Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FARMAKOTERAPI 2

DISLIPIDEMIA

KELOMPOK 3

I GUSTI KETUT PUTRA (F201902006)

LISNA (F201902007)

HAJA NINGSIH INTA (F201902008)

KELAS : C5NR

PRODI S1 FARMASI
STIKES MANDALA WALUYA KENDARI
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI.........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Masalah..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Dislipidemia..................................................................................3
B. Epidemiologi Dislipidemia.........................................................................4
C. Klasifikasi Dislipidemia.............................................................................4
D. Patogenesa Dislipidemia............................................................................5
E. Etiologi Dislipidemia.................................................................................6
F. Manifestasi Klinis......................................................................................8
G. Penatalaksanaan Dislipidemia...................................................................10

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya layak untuk Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami kelompok 3 dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “DISLIPIDEMIA”.
Saat ini di Indonesia terjadi perubahan epidemiologi, dimana terjadi
peningkatan epidemik penyakit tidak menular. Indonesia harus menghadapi dua beban,
peningkatan penyakit tidak menular dan masih tingginya jangka penyakit menular.
Perubahan gaya hidup dan transisi nutrisi telah membawa banyak perubahan pada pola
penyakit.

Dislipidemia sebagai salah satu faktor resiko penting kardiovaskuler


nampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus. Tentunya tetap dengan
memperhatikan masalah lain seperti diabetes, obesitas dan hipertensi.

Deteksi dislipidemia itu sendiri sering kali masih terbatas karena masih
terdapat kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dan mungkin para dokter untuk
melakukan pemeriksaan profil lipid pada kelompok yang berisiko.Selain itu penanganan
masalah dislipidemia nampaknya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hasil
studi menunjukkan bahwa sekitar 30% dari subjek dengan dislipidemia yang
mencapai target pengobatan dislipidemia.

Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata


sempurna, itu semua tidak luput dari kodrat kami sebagai manusia biasa yang tidak luput
pula dari suatu kesalahan dan kekeliruan, sehingga kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca merupakan sesuatu yang berharga demi perbaikan kedepannya.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih.
                                                                                                                                        

Kendari, Maret 2020


                                                                                                                  Kelompok 3

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Data dari badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke menduduki urutan nomer satu
dan dua sebagai penyebab kematian di dunia. Keduanya menyebabkan 14,1 juta
kematian diseluruh dunia pada tahun 2012. Jumlah ini meningkat
dibandingkan dengan data pada tahun 2000. Data dari kementerian
kesehatan Indonesia memasukkan penyakit jantung koroner sebagai penyebab utama
kematian di Indonesia, sedangkan stroke berada diurutan kelima. Prevalensi (angka
kejadian) stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Sebagai perbandingan,
prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 per persen per 100 ribu
penduduk, di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu
penduduk. Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau
250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020

mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke(3). Data riskesdas
2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 1.5 %
dimana jumlahnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur dimana kelompok
tertinggi adalah yang berusia 65-74 tahun.

Untuk mengupayakan penurunan jumlah kematian akibat PJK dan stroke badan
kesehatan dunia menyarankan agar setiap negara membuat kebijakan untuk melakukan
pencegahan terhadap kedua penyakit ini, karena meskipun kebanyakan faktor risikonya
sama untuk semua negara, namun ada perbedaan pendekatan antar negara dalam
masalah budaya, sosial ekonomi dan juga ketersediaan obat. Kadar kolesterol darah yang
tinggi (dislipidemia) merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK
dan stroke disamping hipertensi, merokok, abnormalitas glukosa darah, dan
inaktifitas fisik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan dislipidemia ?
2. Bagaimanakah epidemiologi dari dislipidemia ?

1
3. Bagaimanakah patogenesa dari dislipidemia ?
4. Apa saja etiologi dari dislipidemia ?
5. Bagaimanakah manifestasi klinik dari dislipidemia ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan pada penyakit dislipidemia ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan dislipidemia.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari dislipidemia.
3. Untuk mengetahui patogenesa dari dislipidemia.
4. Untuk mengetahui etiologi dari dislipidemia.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari dislipidemia.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit dislipidemia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Dislipidemia

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid


yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (K- total),
kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-
HDL). Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang
penting, dan erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin
dibicarakan tersendiri. Agar lipid dapat larut dalam darah, molekul lipid harus
terikat pada molekul protein (yang dikenal dengan nama apoprotein, yang
sering disingkat dengan nama Apo. Senyawa lipid dengan apoprotein dikenal
sebagai lipoprotein. Tergantung dari kandungan lipid dan jenis apoprotein yang
terkandung maka dikenal lima jenis liporotein yaitu kilomikron, very low
density lipo protein (VLDL), intermediate density lipo protein (IDL), low-density
lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL).

