Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang


Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi
problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kualitas hidup
dan dibutuhkan biaya besar dalam penatalaksanaannya. Dengan angka prevalensi
yang berbeda-beda antara satu kota dengan kota lainnya dalam satu negara, di
Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa
tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan sifat sebagian
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah gangguan inflamasi pada jalan napas. Pasien-pasien mengalami
episode batuk, mengi, dada terasa seperti diikat dan atau dispnea (sesak napas),
yang sering memburuk saat malam atau pagi hari. Terdapat variasi keparahan dan
frekuensi serangan.
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang serius dan dapat mempengaruhi
semua kelompok usia mulai dari anak-anak sampai dengan dewasa serta memiliki
banyak dampak buruk dan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Salah satu patogenesis manifestasi klinis asma yang paling utama yaitu adanya
suatu proses inflamasi pada saluran nafas akibat paparan alergen dan dipengaruhi
oleh determinan genetik yang menyebabkan inflamasi kronik pada saluran napas
sehingga dapat terjadi penyempitan pada jalan napas, penumpukan mukus atau

1
lendir pekat secara berlebih bahkan obstruksi jalan napas, dengan adanya
ketidakmampuan batuk secara efektif

1.2 Tujuan Penulisan


a. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata ajar KMB “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Asma”

b. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang ”Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma”

1.3 Manfaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita dapat memahami tentang
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Asma”

1.4 Metode Penulisan


Pada penulisan karya tulis ini kami menggunakan satu metode, yaitu dengan
angket. Di mana angket akan kami sebarkan dengan jumlah 40 lembar. Di mana
angket itu berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai “Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Asma”

1.5 Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang “Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Asma”

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar

Istilah asma berasal dari bahasa yunani yang artinya terengah-engah


dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk
menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang
istilah ini hanya ditunjukkan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon
abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan napas yang meluas.

Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada


bronkus ukuran sedang dan bronkiolus yang berukuran 1 mm. Penyempitan jalan
napas disebabkan oleh bronkuspasme (ketegangan bronkus), edema mukosa dan
hipersekresi mukus yang kental

Asma dapat dibagi dalam tiga kategori. Asma ekstrinsik atau alergik,
ditemukan pada sejumlah kecil pada pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergan
yang diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopik termasuk hay fever, ekzema
dermatitis, dan asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap
alergan (biasanya protein) dalam bentuk sebuk sari yang dihirup, bulu binatang,
spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti
susu atau cokelat.

Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat


kecil, dapat mengakibatkan serangan asma. Sebaliknya, pada asama inteinsik, atau
ideopatik, ditandai dengan sering tidak ditemunya faktor-faktor pencetus yang
jelas. Faktor nonspesifik (seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi) dapat memicu
serangan asma. Asma intrinsik lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dan
serangan timbul sesudh infeksi sinus, hidung, atau pada percabangan trakeal
broncial. Makin lama serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya
keadaan ini berlanjut menjadi bronkitis kronik dan kadang-kadang emfisema.

3
Banyak pasien menderita asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen
asma ektrinsik dan intrinsik. Sebagian besar pasien asma intrinsik akan berlanjut
menjadi bentuk campuran anak yang menderita asma intrinsik sering sembuh
sempurna saat dewasa muda.

Manisfestasi klinis asma m udah dikenali. Setelah pasien terpajang alergen


penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispepnea. Pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh menggerakan
tenaga untuk bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis yang terlah
dijelaskan, bahwa kesulitan utama terletak pada ekspirasi. Percabangan
trakealbroncial melebar dan memanjang inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan
udara keluar dari bronkialis yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus,
yang dalam keadaan normal akan berkoniraksi sampai tingkatan tertentu pada
ekspirasi. Udara tertangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga
terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang
merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memakasakan udara keluar.
Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.
Pengobatan terdiri atas pemberian bronkodilator, desensitisasi spesifik yang lama,
menghindari alergen yang sudah dikenal, dan kadang-kadang obat kortikosteroid.
Selang waktu antar 2 serangan biasanya bebas dari kesulitan bernapas. Asma
dapat dibedakan dari bronkitis kronik dan emfisema karena sifatnya yang
intermiten dan berdasarkan kenyataan bahwa emfisema destruktif jarang terjadi.
Serangan asma yang berlangsung terus-menerus selama berhari-hari dan tak dapat
ditanggulangi dengan cara pengobatan biasa dikenal dengan nama status
asmatikus. Dalam kasus ini fungsi ventilasi dapat sangat memburuk sehingga
mengakibatkan sianosis dan kematian.

2.2 Definisi Asma

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski:1996).

