Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN SYOK

Disusun Oleh :

MARIA MAGDALENA TADUU


Nim :16010024

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUSADA MANDIRI POSO

T.A 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kita naikan kepda Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
saya dapat meneylesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini saya menyadari banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi yang saya susun. Mengingat kemampuan saya yang masih dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari dosen
dan rekan-rekan sekalian sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

Poso, 13 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat
kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling
sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal
akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan
internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic
abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain
dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul
seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an
telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip
penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon
merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga
penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid
dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani
pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa
perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan
dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk
menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini
dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk
penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru
telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai
kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.

B. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock, manifestasi kllinis syock,
jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock, dan komplikasinya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat
tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus
vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis
laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan
otot jantung (Mansjoer, 1999).

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang
fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah keadaan tidak cukupnya
pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan
terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi
intensif (Ashadi, 1999).

B. Etiologi

1. Syok Hipovolemik

a. Kehilangan darah/syok hemoragik

Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

Hemoragik internal : hematoma, hematoraks/himoperitoneum

b. Kehilangan plasma

Luka bakar
Dermatitis eksfoliatif

c. Kehilangan cairan dan elektrolit

Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebihan

Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus

2. Syok Kardiogenik

a. Disritmia

b. Kegagalan pompa jantung

c. Disfungsi katup akut

d. Ruptur septum ventrikel

3. Syok Obstruktif

a. Tension pneumothorax

b. Penyakit perikardium

c. Penyakit pembuluh darah paru

d. Tumor jantung (miksoma atrial)

e. Trombus mural atrium kiri

f. Penyakit katup obstruktif

4. Syok Distributif

a. Syok septik

b. Syok anafilaktik

c. Syok neurogenik

d. Obat-obatan vasodilator

e. Insufiensi adrenal akut


C. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk
mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi
alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan
darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas
mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,
terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas
mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,
terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

D. Manifestasi Klinik

Menurut (Mansjoer, 1999) :

1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik


<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.

2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.

3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.


4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.

5. Asidosis metabolik.

Pemantauan hemodinamik :

1. Tekanan darah arteri

2. Tekanan vena sentral

3. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk


pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).

4. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.

E. Penatalaksanaan

Menurut (Mansjoer, 1999) :

Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan kaki ditinggikan.

Untuk syok yang tidak terdiagnosis :

1. Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat

2. Pasang akses ke intravena

3. Mengembalikan cairan

4. Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam

F. Derajat Syok

1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah,
tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak
ada atau ringan.

2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-
organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit
dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan
asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

3. Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi
untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
menurun).

G. Pemeriksaan

1. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui
kejadiannya, cari :

Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)

Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)

Riwayat infeksi (suhu tinggi)

Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)

2. Pemeriksaan fisik

a. Kulit
Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)

Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik
dan syok hemoragi terminal)

Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).

b. Tekanan darah

Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita
yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)

c. Status jantung

Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba

d. Status respirasi

Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi


lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)

e. Status Mental

Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,


sopor sampai koma.

f. Fungsi Ginjal

Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

g. Fungsi Metabolik

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik
dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat
takipnea

h. Sirkulasi

Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik

i. Keseimbangan Asam Basa


Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.

b. Analisa gas darah

c. EKG

H. Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.

2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler


karena hipoksia.

3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan


yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

I. Pengkajian

Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :

1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun

2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)

3. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel


kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)

4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung

5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5


6. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jug
ularis, peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat

7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang

8. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur

9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia

10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma

11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis

12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat

13. Sangat kehausan

14. Mual, muntah

15. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum mening
kat, nitrogen urea serum meningkat

16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel

17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubunga


n dengan penurunan curah jantung

Tujuan : Perfusi jaringan dipertahankan dengan

Kriteria hasil :

Tekanan darah dalam batas normal

Haluaran urine normal

Kulit hangat dan kering

Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh


Rencana tindakan :

a. Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan

b. Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremit


as memudahkan sirkulasi

c. Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah lengk
ap, plasmanat, tambahan volume

d. Ukur intake dan output setiap jam

e. Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter bi
la haluaran urine kurang dari 30 ml/jam

f. Berikan obat-
obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda toksisitas

g. Pertahankan klien hangat dan kering

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterl


oad dan kontraktilitas miokard)

Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Curah jantung dalam batas normal

Perbaikan mental

Rencana tindakan

a. Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan meni


nggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat

b. Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)

c. Pantau EKG secara kontinu

d. Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi


e. Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis

f. Berikan oksigen sesuai dengan terapi

g. Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi

h. Pertahankan klien hangat dan kering

i. Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali

j. Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur

k. Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


kapiler pulmonal

Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan

Kriteria hasil :

Klien bernafas tanpa kesulitan

Paru-paru bersih

Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal

Rencana tindakan :

a. Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan

b. Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali

c. Pantau seri AGDA

d. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien

e. Lakukan penghisapan bila ada indikasi

f. Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam

4. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potens
ial

Tujuan : Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan


Kriteria hasil :

Klien mengungkapkan penurunan ansietas

Klien tenang dan relaks

Klien dapat beristirahat dengan tenang

Rencana tindakan

a. Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien

b. Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas
bila klien tidak memahaminya

c. Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien

d. Antisipasi kebutuhan klien

e. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress

f. Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika kondi
si klien memungkinkan

g. Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian

h. Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal


gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung


dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)

B. Saran

1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi


seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.

2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan


pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana


Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC,
Jakarta.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management


of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care
Medicine, 1997

Anda mungkin juga menyukai