Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PRAKTEK RUMAH SAKIT

“DISLIPIDEMIA”

DISUSUN OLEH :

1. Rosita Puspa Nugraheni 1920384288


2. Siti Zeiniyah 1920384296

Dosen Pengampu :
Dr. Ika Purwidyaningrum, M. Sc., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN XXXVIII
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dislipidemia dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, seperti
predisposisi genetik, penyebab sekunder, atau gabungan keduanya. Kolestrol
dan trigliserida dapat menghasilkan tiga bentuk dislipidemia, yaitu
hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan kombinasi keduanya. Pada setiap
kasus, disiplidemia merupakan akibat dari peningkatan lipoprotein spesifik,
baik jumlahnya maupun komposisinya. Istilah dislipidemia digunakan untuk
menjelaskan permasalahan yang lebih luas, termasuk rendahnya kadar HDL
kolesterol. Diagnosis dislipidemia ditegakan jika rasio kolesterol total terhadap
HDL lebih dari 4,5.
Dislipidemia boleh jadi bersifat familial, sebagai dampak dari penyakit
lain, semisal diabetes yang tak terkendali atau sebab-sebab lain. Kemungkinan
adanya latar belakang keluarga dapat ditelusuri melalui anamnesis yang cermat
dan mendalam tentang riwayat keluarga pasien, termasuk profil lipid orang tua.
Jika dislipidemia ternyata berlatar diabetes yang tak terkendali, koreksi
hiperglisemia biasanya berhasil menghapus dislipidemia. Seandainya
dislipidemia tidak juga lenyap meskipun diabetes telah terkontrol, kelainan ini
mungkin dilatarbelakangi oleh factor lain. Bentuk dislipidemia yang lazim
terdiri atas tiga kelainan lipid yang khas yaitu, peninggian kadar trigliserida,
peningkatan LDL, dan penurunan HDL. Trias gangguan lipid ini biasanya
melekat pada pengidap PJK (Penyakit Jantung Koroner) dini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi penyakit dislipidemia?
2. Bagaimana algoritma terapi dari penyakit dislipidemia?
3. Apa saja golongan obat dan contoh obat dari penyakit dislipidemia?
4. Bagaimana mekanisme kerja, efek samping, interaksi obat, dan
kontraindikasi dari golongan obat penyakit dislipidemia?
5. Apa saja terapi non-farmakologi dari penyakit dislipidemia?
C. Tujuan
1. Mengetahui patofisiologi penyakit dislipidemia
2. Mengetahui algoritma terapi dari penyakit dislipidemia
3. Mengetahui golongan obat dan contoh obat dari penyakit dislipidemia
4. Mengetahui mekanisme kerja, efek samping, interaksi obat, dan
kontraindikasi dari golongan obat penyakit dislipidemia
5. Mengetahui terapi non-farmakologi dari penyakit dislipidemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Dislipidemia
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total
(Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan
kolesterol HDL (K-HDL).
Prevalensi dislipidemia di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut
penelitian yang dilakukan pada warga usia lanjut di Jakarta, dari 307 sampel
didapatkan kejadian dislipidemia sebesar 44,6%. Sedangkan pada penelitian di
Padang didapatkan angka kejadian dislipidemia mencapai lebih dari 50%.
Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki
peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain. Ketiganya
dikenal sebagai triad lipid, yaitu:
a. Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar
kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK)
sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain.
Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis
menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total
mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner
(PJK).
b. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif
antara kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi
obat atau diet dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat
mengurangi penyakit jantung koroner.
c. Trigliserida
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan
dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan
kadar kolesterol HDL.
Tabel 1. Kadar Lemak Darah dalam Tubuh
Kadar lemak darah dalam tubuh Kisaran ideal (mg/dl)
Kolesterol Total 120-200
LDL 60-160
HDL 35-65
Perbandingan LDL/HDL <3,5
Trigliserida <200

B. Klasifikasi Dislipidemia
Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang
mudah digunakan adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia
primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan
dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit lain. Pembagian ini
penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan diterapkan.
1. Dislipidemia primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien
dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan
dislipidemia kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena
hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia
primer.
2. Dislipidemia sekunder
Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit
lain misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan
sindroma metabolik. Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki
dislipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan penyakit primer yang
diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus pemakaian obat
hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut
sangat tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap mempunyai risiko yang
sama (ekivalen) dengan pasien penyakit jantung koroner. Pankreatitis akut
merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang berat.
C. Patofisiologi Penyakit Dislipidemia

Gambar 1. Patofisiologi Dislipidemia

1. Homeostasis Kolesterol
Kolesterol, trigliserida, dan lipid yang bersifat hidrofobik lain dalam tubuh
diangkut melalui aliran darah partikel berbentuk bola yang disebut
lipoprotein yang lebih hidrofobik.
2. Metabolisme Lipoprotein
a. Jalur Metabolisme Eksogen
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserida dan
kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus
juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresikan bersama empedu
ke usus halus. Lemak di usus halus yang berasal dari makanan, maupun
yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserida dan
kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam mukosa usus halus.
Trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas. Di dalam usus
halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida, sedang
kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi koleterol ester dan
keduanya bersama fofolipid dan apoliprotein yang dikenal dengan
kilomikron.
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akan masuk ke
dalam aliran darah. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami
hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel
menjadi asam lemak bebas Free Tatty Acid (FFA), Non-Esterified Fatty
Acid (NEFA). Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid
kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah
yang banyak sebbagian akan diambil oleh hati menjadi bahan
pembentukan trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan
sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang
mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati.
b. Jalur Metabolisme Endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis ke dalam sirkulasi
sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam
VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid dalam
VLDL akan mengalami hidrolisis oleh suatu enzim lipoprotein lipase
(LPL), dan VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami
hidrolisis dan berubah menjadi LDL.
Sebagian dari VLDL, IDL, dan IDL akan mengangkut kolesterol
ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak
mengandung kolesterol. Sebagian lagi dari kolesterol LDL akan dibawa
ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal,
testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL
sebagian lagi dari kolesterol LDL akan mengalami oksidasi dan
ditangkap oleh reseptor scavenger A (SRA) di makrofag dan akan
menjadi se busa (foam cell). Semakin banyak kadar kolesterol LDL
dalam plasma, makin banyak yang mengalami oksidasi dan ditangkap
oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung
dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL.
Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti :
meningkatnya jumlah LDL kecil padat (Small Dense LDL) seperti
sindroma metabolic dan Diabetes Mellitus, kadar kolesterol HDL,
makin tinggi kadar kolesterol, makin tinggi kadar kolesterol HDL akan
bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
c. Jalur Reserve Cholesterol Transport
Suatu proses yan membawa kolesterol dari jaringan kembali ke
hepar. HDL merupakan lipoprotein yang berperan pada jalur ini. HDL
dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung
apoliprotein (apo) A, C, E dan disebut HDL nascent. HDL nascent
berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan
mengandung apoliprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag
untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah
mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi
HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDl
nascnt, kolesterol (kolesterol bebas) di bagia dalam dari makrofag
hharus dibawa ke permukaan membrane sel makrofag oleh suatu
transporter yang disebut Adenosine Triphosphate-Binding Cassette
Transpoter-1 atau disingkat ABC-1.
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol
bebas akan diesterfikasi menjadi kolesterol ester enzim Lechitin
Choles-Trol cyltransfferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol
ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur ini. Jalur
pertama ialah ke hati dan ditangkap leh Scavenger Receptor Class B
Type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua dari VLDL dan IDL dengan
bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP). Dengan demikian
fungsi HDL sebagai “penyiap” kolesterol dari makrofag mempunyai
dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL
dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati.
D. Algoritma Terapi Penyakit Dislipidemia
ALUR 1 (ATP III)
ALUR 2. ACC/AHA 2013
E. Golongan Obat Dislipidemia
Prinsip dasar dalam terapi farmakologi untuk dislipidemia baik pada
ATP III maupun ACC/AHA 2013 adalah untuk menurunkan risiko terkena
penyakit kardiovaskular. Berbeda dengan ATP III yang menentukan kadar K-
LDL tertentu yang harus dicapai sesuai dengan klasifikasi faktor risiko,
ACC/AHA 2013 tidak secara spesifik menyebutkan angka target terapinya,
tetapi ditekankan kepada pemakaian statin dan persentase penurunan K-LDL
dari nilai awal. Hal tersebut merupakan hasil dari evaluasi beberapa studi besar
yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan statin berhubungan dengan
penurunan risiko ASCVD tanpa melihat target absolut dari K-LDL. Namun
demikian, jika mengacu kepada ATP III, maka selain statin, beberapa
kelompok obat hipolipidemik yang lain masih dapat digunakan yaitu Bile acid
sequestrant, Asam nikotinat, dan Fibrat dengan profil sebagai berikut :