Dari total serum kolesterol, K-LDL berkontribusi 60-70 %,


mempunyai apolipoprotein yang dinamakan apo B-100 (apo B). Kolesterol
LDL merupakan lipoprotein aterogenik utama, dan dijadikan target utama untuk
penatalaksanaan dislipidemia. Kolesterol HDL berkontribusi pada 20-30% dari
total kolesterol serum. Apolipoprotein utamanya adalah apo A-1 dan apo A-
II. Bukti bukti menyebutkan bahwa HDL memghambat proses
aterosklerosis.

Tabel 1. Jenis Lipoprotein, apoprotein dan kandungan lipid

Jenis Lipoprotein Jenis Apoprotein Kandungan Lipid (%)


Trigliserida Kolesterol Fosfolipid
Kilomikron Apo- B48 80-95 2-7 3-9
VLDL Apo – B100 55-80 5-15 10-20
IDL Apo – B 100 20-50 20-40 15-25
LDL Apo – B 100 5-15 40-50 20-25
HDL Apo-AI dan Apo - AII 5-10 15-25 20-30

3
B. Epidemiologi

Banyak penelitian hingga saat ini menemukan bahwa dislipidemia sebagai penyebab
morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. Selain itu, dislipidemia merupakan
salah satu faktor risiko penting terjadinya penyakit jantung koroner yang merupakan
penyebab kematian utama di Amerika Serikat. World Health Organization (WHO)
memperkirakan dislipidemia berhubungan dengan kasus penyakit jantung iskemik secara
luas, serta menyebabkan 4 juta kematian per tahun.
Penelititan Multinational monitoring of trends and determinants in cardiovascular
disease (MONICA) di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada
wanita adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 g/dL
pada wanita dan 204,8 mg/dL pada pria. Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu
Surabaya (1985) sebesar 195 mg/dL, Ujung Pandang (1990) sebesar 219 mg/dL dan Malang
(1994) sebesar 206 mg/dL.

C. Klasifikasi Dislipidemia

Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi


yang mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk
dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan
dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu pen

yakit lain. Pembagian ini penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan
diterapkan.

1. Dislipidemia primer

Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik.

Pasien dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan

dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena

hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia

primer.

4
2. Dislipidemia sekunder

Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu


penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan
sindroma metabolik (tabel2). Pengelolaan penyakit primer akan
memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan penyakit primer
yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus pemakaian obat
hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut sangat
tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap mempunyai risiko yang sama
(ekivalen)dengan pasien penyakit jantung koroner. Pankreatitis akut merupakan
menifestasi umum hipertrigliseridemia yang berat.

Penyebab Dislipidemia Sekunder

o Diabetes melitus

o Hipotiroidisme

o Penyakit hati obstruktif

o Sindroma nefrotik

o Obat-obat yang dapat meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan


kolesterol HDL (progestin, steroid anabolik, kortikosteroid, beta-blocker)

C. Patogenesa
Meskipun penyakit dislipidemia belum sepenuhnya dimengerti, perkembangan
dislipidemia pada penyandang Diabetes Melitus (DM) diyakini berlatar resistensi insulin.
Resistensi insulin
dalam jaringan lemak menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan asam lemak,
yang akan merangsang produksi trigliserida serta VLDL jika asam lemak ini terperangkap di
dalam hati. Partikel trigliserida dan VLDL menempati posisi ikatan tempat enzim lipase
bekerja, menyebabkan enzim ini tidak lagi mampu membersihkan lemak. Akibatnya, waktu
paruh triggliserida dalam plasma memanjang.
Dengan menggunakan pendekatan nutrisi, dislipidemia terjadi melalui mekanisme:

1. Asupan makanan
Makanan padat energi yang sering dikonsumsi dan erat kaitannya dengan perubahan gaya
hidup antara lain :

