Anda di halaman 1dari 16

ASKEP LANSIA

DENGAN DIABETES
MELITUS
KELOMPOK 4

ANGELIN NATASYA TANCARO


GUS JIBERHAN LANDEGAWA
MARIA MAGDALENA TADUU
NURUL ANGGRAINI PAKAYA
ROBERT MOKEBA
RICHARD MORATO
ELSYE VERONIKA TEHAMPA
DEFINISI

Diabetes melitus merupakan kelainan


metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di
tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan
glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut
/ relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
ETIOLOGI
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat
badan, bukan karena mengkonsumsi kalori
berlebih namun karena perubahan rasio lemak-
otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal
ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus.

Proses menua/kemunduran Gaya hidup(life style) yang jelek


(Penurunan sensitifitas indra (banyak makan, jarang olahraga,
pengecap, penurunan fungsi minum alkohol, dll.)
pankreas, dan penurunan kualitas Keberadaan penyakit lain, sering
insulin sehingga insulin tidak menderita stress juga dapat menjadi
berfungsi dengan baik). penyebab terjadinya diabetes mellitus.
KLASIFIKASI

Diabetes melitus tipe I Diabetes melitus tipe II

• Mudah terjadi • Sukar terjadi ketoasidosis


ketoasidosis • Pengobatan tidak harus
• Pengobatan harus dengan insulin
dengan insulin • Gemuk atau tidak gemuk
• Biasanya kurus • Biasanya terjadi pada
• Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
umur yang masih muda • 30%nya ada riwayat
• 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
diabetes pada keluarga • ± 100% kembar identik
terkena
MANIFESTASI KLINIS

Pada DM lansia terdapat perubahan


patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak,
rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
DIET

LATIHAN

PENATALAKSANAAN

PEMANTAUAN

TERAPI
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK

 Glukosa darah sewaktu


 Kadar glukosa darah puasa
 Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan:
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) > 200 mg/dl
Konsep Asuhan
Keperawatan
PENGKAJIAN

 Riwayat Kesehatan Keluarga


 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
 Aktivitas/ Istirahat
 Sirkulasi
 Integritas Ego
 Eliminasi
 Makanan / Cairan
 Neurosensori
 Nyeri / Kenyamanan
 Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan denganpeningkatan metabolisme
protein, lemak.
• Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
• Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa
darah yang tinggi.
INTERVENSI

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan denganpeningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1. Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
dapat dihabiskan klien.

3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau
muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi. fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).

4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
memberikan makanan yang lebih padat. gastrointestinal baik.

5. Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.

6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan. Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.

7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing). diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.

Kolaborasi

8. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick. Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3) Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat
ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.

10. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan
sangat lambat.
11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal). Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar
250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan
untuk menghindari hipoglikemia.

12. Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
INTERVENSI

• Gangguan integritas kulit berhubungan


dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
INTERVENSI

• Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa


darah yang tinggi.
Rencana / intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
urine warna keruh atau berkabut. nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan
dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.

3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia
terbaik dalam pertumbuhan kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh- Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada
sungguh, masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
kering, linen kering dan tetap kencang.

5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang Mengurangi penyebaran infeksi.
mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau secret
yang lainnya.

Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat
dengan indikasi. memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik.

7. Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai