Anda di halaman 1dari 22

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan
paru melaui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melaui
hematogen sampai ke bronkus.
(Huda Amin, 2016)
Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru–paru yang secara anatomi
mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan
bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam–macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping
hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut).
(Kozier, 2011)
Bronkopneumonia adalah suatu konsolidasi subsegmental yang multipel atau
konsolidasi lobus yang tampak pada lapangan bawah paru.
(Mubarak, 2014)

B. ETIOLOGI
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernapasan yang terdiri atas : refleks
glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan sillia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ, dari sekresi humoral setempat.
Broncopneumonia dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri = streptococcus, straphylococcus, influenmza
2. Virus = legionella pneumonia, virus influenza
3. Jamur = aspergilus, candida albicons
4. Aspirasi makanan, sekresi oropharing/isi lambung ke dalam paru
5. Kongesti paru kronik
6. Flora normal, hidrokarbon
(Kozier, 2011)
C. KLASIFIKASI
Berikut ini klasifikasi dari bronkopneumonia yaitu :
1. Bronkopneumonia sangat berat
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik
2. Bronkopneumonia berat
Bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik
3. Bronkopneumonia
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni >60
x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2
bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun
4. Bukan bronkopneumonia
Hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat
dan tidak perlu diberi antibiotik
(Huda Amin, 2016)

D. ANATOMI FISIOLOGI
Organ yang berperan penting dalam proses respirasi adalah paru- paru/pulmo.
System respirasi terdiri dari hidung/nasal, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveolus. Respirasi adalah pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida dalam paru-paru, tepatnya dalam alveolus.
(Mubarak, 2014)
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Disebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat
rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara
yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan
2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan
saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak). Tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar
masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga
menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara percakapan.
3. Laring
Laring adalah saluran pernapasan yang membawa udara menuju ke trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan dibawahnya
dengan cara menutup secara cepat pada stimulasi mekanik, sehingga
mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran napas. Laring mengandung
pita suara (vocal cord).
Laring terdiri dari 1 tulang dan 3 tulang rawan (cartilago) yaitu Os. Hyoid,
Cartilago Epiglotis, Cartilago Tiroid, dan Cartilago Cricoid.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring. Trakea
berfungsi sebagai tempat perlintasan udara setelah melewati saluran
pernapasan bagian atas, yang membawa udara bersih, hangat, dan lembab.
Pada trakea terdapat sel-sel bersilia yang berguna untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
5. Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea. Terdapat dua
bronkus, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6- 8 cincin dan mempunyai
3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan,
terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang.
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli). Udara yang masuk ke bronkus, akan diteruskan ke bronkiolus,
untuk bisa menuju ke alveolus. Alveolus adalah kantung udara yang menjadi
tempat pengolahan udara. Di organ ini, udara kotor atau karbondioksida sisa
proses pernapasan, akan ditukar dengan oksigen bersih yang baru dihirup.
6. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediasternum), dilindungi oleh
struktur tulang selangka.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi
dua, yaitu:
a) Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru.
b) Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbon dioksida di
dalam darah. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah
menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan
dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.

Mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu :

1. Pernapasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Fase Inspirasi
Fase ini berupa berkontaksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga
dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya akan oksigen
masuk.
b) Fase Ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antar tulang rusuk
ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga
dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga
dada yang kaya karbondioksida keluar.
2. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan
aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu
sebagai berikut :
a) Fase Inspirasi
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar,
akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga
udara luar masuk.
b) Fase Ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke
posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan
menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
(Mubarak, 2014)
E. PATHWAYS

Bakteri Stafilokokus aureus dan Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita sakit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
Saluran Pernafasan Atas
 Kontaminasi peralatan RS

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan Edema antara


pencernaan pembuluh darah suhu kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
Nyeri nafas cuping
akut hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
F. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena
aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat
tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran
pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut :
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora
normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi
dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Mubarak, 2014)

G. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan
bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia
mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada
pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot
aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Kozier, 2011)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi
konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Huda Amin, 2016)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah eutrophil)
b) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan
dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta
tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius
c) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa
d) Kultur darah untuk mendeteksi bacteremia
e) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba
2. Pemeriksaan Radiologi
a) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus
b) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat
(Mubarak, 2014)

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura
2. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
3. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps jaringan
paru (alveoli) atau unit fungsional paru
4. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan
5. Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
otak dan medula spinalis)
Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat.
(Huda Amin, 2016)

J. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk bronkopneumonia adalah sebagai
berikut yaitu :
1. Menjaga kelancaran pernapasan dengan memberikan terapi oksigen 1-5 lpm
2. Kebutuhan istirahat
Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan
yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi,
karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya
diberikan Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik
yang mempunyai spectrum luas seperti Ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian
besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan
hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah
arteri.
6. Pasien diposisikan untuk mendapatkan inspirasi maksimal yaitu semi fowler
45 derajat
7. Pengobatan simtomatis, nebulizer, dan fisioterapi dada
(Kozier, 2011)