5
- Daging berlemak
- Soft drinks (khusus yang mengandung gula)
- Junk food
- Mentega/margarin/krim/santan
- Konsumsi minyak yang berlebihan
- Konsumsi gula yang berlebihan
- Alkohol (termasuk alkohol tradisional seperti tuak, dan lain-lain)
- Nutrisi enteral : pemberian formula yang tidak sesuai dengan kapasitas metabolisme lipid
- Nutrisi parenteral : pemberian preparat lipid yang berlebihan (melampaui batas
kemampuan lipid clearance)
Melalui mekanisme asupan makanan, dislipidemia sering dikaitkan dengan rendahnya serat
makanan (sayur mayur, buah-buahan, dan kacang-kacangan) terutama apabila disertai dengan
konsumsi makanan padat energi.
2. Asupan zat gizi
Asupan jenis-jenis zat gizi dibawah ini dapat menyebabkan dislipidemia :
- Asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh trans
- P/S ratio < 1
- Defisiensi biotin
3. Gangguan komposisi tubuh
- (Morbid) obesity
- Obesitas central (obdiminal obesity)
- Prader-Willie Syndrome
4. Gangguan metabolisme lipid
- Hiperkilomikronemia
- Defisiensi enzim lipoprotein lipase
- Difisiensi reseptor LDL

D. Etiologi
Dislipidemia dapat terjadi akibat faktor asupan (intake) lemak yang tinggi dan adanya
faktor keturunan atau riwayat penyakit keluarga, alkohol, hormon estrogen, dan obat-
obatan. Pada wanita, saat usia menopause akan meningkat resiko dislipidemianya lebih
tinggi. Asupan lemak total berkaitan dengan kegemukan (berat badan berlebih). Untuk
mengetahui apakah anda kegemukan atau tidak gunakan rumus: BB / TB (M)2. Bila
hasilnya adalah: 18.5 – 22.9 maka ia normal, bila 23 – 24.9 maka ia overweight, dan di

6
atas 25 maka ia obesitas. Etiologi dari dislipedemia dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Jenis Kelamin
Risiko terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita produktif terdapat efek perlindungan dari hormon
reproduksi. Pria lebih banyak menderita aterosklerosis, dikarenakan hormon seks pria
(testosteron) mempercepat timbulnya aterosklerosis sedangkan hormon seks wanita
(estrogen) mempunyai efek perlindungan terhadap aterosklerosis. Akan tetapi pada
wanita menopause mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya aterosklerosis
dibandingkan wanita premenopouse.
2. Faktor Usia
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin menurun, begitu
juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak perlemakan dalam
tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi,
sedangkan kolesterol HDL relatif tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan
sudah dapat ditemukan di lumen pembuluh darah dan meningkat kekerapannya pada
usia 30 tahun.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya dislipidemia.
Dalam ilmu genetika menyebutkan bahwa gen untuk sifat – sifat tertentu (spesific –
trait) diturunkan secara berpasangan yaitu kita memerlukan satu gen dari ibu dan satu
gen dari ayah, sehingga kadar hiperlipidemia tinggi dapat diakibatkan oleh faktor
dislipidemia primer karena faktor kelainan genetik.
1. Faktor Kegemukan
Kegemukan erat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah komplikasi
yang dapat terjadi sendiri – sendiri atau bersamaan. Kegemukan disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara energi yang masuk bersama makanan, dengan energi yang
dipakai. Kelebihan energi ini ditimbun dalam sel lemak yang membesar. Pada orang
yang kegemukan menunjukkan output VLDL trigliserida yang tinggi dan kadar
trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida berlebihan dalam sirkulasi juga
mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan HDL mengalami lipolisis,
akan menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini secara tipikal ditandai
dengan kadar HDL kolesterol yang rendah.
2. Faktor Olah Raga

7
Olah raga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
dan trigliserida menurun dalam darah, sedangkan kolesterol HDL meningkat secara
bermakna. Lemak ditimbun dalam di dalam sel lemak sebagai trigliserida. Olahraga
memecahkan timbunan trigliserida dan melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam
aliran darah.
3. Faktor Merokok
Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida,
dan menekan kolesterol HDL. Pada seseorang yang merokok, rokok akan merusak
dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang
hormon adrenalin, sehingga akan mengubah metabolism lemak yang dapat
menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah.
4. Faktor Makanan
Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis.
Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan
LDL sehingga mempunyai risiko terjadinya dislipidemia.
E. Manifestasi klinik
1. Hiperkolesterolemia
Keadaan ini merupakan hiperkolesterolemia yang paling sering ditemukan (lebih dari
90%) yang merupakan interaksi antara kelainan gen yang multiple nutrisi, faktor-faktor
lingkungan lainnya serta mempunyai lebih dari satu dasar metabolik. Hiperkolesterolemia
biasanya ringan atau sedang dan tidak ada xantoma.
2. Hipertrigliseridemia
Pada keadaan ini terdapat hipertrigliseridemia berat maupun ringan. Peningkatan
trigliseridemia yang ringan menunjukkan kenaikan kadar very low density lipoprotein
(VLDL), sedangkan dalam bentuk yang lebih berat biasanya disertai dengan
kilomikronemia.
3. Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
Kelainan ini ditandai dengan peningkatan kolesterol dan trigliserida (dislipidemia
kombinasi) dan beratnya bervariasi. Spektrum manifestasi klinis bervariasi luas dari
asimptomatik hingga ke manifestasi klinis yang jelas. Penderita dapat muncul dengan
manifestasi klinis nyeri abdomen, xanthoma pada telapak tangan dan kelopak mata,
tendinitis, arcus cornea, xanthoma tuberosum, obesity dan bahkan dengan manifestasi
coronary heart diseases. Manifestasi klinis yang tampak dapat membantu membedakan
type kelainan ini dengan menggunakan klassifikasi Fredrickson dan Lees.

