Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DISUSUN OLEH:
IIS JUWARIYAH
NPM. 2022207209010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiper responsive sehingga apabila
terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mucus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2018).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa
saja dan dapat timbul di segala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi
pada anak – anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30
tahun atau lebih (Saheh, 2017).

B. Klasifikasi
1. Asma Alergik
Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal ( serbuk sari,
binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara dan
musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa
lalu eczema atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan
serangan asma. Anak – anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi
sampai masa remaja.
2. Asma Idiopatik/ non alergik
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti common
cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens
anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan
agens sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma
idiopatik/ nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik
C. Etiologi
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Asma alergik
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b) Asma non alergik


1) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
2) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
3) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
4) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan


merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal
mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai
rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan
olahraga. Pada suatu serangan asma , otot polos dari bronki mengalami kejang
dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena
adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya
dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast)
diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel
mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien
yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu


yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu
halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa
terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika
orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan
kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien.
D. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang
menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang
menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran
uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini
tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan
berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi
spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru
yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme
asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan
pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran
napas menjadi sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi
aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum
mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada
asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada
selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam
intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus
tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya
dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam
ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa
fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka waktu
yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent, sehingga
menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau
nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan maningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu
dengan asma dapat mempunyai tolenransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari system saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi;
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik
adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan
cAMP,yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh
sel – sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi reseptor beta mengakibatkan
peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
PATHWAY ASMA

E. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk,
dispnea, dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat
dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak
nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa
nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada
serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari,
Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia,
dan pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan
dapat hilang secara spontan.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :


1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah
sembuh serangan.
3. Tingkat III:
Tanpa keluhan, Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya,
obstruksi jalan nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing, pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai, asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-
otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.

F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam
tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat
besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Atelektaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3. Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).
Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.
2. Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru (2001) dilakukan jika spirometri normal, maka
dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada
pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji
3. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
4. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu:
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
6. Pemeriksaan Ig E
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E
dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi
ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
7. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat
dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
8. Analisis gas darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat
peningkatan dari SGOT dan LDH.
9. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.

H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin
(bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard)
dan Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua
obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut,
dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena
sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai
sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada
juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal
tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah
dapat diberika secara oral.

b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus.
3) Pemberian cairan.
4) Fisiotherapy.
5) Beri O2 bila perlu.
6) Edukasi penderita
7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan
mengukur fungsi paru

I. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan
mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang
mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda,
detergen, sabun, makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan
dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat
untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan. Cairan diberikan
karena individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan
kehilangan cairan tidak kasat mata dengan hiperventilasi.

II. KONSEP PROSES KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi yang difokuskann pada paru – paru.
1. Riwayat Penyakit:
a) Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak
b) Riwayat kesehatan sekarang
Memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang mengakibatkan klien sampai
di rawat di Rumah sakit
c) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat gangguan pernafasan yang di miliki oleh pasien seperti
sesak nafas atau alergi, yang memicu resiko asma bronkial.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Pada pengkajian klien dengan gangguan pernafasan ( asma bronkial ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat sesak nafas, kaji riwayat stress, serta
alergi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode head to toe dengan focus
pemeriksaan:
a) Dada
1) Inspeksi : adanya gerakan dada yang abnormal
2) Auskultasi : dengarkan adanya suara ronchi atau wheezing
3) Palpasi : merasakan apakah ada getaran yang abnormal
4) Perkusi : mengetahui adanya cairan, secret, dll
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Uji Provokasi bronkus
3) Pemeriksaan sputum
4) Uji kulit
5) Elektrokardiografi
6) Pemeriksaan Ig E
7) Foto dada
8) Analisis gas darah

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan
nafas, mucus dalam jumlah yang berlebihan, materi asing dalam jalan nafas
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak
adekuat (spasme bronkus)
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan
sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang pajanan informasi,
keterbatasan kognitif.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
.
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
nafas b/d keperawatan selama …. X 24 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Tachipnea biasanya ada pada
 Bronkospasme jam, diharapkan masalah pernafasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat
Ditandai dengan : ketidakefektifan pola nafas inspirasi / ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
DS : pasien dapat teratasi dengan atau selama stress/ adanya

