Faal penglihatan yang optimal dicapai seseorang apabila bayangan benda yang
dilihat oleh kedua mata dapat diterima setajam-tajamnya oleh kedua fovea, kemudian secara
simultan (serentak) dikirim ke susunan saraf pusat untuk di oleh menjadi suatu sensasi berupa
bayangan tunggal. Faal penglihatan optimal seperti tersebut diatas, yang terjadi pada semua
arah penglihatan disebut sebagai penglihatan binokular yang normal.
Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, diperlukan persyaratan utama,
berupa :
- Bayangan yang jatuh pada kedua fovea sebanding dalam ketajaman maupun ukurannya,
hal mana berarti bahwa tajam penglihatan pada kedua mata tidak terlalu berbeda
aniseikonia (ukuran benda yang dilihat masing-masing mata tidak sama besar)
- Kedudukan kedua mata dalam setiap arah penglihatan adalah sedemikian hingga
bayangan benda yang menjadi perhatiannnya akan selalu jatuh tepat pada kedua fovea.
Kedudukan kedua mata ini adalah suatu kerjasama seluruh otot-otot ekstrinsik
pergerakan bola mata.
- Susunan saraf pusat mampu menerima rangsangan yang datang dari kedua retina dan
menyatukan menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
Apabila salah satu dari ketiga persyaratan tersebut diatas tidak terpenuhi, maka akan
timbul keadaan penglihatan binokular yang tidak normal. Juling atau strabismus berarti suatu
kelainan kedudukan bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja,
misalnya kelainan kedudukan untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau
terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.
Kata juling pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu cabang ilmu
penyakit mata yang mempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak
adanya satu atau lebih persyaratan tersebut di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk juling
adalah visual sensoris motor anomalies.
Strabismus dijumpai pada sekitar 4% anak. Terapi harus dimulai sesegera mungkin
setelah diagnosis ditegakkan agar dapat menjamin ketajaman penglihatan dan fungsi
penglihatan binokuler sebaik mungkin. Strabismus juga bisa didapat, disebabkan oleh
kelumpuhan nervus cranialis, masa diorbita, fraktur orbita, penyakit mata tiroid atau
kelainan-kelainan didapat lainnya.
PEMERIKSAAN MOTORIK
Aspek Motorik
Setiap otot dari keenam otot ekstraokuler berperan dalam mengatur posisi mata dalam
tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu oto adalah efek utama yang ditimbulkannya pada rotasi
mata. Efek yang lebih kecil disebut kerja sekunder dan tersier. Kerja setiap otot tergantung
pada orientasi mata di dalam orbita dan pengaruh jaringan ikat orbita yang mengatur arah
kerja oto ekstraokuler dengan menjadi origo mekanis fungsional otot-otot tersebut.
Tujuan Pemeriksaan :
Gerakan bola mata diperiksa untuk mencari tahu apakah juling pada pasien bersifat
paralitik atau inkomitan. Pemeriksaan gerak bola mata dilakukan pada sembilan posisi.
Pemeriksaan duksi merupakan pemeriksaan pergerakan satu mata dimana mata yang
sebelahnya ditutup dan mata yag lain mengikuti sasaran yang bergerak dalam semua arah
pandangan. Pemeriksaan dilakukan pada jarak dekat. Mata yang diperiksa difiksasi dengan
cahaya senter dan diinstruksikan untuk bergerak pada semua arah lirik. Penilaian dicatat
dalam skala 0 sampai dengan -4
Tingkatan pemeriksan duksi :
Grade -2 : pergerakan mata tidak melebihi dari setengah dari lapangan aksi otot
Grade -3 : pergerakan mata tidak melebihi dari seperempat dari lapangan aksi otot
Penilaian versi meliputi pergerakan mata pada posisi kardinal: primer- lurus ke depan;
sekunder kanan, kiri, atas dan bawah; tersier: kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri
bawah. Perbedaan gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat sebagai
suatu overaction atau underaction. Pada posisi tersier, otot-otot obliqus dikatakan bekerja
berlebihan (overacting) atau kurang bekerja (underaction) dalam kaitannya dengan otot rektus
pasangannya.
Versi yang tidak normal dapat dicatat sebagai overaction atau underaction dengan
skala +4 sampai maksimum -4.