8
 Pemeriksaan Kadar Kolesterol
Pemeriksaan kadar kolesterol dan lipoprotein dapat mengidentifikasi anak-anak yang
berada dalam kategori acceptable, borderline atau high. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
pada anak-anak yang muncul dengan kecurigaan menderita hiperlipidemia atau yang
memiliki manifestasi klinis yang disebutkan di atas.
Selain itu, pemeriksaan ini dianjurkan pada anak-anak yang:
a. Memiliki orang tua atau kakek/nenek yang pada usia dibawah 55 tahun menderita penyakit
jantung koroner, menjalani pemeriksaan arteriografi koroner atau didiagnosa menderita
kelainan aterosklerosis koroner. Ini termasuk mereka yang menjalani balon angioplasti
atau coronary artery bypass surgery.
b. Memilki orang tua atau kakek/nenek yang pada usia dibawah dari 55 tahun didiagnosa
menderita infark miokard, angina pektoris, peripheral vascular diseases, penyakit serebro
vaskuler dan sudden death.
- Memiliki orang tua dengan kadar kolesterol total melebihi 240 mg/dl
- Keluarga dengan kelainan kadar lipid
- Berada dalam kondisi medis yang mengarah kepada kemungkinan menderita penyakit
jantung koroner seperti obesitas, aktivitas fisik yang kurang, merokok, diabetes,
peningkatan tekanan darah, penyakit ginjal dan aktivitas tyroid
- Riwayat keluarga yang tidak diketahui
Pemeriksaan total kolesterol dapat dilakukan setiap 5 tahun pada anak dengan total
kolesterol kurang dari 170 mg/dl; sedangkan anak dengan total kolesterol antara 170-
199/100ml perlu dilakukan analisa lipoprotein yang difollow up secara reguler sesuai dengan
hasil analisa tersebut.15 Pemeriksaan yang dilakukan harus didasarkan pada alasan mengapa
pemeriksaan dikerjakan. Misalnya jika pemeriksaan pada anak dilakukan karena orang
tuanya memiliki kadar kolesterol total melebihi 240 mg/dl, maka pemeriksaan awal yang
dilakukan adalah kadar kolesterol total anak. Bila kadar ini melebihi 200 mg/dl, barulah
pemeriksaan analisa lipoprotein puasa dilakukan. Sebaliknya, bila anak memiliki orang tua
dengan diagnosa kelainan kardiovaskular premature, pemeriksaan analisa lipoprotein puasa
perlu dilakukan secara lengkap.
 Komplikasi
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu bentuk ateriosklerosis yang terutama mengenai lapisan
intima dan umumnya terjadi di arteri muskuler ukuran besar dan sedang serta merupakan
kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik. Lesi aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3

9
tahap secara morfologik: bercak perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum
terjadinya bercak perlemakan sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa
ditemukan pada usia 10 tahun dan meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun. Flak fibrosa
adalah bentuk lesi yang khas untuk aterosklerosis yang sudah berkembang. Lesi
terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah mengalami perubahan oleh peningkatan
nekrosis sel, perdarahan, deposit kalsium atau diquamasi permukaan endotel diatasnya dan
pembentukan trombus. Lesi terkomplikasi dapat mengakibatkan gangguan aliran di lumen
pembuluh darah.
b. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner merupakan suatu manifestasi
khusus dan arterosklerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri
yang kearah arteri koronaria kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirkum
flex. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard
.
F. Penatalaksanaan Dislipidemia
Langkah awal penatalaksanaan dislipidemi dimulai dengan penilaian jumlah faktor risiko
koroner yang ditemukan pada pasien tersebut (risk assessment) untuk menentukan sasaran
kolesterol yang harus dicapai. Penatalaksanaan dislipidemi terdiri atas : Penatalaksanaan non-
farmakologik dan Penatalaksanaan farmakologik menggunakan obat2 penurun lipid.