4
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan dengan
bronkospasme yang reversibel (joyce M. Black:1996)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne:2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Asma

a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, di hangatkan
dilembabkan. Partikel – partikel yang kasar disaring oleh rambut – rambut
yang terdapat oleh hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam
lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior didalam
rongga hidung dan ke superior didalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung
dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
c. Trakea
Trakea atau bantang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang
terbentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) . Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan
ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi
bronkus kiri dan kanan disebut karina.
d. Bronkus

5
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

2.4 Etiologi

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversible yang disebabkan oleh:
1. Kontraksi otot disekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas
2. Pembengkakan membran bronkus
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
4. Temperatur
5. Ansietas
6. Dehidrasi

6
2.5 Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu alergi dan
psikologis kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot
polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya
kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga
terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara pada jalan nafas
maka akan menimbulkan gangguan seperti ventilasi (hipoventilasi), distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di
tingkat alveoli.
Tiga kategori asma (asma akstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik
seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma.
Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya

7
faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan
fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnea, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan
tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyanggah ke depan Serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
a. Tanpa keluhan
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4. Tingkat IV
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.

8
5. Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel.
c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.

2.7 Klasifikasi Amsa

Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan
oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien
dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan
riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik
dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan,
latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau
sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi
lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi
juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas


2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan seperti
1. Beta agonist (beta adrenergik agent)
2. Methylxanlines (enphy bronkodilator)

9
3. Anti kolinergik (bronkodilator)
4. Kortikosteroid
5. Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1. Oksigen 4-6 liter/menit.
2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose
5% diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera
atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Test Diagnostik
1. Foto Thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut
memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan
seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat
gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang
interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring
dengan hilangnya serangan asma tersebut.
2. EKG
Elektrokardiografi (EKG) : Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible
setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ),
takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi
ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik
diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum,
atelektosis dan lain – lain.

10
a. Test Laboratorium
1. Analisa Gas Darah dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver
fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak
berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO 2 rendah ) adalah temuan
yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau
kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya
serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO 2 < 60 mmHg serta nilai pH
darah rendah.
2. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema
mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya.
Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik.
3. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
4. Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3
baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
2.10 Komplikasi
a. Status asmatikus
b. Pneumothorax
c. Asidosis respiratorik
d. Gagal nafas
e. Kematian

11
2.11 Prognosis
Dengan kemajuan dunia farmakologi dan peralatan medis sekarang ini dan
dengan di bekali pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk penyakit asma
umumnya serta status asmatikus pada khususnya , maka angka kematian yang
dahulu tinggi sekarang dapat ditekan menjadi sangat rendah , tentunya dengan
catatan bahwa penderita datang tidak terlalu terlambat .
Walaupun pada umumnya prognosis baik, kembali perlu ditekankan disini
bahwa kecenderungan penyakit asma pada penderita itu tetap akan ada dan setiap
saat status asmatikus dapat timbul kembali bila penderita berada dalam keadaan
tidak optimal sebagaimana telah dikemukakan di atas. Makin lama penderita
bertahan dalam keadaan semacam ini, makin besar pula kemungkinan terjadinya
kembali suatu status asmatikus.

12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas klien meliputi: nama, umur jenis kelamin, alamat, pekerjaan dan laink
arena pengkajian umur dan jeis kelamin diperlukan pada klien dengan asma.
2. Keluhan utama
Klien dengan aasma akan mengeluhkan sesak napas, bernapas terasa berat pada
dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas.
3. Riwata Penyakit saat Ini
Klien dengan riwayat serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, dan berusaha untuk bernapas
Panjang kemudin diikuti dengan suara tambahan mengi (wheezing), kelelaha,
gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit klien yang diderita pada masa-masa dahulu meliputi penyakit
yang berhubungan dengan system pernapasan seperti infeksi saluraan napas
atas, sakit tenggorokan, sinusitis, amandel, dan polip hidung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan asma juga dikaji adanya riwayat penyakit yang sama padaa
anggota keluarga klien.
6. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping tidak efektif, status ekonomi yang berdaampak pada
asuhan kesehatan dan perubahan mkanisme peran dalam keluarga serta factor
gangguan emosional yang bisa menjadi pencetus terjadinya serangaan asma.
7. Pola Resepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi klien dalam berperilaku hidup normal sehingga
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya agar serangan asma tidak
muncul.
8. Pola hubungan dan Peran

13
Gejala asma dapaat membatasi klien untuk menjalaani kehidupannya secara
normal sehingga klien harus menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan
peran klien.
9. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien
sehingga dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma yang berulang.
10. Pola Penanggulangan dan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan factor instrinsik pencetus serangan
asma sehingga diperlukan pengkajiaan penyebab dari asma.
11. Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien
yang akan mempengaruhi jumlah stressor sehingga kemungkinan serangan
asma berulang pun akan semakin tingggi.
12. Pola Tata Nilai dan Kepercayaaan
Kedekatan klien dengan apa yang diyakini di dunia ini dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien sehingga dapat menjadi penanggulangan
stress yang konstruktif.
13. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Tanda-tanda vital
(Tekana darah menurun, napas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat,
distress pernapasan sianosis)
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit
(Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek)
e. Kepala
Sakit kepala
f. Mata (tidak ada yang begitu spesifik)
g. Hidung
Napas cuping hidung, sianosis
h. Mulut

14
Pucat sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering, bibir kuning, dan pucat
i. Telinga
Lihat ada tidanya secret, kebersihan, biasanya tidak ada spesifiknya pada kasus
ini
j. Leher
Tidak terdappat pembesaran kelenjar tiroid
k. Jantung
l. Paru-paru
Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), wheezing (+), sesak istirahat
dan bertambah saat beraktivitas.
m. Punggung
Tidak ada spesifik
n. Abdomen
Bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada
o. Genetalia
Tidak ada gangguan
p. Ekstremitas
Kelemahan, penurunan aktivitas, sianosis ujung jari dan kaki
q. Neurologis
Terdapat kelemahan otot, tanda reflex spesifik tidak ada
3.2 Pemeriksaann Fisik Fokus Pernapasan
1. Inspeksi
Pada klien dengan status asmatikus terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan penggunaan otot bantu nafas, terlihat kelelahan sampai
gelisah, dan kadang didapatkan kondisi sianosis.
2. Palpasi
Pada palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan traktil fremitus biasanya normal.
3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diagfragma menjadi datar dan rendah.
4. Auskultasi
Ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)

15
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gasberhubungan dengan retensi CO2.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi dinding dada.
4. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan keletihan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakit dan pencegahan.
3.4 Rencana Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2.
Tujuan : Pertukaran gas membaik.
Kriteria Hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, Frekuensi napas 16-20
x/menit, Frekuensi nadi 60-120 x/menit, warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan
gas darah arteri (GDA) dalam batas normal.
Intervensi
1) Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan
dari hasil klien.
2) Tempatkan klien pada posisi semifowler
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik
3) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskuler untuk pemberian obat – obat darurat.
4) Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : Berikan oksigen melalui kanula nasal 4L/menit selanjutnya sesuaikan
dengan hasil PaO2.
5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda –
tanda toksisita.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi
sebelumnya.

16
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental.
Tujuan : Kebersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan dan
wheezing (-).
Intervensi Mandiri :
1) kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
2) Atur posisi semifowler.
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada.
3) Ajarkan cara batuk efektif .
Rasional :Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan perngeluaran
sekret yang melekat di jalan napas.
4) Bantu klien latihan nafas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas untuk dikeluarkan.
5) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekurat membantu mengecerkan sekret dan
mengefektifkan pembersihan jalan nafas
6) Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase , perkusi dan
fibrasi dada
Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret

Kolaborasi :

7) Pemberian obat bronkodilator golongan B2

 Nebulizer ( Via inhalasi ) dengan golongan terbutalin 0,25 mg , fenoterol


HBr 0,1 % solution , orciprenaline sulfur 0,75 mg.
 Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine ( aminofilin )
bolus IV 5-6 mg /kgBB .

17
Rasional :

 Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus


yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

 Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi


jalan nafas dapat optimal.

7) Agen mukolitik dan ekspektoran


Rasional : Agen mukolitik meneurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru
untuk memudahkan pembersihan .agen ekspentoran akan memudahkan sekret
lepas dari perlengketan jalan nafas .
8) Kortikosteroid
Rasional : Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkhus .
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi dinding dada.
Tujuan : Pola napas kembali efektif
Kriteria hasil : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih.
Intervensi Mandiri

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya


pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja


napas (pada awal atau hanya tanda EP subakut). Kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan/ atau nyeri dada pleuritik.

2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti
krekels, mengi, dan gesekan pleural.

Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (Atelektasis). Ronki
dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

18
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan


pernapasan.

4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi. Sputum


berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infrak paru) atau
antikoagulan berlebihan.

5) Dorong/ bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk.

Rasional : Dapat meningkatkan/ banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi


dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas.

6) Bantu pasien mengatasi takut/ ansietas.

Rasional : Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan


ketidakmampuan bernapas/ terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktuak
meningkatkan konsumsi oksigen/ kebutuhan.

7) Berikan oksigen tambahan.

Rasional : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.

8) Berikan humidifikasi tambahan.

Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu


pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

9) Bantu fisioterapi dada.

Rasional : Memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase


sekret dari segmen paru kedalam bronkhus, dimana dapat lebih mempercepat
pembuangan dengan batuk/ penghisapan.

10) Siapkan alat bantu bronkoskopi.

19
Rasional : Kadang – kadang berguna untuk membuang bekuan darah dan
membersihkan jalan napas.

3. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan keletihan.

