pasien akan
mudah tidur
setelah
melakukan
Setelah
aktivitas
dilakukan
3. Lingkungan
tindakan
yang nyaman
keperawatan
dapat
selama 1x24
mengurangi
jam, gangguan
beban
pola tidur
pikiran
teratasi. Dengan
pasien dan
kriteria hasil :
cepat tidur
- Jumlah tidur
dalam batas 1. Jelaskan
normal pentingnya
- Pola tidur, tidur yang
kualitas adekuat
dalam batas 2. Fasilitas
normal untuk
- Perasaan mempertaha
fresh sesudah nkan
tidur aktivitas
- Mampu sebelum
mengidentifi tidur
Gangguan
kasi-kan hal- (membaca)
pola tidur
hal yang 3. Ciptakan
Senin, 04 b.d. sesak lingkungan
Desember nafas meningkatka
n tidur yang
2. 2017 nyaman
35
E. Implementasi Keperawatan
No Hari/Tgl/Jam Tindakan Evaluasi Paraf
Keperawatan
1. Senin, 04 1. Melakukan 1. TD = 90/60
Desember 2017 pemeriksaan TTV mmHg
T = 36,5 ˚C
R = 23 x/menit
N = 80 x/menit
2. Pasien dalam
posisi semi fowler
3. Pasien
mengatakan susah
tidur karena sesak
2. Mengatur posisi
pasien
4. Combivent, 5 lpm
selama 15 menit
3. Mengkaji pola
1. TD = 100/70
tidur
mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
N = 80 x/menit
2. Pasien mengikuti
anjuran yang
4. Memberikan diberikan
nebulizer
1. Melakukan
pemeriksaan TTV
1. TD = 90/60
mmHg
T = 36,2 ˚C
R = 20 x/menit
Selasa, 05 N = 84 x/menit
2. Desember 2017
3. Memberikan
combivent 5 lpm,
36
selama 15 menit
1. Melakukan
pemeriksaan TTV
Rabu, 06
Desember 2017 2. Membantu pasien
3. latihan teknik
nafas dalam dan
batuk efektif
3. Memberikan
nebulizer
F. Evaluasi
No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)
1. Senin, 04 Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi
jalan nafas O : RR = 23 x/menit
37
2. Selasa, 04 jalan nafas
Desember 2017
S : Pasien mengatakan sesak
mulai berkurang
O : RR = 20 x/menit
Gangguan pola tidur
b.d. sesak nafas A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
O : TD = 100/70 mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
N = 80 x/menit
Rabu, 05
3. Desember 2017 S : Pasien mengatakan sesak
berkurang
P : Lanjutkan intervensi
O : TD = 90/60 mmHg
T = 36,2 ˚C
R = 20 x/menit
38
N = 84 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
kesehatan baik secara actual maupun potensial sehingga dapat menjadi dasar
untuk penentuan intervensi yang tepat dalam mencapai tujuan yang telah
menetap, ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas
yang berat. Sedangkan pada kasus kelolaan individu terdapat kesenjangan antara
teori dan aplikasi. Pada aplikasi di dapatkan 2 diagnosa yaitu, pola nafas tidak
efektif b.d. obstruksi jalan nafas, gangguan pola tidur b.d. sesak nafas. Pada kasus
individu ada diangkat diagnosa, pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas,
39
gangguan pola tidur b.d. sesak nafas. Penulis mengangkat diagnosa diatas karena
pada saat melakukan pengkajian ditemukan data pasien mengatakan sesak nafas
pada malam hari, agak susah bernafas, dan batuk-batuk, tidur kurang lebih hanya
5 jam / hari.
Adapun diagnosa yang muncul pada pasien Ny.S adalah sebagai berikut :
1. Diagnosa I
Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas ditemukan pada tinjauan
kasus, didalam teori juga ditemukan diagnosa ini. Hasil pengkajian sesuai dengan
teori ditemukan data pasien bahwa pasien mengatakan Pasien mengeluh sesak
nafas, agak susah bernafas. Terdapat sputum, terdengar wheezing. Dengan tanda-
tanda vital TD : 90/60 mmHg, Suhu tubuh : 36, °C, Nadi : 90 x/menit,
dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta prasarana yang terjadi.
pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan nebulizer, Mengatur posisi pasien dan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda Vital dalam
rentang normal.
40
Penulis berasumsi bahwa mendemonstrasikan batuk efektif, suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda Vital dalam
rentang normal. Dengan demikian masalah ini dapat teratasi sepenuhnya hingga
2. Diagnosa II
Gangguan pola tidur b.d. sesak nafas Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi
jalan nafas ditemukan pada tinjauan kasus, didalam teori juga ditemukan diagnosa
ini. Hasil pengkajian sesuai dengan teori ditemukan data pasien bahwa pasien
mengatakan Pasien mengeluh sesak nafas, agak susah bernafas. Terdapat sputum,
dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta prasarana yang terjadi.
pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan nebulizer, Mengatur posisi pasien dan
perencanaan Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur, kualitas dalam batas
meningkatkan tidur.
41
Penulis berasumsi bahwa Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur,
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas, maka kami selaku penulis menarik kesimpulan
asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.
4.2 Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat memenuhi kebutuhan
materi bagi para pembaca terutama bagi para mahasiswa khusunya bagi
kami.Namun tidak menutup kemungkinan makalah ini bisa sesempurna mungkin.
Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan, terutama dari
dosen pembimbing.
42
DAFTAR PUSTAKA
repository.unej.ac.id,https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8904.Sylvia
A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC
43
44