A. Terapi Non-Farmakologis

1. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang


mencakup setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang
(menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu, dengan pengeluaran
minimal 200 kkal/ hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat,
bersepeda statis, ataupaun berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi
dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10
menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di sela- sela aktivitas
dapat meningkatkan kepatuhan terhadap progran aktivitas fisik. Selain aerobik,
aktivitas penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.

2. Terapi Nutrisi Medis

10
Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah
kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-bijian (≥
6 porsi / hari), ikan, dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dan
kolesterol harus dibatasi, sedangkan makronutrien yang menurunkan kadar
LDL-C harus mencakup tanaman stanol/sterol (2 g/ hari) dan serat larut air
(10-25 g /hari).

3. Berhenti merokok

Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit


jantung koroner, penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat
pembentukan plak pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga
sangat berbahaya bagi orang dengan aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki efek negatif yang besar
pada kadar K- HDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok juga memiliki efek
negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida. Berhenti merokok minimal
dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL secara signifikan

B. Terapi farmakologis

Prinsip dasar dalam terapi farmakologi untuk dislipidemia baik pada ATP
III maupun ACC/AHA 2013 adalah untuk menurunkan risiko terkena penyakit
kardiovaskular. Berbeda dengan ATP III yang menentukan kadar K-LDL tertentu
yang harus dicapai sesuai dengan klasifikasi faktor risiko, ACC/AHA 2013 tidak
secara spesifik menyebutkan angka target terapinya, tetapi ditekankan kepada
pemakaian statin dan persentase penurunan K-LDL dari nilai awal. Hal tersebut
merupakan hasil dari evaluasi beberapa studi besar yang hasilnya menunjukkan bahwa
penggunaan statin berhubungan dengan penurunan risiko ASCVD tanpa melihat
target absolut dari K-LDL.

Namun demikian, jika mengacu kepada ATP III, maka selain statin, beberapa
kelompok obat hipolipidemik yang lain masih dapat digunakan yaitu Bile acid
sequestrant, Asam nikotinat, dan Fibrat dengan profil sebagai berikut

Tabel 7. Obat-obat hipolipidemik

11
Golongan Efek terhadap Efek Kontraindikasi

Statin LDL ↓ 18-55 % HDL ↑ 5- Miopati, peningkatan Absolut: penyakit hati akut atau
15 % TG ↓ 7-30 % emzim hati kronik Relatif : penggunaan

Bile acid LDL ↓ 15-30 % Gangguan Absolut :

sequestrant HDL ↑ 3-5 % TG tidak pencernaan, disbetalipoproteinemia TG > 400


beubah konstipasi, penurunan mg/dl
absorbsi obat lainZ
Asam LDL ↓ 5-25 % Flushing, Absolut : penyakit liver

nikotinat HDL ↑ 15-35 % TG ↓ 20- hiperglikemia, kronik, penyakit gout


50 % hiperuricemia,
gangguan pencernaan, yang berat
Fibrat LDL ↓ 5%–20% hepatotoksitas
Dispepsia, Absolut : penyakit ginjal

(may be increased in batu empedu, dan hati yang berat


patients
miopati
with high TG)

HDL ↑ 10%–

Jika mengacu kepada studi-studi besar pencegahan primer dan sekunder


dari ASCVD maka hanya statin yang menunjukkan bukti bukti yang
konsisten sedangkan obat obat yang lain belum mempunyai bukti yang
cukup kuat.Sehingga ACC/AHA 2013 merekomendasikan statin sebagai obat
utama pada pencegahan primer dan sekunder (lihat tabel 7). Obat lain
hanya dipakai apabila didapatkan kontraindikasi atau keterbatasan pemakaian
statin. Penggunaan plant sterols, sterol esters, stanols atau stanol esters belum
mempunyai bukti yang cukup signifikan dalam pencegahan ASCVD.

Tabel 8. Klasifikasi Statin menurut ACC/AHA 2013 berdasarkan kemampuan menurunkan K-


(15)
LDL

Terapi Statin Terapi Statin Terapi Statin High intensity Moderate


Intensity Low-intensity
Memiliki rerata kemampuan Memiliki rerata kemampuan Memiliki rerata kemampuan
menurunkan kolesterol LDL ≥ 50% menurunkan kolesterol LDL 30 % sampai menurunkan kolesterol LDL < 30%
dengan < 50%

Atorvastatin 40 -80 mg Atorvastatin 10 – 20 mg Simvastatin 10 mg


Rosuvastatin 20-40 mg Rosuvastatin 5 – 10 mg Pravastatin 10 – 20 mg
Simvastatin 20 – 40 mg Lovastatin 20 mg
Pravastatin 40 – 80 mg Fluvastatin 20 – 40 mg
Lovastatin 40 mg Pitavastatin 1 mg

12
Berikut ini akan dirinci lebih lanjut tentang jenis obat hipolipidemik mengenai
farmakokinetik dan farmakodinamiknya.

1. Statin

Mekanisme Kerja Statin bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol


di liver dengan menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA
reduktase. Pengurangan konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan ekspresi
reseptor LDL pada permukaan hepatosit yang berakibat meningkatnya pengeluaran
LDL-C dari darah dan penurunan konsentrasi dari LDL-C dan lipoprotein apo-B
lainnya termasuk trigliserida

Statin sebagai pencegahan primer:

• Terapi statin direkomendasikan sebagai bagian dari pengelolaan dan strategi


pencegahan primer penyakit kardiovaskular pada dewasa yang memiliki 20% atau
10 tahun risiko lebih besar terkena penyakit kardiovaskular (skor risiko
Framingham). Tingkat risiko dapat dihitung dengan menggunakan risk calculator. Pada
kelompok tertentu dimana risk calculator tidak mampu menghitung resiko secara
tepat (pasien geriatri, etnis tertentu) maka dilakukan penilaian secara klinis

• Keputusan untuk memulai terapi statin harus didahului dengan pemberian informasi
yang jelas kepada pasien tentang risiko dan manfaat dari statin, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti komorbiditas, harapan hidup
dan aspek ekonomi.

• Target untuk kolesterol total dan kolesterol LDL tidak dianjurkan jika indikasi
pemberian statin adalah untuk pencegahan primer

• Setelah dimulai pemberian statin untuk pencegahan primer, pengulangan ulangi


pengukuran lipid tidak perlu. Clinical judgement dan keinginan pasien harus
memandu review terapi obat dan apakah untuk meninjau profil lipid.

• Jika pemberian statin untuk tujuan pencegahan primer telah diberikan,


maka belum ada rekomendasi kapan untuk melakukan penilaian laboratorium
ulangan untuk kadar lipid. Penilaian klinis dan juga mendengarkan pilihan yang

13
dibuat oleh pasien dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan penggunaan statin
selanjutnya dan kapan melakukan evaluasi ulang dari profil lipid.

14
Statin sebagai pencegahan sekunder

• Terapi statin direkomendasikan pada pasien dewasa yang disertai dengan bukti
klinis kelainan kardiovaskular

• Pilihan untuk memulai pemberian terapi dibuat setelah melakukan pemberian


informasi oleh dokter mengenai risiko dan keuntungan pemberian statin serat
faktor komorbiditas terkait dan juga harapan hidup.

• Ketika keputusan telah dibuat untuk meresepkan statin, disarankan


untuk memperhitungkan aspek ekonomi terkait dosis harian yang diperlukan dan
harga obat tersebut

• Individu dengan sindrom koroner akut harus ditangani dengan menggunakan


statin intensitas tinggi (high intensity statin). Setiap keputusan yang ditawarkan
pada pasien untuk menggunakan statin dengan intensitas yang lebih tinggi harus
mempertimbangkan masukan/keinginan dari pasien, faktor komorbiditas,
kemungkinan terjadinya polifarmasi, manfaat dan juga risiko pengobatan

2. Asam Fibrat

Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat, dan


fenofibrat. Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis
trigliserid di hati. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang
kerjanya memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar trigliserid, obat ini juga
meningkatkan kadar kolesterol- HDL yang diduga melalui peningkatan apoprotein
A-I, dan A-II. ada saat ini yang banyak dipasarkan di Indonesia adalah gemfibrozil
dan fenofibrat.

3. Asam Nikotinik

Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase


di jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas.
Diketahui bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh
hati dan akan menjadi sumber pembentukkan VLD. Dengan menurunnya sintesis
VLDL di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga
kolesterol-LDL di plasma. Pemberian asam nikotinik temyata juga meningkatkan
kadar kolesterol- HDL. Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing
yaitu perasaan panas pada muka bahkan di badan.

4. Ezetimibe

Obat golongan ezetimibe ini bekerja dengan menghambat absorbsi


kolesterol oleh usus halus. Kemampuannya moderate didalam menurunkan
kolesterol LDL (15-25%). Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk
menurunkan kadar LDL, terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap
pemberian statin. Pertimbangan lainnya adalah penggunaannya sebagai kombinasi
dengan statin untuk mencapai penurunan kadar LDL yang lebih rendah

Langkah Praktis Pengelolaan Dislipidemia

Saat ini terdapat banyak panduan pencegahan penyakit kardiovaskular. Pada


umumnya semua panduan tersebut merekomendasikan dilakukannya penilaian dan
pengelolaan menyeluruh terhadap faktor-faktor risiko terkait kardiovaskular. Namun
demikian pada pelaksanaannya selain berdasarkan atas bukti-bukti ilmiah perlu juga
mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan pasien (patient value and
preference).

Untuk lebih mudahnya, maka berikut ini akan diberikan langkah-langkah


praktis penilaian dan pengelolaan dislipidemia terkait dengan risiko kejadian
kardiovaskular.

Langkah 1. Identifikasi masalah pada pasien

Penentuan masalah pada pasien dicari dengan melakukan proses klinis yang
terdiri dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium penunjang.
Dari proses klinis tersebut diatas maka akan dapat diidentifikasi masalah pasien yang
dapat dibagi menjadi :

• Masalah kardiovaskular dan risiko terkait kardiovaskular

• Masalah non-kardiovaskular.

Masalah kardiovaskular menurut ATP III adalah penyakit jantung koroner,


penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer dan aneurisma aorta abdominalis,
sedangkan menurut ACC/AHA
2013 adalah sindroma koroner akut, riwayat infark miokard, angina stabil maupun
angina unstabil, riwayat revaskularisasi koroner, stroke dan penyakit arteri perifer.
Sedangkan risiko terkait kardiovaskular yang tercantum dalam ATP III adalah
merokok, hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHG atau konsumsi anti hipertensi), K-HDL yang
rendah (< 40 mg/dl), riwayat keluarga dengan PJK dini dan usia (Laki-laki ≥ 45 thn,
wanita ≥ 55 tahun).

Langkah 2. Melakukan penghitungan risiko kardiovaskular, klasifikasi


kelompok risiko dan pilihan terapi

Setelah penentuan masalah pada pasien pada langkah pertama, maka langkah
kedua adalah melakukan penghitungan risiko kardiovaskular, dan melakukan
klasifikasi kelompok risiko yang akan mempengaruhi pilihan terapi. Untuk langkah
kedua ini bisa menggunakan panduan alur dari ATP III (alur 1) atau bisa dengan
menggunakan panduan ACC/AHA 2013 (alur 2).

• Pada alur satu (ATP III)

 yang pertama dilakukan adalah identifikasi adanya PJK atau masalah yang
setara dengan PJK seperti adanya penyakit arteri karotis, penyakit arteri
perifer, atau aneurisma aorta abdominalis.

 Jika didapatkan masalah berupa PJK/setara PJK maka dimasukkan


kedalam kelompok risiko tinggi atau kelompok risiko sangat tinggi (jika
memiliki faktor risiko multipel, terutama diabetes)

o Untuk kelompok risiko sangat tinggi direkomendasikan segera pemberian


statin dengan target K-LDL < 70 mg/dl.

o Untuk kelompok risiko tinggi dimulai pemberian statin

o jika K-LDL ≥ 130 mg/dl dengan target K-LDL < 100 mg/dl. Untuk kelompok
risiko sedang yang mempunyai lebih dari dua faktor risiko mayor dan SRF >
10-20% maka target LDL < 130 mg/dl dengan pemberian statin jika K-
LDL ≥ 130 mg/dl.

o Untuk kelompok risiko sedang dengan 2 faktor risiko mayor dan SRF <
10% maka dilakukan pemberian statin jika K-LDL ≥ 160 mg/dl dengan target
K-LDL < 130 mg/dl. Pada kelompok risiko rendah pemberian statin jika
LDL ≥ 190 mg/dl dengan target < 160 mg/dl

• Pada alur dua (ACC/AHA 2013) dimulai dengan identifikasi adanya bukti
klinis ASCVD seperti sindroma koroner akut, riwayat infark miokard, angina stabil
maupun angina unstabil, riwayat revaskularisasi koroner, stroke atau penyakit arteri
perifer.