Tujuan : Intake nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula
kurang menjadi adekuat.

Intervensi

Mandiri
1) Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/ muntah, dan
diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi yang tepat.
2) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai
indikasi).
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi.
3) Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu)
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan dukungan cairan.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta
sebelum dan sesudah intervensi/ pemeriksaan per oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat
pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
5) Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.

20
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik klien.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein
serum, dan albumin.
Rasional : Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi
selanjutnya.
8) Kolaborasi untuk pemberian multivitamin.
Rasional : Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : dapat mengemukakan ansietas/ ketakutan pada orang yang tepat.
Kriteria hasil : mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah, menunjukkan
rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat.
Intervensi Mandiri :
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional :pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru
yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman resepsi
ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informssi
yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2) Akui rasa takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka/ menerima kenyataan
dan pengobatannya. Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan
dan meskipun lebih banyak waktu untuk mulai mengekspresikannya.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan
bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah
interpretasi terhadap informasi.
4) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan eksterm atau ansietas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.

21
5) Catat komentar/ perilaku yang menunjukkan menerima dan/ atau
menggunakan strategi efektif menerima situasi.
Rasional :
Takut/ ansietas menurun, pasien mulai menerima secara positif dengan kenyataan.
6) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol.
7) Berikan kenyamanan fisik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman eksterm/
ketidaknyamanan fisik menetap.
5. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakit dan pencegahan.
Tujuan : Dapat memahami kondisi/ proses penyakit dan tindakan.

Kriteria hasil : Klien mengetahui tentang penyakit dan perawatanya. Klien mau

menerima tindakan yang diberikan, Klien mau berpartisipasi dan merubah sikap

perilaku yang kurang baik untuk penyakit asma

Intervensi Mandiri :

1) Berikan penjelasan tentang perawatannya klien dengan status asmatikus.


Rasional : Penjelasan membantu klien untuk kooperatif dalam tindakan
perawatan.
2) Berikan penjelasan tentang pentingnya cairan / minum hangat.
Rasional : Cara yang efektif untuk mengeluarkan sekret.
3) Berikan penjelasan tentang latihan nafas dalam dan batuk yang efektif.
Rasional : Ekspansif paru dapat maksimal sehingga dapat mencegah dan batuk
yang efektif dapat membersihkan jalan nafas sehingga sesak nafas berkurang dan
hilang.

3.5 Evaluasi
1. Jalan nafas kembali efektif.
2. Pola nafas kembali efektif.
3. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
4. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

22
5. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
3.6 Contoh kasus Asma Attack

BIODATA KLIEN

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 58 Tahun

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SLTA

Alamat : Jl. Jendral Sudirman No. 7 RT. 41, Damai Baru,


Balikpapan Selatan

Diagnosa Medis : Asma Attack

No Register :-

MRS/Tgl Pengkajian : 02 Desember 2017 / 04 Desember 2017


I. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Ny. S dirujuk ke RSKD dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengatakan
saat di Bandara setelah pulang umroh, pasien minum air putih lalu tiba-
tiba keselek. Pasien mengatakan lehernya seperti tercekik dan menjadi
sesak nafas, lalu pandangan mulai berkunang-kunang.
3. Riwayat kesehatan dahulu

23
Pasien mengatakan disaat usia kurang lebih 50 tahun menderita penyakit
asma.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti
dirinya dan tidak ada penyakit keturunan.
II. Pola Aktivitas Sehari - hari
A. Pola Tidur/Istirahat
1. Waktu tidur
Dirumah : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 21.00
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidur mulai pukul 22.00
2. Waktu bangu
Dirumah : Pasien mengatakan bangun pukul 04.30
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu, kadang
terbangun
Hal - hal yang mempermudah tidur :
Suasana yang tenang
3. Hal - hal yang mempermudah bangun
Suasana yang ribut, batuk-batuk
4. Masalah tidur
Kadang terbangun karena batuk dan sesak nafas

Masalah keperawatan : Gangguan


pola tidur b.d. sesak nafas

B. Pola Eliminasi
1. B.A.B
Dirumah : Pasien mengatakan BAB 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAB 1 x/hari
Masalah BAB : Tidak ada masalah
2. B.A.K
Dirumah : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Masalah BAK : Tidak ada masalah

24
3. Upaya klien untuk mengatasinya : Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah


Keperawatan

C. Pola Makan dan Minum


1. Jumlah dan jenis makanan :
Dirumah : Pasien mengatakan makan nasi, sayur, lauk setengah porsi
Di rumah sakit : Pasien mengatakan makan nasi, sop, lauk setengah porsi
2. Waktu pemberian makanan :
Dirumah : Pasien mengatakan pukul 07.00, 13.00, 20.00
Di rumah sakit : Pasien mengatakan pukul 06.00, 12.00, 18.00
3. Jumlah dan jenis cairan/minum :
Dirumah : Pasien mengatakan sering minum air putih 3 gelas/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan minum air putih 3 gelas/hari
4. Waktu pemberian cairan :
Dirumah : Pasien mengatakan tidak menentu, jika haus
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu
5. Pantangan/alergi : Tidak ada
6. Masalah makan dan minum :
a. Kesulitan mengunyah : Tidak ada
b. Kesulitan menelan : Tidak ada
c. Mual dan Muntah : Tidak ada
d. Tak dapat makan sendiri : Tidak ada
7. Upaya klien mengatasi masalah :Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada


Masalah Keperawatan

D. Personal Hygiene
1. Pemeliharaan badan
Dirumah : Pasien mengatakan mandi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan mandi 1 x/hari
2. Pemeliharaan gigi dan mulut

25
Dirumah : Pasien mengatakan menggosok gigi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Pasien mengatakan menggosok gigi 1 x/hari
3. Pemeliharaan kuku
Dirumah : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor
Di rumah sakit : Pasien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah


Keperawatan

III. Data Psikososial


A. Pola Komunikasi
Pasien sadar penuh dan mengerti dengan jelas dalam berkomunikasi serta
cukup kooperatif
B. Orang Yang Paling Dekat Dengan Pasien
Pasien mengatakan orang yang paling dekat adalah anak
C. Rekreasi/Hobby dan Penggunaan Waktu Senggang
Pasien mengatakan kadang jalan-jalan, bersantai-santai di rumah
D. Dampak Dirawat Di Rumah Sakit
Pasien mengatakan tidak bisa berkumpul dengan keluarga
E. Interaksi Sosial
Baik
F. Keluarga yang dapat dihubungi
Anak
IV. Pemeriksaan Fisik
A. Kesan umum/Keadaan umum :
Compos Mentis, sedang
B. Tanda - tanda vital
- Suhu tubuh : 36,5°C - Nadi : 90 x/mt
- Tekanan darah : 90/60 mmHg - Pernafasan : 23 x/mt
- Tinggi Badan : 150 cm - Berat Badan : 56 kg
C. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan Rambut
1. Bentuk kepala : Bulat

26
Tulang kepala : Tidak ada benjolan
Kulit kepala : Bersih
2. Rambut
Penyebaran : Merata
Warna : putih (uban)
Kelainan lain : Tidak ada
3. Wajah
Struktur wajah : Simetris
Warna kulit : Kuning langsat
Kelainan lain : Tidak ada
b. Mata
1. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris
2. Kelopak mata/palepebra : Frekuensi reflek berkedip simetris
3. Kornea mata : Jernih
4. Konjungtiva dan sclera : Tidak ada anemia
5. Pupil dan iris : Simetris
6. Ketajaman penglihatan/visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tekanan bola mata : Simetris
8. Kelainan lain : Tidak ada
c. Hidung
1. Cuping hidung : Normal dan simetris
2. Lubang hidung : Bersih
3. Tulang hidung dan septum nasi : Normal dan simetris
d. Telinga
1. Bentuk telinga : Normal
Ukuran telinga : Sedang
Ketegangan telinga : Elastis
2. Lubang telinga : Normal
3. Ketajaman pendengaran :
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan

27
e. Mulut dan faring
1. Keadaan bibir : Bibir lembab
2. Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi bersih
3. Keadaan lidah : Lidah bersih
4. Palatum/langit - langit : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Orifaring : Tidak dilakukan pemeriksaan
f.Leher
1. Posisi trachea : Normal
2. Tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Suara : Suara jelas
4. Kelenjar lympe : Tidak ada pembesaran
5. Vena jugularis : Tidak terjadi distensi
6. Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan teratur
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah
Keperawatan

D. Pemeriksaan payudara dan ketiak


a. Ukuran dan bentuk payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna payudara dan aerola : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Kelainan - kelainan lain : Tidak ada
d. Axilla dan clavikula : Tidak dilakukan pemeriksaan

E. Pemeriksaan thirak/dada/tulang punggung


1. Pemeriksaan paru - paru
a. Inspeksi Thorak
1. Bentuk Thorak : Normal
2. Penggunaan otot bantu pernafasan : Diafragma
b. Palpasi
Vokal premitus : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Auskultasi

28
1. Suara nafas : Vesikuler
2. Suara ucapan : Jelas
3. Suara nafas tambahan : Wheezing
2. Pemeriksaan jantung :
a. Inspeksi dan palpasi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Perkusi batas jantung :
 Basic jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pinggang jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Apeks jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : S1 lup
- Bunyi jantung II : S2 dup
- Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
- Bising/murmur : Tidak ada
- Frekuensi denyut jantung : Teraba jelas dan teratur
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif
b.d. obstruksi jalan nafas

F. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Normal
- Benjolan/masa : Tidak ada
- Bayangan pembuluh darah : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising/peristaltik usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- benjolan/masa : Tidak ada

29
- Hepar : Tidak ada kelainan
- Lien : Tidak ada kelainan
- Titik Mc. Berney : Tidak ada kelainan
4. Perkusi
- Suara abdomen : Normal
- Pemeriksaan asites : Tidak ada asites
Masalah keperawatan : Tidak Ada
Masalah Keperawatan
G. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya
1. Genetalia
- Pubis : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Meatus uretra : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan lain: Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Auskultasi
- Lubang anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan pada anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah


Keperawatan

H. Pemeriksaan Muskuloskeletal (ekstermitas)


1. Kesimetrisan otot : Simetris di 4 kuadran
2. Pemeriksaan oedema : Tidak ada oedema
3. Kekakuan otot : Tidak ada kekakuan otot
4. Kelainan pada punggung dan ekstremitas dan kuku : Tidak ada
I. Pemeriksaan Integumen
1. Kebersihan : Kulit bersih
2. Kehangatan : Akral hangat
3. Warna : Kuning langsat
4. Turgor : Baik

30
5. Tekstur : Baik
6. Kelembaban : Kering
7. Kelainan pada kulit/lesi : Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah


Keperawatan
J. Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda rangsangan otak (meningeal sign)
Baik nilai GCS(E4V6M5)
3. Pemeriksaan saraf otak (NI - XII)
N1-Olfaktorius : Pasien dapat memejamkan mata dan dapat membedakan bau
N2-Optikus : Pasien dapat melihat dengan jelas
N3-Okulomotoris : Adanya reflek pupil dapat menggerakan bola mata
N4-Trochelaris : Dapat menggerakan mata kebawah dan kedalam
N5-Trigeminus : Pasien dapat mengunyah dan menggerakan rahang
N6-Abdosen : Adanya reflek pupil gerakan bola mata
N7-Facialis : Bisa senyum dan menutup bola mata dengan tahanan
N8-Vestibulococlearis : Pasien dapat mendengar dengan baik
N9-Glosofarigeus : Pasien dapat membedakan rasa manis dan asam
N10-Vagus : Pasien dapat menelan ludah
N11-Acessoris : Pasien dapat menggerakan bahu
N12-Hypoglosus : Pasien dapat menjulurkan lidah
4. Fungsi motorik
Baik
5. Fungsi sensorik
Penglihatan Pendengaran Penciuman Pengecapan Perabaan baik
6. Reflek
a. Reflek fisiologis : Normal
b. Reflek patofisiologis : Tidak ada kelainan reflek patofisiologis
V. Pemeriksaan Status Mental
1. Kondisi emosi/perasaan
Normal

31
2. Orientasi
Baik
3. Proses pikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
Pasien dapat mengingat dengan baik dan suka bercerita
4. Motivasi
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh
5. Persepsi
Tidak merasa kurang percaya diri dengan lingkungan sekitar
6. Bahasa (pola komunikasi)
Bahasa Indonesia

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah


Keperawatan

B. Analisa data
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab
1. DS : Pola nafas tidak Obstruksi proksimal
efektif dari bronkus pada
Pasien mengeluh sesak nafas tahap ekspirasi dan
inspirasi
Pasien mengatakan agak
susah bernafas ↓

DO : Wheezing, sesak
nafas
Terdapat sputum

Terdengar wheezing
Tekanan partial

32
oksigen dialveoli ↓

Penyempitan jalan
nafas

Peningkatan kerja otot


pernafasan

Pola nafas tidak


efektif

Kontraksi otot polos

Bronkospasme
DS :

Pasien mengatakan sering Gangguan pola tidur
merasakan sesak nafas pada Penyempitan saluran
malam hari dan batuk-batuk paru
2. ↓
DO :

Tidur kurang lebih hanya 5 Sesak nafas


jam / hari

Gangguan pertukaran
gas

Gangguan pola tidur

33
C. Diangnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas
2. Gangguan pola tidur b.d. sesak nafas

D. Intervensi Keperawatan
N Hari/Tgl/Ja Diagnose Tujuan & Rencana Rasionalisasi
o m Keperawata Tindakan
n Kriteria Hasil
Senin, 04 Pola nafas Setelah 1. Posisikan 1. Posisi semi
Desember tidak dilakukan pasien untuk fowler
2017 efektif b.d. tindakan memaksimal membantu
obstruksi keperawatan -kan pasien
jalan nafas selama 1x24 ventilasi memaksimal-
jam. Pola nafas 2. Identifikasi kan ventilasi
tidak efektif pasien sehingga
teratasi. Dengan perlunya kebutuhan
kriteria hasil : dipasangkan oksigen
alat bantu terpenuhi
- Mendemons pernafasan melalui
trasikan 3. Lakukan proses
batuk fisioterapi pernafasan.
efektif, dada bila 2. Alat banttu
suara nafas perlu pernafasan
yang bersih, membantu
tidak ada organ
sianosis dan pernafasan
dyspneu memenuhi
(mampu kebutuhan
mengeluark oksigen
an sputum, sehingga
mampu oksigen yang
bernafas diperlukan
dengan tubuh
mudah, terpenuhi.

