Anda di halaman 1dari 42

Tugas Farmakoterapi dan Terminologik Medik

HIPERLIPIDEMIA

Disusun oleh :
Kelompok 5A
1. Raditya Pramayudha, S.Farm. NIM. 3351171019
2. Titi Supriyanti, S.Farm. NIM. 3351171027
3. Rivald Handi Tarukbua, S.Farm. NIM. 3351171051
4. Ismayani, S.Farm. NIM. 3351171068
5. Gita Oxtaria, S.Farm. NIM. 3351171138
6. Fanny Agusty, S. Farm. NIM. 3351171161
7. Tyas Khaerunisa, S.Farm. NIM. 3351171184
8. Annisa Amalia Rizaldi, S.Farm. NIM. 3351171194
9. Sahatma Roni Sihombing, S.Farm. NIM. 3351171210

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI (UNJANI)
CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin..
Segala puji serta syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan tema Hiperlipidemia. Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Farmakologi dan Terminologi Medik.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca serta menjadi salah satu amal ibadah bagi kami.

Cimahi, November 2017

Kelompok 5A
BAB I
PENDAHULUAN

Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya kalori, yang berfungsi
sebagai sumber utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari
makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan disimpan di dalam
sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi
tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak
merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang membungkus
sel-sel saraf serta empedu (Suyatna, 2007).
Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan trigliserida.
Lemak tidak larut dalam cairan plasma, sehingga dia harus mengikat dirinya pada
protein tertentu agar dapat mengikuti aliran darah. Gabungan antara lemak dan
protein ini disebut lipoprotein. Kurang gerak, pola makan tinggi kalori, kaya
lemak dan karbohidrat, menyebabkan penumpukan kelebihan energi dari glukosa,
lemak dan protein yang tidak terpakai. Penimbunan lemak ini dapat menyebabkan
pembesaran jaringan adipose yang membuat seseorang menjadi gemuk terutama
pada bagian perut yang lambat laun nampak membuncit (Alam et al., 2003).
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan patologis yang diakibatkan oleh
kelainan metabolisme lipid darah yang ditandai dengan meningkatnya kadar
kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL) serta penurunan
kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Erinda, 2009). Kondisi hiperlipidemia
merupakan salah satu faktor yang dapat memicu penebalan dinding pembuluh
darah sehingga mengakibatkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah
arteri yang disebut aterosklerosis (Rahayu, 2005). Aterosklerosis adalah
pengerasan arteri yang disebabkan akumulasi kolesterol dalam pembuluh darah
akibat tidak imbangnya influks- efluks kolesterol (Harini & Astirin, 2009).
Pada era globalisasi saat ini, bergesernya pola kehidupan di negara maju
maupun di negara berkembang akan berdampak terhadap pergeseran pola makan
serta kebiasaan seseorang. Perubahan ini akan membawa dampak meningkatnya
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi yang dapat
menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak dalam darah yang
berdampak terhadap meningkatnya keadaan hiperlipidemia, hiperkolesterolemia,
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain-lain sehingga menyebabkan
meningkatnya angka kematian (mortalitas) (Resy Rosalina, 2009).
Data dari badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke menduduki urutan nomer satu
dan dua sebagai penyebab kematian di dunia. Keduanya menyebabkan 14,1 juta
kematian diseluruh dunia pada tahun 2012. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan data pada tahun 2000. Data dari kementerian kesehatan Indonesia
memasukkan penyakit jantung koroner sebagai penyebab utama kematian di
Indonesia, sedangkan stroke berada diurutan kelima. Prevalensi (angka kejadian)
stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007
adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Sebagai perbandingan,
prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 per persen per 100 ribu penduduk,
di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk.
Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu
orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020
mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Data
riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
sebesar 1.5 % dimana jumlahnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur
dimana kelompok tertinggi adalah yang berusia 65-74 tahun.
Untuk mengupayakan penurunan jumlah kematian akibat PJK dan stroke
badan kesehatan dunia menyarankan agar setiap negara membuat kebijakan untuk
melakukan pencegahan terhadap kedua penyakit ini, karena meskipun kebanyakan
faktor risikonya sama untuk semua negara, namun ada perbedaan pendekatan
antar negara dalam masalah budaya, sosial ekonomi dan juga ketersediaan obat.
Kadar kolesterol darah yang tinggi (hiperlipidemia) merupakan salah satu faktor
risiko utama untuk terjadinya PJK dan stroke disamping hipertensi, merokok,
abnormalitas glukosa darah, dan inaktifitas fisik.
BAB II
HIPERLIPIDEMIA

2.1. Definisi
Hiperlipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol,
kolesterol ester, fosfolipid, atau trigliserida. Hiperlipoproteinemia adalah
meningkatnya konsentrasi makromolekul lipoprotein yang membawa lipid dalam
plasma. Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk
(predisposition) terhadap koroner, sererbro vaskular, dan penyakit pembuluh
arteri perifer (Sukandar dkk., 2013). Hiperlipidemia adalah suatu keadaan
patologis yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lipid darah yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein
(LDL) serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Erinda, 2009).
Kondisi hiperlipidemia merupakan salah satu faktor yang dapat memicu
penebalan dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah arteri yang disebut aterosklerosis (Rahayu, 2005).
Aterosklerosis adalah pengerasan arteri yang disebabkan akumulasi kolesterol
dalam pembuluh darah akibat tidak imbangnya influks- efluks kolesterol (Harini &
Astirin, 2009).
Hiperlipidemia sering dikenal juga sebagai hiperlipoproteinemia, karena
sebelum mengalami sirkulasi dalam darah, lemak harus berikatan dengan protein
membentuk lipoprotein. Sehingga semakin banyak lemak yang dikonsumsi akan
menyebabkan semakin banyaknya lipoprotein yang terbentuk. Kolesterol dalam
darah akan mengalami sirkulasi dalam bentuk kolesterol LDL dan HDL.
Kolesterol LDL sering disebut kolesterol jahat karenadapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dan mengakibatkan serangan jantung. Sedangkan
HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena berfungsi menyapu kolesterol bebas
di pembuluh darah dan mampu mempertahankan kadar trigliserida darah dalam
kisaran normal (Suyatna, 2007).
2.2. Klasifikasi
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan hipertrigliserida (kadar
trigliserida tinggi).

a. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses
kompleks pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan
lemak) dalam pembuluh darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan
pembentukan trombus. Berbagai proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Akibatnya, organ-organ yang
disuplai pembuluh darah akan mengalami kekurangan atau penghentian suplai
darah. Kondisi inilah yang pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai penyakit
jantung koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler lainnya. Idealnya, kadar
kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL
tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25%
dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).

b. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko
terjadinya penyakit jantung atau stroke, hal tersebut masih belum jelas. Kadar
trigliserida darah diatas 250 mg/dL dianggap abnormal, tetapi kadar yang
tinggi ini tidak selalu meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis maupun
penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai lebih dari
800 mg/dL) bisa menyebabkan pancreatitis (Neal, 2006).

Berdasarkan faktor resikonya hiperlipidemia dibedakan menjadi primer dan


sekunder, penjelasannya sebagai berikut:
a. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai
berikut:
1) Hiperlipoproteinemia monogenik karena kelainan gen tunggal yang
diturunkan. Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel;
2) Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada
kelompok ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor genetik dengan
faktor lingkungan (Suyatna, 2007).