Langkah 3. Pemberian edukasi

Setelah langkah kedua maka selanjutnya dilakukan edukasi yang


ditujukan pada pasien dan keluarganya. Tujuan dari edukasi adalah untuk meminta
partisipasi pasien dan keluarganya pada pengelolaan masalah pasien. Edukasi pada
pasien dan keluarganya harus sudah dimulai sewaktu konsultasi pertama kali.
Adapun materi yang diberikan antara lain masalah-masalah yang didapatkan pada
pasien, kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, langkah-langkah pengelolaan yang
akan diambil termasuk yang berkaitan dengan langkah diagnosis dan terapi ,
terutama yang berkaitan dengan terapi gaya hidup sehat termasuk didalamnya
tentang pengaturan makanan dan aktifitas fisik. Materi lain yang perlu juga
disampaikan adalah kemungkinan efek samping obat yang diberikan,
serta pengelolaan terhadap efek samping tersebut.

Langkah 4. Pemantauan dan evaluasi

Pemantauan dan evaluasi secara rutin harus dikerjakan pada pasien


dislipidemia. Pemantauan pertama dilakukan 6 minggu setelah awal pengelolaan.
Hal-hal yang dipantau menyangkut keberhasilan terapi terutama LDL dan kemungkinan
adanya komplikasi seperti peningkatan AST/ALT dan Creatinine Phospokinase (CPK).
Apabila target LDL belum tercapai pemantauan selanjutnya dapat dilakukan setiap
6 bulan sampai target tercapai. Jika target LDL telah tercapai, dapat dilakukan
pemantauan dengan interval 6-12 bulan (AACE). Ada beberapa keadaan dimana
evaluasi dan pemantauan status lipid diperlukan dalam frekuensi lebih sering yaitu :

• Kendali glukosa darah yang memburuk


• Adanya penggunaan obat lain yang ditenggarai mengganggu kadar lipid
• Progresivitas dari penyakit aterotrombosis
• Adanya penambahan berat badan
• Adanya perubahan yang tidak terduga dari status lipid pasien
Untuk kadar transaminase sebaiknya dilakukan pemeriksaan sebelum dan
sesudah 3 bulan setelah pemberian statin atau asam fibrat karena gangguan
abnormalitas lipid terjadi kebanyakan pada 3 bulan setelah inisiasi terapi. Monitoring
juga dilakukan apabila ada adanya perubahan dosis, perubahan jenis obat maupun
penggunaan obat kombinasi. Untuk kreatinin kinase dapat diperiksa kadarnya
apabila

pasien mengeluhkan nyeri otot atau mengalami kelemahan otot. Untuk keadaan
keadaan khusus seperti stroke dan sindroma koroner akut, maka pemantauan dan
evaluasi dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakitnya seperti yang telah
disebutkan pada bab sebelumnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam dekade terakhir, makin banyak bukti ilmiah yang membuktikan
hubungan terjadinya dislipidemia dengan timbulnya penyakit kardiovaskuler
seperti stroke dan penyakit jantung koroner.

Meskipun banyak faktor yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler namun
peningkatan kadar LDL disepakati sebagai faktor risiko yang terpenting sehingga
merupakan target utama terapi.

Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi gaya hidup sehat dan
terapi farmakologi. Statin merupakan obat yang direkomendasikan untuk menurunkan
LDL karena bekerja dengan jalan menghambat sintesis LDL di hati. Disamping itu
statin juga mempunyai efek pleiotropik yang berguna dalam pengelolaan penyakit-
penyakit kardiovaskuler.
DAFTAR PUSTAKA

1. Grundy SM, Cleeman JI, Merz CNB. Implications of Recent Clinical Trials for
the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
Guidelines. Circulation. 2004;110:227-39.
2. World Health Organization 2014 : A Wealth of information on global public health.
2014.
3. Laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. In: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, editor. 2007.
4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan RI
tahun 2013. Laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013. 2014.
5. Grundy SM, Ji Cleeman , Merz CN. Implications of recent clinical trials for
the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
Guidelines. Circulation 2004;110:227–39.
6. Tan Hoan Tjay,Drs, dkk.2002. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Gramedia : Jakarta.
7. Anderson TJ, Grégoire J, Hegele RA, Couture P, Mancini J, McPherson
R. 2012 Update of the Canadian Cardiovascular Society Guidelines for the
Diagnosis and Treatment of Dyslipidemia for the Prevention of Cardiovascular
Disease in the Adult. Canadian Journal of Cardiology. 2013;29(151-167).
8. Perkeni. 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta.2015

9. Jellinger PS, Smith DA, Mehta AE, Ganda O. American association of clinical
endocrinologist guidelines for management of dyslipidemia and prevention of
atherosclerosis. Endocr Pract. 2012;18(Suppl 1).

Anda mungkin juga menyukai