34
tidak ada 3. Dapat mem-
pursed lips) permudah
- Tanda- pasien dalam
Tanda Vital mengeluar-
dalam kan sekret
rentang yang sulit
normal dilakukan
secara
mandiri.

1. Mengetahui
pentingnya
tidur untuk
pemulihan
kesehatannya
2. Pasien akan
mudah tidur
setelah
melakukan
Setelah
aktivitas
dilakukan
3. Lingkungan
tindakan
yang nyaman
keperawatan
dapat
selama 1x24
mengurangi
jam, gangguan
beban
pola tidur
pikiran
teratasi. Dengan
pasien dan
kriteria hasil :
cepat tidur
- Jumlah tidur
dalam batas 1. Jelaskan
normal pentingnya
- Pola tidur, tidur yang
kualitas adekuat
dalam batas 2. Fasilitas
normal untuk
- Perasaan mempertaha
fresh sesudah nkan
tidur aktivitas
- Mampu sebelum
mengidentifi tidur
Gangguan
kasi-kan hal- (membaca)
pola tidur
hal yang 3. Ciptakan
Senin, 04 b.d. sesak lingkungan
Desember nafas meningkatka
n tidur yang
2. 2017 nyaman

35
E. Implementasi Keperawatan
No Hari/Tgl/Jam Tindakan Evaluasi Paraf
Keperawatan
1. Senin, 04 1. Melakukan 1. TD = 90/60
Desember 2017 pemeriksaan TTV mmHg
T = 36,5 ˚C
R = 23 x/menit
N = 80 x/menit

2. Pasien dalam
posisi semi fowler

3. Pasien
mengatakan susah
tidur karena sesak
2. Mengatur posisi
pasien
4. Combivent, 5 lpm
selama 15 menit
3. Mengkaji pola
1. TD = 100/70
tidur
mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
N = 80 x/menit

2. Pasien mengikuti
anjuran yang
4. Memberikan diberikan
nebulizer

1. Melakukan
pemeriksaan TTV

1. TD = 90/60
mmHg
T = 36,2 ˚C
R = 20 x/menit
Selasa, 05 N = 84 x/menit
2. Desember 2017

2. Mengatur posisi 2. Pasien mengikuti


pasien dan anjuran
menganjurkan
teknik nafas dalam
dan batuk efektif

3. Memberikan
combivent 5 lpm,

36
selama 15 menit

1. Melakukan
pemeriksaan TTV

Rabu, 06
Desember 2017 2. Membantu pasien
3. latihan teknik
nafas dalam dan
batuk efektif

3. Memberikan
nebulizer

F. Evaluasi
No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)
1. Senin, 04 Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi
jalan nafas O : RR = 23 x/menit

A : Masalah belum teratasi

Gangguan pola tidur P : Lanjutkan intervensi


b.d. sesak nafas
S : Pasien mengatakan susah
tidur

O : Pasien tampak lemas

A : Masalah belum teratasi

Pola nafas tidak P : Lanjutkan intervensi


efektif b.d. obstruksi

37
2. Selasa, 04 jalan nafas
Desember 2017
S : Pasien mengatakan sesak
mulai berkurang

O : RR = 20 x/menit
Gangguan pola tidur
b.d. sesak nafas A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan sudah


bisa tidur

O : TD = 100/70 mmHg

T = 36,0 ˚C

R = 20 x/menit

N = 80 x/menit

A : Masalah sebagian teratasi


Pola nafas tidak
efektif b.d. obstruksi P : Lanjutkan intervensi
jalan nafas

Rabu, 05
3. Desember 2017 S : Pasien mengatakan sesak
berkurang

Gangguan pola tidur O : RR = 20 x/menit


b.d. sesak nafas
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan bisa


tidur pada malam hari

O : TD = 90/60 mmHg

T = 36,2 ˚C

R = 20 x/menit

38
N = 84 x/menit

A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembahasan


Dalam bab ini penulis membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan
antara landasan teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan
asma di ruang Kemuning Rumah Sakit Umum Daerah Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan.
Menurut Capernito & Mayet (2007) mendefinisikan diagnosa keperawatan

adalah “Suatu pernyataan klinik yang disampaikan individu, keluarga, atau

masyarakat yang dapat menggambarkan tentang masalah kesehatan baik secara

actual maupun potensial sehingga dapat menggambarkan tentang masalah

kesehatan baik secara actual maupun potensial sehingga dapat menjadi dasar

untuk penentuan intervensi yang tepat dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan seorang perawat”.