Jika sklera dapat terlihat pada bagian perifer, underaction grade -1.
Jika pergerakan mata tidak mampu melewati setengah dari lapangan aksi otot,
underaction grade -2.
Jika pergerakan mata tidak mampu melewati seperempat dari lapangan aksi otot,
underaction grade -3.
Dan jika mata tidak dapat bergerak dari posisi primer, underaction grade -4.
Begitu juga dengan overaction, dikelompokkan sesuai dengan jumlah kornea yang
ditutupi oleh kantus. Grade +1 apabila mata yang berdeviasi lebih tinggi 1 mm dari pada mata
yang normal. Grade +2 jika perbedaan antara mata normal dan mata yang berdeviasi 2 mm.
Grade +3 apabila perbedaan antara mata normal dengan mata yang berdeviasi 3 mm. Dan jika
perbedaannya 4 mm atau lebih, grade +4
Metode Hirsbergh :
Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter) mata penderita pada jarak
33 cm. Diperhatikan pantulan sinar pada kornea.
Deviasi 15 derajat à Pantulan sinar dipinggir pupil mata deviasi dan ditengah pupil
mata yang fiksasi
Deviasi 30 derajat à Pantulan sinar pertengahan pupil dan limbus pada mata deviasi
dan ditengah pupil mata yang fiksasi.
Deviasi 45 derajat à Pantulan sinar dipinggir limbus mata yang deviasi
dan ditengah pupil mata yang fiksasi.
b. Cover Test
Pada cover test, saat ditutup mata yang satu, mata yang dinilai adalah mata
yang sebelahnya atau mata yang tidak ditutup.
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian
mata yang lain. Dilihat pergerakan dari bola mata.
Prisma Cover test
Syaratnya fovea kedua mata masih berfungsi baik, pemeriksaan ini bisa untuk
menentukan besar foria dan tropia. Prisma diletakkan pada salah satu mata sesuai
dengan arah deviasi (base in untuk eksotropia/ eksoforia dan base out untuk
esotropia/esoforia)
Dissimilar image test didasarkan pada respon pasien terhadap diplopia yang
dihasilkan oleh dua bayangan yang berbeda. Terdapat tiga jenis pemeriksaan
dissimilar image test yaitu Maddox rod test, double maddox rod test dan red glass test
Menggunakan alat khusus :beberapa seri silinder paralel atau sejajar à titik
sumber cahaya à garis à membentuk suatu lintasan 900 pada orientasi silinder yang
sejajar. Test ini digunakan untuk test deviasi horizontal dan vertikal
Double Maddox Rod Test
Pada pemeriksaan ini red glass ditempatkan didepan mata kanan. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menentukan besarnya deviasi dan pemeriksaan subjektif diplopia
Pada pemeriksaan ditanyakan apakah pasien melihat satu atau dua cahaya, dan warna
dari cahaya tersebut. Kemudian ditanyakan posisi cahaya merah terhadap cahaya
putih. Jika pasien memiliki eksotropia, pasien akan melihat cahaya merah disebelah
kiri dari cahaya putih. Jika pasien memiliki esotropia, pasien akan melihat cahaya
merah disebelah kanan dari dari cahaya putih
Forced duction test berguna untuk menentukan apakah kelainan gerakan mata
disebabkan oleh faktor mekanik misalnya karena kontraktur atau fibrosis, ketegangan
otot sebagai akibat reseksi berlebih dan pengerutan parut konjungtiva atau parut
kapsula tenon. Pemeriksaan forced duction dilakukan dengan menggunakan forsep
untuk menggerakkan mata pada berbagai posisi sehingga dapat ditentukan tahanan
terhadap gerakan pasif
Mata dipegang dengan forsep di dekat limbus dan digerakkan ke arah yang
berlawanan dengan arah yang diduga ada restriksi mekanik
3-Step Test
Tahap I
Tahap II
Tentukan apakah deviasi vertikal bertambah besar pada dekstrovesi atau levoversi.
Tahap III
Tentukan apakah deviasi vertikal akan bertambah pada waktu kepala dimiringkan ke
arah bahu kanan atau ke arah bahu kiri. (1,14) Pemeriksaan tahap III ini dikenal juga
sebagai Bielschowsky head-till test