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Keluhan utama
Saat di kaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak
nafas, disertai batuk ada sekret tidak bisa keluar.
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap taun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih,atau kuning) dan banyak sekali.
4. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita ensitive ly nia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya ensitive ly nia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi
kimia dalam jangka panjang misalnya debu atau asam.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penderita ensitive ly nia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
6. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (terutama pada 19 saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (hijau, putih ,atau kuning) dan banyak sekali.
Tanda :
Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan otot alat
bantu pernafasan (misalnya ; meninggikan bahu, retraksi supratklatikula,
melebarkan hidung).
2) Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung atau takikardi
berat, disritmia distensi vena leher (penyakit berat) oedema dependen,
tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
3) Makanan atau cairan
Gejala :
Mual atau muntah Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisena)
Ketidakmampuan untuk makan karena ensitiv pernafasan.
Tanda :
Turgor kulit buruk berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan
ensitive ly.
4) Aktifitas atau istirahat
Gejala :
Keletihan, malaise Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi. 20 Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau istirahat.
Tanda :
Keletihan, gelisah atau insomnia.
5) Intregitas Ego
Gejala :
Peningkatan faktor resiko.
Tanda :
Perubahan pola hidup Ansietas, ketakutan ,peka rangsang.
6) Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas
sehari-hari.
Tanda :
Kebersihan buruk , bau badan.
7) Keamanan
Gejala :
Riwayat alergi atau ensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
Adanya infeksi berlubang.
(Mubarak, 2014)

B. DIAGNOSTIK
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3 dengan
pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan
fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat
menentukan/mencari etiologinya.
Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat
terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray)
dilakukan untuk melihat :  
1. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA
2. Luas daerah paru yang terkena
3. Evaluasi pengobatan
4. Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur
5. Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg
(Huda Amin, 2016)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
3. Risiko ketidakseimbangan cairan faktor risiko disfungsi intestinal
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas meningkat
Kriteria Hasil :
a. Batuk efektif dari menurun (1) menjadi sedang (3)
b. Produksi sputum dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
c. Wheezing dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
Intervensi latihan batuk efektif
Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
Terapeutik
a. Atur posisi semi fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedure batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status
nutrisi membaik
Kriteria Hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan dari menurun (1) menjadi sedang (3)
b. Berat badan dari memburuk (1) menjadi sedang (3)
c. Indeks massa tubuh dari memburuk (1) menjadi sedang

Intervensi manajemen nutrisi


Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
c. Monitor berat badan

Terapeutik
a. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
b. Berikan suplemen makanan

Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk

Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
3. Risiko ketidakseimbangan cairan faktor risiko disfungsi intestinal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
keseimbangan cairan meningkat
Kriteria Hasil :
a. Asupan cairan dari menurun (1) menjadi sedang (3)
b. Kelembaban membran mukosa dari menurun (1) menjadi sedang (3)
c. Dehidrasi dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
d. Turgor kulit dari memburuk (1) menjadi sedang (3)
Intervensi manajemen cairan
Observasi
a. Monitor status dehidrasi
b. Monitor berat badan harian
Terapeutik
a. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pertukaran gas meningkat
Kriteria Hasil :
a. Dispnea dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
b. Bunyi napas tambahan dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
Intervensi terapi oksigen
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
c. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea
b. Pertahankan kepatenan jalan napas
Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
napas membaik
Kriteria Hasil :
a. Frekuensi napas dari cukup memburuk (2) menjadi cukup membaik (4)
b. Kedalaman napas dari cukup memburuk (2) menjadi cukup membaik (4)
Intervensi manajemen jalan napas
Observasi
a. Monitor pola napas
b. Monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
a. Posisikan semi fowler
b. Berikan oksigen
Edukasi
a. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat
nyeri menurun
Kriteria Hasil :
a. Keluhan nyeri dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menurun (4)
b. Meringis dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
Intervensi manajemen nyeri
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik nonframakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
a. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
toleransi aktivitas meningkat
Kriteria Hasil :
a. Keluhan lelah dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
b. Dispnea saat aktivitas dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
c. Dispnea setelah aktivitas dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
d. Frekuensi nadi dari menurun (1) menjadi sedang (3)
e. Frekuensi napas dari memburuk (1) menjadi sedang (3)
Intervensi manajemen energi
Observasi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
a. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
(Tim Pokja SLKI DPP PPNI dan Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Kozier, B. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Edisi 7.
Jakarta: EGC.

Mubarak. (2014). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:
EGC.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 4.


Jakarta: Salemba Medika.

TIM POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

TIM POKJA SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

TIM POKJA SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. N DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DI RUANG GAMMA RS PANTI
WILASA DR. CIPTO SEMARANG

Disusun Oleh :
Hayu Parashati
520045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2021

Anda mungkin juga menyukai