Tabel 2. Obat Penurun Lipid, Jenis, Cara Kerja, Dosis, dan Efek Samping

Jika mengacu kepada studi-studi besar pencegahan primer dan


sekunder dari ASCVD maka hanya statin yang menunjukkan bukti bukti yang
konsisten sedangkan obat obat yang lain belum mempunyai bukti yang cukup
kuat. Sehingga ACC/AHA 2013 merekomendasikan statin sebagai obat utama
pada pencegahan primer dan sekunder. Obat lain hanya dipakai apabila
didapatkan kontraindikasi atau keterbatasan pemakaian statin.

F. Penjelasan mengenai golongan obat dislipidemia


Data epidemiologi menunjukkan dengan jelas bahwa pada sebagian
populasi masyarakat terdapat fenomena peningkatan kadar lipid, yang
dikaitkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular dan mortalitas
(kematian). Kebanyakan negara maju berhasil menurunkan resiko
kardiovaskular melalui promosi kesehatan sehingga terjadi perubahan gaya
hidup.

Di Indonesia sendiri belum ada data mengenai hal ini. Pengaturan diet
makanan saja sebenarnya sangat bermanfaat untuk menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Namun, pada sebagian orang diperlukan strategi
farmakologis menggunakan obat untuk dapat mencapai kadar kolesterol yang
ditargetkan. Pada pasien yang secara genetik cenderung mempunyai kadar
kolesterol tinggi bahkan diperlukan pengobatan yang lebih agresif. Terdapat
beberapa obat pilihan untuk menurunkan kadar lipid/kolesterol. Pemilihan obat
yang tepat tergantung pada faktor/mekanisme yang menyebabkan abnormalitas
lipid/kolesterol tersebut.