2. Hiperlipidemia Sekunder
Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah terjadinya peningkatan kadar lemak
yang disebabkan antara lain oleh kondisi penyakit dan penggunaan obat-obat
tertentu (Suyatna, 2007).

Gambar 2.1. Penyebab Hiperlipoproteinemia Primer (genetik)


(Dipiro et al., 2008)
Gambar 2.2. Penyebab Hiperlipoproteinemia Sekunder (Gangguan Metabolisme)
(Dipiro et al., 2008).
Hiperlipoproteinemia dibedakan atas lima macam berdasarkan jenis
lipoprotein yang meningkat. Hiperlipidemia ini mungkin primer atau sekunder
akibat diet, penyakit atau pemberian obat (Syarif, dkk., 2009).

a) Hiperlipoproteinemia tipe I
Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit
keturunan yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana tubuh
penderita tidak mampu membuang kilomikron dari dalam darah. Anak-anak
dan dewasa muda dengan kelainan ini mengalami serangan berulang dari
nyeri perut. Hati dan limpa membesar, pada kulitnya terdapat pertumbuhan
lemak berwarna kuning-pink (xantoma eruptif). Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar trigliserida yang sangat tinggi. Penyakit ini tidak
menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa menyebabkan pankreatitis,
yang bisa berakibat fatal. Penderita diharuskan menghindari semua jenis
lemak (baik lemah jenuh, lemak tak jenuh maupun lemak tak jenuh ganda).

b) Hiperlipoproteinemia tipe II
Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu penyakit
keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kematian dini,
biasanya karena serangan jantung. Kadar kolesterol LDLnya tinggi.
Endapan lemak membentuk pertumbuhan xantoma di dalam tendon dan
kulit. 1 di antara 6 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung
pada usia 40 tahun dan 2 diantara 3 pria penderita penyakit ini mengalami
serangan jantung pada usia 60 tahun. Penderita wanita juga memiliki resiko,
tetapi terjadinya lebih lambat. 1 dari 2 wanita penderita penyakit ini akan
mengalami serangan jantung pada usia 55 tahun. Orang yang memiliki 2
gen dari penyakit ini (jarang terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol total
sampai 500-1200 mg/dL dan seringkali meninggal karena penyakit arteri
koroner pada masa kanak-kanak. Tujuan pengobatan adalah untuk
menghindari faktor resiko, seperti merokok, dan obesitas, serta mengurangi
kadar kolesterol darah dengan mengkonsumsi obat-obatan. Penderita
diharuskan menjalani diet rendah lemak atau tanpa lemak, terutama lemak
jenuh dan kolesterol serta melakukan olah raga secara teratur.
Menambahkan bekatul gandum pada makanan akan membantu mengikat
lemak di usus. Seringkali diperlukan obat penurun lemak.
 Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)
Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena
penghambatan dalam degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan
kolesterol serum tetapi triasilgliserol normal. Ini disebabkan oleh
berkurangnya reseptor LDL normal.. Pengobatan untuk hiperlipidemia
tipe IIA ini yaitu dengan diet rendah kolesterol dan lemak jenuh. Untuk
heterozigot dapt diterapi dengan kolestipol atau kolestiramin dan
levostatin atau mevastatin. Untuk homozigot sama seperti heterozigot
tetapi dengan penambahan niasin.
 Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)
Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan VLDL,
menyebabkan triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat. Yang
disebabkan karena produksi VLDL oleh hati berlebihan. Pengobatan
untuk hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan pembatasan kolseterol dan
lemak jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama dengan IIA
kecuali heterozigot juga menerima niasin.

c) Hiperlipoproteinemia tipe III


Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, yang
menyebabkan tingginya kadar kolesterol VLDL dan trigliserida. Pada
penderita pria, tampak pertumbuhan lemak di kulit pada masa dewasa awal.
Pada penderita wanita, pertumbuhan lemak ini baru muncul 10-15 tahun
kemudian. Baik pada pria maupun wanita, jika penderitanya mengalami
obesitas, maka pertumbuhan lemak akan muncul lebih awal. Pada usia
pertengahan, aterosklerosis seringkali menyumbat arteri dan mengurangi
aliran darah ke tungkai.
Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya kadar kolesterol total dan
trigliserida. Kolesterol terutama terdiri dari VLDL. Penderita seringkali
mengalami diabetes ringan dan peningkatan kadar asam urat dalam
darah.Pengobatannya meliputi pencapaian dan pemeliharaan berat badan
ideal serta mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Biasanya
diperlukan obat penurun kadar lemak. Kadar lemak hampir selalu dapat
diturunkan sampai normal, sehingga memperlambat terjadinya
aterosklerosis.

d) Hiperlipoproteinamia tipe IV
Merupakan penyakit umum yang sering menyerang beberapa
anggota keluarga dan menyebabkan tingginya kadar trigliserida. Penyakit
ini bisa meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis. Penderita seringkali
mengalami kelebihan berat badan dan diabetes ringan. Penderita dianjurkan
untuk mengurangi berat badan, mengendalikan diabetes dan menghindari
alkohol. Bisa diberikan obat penurun kadar lemak darah.

e) Hiperlipoproteinamia tipe V
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh
tidak mampu memetabolisme danmembuang kelebihan
trigliseridasebagaimana mestinya. Selain diturunkan, penyakit ini juga bisa
terjadi akibat dari penyalahgunaan alkohol, diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, gagal ginjal dan makan setelah menjalani puasa selama
beberapa waktu (UPT-Balai Informasi Teknologi LIPI, 2009).

2.3. Prevalensi
Hiperlipidemia dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan
stroke. Secara global, sepertiga penyakit jantung iskemik disebabkan oleh
kolesterol tinggi. Secara keseluruhan, peningkatan kolesterol diperkirakan
menyebabkan 2,6 juta kematian (4,5% dari total kasus) dan 29,7 juta
mengakibatkan kecacatan. Peningkatan kolesterol total merupakan penyebab
utama beban penyakit baik di negara maju maupun di negara berkembang sebagai
faktor risiko penyakit jantung dan stoke iskemik.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2008 prevalensi
global hiperlipidemia meningkat pada orang dewasa yaitu 37% untuk pria dan
40% untuk wanita. Secara global, rata-rata kolesterol total berubah sedikit antara
tahun 1980 dan 2008, turun kurang dari 0,1 mmol/L per dekade pada pria dan
wanita. Prevalensi peningkatan total kolesterol tertinggi yaitu di wilayah Eropa
sekitar 54% untuk pria dan wanita, diikuti oleh wilayah Amerika 48% untuk pria
dan wanita. Wilayah Afrika dan Asia Tenggara menunjukkan persentase terendah
yaitu 23% dan 30% (WHO, 2011).

Gambar 1. Prevalensi Hiperlipidemia di Dunia (WHO, 2011).

Berikut ini adalah prevalensi dari penduduk dunia yang mengalami


overweigt pada pria dan wanita tahun 2016:
Gambar 2. Prevalensi Overweigt Dunia Tahun 2016 (WHO, 2017)

Berikut ini adalah prevalensi dari penduduk dunia yang mengalami


obesitas pada pria dan wanita tahun 2016:
Gambar 3. Prevalensi Obesitas Dunia Tahun 2016 (WHO, 2017).