Pada teori diagnosa keperawatan menurut Sagung Seto,2001 ditemukan 2

diagnosa yaitu, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma

menetap, ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas

yang berat. Sedangkan pada kasus kelolaan individu terdapat kesenjangan antara

teori dan aplikasi. Pada aplikasi di dapatkan 2 diagnosa yaitu, pola nafas tidak

efektif b.d. obstruksi jalan nafas, gangguan pola tidur b.d. sesak nafas. Pada kasus

individu ada diangkat diagnosa, pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas,

39
gangguan pola tidur b.d. sesak nafas. Penulis mengangkat diagnosa diatas karena

pada saat melakukan pengkajian ditemukan data pasien mengatakan sesak nafas

pada malam hari, agak susah bernafas, dan batuk-batuk, tidur kurang lebih hanya

5 jam / hari.

Adapun diagnosa yang muncul pada pasien Ny.S adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa I

Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas ditemukan pada tinjauan

kasus, didalam teori juga ditemukan diagnosa ini. Hasil pengkajian sesuai dengan

teori ditemukan data pasien bahwa pasien mengatakan Pasien mengeluh sesak

nafas, agak susah bernafas. Terdapat sputum, terdengar wheezing. Dengan tanda-

tanda vital TD : 90/60 mmHg, Suhu tubuh : 36, °C, Nadi : 90 x/menit,

Pernafasan : 23x/menit tingkat kesadaran : compos mentis.

Dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan tindakan disesuaikan

dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta prasarana yang terjadi.

Selama 1 x 24 jam telah dilakukan Melakukan pemeriksaan TTV, Mengatur posisi

pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan nebulizer, Mengatur posisi pasien dan

menganjurkan teknik nafas dalam dan batuk.

Pada evaluasi saat 8 jam pertama perawatan, pasien mengatakan sesak, RR

= 23 x/menit, Masalah belum teratasi, Lanjutkan intervensi. Berdasarkan kriteria

hasil yang ditetapkan pada perencanaan Mendemonstrasikan batuk efektif, suara

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,

mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda Vital dalam

rentang normal.

40
Penulis berasumsi bahwa mendemonstrasikan batuk efektif, suara nafas

yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,

mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda Vital dalam

rentang normal. Dengan demikian masalah ini dapat teratasi sepenuhnya hingga

pola nafas menjadi efektif.

2. Diagnosa II

Gangguan pola tidur b.d. sesak nafas Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi

jalan nafas ditemukan pada tinjauan kasus, didalam teori juga ditemukan diagnosa

ini. Hasil pengkajian sesuai dengan teori ditemukan data pasien bahwa pasien

mengatakan Pasien mengeluh sesak nafas, agak susah bernafas. Terdapat sputum,

terdengar wheezing. Dengan tanda-tanda vital TD = 100/70 mmHg, T = 36,0 ˚C,

R = 20 x/menit, N = 80 x/ tingkat kesadaran : compos mentis.

Dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan tindakan disesuaikan

dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta prasarana yang terjadi.

Selama 1 x 24 jam telah dilakukan Melakukan pemeriksaan TTV, Mengatur posisi

pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan nebulizer, Mengatur posisi pasien dan

menganjurkan teknik nafas dalam dan batuk.

Pada evaluasi saat 8 jam pertama perawatan, Pasien mengatakan sudah

bisa tidur, TD = 100/70 mmHg, T = 36,0 ˚C, R = 20 x/menit, N = 80 x/menit,

Masalah sebagian teratasi. Berdasarkan kriteria hasil yang ditetapkan pada

perencanaan Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur, kualitas dalam batas

normal, Perasaan fresh sesudah tidur, Mampu mengidentifikasi-kan hal-hal yang

meningkatkan tidur.

41
Penulis berasumsi bahwa Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur,

kualitas dalam batas normal, Perasaan fresh sesudah tidur, Mampu

mengidentifikasi-kan hal-hal yang meningkatkan tidur. Dengan demikian masalah

ini dapat teratasi sepenuhnya hingga gangguan pola tidur teratasi.

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas, maka kami selaku penulis menarik kesimpulan
asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.

4.2 Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat memenuhi kebutuhan
materi bagi para pembaca terutama bagi para mahasiswa khusunya bagi
kami.Namun tidak menutup kemungkinan makalah ini bisa sesempurna mungkin.
Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan, terutama dari
dosen pembimbing.

42
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda


NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan Pedokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Jeremy P.T dkk.2002. Sistem Respirasi edisi dua. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Manjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculuplus.
Mubarak, W dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap
Dalam Praktik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Newman, Porland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
Puspitasari, I. K. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dan Ny. L Asma
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang
Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.

repository.unej.ac.id,https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8904.Sylvia
A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC

43
44

Anda mungkin juga menyukai