1. STATIN
Dalam 10 tahun terakhir ini di seluruh dunia, inhibitor 3‐hidroksi‐3‐
metilglutaril koenzim A reduktase—biasa disebut sebagai STATIN—
menjadi obat yang paling banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar
lipid. Obat golongan ini memblok secara parsial reaksi konversi 3‐hidroksi‐
3‐metilglutaril koenzim A menjadi asam mevalonat. Reaksi ini merupakan
salah satu tahap yang penting pada proses pembentukan kolesterol dalam
sel di hati.
Penghambatan proses ini mengakibatkan kadar kolesterol turun
dengan cepat, yaitu ketika pasien mulai dan tetap kontinyu menggunakan
obat statin, walaupun dilaporkan setelah beberapa lama pasien dapat
mengalami takikardi. Statin memiliki efek yang baik terhadap profil lipid
secara keseluruhan. Statin, menurunkan kadar low‐density lipoprotein
(LDL), yang berkaitan dengan resiko kardiovaskuler. Selain itu, statin juga
menurunkan kadar trigliserida dan kadar kolesterol total dalam serum.
Statin meningkatkan kadar high‐density lipoprotein (HDL) yang bersifat
melindungi kardiovaskular.
Popularitas statin dipengaruhi oleh banyaknya data uji klinik yang
mengkonfirmasi bahwa penurunan kadar lipid pada pasien yang diterapi
akan berakibat juga pada turunnya resiko penyakit kardiovaskuler,
terutama pada angka kematian (mortalitas) total dan penyakit jantung,
infark miokard dan prosedur revaskularisasi.
Studi klinik yang menunjukkan penurunan mortalitas karena penyakit
kardiovaskular dan koroner mendukung penggunaan statin untuk pasien
wanita, pasien lanjut usia dan pasien diabetes.
 Efek samping statin
Peningkatan yang sifatnya minor pada kadar enzim hati sering
dijumpai pada 5 bulan pertama terapi statin yang biasanya akan
sembuh/normal kembali dengan sendirinya. Peningkatan yang
bermakna terjadi pada 2% pasien pada awal terapi tergantung pada
dosis statin yang digunakan, dan akan normal kembali jika dosis statin
diturunkan dan atau dihentikan. Pemantauan enzim hati secara teratur
selama penggunaan statin, yaitu pada 1‐bulan, 3 bulan dan 6 bulan
setelah terapi statin dimulai, dan kemudian sekali setiap tahun.
Walaupun tertulis ada pembatasan penggunaan statin, hanya ada
sedikit bukti yang menunjukkan bahwa satin berbahaya untuk pasien
dengan penyakit hati kronik seperti hepattis B dan C atau kholestasis
(penghentian aliran empedu).
Efek samping lain yang dijumpai pada 5% pasien adalah
miopati, muncul sebagai gejala nyeri pada otot dan persendian tanpa
adanya perubahan kadar kreatin kinase (CK). Miopati yang parah
(rhaddomiolisis fatal) dialami oleh 0,2% pasien, disertai dengan
peningkatan CK (10 kali batas atas kadar normal, CK normal adalah
10‐150 IU/L), dan dalam hal ini penggunaan statin harus segera
dihentikan. Jika CK berkisar antara 3‐10 kali batas atas normal, statin
tetap dilanjutkan tetapi CK harus terus dipantau sampai diketahui
apakah keadaan membaik atau memburuk (sehingga memerlukan
penghentian statin). Jika perlu dosis statin diturunkan untuk
meredakan efeksamping tersebut.
Gejala efek samping pada otot ini biasanya lebih banyak terjadi
pada pasien yang menggunakan kombinasi obat penurun kadar lipid,
misalnya kombinasi statin dan fibrat atau asam nikotinat. Pasien harus
diberitahu untuk segera melapor jika gejala nyeri otot atau lemas
dialami selama penggunaan statin sehingga dapat dikonsulkan untuk
cek kadar CK.
Efek samping lain adalah gangguan saluran cerna, ruam dan
insomnia.
 Penggunaan statin yang dianjurkan
Penggunaan statin banyak didiskusikan pada banyak pedoman
terapi. Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: Statin
diresepkan untuk semua pasien dengan penyakit koroner (angina,
riwayat infark miokard, operasi revaskularisasi atau intervensi
koroner perkutan) dan pasien yang beresiko tinggi menderita penyakit
tersebut (memiliki beberapa faktor resiko, diabet, riwayat keluarga,
dll).
Resiko tinggi didefinisikan sebagai resiko kumulatif 10‐tahunan
untuk kejadian kardiak ≥20%, Ambang batas absolut untuk memulai
terapi statin masih diperdebatkan. Bukti‐bukti menunjukkan bahwa
penggunaan statin bermanfaat pada pasien jantung atau pasien
beresiko tinggi dengan kadar kolesterol total mulai 3,5 mmol/L.
Sebagai standar minimum, statin diresepkan untuk pasien jantung
dengan kolesterol >5mmol/L atau LDL>3mmol/L. Terapi yang lebih
agresif akan lebih bermanfaat untuk mengurangi mortalitas dan
morbiditas. Untuk menurunkan kadar lipid agar resiko kardiovaskular
berkurang, mayoritas data mendukung pemberian simvastatin 20‐
40mg/hari atau pravastatin 40 mg/hari.
Beberapa data yang lebih baru mendukung penggunaa
atorvastatin dosis tinggi , tetapi ada kekhawatiran mengenai keamanan
dan pertimbangan biaya, terutama jika digunakan untuk masyarakat
luas. Manfaat nyata terapi statin jelas terlihat pada pasien yang
beresiko tinggi mengalami kejadian gangguan fungsi jantung, yaitu
pasien dengan kadar lipid yang tinggi, pasien dengan penyakit
koroner dengan beberapa penyakit penyerta (ko‐morbid) atau
beberapa faktor resiko sekaligus.
Secara umum untuk statin dengan durasi kerja singkat (terutama
fluvastatin, pravastatin, dan simvastatin) disarankan digunakan pada
malam hari sesuai dengan kerja hati yang juga maksimal saat itu
memproduksi kolesterol. Hal ini tidak perlu dilakukan untuk statin
dengan durasi kerja panjang seperti atorvastatin atau rosuvastatin.
Terapi statin bisanya ditoleransi dengan baik, walupun demikian
tetap harus hati‐hati, diskusikan dengan pasien jika terjadi efek
samping, usahakan dosis yang digunakan tidak menimbulkan efek
samping agar kepatuhan pasien dalam menggunakan statin untuk
jangka waktu yang lama dapat terjamin. Kolesterol total dalam serum
dan fungsi hati harus dicek paling sedikit sekali dalam setahun jika
pasien sudah stabil dengan terapi statin. Statin berinteraksi dengan
obat lain karena efek hambatannya terhadap sistem sitokrom P450.