Menurut penelitian oleh National Health and Nutrition Examination


Survey (NHANES 2009-2010), orang dewasa di Amerika yang berumur ≥20
tahun memiliki kadar HDL (High Density Lipoprotein) ≤40 mg/dL, yaitu 31,4%
untuk pria dan 11,9% untuk wanita (NCHS, 2012).
Menurut WHO tahun 2008, prevalensi hiperlipidemia di Indonesia pada
pria sebesar 32,8 % dan pada wanita sebesar 37,2 % (WHO, 2011). Menurut
penelitian diketahui bahwa kasus hiperlipidemia di Indonesia cukup tinggi pada
lansia. Pada penelitian yang dilakukan pada empat kota besar di Indonesia
didapatkan hasil kadar kolesterol pada lansia yang ditemukan di Padang dan
Jakarta > 56%, diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung 52,2% dan Jogjakarta
27,7%.
Kadar kolesterol darah yang tinggi (hiperlipidemia) merupakan salah satu
faktor risiko utama untuk terjadinya PJK dan stroke disamping hipertensi,
merokok, abnormalitas glukosa darah, dan inaktifitas fisik. Kadar kolesterol total
200 mg/dL akan meningkatkan prevalensi penyakit jantung koroner. Data dari
kementerian kesehatan Indonesia memasukkan penyakit jantung koroner sebagai
penyebab utama kematian di Indonesia, sedangkan stroke berada diurutan kelima.
Prevalensi (angka kejadian) stroke di Indonesia berdasarkan riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau
0,8 persen dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau
250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada
2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Data
riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
sebesar 1.5 % dimana jumlahnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur
dimana kelompok tertinggi adalah yang berusia 65-74 tahun (Arsana, dkk., 2015).

2.4. Patofisiologi
Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat diangkut
dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu
dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Skema lipoprotein
menunjukkan bahwa pada inti terdapat inti ester kolesterol dan trigliserida,
dikelilingi oleh fosfolipid kolesterol non-ester dan apolipoprotein. Zat-zat tersebut
beredar dalam darah sebagai lipoprotein larut plasma.

Lipoprotein bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju


tempat penggunaannya. Apolipoprotein berfungsi untuk mempertahankan struktur
lipoprotein dan mengarahkan metabolisme lipid tersebut. Diagnosis
hiperlipidemia aterogenik yang tepat membutuhkan penentuan abnormalitas
lipoprotein yang spesifik dan pengobatan diarahkan untuk memperbaiki kelainan
lipoprotein bukan hanya menurunkan kadar kolesterol total dan trigeliserida
plasma saja.
JALUR EKSOGEN. Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan
dalam usus dikemas sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam
saluran limfe lalu kedalam darah via duktus torasikus. Didalam jaringan lemak,
trigeliserida dalam kilomikron mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang
terdapat pada permukaan sel endotel. Akibat hidrolisis ini maka akan terbentuk
asam lemak dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas akan menembus endotel
dan masuk ke dalam jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida
kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi).
Kilomikron remnan adalah kilomikron yang telah dihilangkan sebagian
besar trigliseridanya sehingga ukurannya mengecil tetapi jumlah ester kolesterol
tetap. Kilomikron remnan ini akan dibersihkan oleh hati dari sirkulasi dengan
mekanisme endositosis oleh lisosom. Hasil metabolisme ini berupa kolesterol
bebas yang akan digunakan untuk sintesis berbagai struktur, disimpan dalam hati
sebagai kolesterol ester lagi atau diekskresi ke dalam empedu (sebagai kolesterol
atau asam empedu) atau diubah menjadi lipoprotein endotel yang dikeluarkan ke
dalam plasma. Kolesterol juga dapat disintesis oleh asetat dibawah pengaruh
enzim HMG CoA reduktese yang menjadi aktif jika terdapat kekurangan
kolesterol endotel. Asupan kolesterol dari darah juga diatur oleh jumlah reseptor
LDL yang terdapat pada permukaan sel hati.
JALUR EKSOGEN. Trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati
diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL kaya trigliserida dan mengalami
hidrolisi dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis
kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu IDL dan LDL.LDL
merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol yang paling banyak (60-
70%). LDL mengalami katabolisme melalui reseptor seperti diatas dan jalur non
reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol
endogen. Pasien hiperkolesterolemia familial hetrizigit mempunyai kira-kira 50%
reseptor LDL yang difungsional. Pada pasien ini katabolisme LDL oleh hati dan
jaringan perifer berkurang sehingga kadar kolesterol plasmanya meningkat.
Peningkatan kadar kolesterol sebagian didalurkan ke dalam makrofag yang akan
membentuk sel busa yang berperan dalam terjadinya ateroskelerosis prematur.
Peningkatan trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol total dalam darah
berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung koroner (PJK). Kelainan
patologi pada hiperlipidemia terutama diakibatkan oleh lesi aterosklerosis,
disfungsi endothelium, respon inflamasi, faktor genetik, dan pengikatan LDL
secara normal.
1. Lesi aterosklerosis
Lesi aterosklerosis diduga berkembang dari transport dan retensi LDL plasma
melalui lapisan sel endothelial ke dalam matriks ekstraselular daerah
subendotelial. Pada dinding arteri, LDL dimodifikasi secara kimia melalui
proses oksidasi dan glikasi nonenzimatik. Perlahan-lahan LDL teroksidasi
menarik monosit ke dalam dinding arteri. Monosit-monosit ini akan berubah
menjadi makrofag yang mempercepat oksidasi LDL.
2. Disfungsi endotelium
Hipotesis respon terhadap luka menyatakan bahwa factor resiko seperti LDL
teroksidasi, luka mekanis terhadap endothelium, peningkatan homosistein,
serangan fungsi imunologi, atau induksi infeksi yang menginduksi perubahan
dalam endothelial dan fungsi intima membawa kepada disfungsi endothelium
dan serangkaian interaksi seluler yang lama kelamaan memuncak menjadi
aterosklerosis. Gejala klinis yang dapat muncul adalah angina, infark miokard,
aritmia, stroke, penyakit arteri perifer, aneurisme pada aorta serta abdomen
dan kematian mendadak.
2. Respon inflamasi
LDL teroksidasi mempengaruhi respon inflamasi yang dimediasi oleh
beberapa zat kimia penarik dan sitokin, misalnya Monosite Colony Stimulating
Factor (MCSF), melekul adhesi intraselular, Platelet Degeneration Growth
Factor (PDGF), Transformation Growth Factor (TGF), IL-1, dan IL-6. Luka
yang berulang dan perbaikan plak aterosklerosis akhirnya akan mengarah
kepada perlindungan fibrous cap yang didasari oleh inti lipid, kolagen,
kalsium, dan sel inflamatori seperti limfosit T. Pemeliharaan fibrous plaque
sangat penting untuk mencegah hancurnya plak dan diikuti oleh trombosit
koronari.
3. Faktor genetik
Kerusakan primer pada hiperkolesterol familial adalah ketidak mampuan
pengikatan LDL terhadap reseptor LDL (LDL-R) atau kerusakan pencernaan
kompleks LDL-R ke dalam sel setelah pengikatan normal. Hal ini mengarah
pada kurangnya degradasi LDL oleh sel dan tidak teraturnya biosintesis
kolesterol, dengan jumlah kolesterol total dan LDL tidak seimbang dengan
berkurangnya reseptor LDL.
Klasifikasi Kolesterol Total, LDL, HDL, dan Trigliserida