 Pasien mengatakan criteria hasil : proses infeksi akut

dirinya merasa 1. Pasien mengatakan 2. Catat adanya derajat dispnea, 2. Disfungsi pernafasan adalah

sesak sesaknya sudah hilang ansietas, distress pernafasan, variable yang tergantung pada

DO : 2. Pasien tampak tidak penggunaan obat bantu tahap proses akut yang

 Pasien tampak menggunakan otot bantu menimbulkan perawatan di

kesulitan dalam dalam bernafas rumah sakit


3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Beberapa derajat spasme
bernafas 3. Pasien tampak tidak
adanya bunyi nafas, ex: mengi bronkus terjadi dengan
 Pasien tampak kesulitan dalam bernafas

menggunaka otot 4. Pasien dapat bernafas obstruksi jalan nafas dan

bantu pernafasan dengan pola teratur dapat / tidak dimanifestasikan


adanya nafas advertisius
 Pola Nafas pasien 4. Tempatkan posisi yang nyaman
4. Peninggian kepala tempat tidur
tidak teratur pada pasien, contoh :
memudahkan fungsi
meninggikan kepala tempat
pernafasan dengan
tidur, duduk pada sandara menggunakan gravitasi
tempat tidur
5. Pertahankan polusi lingkungan 5. Pencetus tipe alergi pernafasan
minimum, contoh: debu, asap dapat mentriger episode akut
dll
6. Tingkatkan masukan cairan 6. Hidrasi membranous

sampai dengan 3000 ml/ hari menurunkan kekentalan sekret,

sesuai toleransi jantung penggunaan cairan hangat

memberikan air hangat. dapat menurunkan kekentalan


sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
7. Berikan HE pada pasien untuk 7. Untuk mencegah pasien
menghindari alergen alergen mengalami serangan asma
yang menjadi pencetus serangan yang berulang - ulang
asma
Kolaborasi 8. Merelaksasikan otot halus dan
8. Berikan obat sesuai dengan menurunkan spasme jalan
indikasi bronkodilator nafas, mengi, dan produksi
mukosa
No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

2 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan asuhan Mandiri


jalan napas b/d keperawatan selama …. X 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Tachipnea biasanya ada pada
24 jam, diharapkan masalah pernafasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat
 Spasme jalan
ketidakefektifan bersihan inspirasi / ekspirasi ditemukan pada penerimaan
nafas
jalan nafas pasien dapat atau selama stress/ adanya
 Mucus dalam
teratasi dengan criteria proses infeksi akut
jumlah yang 2. Catat adanya derajat dispnea, 2. Disfungsi
hasil : pernafasan adalah
berelebihan ansietas, distress pernafasan,
1. Pasien mengatakan tidak variable yang tergantung pada
 Materi asing penggunaan obat bantu
ada dahak di tahap proses akut yang
dalam jalan nafas
tenggorokannya menimbulkan perawatan di
Ditandai dengan : 2. Pasien mengatakan tidak rumah sakit
3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Beberapa derajat spasme
DS : ada kesulitan dalam
adanya bunyi nafas, ex: bronkus terjadi dengan
bicara
 Pasien mengi
3. Pasien terlihat bisa obstruksi jalan nafas dan
mengatakan
melakukan batuk efektif dapat / tidak dimanifestasikan
kesulitan dalam
4. Pasien tampak tenang adanya nafas advertisius
berbicara
5. Frekuensi dan irama
 Pasien 4. Tempatkan posisi yang
nafas pasien teratur 4. Peninggian kepala tempat tidur
mengatakan ada nyaman pada pasien, contoh :
6. Tidak terdengar suara memudahkan fungsi pernafasan
dahak di meninggikan kepala tempat
nafas tambahan dengan menggunakan gravitasi
tenggorokannya tidur, duduk pada sandara
DO : tempat tidur
5. Pertahankan polusi
 Pasien terlihat
lingkungan minimum, 5. Pencetus tipe alergi pernafasan
tidak bisa
contoh: debu, asap dll dapat mentriger episode akut
melakukan batuk
6. Tingkatkan masukan cairan
efektif
sampai dengan 3000 ml/ hari 6. Hidrasi membranous
 Pasien tampak menurunkan kekentalan sekret,
sesuai toleransi jantung
gelisah penggunaan cairan hangat
memberikan air hangat.
 Frekuensi dan dapat menurunkan kekentalan
irama nafas pasien sekret, penggunaan cairan
berubah hangat dapat menurunkan
 Terdengar suara 7. Berikan HE pada pasien spasme bronkus.
nafas tambahan untuk menghindari alergen 7. Untuk mencegah pasien
alergen yang menjadi mengalami serangan asma yang
pencetus serangan asma berulang - ulang

Kolaborasi
8. Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator 8. Merelaksasikan otot halus dan
9. Dapatkan specimen sputum menurunkan spasme jalan
dengan batuk atau pengisapan nafas, mengi, dan produksi
untukpewarnaangram,kultur/s mukosa
ensitifitas 9. untuk mengidentifikasi
organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai
anti microbial

No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

3 Kerusakan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan Mandiri


b/d 1. Sianosis mungkin perifer atau
keperawatan selama …. X 1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan
 suplai oksigen yang 24 jam, diharapkan masalah membrane mukosa. sentral keabu-abuan dan
tidak adekuat sianosis sentral meng-
kerusakan pertukaran gas
(spasme bronkus) indikasikan beratnya
pasien dapat teratasi dengan
Ditandai dengan ; hipoksemia
criteria hasil :
2. Awasi tanda vital dan irama 2. Tachicardi, disritmia, dan
DS :
1. Pasien mengatakan jantung
 pasien mengatakan perubahan tekanan darah dapat
dirinya tidak sesak lagi
dirinya merasa sesak menunjukan efek hipoksemia
2. Hasil pemeriksaan AGD
DO : pasien dalam batas sistemik pada fungsi jantung
 AGD pasien normal 3. Penurunan getaran vibrasi
abnormal 3. Palpasi fremitus diduga adanya pengumplan
3. Warna kulit pasien
 Warna kulit abnormal normal cairan/udara.
Kolaborasi
( pucat, kehitaman) 4. Pasien tidak terlihat
4. Berikan oksigen tambahan sesuai 4. Dapat memperbaiki atau
 Diaphoresis melakukan nafas cuping
dengan indikasi hasil AGD dan mencegah memburuknya
 Pasien tampak hidung
toleransi pasien. hipoksia
melakukan nafas 5. Pernafasan pasien
cuping hidung kembali normal
 Pernafasan abnormal
(kecepatan, irama)
No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

4 Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan Mandiri


berhubungan dengan 1. Menjadi data dasar untuk
keperawatan selama …. X 1. Kaji tingkat pengetahuan dan
 Kurang familier 24 jam, diharapkan masalah sumber informasi yang telah memberikan pendidikan
dengan sumber deficit pengetahuan pasien diterima kesehatan dan mengklarifikasi
informasi sumber yang tidak jelas.
dapat teratasi dengan
 Salah interpretasi criteria hasil : 2. Diskusikan obat pernafasan, efek 2. Penting bagi pasien memahami

informasi. samping dan reaksi yang tidak perbedaan antara efek samping

 Kurang pajanan diinginkan. mengganggu dan merugikan


1. Pasien mengerti tentang 3. Tunjukkan tehnik penggunaan 3. Pemberian obat yang tepat
informasi
penyakitnya (penyakit
 Keterbatasan kognitif Asma) Inhakler meningkatkan keefektifanya
ditandai dengan 2. Pasien tidak cemas lagi 4. Jelaskan tentang penyakit 4. Menurunkan ansietas dan dapat
DS : 3. Pasien tampak tidak individu menimbulkan perbaikan
 Pasien mengatakan gelisah partisipasi pada rencana
tidak mengetahui pengobatan
tentang penyakitnya
Kolaborasi
 Pasien mengatakan
5. Rujuk klien ke ahli konseling 5. Informasi yang lengkap
tidak mengerti dengan
sesuai kebutuhan klien mengenai penyakit klien serta
kondisinya
rencana terapi atau pengobatan
 …………..
penting untuk membantu
DO :
menghilangkan kecemasan
 Pasien tampak
klien terhadap penyakitnya.
bertanya-tanya tentang
penyakitnya
 Pasien tampak bingung
 Pasien tampak gelisah

…………
DAFTAR PUSTAKA

 Almazini, P. 2018. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
 GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
 Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
 Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC
 Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
 Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
 Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
 Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
 Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
 Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
 Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
 Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai