Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi
Asma bronkhial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas di seluruh paru dan derajatnya dapat berubah
secara spontan atau setelah mendapat pengobatan.

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel
inflmasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktifitas bronkus dalam berbagai obstruksi jalan nafas,
dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). Tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik
secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa
asma adalah proses reversibel. Eksaserbasi akut dapat terjadi, yang berlangsung dari beberapa
menit sampai jam, diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi secara
bersamaan, obstrukusi yang diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronchitis asmatik
kronik.

Status asmatikus merupakan serangan asma berat yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik, bila tidak diatasi dengan cepat
akan terjadi gagal pernafasan.

Klasifikasi asma berdasarkan frekuensi serangan:

1. Asma Ringan

a. Serangan jarang < 1 x dalam 1 bulan

b. Tidak mengganggu aktivitas

2. Asma Sedang

a. Serangan setiap 2-3 minggu atau lebih

b. Gangguan aktivitas

c. Dapat diatasi dengan non steroid

3. Asma Berat

a. Serangan sering

b. Gangguan aktivitas

c. Dapat diatasi dengan steroid


B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronchial

1. Faktor predisposisi

a. Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi, karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamu bakteri dan polusi

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut

Ex: makanan dan obat-obatan

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Ex: perhiasan, logam dan jam tangan.

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mampengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma kadang-kadang
serangan berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stres

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma yang sudah ada. Disamping
itu gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/ gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena
jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum diobati.
d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana ia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalulintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

Berdasarkan penyebabnya, asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1) Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) genetic terhadap alergi.
Oleh karena karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2) Intrinsic (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non-alergi yang bereaksi terhadap faktor pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi pernapasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3) Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karateristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
C. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada
dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma
dan membentuk imunoglobulin E (IgE).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan di
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi: histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik factor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos
baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,
peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas, peningkatansekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat
lanjut

Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik
dan asma ektrinsik. Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-
pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti: tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu
telur ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asma intrinsik (non
atopi) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik seperti: Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti: ozon, eter, nitrogen,
perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental serta faktor-faktor
intrinsik lain.

Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa
yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan
bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi
(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur,
penderita tampak pucat, gelisah dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun
ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,
pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.

D. Manifestasi Klinik

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma seringkali pada malam hari.
Penyebabnya tidak di mengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi
sirkardian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.

Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laboratorius. Ekspirasi selalu lebih susah dan pajang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dengan menggunakan setiap
otot-otot pernapasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya
susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang terdiri atas sedikit mukus
mengandung masa gelatinosa bulut, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda
selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi
karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardia dan pelebaran tekanan nadi.

Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut ‘status asmatikus’.

E. Tes Diagnostik
1. Pemeriksaan sputum, Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus

c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d. Terdapatnya neutrofil eosinofil

2. Pemeriksaan darah, Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah, Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3. Foto rontgen, Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah,
dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

4. Pemeriksaan faal paru

a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya
dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.

b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

5. Elektrokardiografi, Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat


dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB

c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi.
F. Komplikasi

1. Pneumothoraks: keadaan abnormalitas dimana terdapatnya udara dalam rongga thoraks;

2. Pneumomediastinum dan emfisemi subkutis;

3. Atelektasis: ketidakmampuan organ paru untuk mengembang dengan sempurna;

4. Aspergilosis bronkopulmonar alergik,

5. Gagal napas: keadaan dimana pertukaran oksigen dengan karbondioksida pada paru-paru
tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada sel tubuh
yang mengakibatkan tekanan oksigen arterial menjadi kurang dari 50 mmHg (hipoksemia)
dan tekanan karbondioksida arterial meningkat menjadi lebih dari 45 mmHg (hiperkapnea).

6. Bronkhitis: radang pada bronkhus yang biasanya mengenai trakhea dan laring.

G. Penatalaksanaan

Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.

1. Pengobatan non farmakologik

a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik

a. Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent,
metrapel).

b. Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.

c. Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan dosis
800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d. Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.

e. Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.

f. Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asmatikus

a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b. Pemberian oksigen 4 liter/ menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg/ kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip


RL atau D5 mentenence (20 tetes/ menit) dengan dosis 20 mg/ kg BB/ 24 jam.

d. Terbutalin 0,25 mg/ 6 jam secara sub kutan.

e. Dexametason 10-20 mg/ 6 jam secara intra vena.


Daftar Pustaka

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Ssistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC.

http://lpkeperawatan.blogspot.com/search/label/Laporan%20Pendahuluan%20Asuhan%20Keper
awatan%20Lengkap

http://dwiekeke.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-askep-asma-bronkial.html

ariebencolenk.blogspot.com/2012/02/askep-asma-bronkial.html

Anda mungkin juga menyukai