Klasifikasi Kadar Keterangan


<200 mg/dL Normal
Kolesterol Total 200-239 mg/dL Cukup Tinngi
≥ 240 mg/dL Tinggi
< 100 mg/dL Optimal
100-129 mg/dL Diatas optimal
Kolesterol LDL 130-159 mg/dL Cukup Tinggi
160-189 mg/dL Tinggi
≥ 190 mg/dL Sangat Tinggi
< 40 mg/dL Rendah
Koleterol HDL
≥ 60 mg/dL Tinggi
< 150 mg/dL Normal
150-199 mg/dL Cukup Tinggi
Kolesterol Trigliserida
200-499 mg/dL Tinggi
≥ 500 mg/dL Sangat Tinggi

2.5. Faktor Resiko


1. Genetik.
Hiperlipidemia familial adalah suatu kelainan gen yang berperan pada
metabolisme lemak yang menyebabkan penderita memiliki kadar lemak yang
tinggi dan bervariasi sesuai jenis kelainan genetik.
2. Usia.
Usia mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan kadar
kolesterol dalam tubuh. Semakin bertambahnya usia, metabolisme dalam
tubuh semakin berkurang termasuk efektivitas dalam metabolisme lemak.
3. Jenis kelamin.
Hormon estrogen pada wanita bermanfaat untuk memberi perlindungan
terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler. Wanita dan pria berisiko sama
mengalami aterosklerosis setelah wanita tersebut mengalami menopause.
4. Diet. (asupan karbohidrat, lemak, kolesterol, serat)
Energi yang diperlukan untuk aktivitas fisik dan metabolisme basal sangat
dipengaruhi oleh sekresi LVDL dari hati. Diet kolesterol yang kurang dari 200
mg/ hari untuk individu normal dan diet rendah lemak jenuh sebanyak 8% dari
total kalori diet bisa mengurangi 10-15% kadar kolesterol dalam serum.
Konsumsi bahan makanan tinggi karbohidrat dapat menyebabkan
hipertrigliseridemia yang akan muncul dalam 48-72 jam setelah diet diberikan.
Konsumsi diet tinggi serat dapat bermanfaat baik untuk menurunkan
kolesterol dalam darah.
5. Obesitas.
Kadar lemak yang tinggi dalam darah dapat ditemukan pada individu dengan
obesitas terutama pada obesitas sentral. Menurut penelitian, kadar kolesterol
LDL yang lebih tinggi juga dapat ditemukan pada individu yang berat
badannya lebih dari normal (BMI > 27 kg/m)
6. Aktifitas fisik.
Aktivitas fisik merupakan gerakan otot rangka tubuh yang memerlukan energi
untuk melakukannya. Aktifitas fisik yang kurang menyebabkan penurunan
kolesterol HDL, peningkatan kolesterol LDL, peningkatan tekanan darah, dan
penurunan sensitivitas insulin yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit kardiovaskuler.
7. Merokok, alkohol, stres, dan obat- obatan.
Frammingham Heart Study menyatakan bahwa jumlah rokok yang dihisap per
hari berhubungan erat dengan kadar kolesterol HDL yang rendah. Kadar
kolesterol ditemukan berbanding lurus dengan tingkat stres seseorang..
Metabolisme lemak juga dipengaruhi oleh konsumsi alkohol dan penggunaan
obat–obatan seperti obat antihipertensi dan kontrasepsi
8. Penyakit
Penelitian mengungkapkan bahwa ada suatu keabnormalan profil lipid pada
individu yang memiliki penyakit metabolik seperti diabetes mellitus,
hipotiroid, penyakit ginjal dan aterosklerosis.
2.6. Diagnosa
Diagnosa
Hiperlipidemia umumnya tidak memiliki gejala. Skrining dilakukan dengan tes
darah sederhana untuk mengukur kadar kolesterol dan trigliserida. Berdasarkan
National Cholestrol Education Program Guidelines, orang dewasa yang sehat
harus disaring setiap lima tahun sekali dimulai pada usia 20. Jika memiliki
riwayat keluarga dengan kolesterol tinggi atau faktor risiko lain mungkin perlu
skrining lebih awal atau skrining lebih sering.
Diagnosa Non Laboratorium :
1. Anamnese
Evaluasi riwayat hidup pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan status
menstrual dan jika wanita diperhatikan status menstrual dan estrogennya.
Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien
dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh
keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena
pasien dianggap mampu tanya jawab
b. Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau
dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang
mengetahui tentang pasien. Allo-anamnesa dilakukan karena:
 Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan
pendapat terhadap apa yang dirasakan)
 Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
 Pasien tidak dapat berkomunikasi
 Pasien dalam keadaan gangguan jiwa
2. Pemeriksaan Fisik
Riwayat hidup lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan :
a. Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung atau menjelaskan
penyakit jantung dalam perseorangan.
b. Sejarah keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid.
c. Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia, termasuk pengobatan
bersamaan.
d. Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pakreatitis,
penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme
aortik abdominal, atau penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aortik
abdominal, atau penyakit pembuluh darah otak (bruits karotid, stroke,
serangan iskemik, transient).

Diagnosa Laboratorium
Jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis hiperlipidemia adalah :
a. Kolesterol total
b. Kolesterol HDL
c. Kolesterol LDL-Direct,
d. Trigliserida
e. Apolipoprotein B
f. Lipoprotein (a)
Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada semua orang dewasa berumur lebih
dari 45 tahun. Pemeriksaan penyaring meliputi kadar kolesterol total dan
trigliserida. Bila hasilnya normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulang setiap lima
tahun. Bila hasilnya abnormal diperlukan pemeriksaan profil lipid lengkap yang
meliputi kolesterol Total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida serta kadar glukosa
darah. Pemeriksaan profil lengkap harus dijalankan sedini mungkin pada mereka
yang beresiko tinggi terkena atherosclerosis.
Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Profil
lipoprotein puasa termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida
seharusnya diukur pada semua orang dewasa berumur 20 tahun atau lebih,
setidaknya setiap 5 tahun sekali.
Beberapa persyaratan untuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari waktu ke
waktu (pada pengobatan):
a. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida, sebaiknya
penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam. Hal ini dikarenakan
trigliserida dapat meningkat pada seseorang yang tidak puasa.
b. Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya tidak makan obat yang
mempengaruhi kadar lipid.
c. Tidak ada perubahan berat badan.
d. Sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark miokard
atau operasi
e. Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka digunakan
antikoagulan EDTA.
f. Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali, 1 sampai 8 minggu secara
terpisah, dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan
tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman
sehingga didapatkan data dasar yang akurat. Jika kolesterol total lebih
besar dari 200 mg/dl, pemeriksaan kedua dianjurkan untuk dilakukan.
g. Jika pemeriksaan fisik dan evaluasi riwayat hidup tidak cukup untuk
mendiagnosis penyakit familial, maka dilakukan uji elektroforesis
lipoprotein gel-agarosa yang berguna untuk menentukan tipe mana yang
mempengaruhi lipoprotein.
h. Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan kurang atau hilangnya
aktivitas enzim pada plasma normal manusia atau apolipoprotein C-II
yang merupakan kofaktor enzim.
i. Kelainan metabolisme lemak sebenarnya merupakan hasil interaksi
berbagai/ banyak faktor, dan memerlukan beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium lainnya untuk melengkapi yaitu Small Dense LDL,
Lipoproteinn A (Lpa), Apolipoprotein A1, Apolipoprotein A2,
Apolipoprotein B
Tes diagnostik lain, meliputi : Lipoprotein (a), homosistein, serum amiloid a,
dan LDL tebal/padat (pola B). Berbagai skrining tes untuk manifestasi dari
penyakit pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan lengan, latihan pengujian,
Magnetis Resonansi Imaging) dan diabetes (glukosa puasa, uji toleransi glukosa
oral).
2.7. Terapi Hiperlipidemia
2.7.1. Terapi Farmakologi
Tabel 1.1 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein

Obat Mekanisme Kerja Efek terhadap Efek terhadap


Lemak Lipoprotein
↑ katabolisme LDL
Kolestiramin,
↓ Absorpsi ↓ LDL
kolestipol, dan ↓ kolesterol
kolesterol ↑ VLDL
kolesevelam

↓ Sintesis LDL dan ↓ trigliserida ↓ VLDL, ↓ LDL,


Niasin
VLDL dan kolesterol ↑ HDL
↑ Klirens VLDL
Gemfibrozil, ↓ trigliserida ↓ VLDL, ↓ LDL,
↓ Sintesis VLDL
fenofibrat dan kolesterol ↑ HDL

Lovastatin,
pravastatin, ↑ Katabolisme
simvastatin, LDL
↓ kolesterol ↓ LDL
fluvastatin, ↓ Sintesis LDL
atorvastatin,
rovusastatin
Menghambat
absorpsi kolesterol
Ezetimib ↓ kolesterol ↓ LDL
membatasi saluran
cerna

Efek terapi obat terhadap lipid dan lipoprotein ditunjukkan dalam tabel
1.1. Obat yang direkomendasikan untuk fenotip lipoprotein terpilih diberikan
dalam tabel 1.2. Produk yang tersedia dan dosisnya disediakan dalam tabel 1.3.
Tabel 1.2 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan

Tipe
Pilihan Obat Terapi Kombinasi
Lipoprotein
I Tidak diindikasikan -
Niasin atau BAR
Statin
Statin atau niasin
IIa Kolestiramin atau Kolestipol
Statin atau BAR
Nicain
Ezetimib
BAR atau fibrat atau niasin
Statin
Statin atau niasin atau BARa
IIb Fibrat
Statin atau fibrat
Niasin
Ezetimib
Statin atau niasin
Fibrat
III Statin atau fibrat
Niasin
Ezetimib
Fibrat Niasin
IV
Niasin Fibrat
Fibrat Niasin
V
Niasin Minyak ikan
BAR, bile acid resins (resin pengikat asam empedu), termasuk gemfibrozil atau
fenofibrat

a
BAR tidak digunakan untuk terapi pertama jika trigliserida meningkat pada nilai
awalnya, karena hipertrigliserida dapat diperburuk oleh BAR tunggal.

RESIN ASAM EMPEDU (KOLESTIRAMIN, KOLESTIPOL)

Kerja utama dari resin asam empedu adalah mengikat asam empedu dalam lumen
saluran cerna, dengan gangguan stimulasi terhadap sirkulasi enterohepatik asam
empedu, yang menurunkan penyimpanan asam empedu dan merangsang hepatik
sintesis asam empedu dari kolesterol. Kurangnya penyimpanan kolesterol hepatik
menghasilkan peningkatan biosintesis kolesterol dan sejumlah reseptor LDL pada
membran hepatosit, yang stimulasi peningkatan kecepatan katabolisme dari
plasma dan penurunan kadar LDL. Peningkatan biosintesis hepatik kolesterol juga
berhubungan dengan peningkatan produksi VLDL hepatik dan akibatnya resin
asam empedu akan mengganggu hipertrigliseridemia pada pasien dengan
kombinasi hiperlipidemia.

Resin asam empedu digunakan dalam pengobatan hiperkolesterolemia primer


(hiperkolesterolemia familial, familial dikombinasikan dengan hiperlipidemia,
tipe IIa hiperlipoproteinemia), juga digunakan untuk detoksifikasi keracunan
digitalis.

Keluhan gastrointestinal seperti konstipasi, mulas, penuhnya epigastrik, mual, dan


kembung biasa dilaporkan. Efek samping ini dapat diatur dengan peningkatan
asupan cairan, perubahan makan untuk meningkatkan pengeluaran.

Tekstur kasar dan meruah dapat diminimalisasi dengan mencampurkan serbuk


dengan jus jeruk. Kolestipol memiliki rasa yang lebih enak daripada kolestiramin
karena tidak berbau dan berasa. Sediaan tablet dapat meningkatkan kenyamanan
dalam terapi ini.

Efek samping lain yang berpotensi timbul adalah awalnya kenaikan konsentrasi
AP (alkalifosfatase) dan transaminase, gangguan absorpsi vitamin larut lemak,
yaitu vitamin A, D, E, dan K; hipernatremia dan hiperkloremia; gangguan
gastrointestinal; dan reduksi bioavabilitas obat jenis asam termasuk warfarin,
asam nikotinat, tiroksin, asetaminofen, hidrokortison, hidroklortiazid, loperamid,
dan zat besi. Interaksi obat bisa dihindari dengan perubahan waktu obat dengan
jarak 6 jam atau lebih di antara resin asam empedu dan obat lain.

Farmakokinetik

Resin asam empedu Absorpsi Eliminasi


Kolestiramin Tidak diabsorpsi
Fekal
Kolestipol Tidak diabsorpsi
NIASIN

Niasin (asam nikotinat) mengurangi sintesis hepatik VLDL, yang akan mengarah
pada pengurangan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL dengan
mengurangi katabolismenya. Prinsip dalam penggunaan niasin adalah untuk
hiperlipidemia campuran atau agen sekunder dalam terapi kombinasi untuk
hiperkolesterolemia. Obat ini merupakan agen primer atau alternatif untuk
pengobatan hipertrigliserdemia dan dislipidemia diabetik.

Niasin memiliki banyak reaksi efek samping, sebagian besar gejala dan
ketidaknormalan biokimia tampak tidak meminta terapi diteruskan.

Kemerahan pada kulit dan gatal tampak karena mediasi prostaglandin dan dapat
dikurangi dengan menggunakan aspirin 325 mg sebelum konsumsi niasin.
Konsumsi niasin dengan makanan dan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan
akan meminimalisir efek-efek ini. ketergantungan alkohol dan minuman panas
dapat memperbesar efek kemerahan dan pruritus dari niasin, dan keduanya harus
dihindari pada pencernaan obat. Gangguan gastrointestinal juga merupakan
masalah yang biasa.

Abnormalitas laboratorium penting yang berpotensial terjadi pada terapi niasin


adalah peningkatan uji fungsi hati, hiperurikemia, dan hiperglisemia. Niasin yang
berhubungan dengan hepatitis lebih biasa terjadi pada sediaan lepas lambat, dan
penggunaannya harus ditujukan pada pasien yang tidak dapat menerima sediaan
lepas regular. Niasin dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit hati yang
aktif, serta dapat memperburuk gout dan diabetes yang telah ada.

Nikotinamida seharusnya tidak digunakan dalam pengobatan hiperlipidemia


karena tidak efektif menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida.
Tabel 1.3 Perbandingan Obat yang digunakan pada Pengobatan Hiperlipidemia

Dosis
Dosis Harian
Obat Dosis Sediaan Harian
Biasa
Maks
Serbuk meruah/4-g
Kolestiramin 8 g t.i.d 32 g
pak
Kolestiramin 4 g resin tiap bar
Serbuk meruah/5-g
Kolestipol HCl 10 g t.i.d 30 g
pak
Kolesevelam Tablet 625 mg 1875 mg t.i.d 4375 mg
Tablet 50-, 100-,
Niasin 250-, dan 500- mg; 2 g t.i.d 9g
kapsul 125-, 250-
Niasin lepas lambat dan 500-mg 500 mg 2000 mg
Tablet 500-, 750-, 1000 mg/
Niasin lepas lambat 500 mg/20 mg
dan 20 mg
1000-mg
Tablet
Lovastatin 54 mg atau 67 mg 201 mg
niasin/lovastatin
500-mg/20-mg
Tablet
Fenofibrat niasin/lovastatin 600 mg b.i.d 1,5 mg
750-mg/20-mg
Tablet
Gemfibrozil 20-40 mg 80 mg
niasin/lovastatin
Lovastatin 1000-mg/20-mg 10-20 mg 40 mg
Kapsul 67-, 134-,
Pravastatin 10-20 mg 80 mg
dan 200-
mg (mikronisasi);
Simvastatin 10 mg 80 mg
tablet 54-
Atorvastatin dan 160-mg 5 mg 40 mg
Dosis
Dosis Harian
Obat Dosis Sediaan Harian
Biasa
Maks
Rosuvastatin Kapsul 300-mg 10 mg 10 mg

Tablet 20- dan 40-


Ezemtimib
mg

Tablet 10- dan 20-


mg
Tablet 5-, 10-, 20-,
40-, dan 80-mg Simvastatin/
Simvastatin/
Tablet 10-mg ezetimib
ezetimib
Tablet 5- dan 10-mg 40 mg/10
20 mg/10 mg
Simvastatin/ezetimib Tablet 10-mg mg
Simvastatin/ezetimib
10 mg/10 mg
Simvastatin/ezetimib
20 mg/10 mg
Simvastatin/ezetimib
40 mg/10 mg

INHIBITOR HMG CoA REDUKTASE (ATORVASTATIN,


FLUVASTATIN, LOVASTATIN, PRAVASTATIN, ROSUVASTATIN,
SIMVASTATIN)

Statin menghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A(HMG-CoA) reduktase,


mengganggu konversi HMG CoA reduktase menjadi mevalonat, tahap yang
menentukan dalam biosintesis kolesterol de-novo. Pengurangan sintesis LDL dan
peningkatan katabolisme LDL dimediasi melalui reseptor LDL menjadi prinsip
kerja untuk efek penurunan lipid.

Ketika digunakan sebagai terapi tunggal, statin merupakan agen penurun


kolesterol total dan LDL yang paling poten dan ditoleransi paling baik. Kolesterol
total dan LDL direduksi hingga 30% atau lebih dalam dosis yang berhubungan
dengan penggunaan ketika ditambahkan terapi makanan.

Kombinasi terapi statin dengan resin asam empedu logis, secara terjadinya
peningkatan beberapa reseptor LDL, mengarah kepada degradasi besar-besaran
kolesterol LDL, sintesis intraseluler kolesterol dihambat, dan penggunaan ulang
asam empedu terinterupsi.

Kombinasi terapi statin dengan ezetimib juga logis, karena ezetimib menghambat
absorpsi kolesterol melalui batas usus dan reduksi bertambah 12-20% ketika
dikombinasikan dengan statin atau obat lain. Konstipasi terjadi dalam kurang dari
10% pasien yang konsumsi statin. Efek samping lain termasuk peningkatan kadar
aminotransferase dalam serum (terutama alanin aminotransferase), peningkatan
kadar kreatinin kinase, miopati, dan jarang rabdomiolisis.

Farmakokinetik

Ikatan
Absorpsi
Statin protein t½ Eliminasi
oral
plasma
Lovastatin 25% 95% 1,5 jam Fekal (renal)
Pravastatin 1,5-2 jam
1,9 jam
Simvastatin
(metabolit)

ASAM FIBRAT (GEMFIBROZIL, FENOFIBRAT, KLOFIBRAT)

Terapi tunggal efektif dalam penurunan VLDL, tetapi akibatnya terjadi


peningkatan LDL dan kadar kolesterol total akan cenderung berubah.

Gemfibrozil mengurangi sintesis VLDL dan khususnya apolipoprotein B yang


berkelanjutan dengan meningkatnya kecepatan pemindahan lipoprotein kaya
trigliserida dari plasma. Klofibrat kurang efektif dibandingkan gemfibrozil atau
niasin dalam penurunan produksi VLDL.

Keluhan gastrointestinal terjadi dalam 3-5% pasien, kemerahan pada kulit (rash)
2%, pusing 2,4%, dan peningkatan sementara kadar transaminase dan alkalin
fosfatase dalam 4,5% dan 1,3%, klofibrat dan jarang biasanya, gemfibrozil dapat
menginduksi pembentukan batu empedu.

Gejala myositis seperti mialgia, lemah, kekakuan, malaise, dan peningkatan


kreatinin kinase dan aminotransferase aspartat dapat terjadi dan lebih sering pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Fibrat berpotensi member efek terhadap antikoagulan oral, dan the international
normalized ratio (NRI) harus dipantau sangat teliti pada kombinasi ini.

Farmakokinetik

Absorpsi Ikatan protein


t½ Eliminasi
oral plasma
Asam klofibrat 94% 1,5 jam
100% Renal (fekal)
Bezofibrat 95% 2,1 jam
Etofibrat 95% 5,5 jam Biliar (renal)
Asam nikotinat 100% 45 menit renal

Asam klorfibrat atau derivatnya menyebabkan penurunan kadar darah lipoprotein


yang kaya trigliserid lebih banyak (25-50%) daripada kolesterol (kl 10%).
Etofibrat mengalami reabsorbsi hingga 60%. Asam nikotinat atau derivatnya :
penurunan kadar darah tergantung dosis, yaitu sekitar 12-15%

Efek samping

 Asam klorfibrat atau derivatnya: keluhan abdominal ringan, ruam kulit,


kecenderungan terbentuknya batu empedu (kolesterol), miositis toksik,
kenaikan konsentrasi AP (alkalifosfatase) dan transaminase
 Asam nikotinat atau derivatnya: flush, pruritus, keluhan abdominal,
kenaikan asam urat, penurunan toleransi glukosa pada terapi jangka
panjang

Kontraindikasi

 Kehamilan, masa menyusui


 Asam klofibrat atau derivatnya: penyakit hati, insufisiensi ginjal;
pengobatan pada waktu yang sama dengan: perheksilinhidrogenmaleat,
penghambat MAO, penghambat HMG-CoA-reduktase; relatif: penyakit
kandung empedu, hipalbuminemia, anak-anak
 Asam nikotinat atau derivatnya: insufisiensi kardiovaskuler akut