2. FIBRAT
Turunan asam fibrat (fibrate) banyak diresepkan pada 1980‐1990‐an,
tetapi kemudian menurun ketika data yang mendukung penggunaan statin
mulai banyak. Efek utama fibrat adalah penurunan kadar trigliserida, juga
penurunan kolesterol LDL yang moderat pada pasien yang kadarnya
meningkat dan meningkatkan kolesterol HDL. Empat mekanisme kunci
fibrat adalah:
• Meningkatkan lipolisis
• Meningkatkan asupan asam lemak hati dan menurunkan produksi
trigliserida hati
• Meningkatkan asupan LDL oleh reseptor LDL
• Menstimulasi transport kolesterol balik sehingga meningkatkan HDL
Fibrat digunakan terutama untuk menurunkan kadar trigliserida pada
pasien yang hanya mengalami peningkatan trigliserida (isolated
hypertriglyceridaemia), bermanfaat juga untuk menangani hiperlipidemia
campuran, terutama jika kadar HDL rendah. Fibrat dapat ditambahkan pada
terapi statin jika target terapi tidak tercapai pada terapi tunggal
(monoterapi), dan sebagai alternatif jika pasien tidak tahan terhadap statin.
Harus diingat bahwa peresepan kombinasi statin dan fibrat meningkatkan
resiko miopati secara bermakna, dan mungkin obat baru (misalnya
ezetimib) mungkin lebih tepat.
Bukti kemanfaatan fibrat pada kardio‐ vaskular kurang meyakinkan
jika dibanding statin. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa fibrat
bemanfaat menurunkan frekuensi kejadian koroner, tetapi belum ada studi
yang melihat manfaatnya pada angka mortalitas.
 Efek samping fibrat
Fibrat ditoleransi baik, dengan efek samping yang paling sering
dijumpai adalah gangguan saluran cerna pada 5% pasien. Seperti juga
pada statin, peningkatan enzim hati juga terjadi pada awal terapi tapi
tidak berlanjut. Miopati jarang dilaporkan jika fibrat digunakan
sebagai terapi tunggal. Harus dipertimbangkan resiko dan manfaatnya
sebelum memberikan fibrat sebagai terapi kombinasi.

3. BILE ACID SEQUESTRANT


Penangkap asam empedu (bile acid sequestrant) telah dipakai lebih
dari 30 tahun. Mekanisme kerjanya ada dua, meningkatkan bersihan
(klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam empedu. Mula‐mula
obat ini mengikat asam empedu pada usus halus sehingga mencegah
resirkulasinya ke dalam sistem entrohepatik. Dengan demikian ekskresi
asam empedu meningkat hingga 10 kali lipat, dan karena asam empedu
berkurang, hati berespon meningkatkan produksi asam empedu dengan
cara menecah kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk
mengikat kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam sirkulasi
darah makin menurun. Sekuestran asam empedu menurunkan kolesterol
LDL 15‐30%, dan meningkatkan HDL sampai 5%.
Pada beberapa pasien sekuestran asam empedu meningkatkan kadar
trigliserida, sehingga penggunaannya dihindari untuk pasien
hipertrigliseridemia atau hiperlipidemia campuran dengan peningkatan
kadar trigliserida yang signifikan. Sekuestran asam empedu dapat
menurunkan kejadian gangguan fungsi jantung dan progresi aterosklerosis.
Terutama berguna untuk mengobati pasien yang mengalami peningkatan
kolesterol LDL saja atau sebagai obat tambahan jika monoterapi gagal
mencai target terapi.
Masalah utama pada terapi sekuestran asam empedu ini adalah
penerimaan pasien karena rasa obat yang tidak enak. Biasanya obat
diminum 4 kali sehari, dalam bentuk serbuk yang dicampurkan ke dalam
sejumlah besar air. Pada dosis maksimum, golongan obat ini sering
menimbulkan rasa tidak nyaman pada abdomen, refluks esofagus dan
konstipasi. Obat ini juga dapat mengikat obat lain, misalnya digoksin,
levotiroksin, atau warfarin, sehingga harus diperhatikan agar penggunaan
antar obat‐obattersebut dengan sekuestran asam empedu ini terpisah paling
sedikit 4‐6 jam.

4. EZETIMIB
Diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003, ezetimib merupakan obat
pertama dalam kelasnya yang bekerja memblok absorpsi kolesterol pada
usus halus dengan cara menghambat secara selektif mekanisme transport
pada sel epitel usus halus. Karena jumlah kolesterol yang masuk melalui
usus halus turun, maka hati meningkatkan asupan kolesterolnya dari
sirkulasi darah, sehingga kadar kolesterol serum akan turun.
Sebagai terapi tunggal, efek utama ezetimib adalah menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai 18%, dengan sedikit efek pada trigliserida dan
HDL. Jika dikombinasi dengan statin, bisa menghasilkan penurunan kadar
LDL serum 20% lagi dibanding statin saja; disertai penurunan kadar
trigliserida (~9%), dan peningkatan kolesterol HDL (~3%). Ezetimib 10
mg/hari digunakan untuk hiperkolesterolemia primer. Saat ini ezetimib
digunakan jika terapi tunggal statin gagal mencapai target terapi, atau
sebagai alternative monoterapi jika pasien tidak tahan statin.
Efek samping ezetimib sakit kepala, nyeri abdomen dan diare. Untuk
penggunaan luas masih diperlukan data keamanan penggunaan jangka
panjang. Sampai saat ini disimpulkan oleh Drug and Therapeutic Bulletin
bahwa “ezetimib tidak lebih bermanfaat daripada statin dan tidak
menggantikan posisi statin untuk terapi rutin pasien dengan resiko
aterosklerosis” dan “strategi kombinasi ezetimib‐statin tidak lebih aman
dan jelas lebih mahal dibanding memaksimalkan dosis statin”. Pemberian
bersama‐sama ezetimib‐fibrat saat ini tidak dianjurkan.

5. TURUNAN ASAM NIKOTINAT


Asam nikotinat, atau niasin, dan senyawa turunannya diketahui
menurunkan kolesterol, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Diperkirakan golongan ini bekerja menghambat penglepasan asam lemak
bebas dari jaringan adipos, menurunkan jumlah yang tersedia untuk
pembentukan trigliserida, very‐ low‐density‐lipoprotein (VLDL) dan LDL
pada hati. Dengan demikian trigliserida dan LDL plasma berkurang, dan
HDL meningkat.
Dosis asam nikotinat yang diperlukan menurunkan kadar kolesterol
jauh lebih tinggi dibanding untuk memperbaiki defisiensi vitamin. Kadar
HDL yang bersirkulasi dapat ditingkatkan dengan dosis 1 g/hari, tapi
diperlukan 2‐6g/hari untuk memaksimumkan efek terhadap subtipe lipid
lainnya. Manfaat asam nikotinat pada kardiak diketahui pada 1970‐an,
menurunkan kekambuhan infark miokard dan mortalitas total.
Obat ini kurang popular karena efek sampingnya, termasuk
pemerahan pada wajah dan leher yang diperantarai oleh prostaglandin,
pusing dan palpitasi (berdebar‐debar). Frekuensi dan keparahan efek
samping ini dapat diatasi dengan cara titrasi dosis secara perlahan pada saat
awal terapi, menghindari obat/makanan yang dapat memperparah
(misalnya minuman berkafein atau alkohol) dan menekan prostaglandin
dengan pemberian aspirin dosis rendah dan ibuprofen. Masalah lain yang
sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna, hilangnya kontrol glikemik
pada psien diabet dan gout karena peningkatan kadar urat.
Sediaan lepas lambat asam nikotinat lebih ditoleransi karena kadar
puncaknya lebih rendah. Asam nikotinat terutama digunakan untuk
meningkatkan kadar HDL sirkulasi dan bermanfaat pada pasien
hiperlipidemia campuran yang mengalami peningkatan LDL dan
trigliserida disertai HDL yang rendah (lipid triad). Asam nikotinat juga
dapat diberikan pada terapi statin atau fibarat jika respon terhadap
monoterapi tidak adekuat.

F. Terapi Non-Farmakologis
1. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup
setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan
4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu, dengan pengeluaran minimal
200 kkal/ hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda
statis, ataupaun berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi
dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari
(minimal 10 menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa
saat di selasela aktivitas dapat meningkatkan kepatuhan terhadap progran
aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas penguatan otot dianjurkan
dilakukan minimal 2 hari seminggu.
2. Terapi Nutrisi
Medis Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah
kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari), biji-
bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan, dan daging tanpa lemak. Asupan lemak jenuh,
lemak trans, dan kolesterol harus dibatasi, sedangkan makronutrien yang
menurunkan kadar LDL-C harus mencakup tanaman stanol/sterol (2 g/
hari) dan serat larut air (10-25 g /hari).
3. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor resiko kuat, terutama untuk penyakit jantung
koroner, penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok mempercepat
pembentukan plak pada koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak
sehingga sangat berbahaya bagi orang dengan aterosklerosis koroner yang
luas. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki efek
negatif yang besar pada kadar K-HDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok
juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida.
Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL
secara signifikan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bukti ilmiah yang
membuktikan hubungan terjadinya dislipidemia dengan timbulnya penyakit
kardiovaskuler seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Meskipun banyak
faktor yang merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler namun
peningkatan kadar LDL disepakati sebagai faktor risiko yang terpenting
sehingga merupakan target utama terapi.
Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi gaya hidup sehat dan
terapi farmakologi. Statin merupakan obat yang direkomendasikan untuk
menurunkan LDL karena bekerja dengan jalan menghambat sintesis LDL di
hati. Disamping itu statin juga mempunyai efek pleiotropik yang berguna
dalam pengelolaan penyakit-penyakit kardiovaskuler.
DAFTAR PUSTAKA

Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan RI tahun 2013.


Laporan nasional riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013.

Goff DC, Llyod-Jones DM, Bennet G, Coady S. 2013 ACC/AHA Guideline on the
assessment of cardiovascular risk : A report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on practice guideline.
Circulation. 2013 00:1-51.15.

Gotto AM, editor. Contemporery diagnosis and management of lipid disorders.


Pennsylvania, USA: Handbooks in Healthcare Compnay;2001

Grundy SM, Becker D, Clark LT. Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Cholesterol in Adults (AdultTreatment Panel III). Circulation. 2004.

Randomised trail of cholesterol lowering in 4,444 patients with coronary heart


disease: the Scandinavian Simvastatin Survival Study (4S). Lancet 1994;
344:1383‐9.

Sacks FM, Pfeffer MA, Moye LA, Rouleau JL, Rutherford JD, Cole TG, et al. The
effect of pravastatin on coronary events after MI in patients with average
cholesterol levels. New England Journal of Medicine 1996;335:1001‐9.

The LIPID Study Group. Prevention of cardiovascular events and death with
pravastatin in patients with coronary heart disease and a broad range of
initial cholesterol levels. New England Journal of Medicine 1998:339:1349‐
57.

Tone NJ, Robinson J, Lichtenstein AH. 2013 ACC/AHA guideline on the treatment
of blood cholesterol to reduce atherosclerotic cardiovascular risk in adults :
A report of the american college of cardiology/american heart association
task force on practice guideline. Circulation. 2013.

World Health Organization 2014 : A Wealth of information on global public health.


2014.

Anda mungkin juga menyukai