EZETIMIB
Ezetimib mengganggu absorpsi kolesterol dari membrane fili saluran cerna (brush
border), mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan baik untuk terapi
tambahan (adjunctive). Obat ini dapat digunakan baik dalam terapi tunggal atau
digunakan dengan statin. Dosisnya 10 mg per hari, diberikan dengan atau tanpa
makanan. Ketika digunakan tunggal, obat ini menurunkan lebih kurang 18%
kolesterol LDL. Ketika ditambahkan statin, ezetimib menurunkan LDL dengan
penambahan sekitar 12-20%. Produk yang dikombinasikan (Vytorin) mengandung
ezetimib 10 mg dan simvastatin 10, 20, 40, atau 80 mg tersedia. Ezetimib dapat
diterima dengan baik; sekitar 4% pasien mengalami keluhan g.i, karena hasil
kadiovaskuler belum dievaluasi, obat ini dapat diberikan lagi untuk pasien tidak
dapat menerima terapi statin atau pasien yang tidak mencapai penurunan lipid
yang diharapkan pada penggunaan statin tunggal.

SUPLEMENTASI MINYAK IKAN

Makanan tinggi omega-3 asam lemak rantai panjang tidak jenuh (dari minyak
ikan), lebih dikenal dengan asam eikosapentanoat (EPA), mengurangi kolesterol,
trigliserid, LDL, VLDL, dan dapat meningkatkan kolesterol HDL. Pasien yang
diobati untuk gangguan sekunder, gejala penyakit jantung aterosklerosis, seperti
angina atau iskemia yang menyebabkan nyeri seperti kram, dapat meningkat dari
bulan ke tahun.

EVALUASI KEBERHASILAN TERAPI

Evaluasi jangka pendek pada terapi hiperlipidemia didasarkan pada respon


terhadap diet dan terapi obat yang didapat dengan melakukan pengukuran total
kolestreol, LDL, HDL, dan trigliserida. Banyak pasien yang diterapi akibat
hiperlipidemia primer tidak memiliki gejala atau manifestasi klinik dari gangguan
lipid secara genetik (seperti xanthomas) sehingga pemantauan laboratorium
diperlukan. Pada pasien yang diterapi untuk intervensi sekunder, gejala penyakit
jantung aterosklerosis, seperti angina, dapat membaik dalam bulanan atau
tahunan. Xanthomas atau manifestasi eksternal dari hiperlipidemia dapat menurun
akibat terapi.

Perhitungan lipid seharusnya dilakukan dalam waktu puasa untuk meminimalisasi


gangguan pengukuran dari kilomikron. Pemantauan dibutuhkan selama beberapa
bulan pemberian obat. Jika kondisi pasien telah stabil, pemantauan dalam waktu 6
bulan sampai 1 tahun sudah cukup. Pasien dengan terapi resin asam empedu
sebaiknya melakukan pengecekan puasa selama 4-8 minggu sampai dosis stabil
tercapai, trigliserid sebaiknya diperiksa pada dosis stabil tersebut utnuk
memastikan bahwa tidak terjadi peningkatan trigliserid. Niasin membutuhkan uji
awal fungsi hati (alanin aminotransferase), asam urat, dan glukosa. Uji ulang
sebaiknya dilakukan pada dosis 1000-1500 mg per hari. Gejala miopati atau
diabetes sebaiknya dicari penyebabnya dan mungkin memerlukan penetapan
kreatinin kinase dan glukosa. Pasien dengan diabetes membutuhkan pemantauan
lebih sering.

Pasien yang mendapatkan statin sebaiknya melakukan pengecekan puasa 4-8


minggu setelah dosis awal atau perubahan dosis. Tes fungsi hati seharusnya
didapatkan pada tahap awal dan secara rutin setelahnya berdasarkan paket
informasi yang masuk. Para ahli percaya bahwa pemantauan untuk hepatotoksik
dan miopati dapat dipicu oleh gejala-gejala tersebut. Pasien dengan faktor resiko
beragam dan penyakit jantung koroner sebaiknya dipantau dan dievaluasi untuk
kemajuan dalam pengaturan faktor resikonya seperti kontrol tekanan darah,
berhenti total merokok, kontrol terhadap olahraga dan berat badan, dan kontrol
glikemik (jika diabetes). Evaluasi dan terapi diet dengan jadwal diet metoda re-
call servey instruments memungkinkan untuk dilakukan pengumpulan informasi
tentang makanan dalam pola sistemik dan dapat meningkatkan ketaatan pasien
terhadap diet yang direkomendasikan.

2.8. Interaksi Obat

Anti
Obat lain Efek Penanganan
hyperlipidemia

Penggunaan
Meningkatkan efek gemfibrozil dgn
Antidiabetes
antidiabetes repaglinid dikontra

Derivat asam indikasi

fibrat Terjadi peningkatan Dibutuhkan


Antikoagulan
insiden pendarahan, penurunan dosis
(warfarin & hematuria dan antikoagulan 20-50%
accenocumarol) hematoma 20-100% serta monitor INR

Kombinasi
dikontraindikasikan
pada kondisi
gangguan fungsi
Terjadi peningkatan ginjal dan hipotiroid
Derivat asam insiden toksisitas otot dan sebaiknya
Statin
fibrat (rhabdomyolisis dan kombinasi dihindari.
myopati)
Dosis maksimum
kombinasi
rosuvastatin dengan
gemfibrozil 10 mg
Efek antikoagulan
Antikoagulan
meningkat
Niasin
Fibrat, statin, Peningkatan resiko
eritromisin, miopati atau Kontra indikasi
imunosupresan. rhabdomiolisis

Antidepresan
Pemberiannya 1 jam
trisiklik,
Kolestiramin & Absorbsi obat sebelum atau 4-6 jam
AntikoagulanMetotre
kolestipol menurun sesudah penggunaan
ksat, glikosida
resin
digitalis dll.

Efek antikoagulan
Antikoagulan
meningkat

Fibrat, asam Peningkatan resiko


nikotinat, eritromisin, miopati atau Kontra indikasi
imunosupresan rhabdomiolisis

beberapa bukti
melapor jika terjadi
menyebutkan bahwa
gejala miopati dan
Ezetimibe penggunaan bersama
kemungkinan
dapat meningkatkan
Statin rabdomiolisis
resiko miopati.

penurunan
bioavailabilitas
Antasida
statin
Interval pemberian: 2
dapat mengganggu
jam
penyerapan,obat
Cefadroxil
dalam usus
Interval pemberian 2
jam
(Baxter keren, dkk.
2008)
2.9. Studi Kasus
2.9.1. Studi Kasus 1

Kasus : Seorang pasien pria dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 87
kg,mempunyai kebiasaan merokok 1 pak sehari, tidak pernah berolahraga dan
mempunyai riwayat keluarga, yakni kakak pertama menderita hipertensi, kakak
kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena myocardial infarction.
Data yang lain yaitu pasien tersebut mempunyai tekanan darah 140/80 mmHg,
random blood glucose level 5 mmol/L, dan hasil pemeriksaan lipid puasa : total
kolesterol : 6,7 mmol/L ; LDL-cholesterol : 3,6 mmol/L ; HDL-cholesterol : 1,2
mmol/L ; Trigliserida: 1,8 mmol/L.

Metode SOAP
1. Subyektif
Seorang pasien pria mempunyai kebiasaan merokok 1 pak sehari, tidak pernah
berolahraga dan mempunyai riwayat keluarga, yakni kakak pertama menderita
hipertensi, kakak kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena
myocardial infarction.
2. Obyektif
 Tanda fisik : tinggi badan 165 cm dan berat badan 87 kg, sehingga dapat
ditentukan indeks massa tubuhnya ( BMI = body mass inde ). Persamaan yang
sering digunakan untuk menghitung BMI adalah :
BMI = berat badan dalam kg / ( tinggi badan dalam meter )2
Survey Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional menetukan bahwa pria dengan
BMI 27,8 atau lebih dianggap sebagai kelebihan berat badan dan mereka dengan
BM 31,1 atau lebih dianggap sebagai kelebihan berat badan yang sangat.
( Moore, 1997 )
BMI pasien = 87 kg / 1,65 m
= 52,72 kg/m
Jadi, pasien tersebut dapat dikatakan memiliki kelebihan berat badan.

 Tanda vital
Tekanan darah = 140/80 mmHg
Klasifikasi tekanaan darah orang dewasa
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Tahap 1 hipertensi 140-159 Atau 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥ 100
( ISO Farmakoterapi, 2008 )
Pasien termasuk dalam kategori prehipetensi.

 Data laboratorium
Hasil pemeriksaan lipid puasa
No Pemeriksaan lipid puasa Pasien (mmol/L) Normal (mmol/L)
1 total kolesterol 6,7 ≤5,18
2 LDL-cholesterol 3,6 <3,36
3 HDL-cholesterol 1,2 -
4 Trigliserida 1,8 <1,8
Jadi, terjadi peningkatan LDL-cholesterol dan LDL-cholesterol.
Konsentrasi VLDL =trigliserid /5
= 1,8/5= 0,36
Konsentrasi LDL = kolesterol total –(VLDL +HDL )
= 6,7-( 0,36 + 1,2 )
= 5,14
random blood glucose level 5 mmol/L, pasien gula darahnya normal.

3. Assessment
Hiperlipidemia tipe 2b

4. Plan
a. Tujuan terapi
 Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama
atau berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia,
atau kejadian lain ada penyakit arterial perifer.
 Meningkatkan kualitas hidup pasien
b. Farmakoterapi
 Terapi non farmakologi, meliputi : diet, pengurangan berat dan peningkatan
aktivitas fisik.
Terapi diet yang objektif adalah dengan menurunkan langsung konsumsi
lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol untuk mendapatkan bobot badan yang
sesuai.
Meningkatkan konsumsi lemak tak jenuh dan serat larut dalam bentuk oat,
pectin, gum, dan psyllium.
Mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok.
 Terapi farmakologi
Efek terapi obat terhadap lipid dan protein ditunjukkan dalam table dibawah
ini :
Lipoprotein type Drug of choice Combination therapy
IIb Statins BAR or fibrates or niacin
Fibrates Statin or niacin or BAR a
Niacin Statin or fibrates ezetimibe
a
BARs are not used as first-line therapy if triglycerides are elevated at baseline
because hypertliglyceridemia may worsen with BARs alone.
BAR = bile acid resins ; fibrates include gemfibrozil or fenofibrate.

2.9.2. Studi Kasus 2


Seorang pria 42 tahun dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi
dirujuk ke klinik untuk assassment (penilaian) mixed hyperlipidemia yang
ditemukan dalam pemeriksaan rutinnya. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan
di klinik menunjukan hasil yang biasa. Pasien tidak memilikixanthomatous.
Riwayat keluarga ada yang menderita diabetes melitus tipe 2. Pengobatan saat ini
ramipril, glyburide, dan hydroclorthiazide. Hasil analisis sampel darah (puasa)
kolesterol total 356,34 mg/dL, total trigliserida 5927,4 mg/dL, HDL-c 23,4
mg/dL, TSH 0,94 mIU/L. Urea, kreatininm elektrolit, bilirubin, AST, ALT
normal. HbA1c 9,5%. Kemudian dokter meresepkan fenofibrate, metformin, dan
rosuvastatin termasuk ramipril, glyburide, dan hydroclorothiazide. Empat minggu
kemudian lipid profil pasien mengalami peningkatan. Hasil laboratorium
menunjukkan kadar kolesterol total 213,45 mg/dL, trigliserida 825,5 mg/dL,
HDL-c 37,05 mg/dL. Dengan terus dilakukan follow up, 3 bulan kemudian
kolesterol total 145,9 mg/dL, trigliserida 330,4 mg/dL, HDL-c 27,84 mg/dL.

Penyelesaian
A. Subjek
Pria berusia 55 tahun
1. Past Medical History
Diabetes melitus tipe 2
Hipertensi

2. Medication History (Dosis tidak dicantumkan di dalam jurnal


Ramipril
Glyburide
Hydrochlorothiazide

B. Objek
Data Laboratorium (Puasa)

Saat pertama Nilai uji Nilai normal


Kolestrol Total 536.34 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 5927.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 23.4 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
TSH 0.94 mIU/L 0.49 - 4.67 mIU/L
HbA1c 9.5% < 6,5%
Urea, kreatininm elektrolit,
bilirubin, AST, ALT normal
4 minggu kemudian
Kolestrol Total 213.45 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 825.5 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 37.05 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
3 minggu kemudian
Kolestrol Total 145.9 mg/dL, 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 330.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 27.84 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL

C. Assassment
Pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi.
Glyburide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk terapi diabetes pasien.
Ramipril dan hydroclorothiazide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk
terapi hipertensi pasien. Berdasarkan data diatas, kolesterol total dan trigliserida
pasien sangat tinggi sementara kadar HDL-c dibawah normal. Menurut NCEP
(National Cholestrol Education Program) kolesterol total normal < 200 mg/dL,
trigliserida normal < 150 mg/dL, dan HDL-c 35-93 mg/dL. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasien menderita hiperlipidemia (mixed hyperlipidemia).
Diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien merupakan salah satu penyebab
terjadinya hiperlipidemia sekunder karena kondisi tersebut dapat menyebabkan
meningkatnya level VLDL dan menurunkan HDL (Rader & Hobbs, 2012).
Menurut Koda-Kimble et al (2005), pemakaian obat hipertensi golongan tiazid
juga menyebabkan peningkatan kolestrol 5-7% dan peningkatan trigliserida 30-
50%. Sementara menurut Martin et al. 2009, pasien dengan kadar trigliserida >
2001,77 mg/dL semuanya hampir memiliki hiperlipidemia sekunder dan primer.
Dokter meresepkan fenofibrate (dosis tidak dicantumkan) untuk mengatasi
hiperlipidemia. Saat pemeriksaan HbA1c pasien sebesar 9,5% maka dokter
memberi metformin (dosis tidak dicantumkan) tambahan obat untuk diabetes
pasien. Rusovastatin (dosis tidak dicantumkan) untuk terapi mixed
hyperlipidemia.

D. Plan
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan
kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL-c, menormalkan
kadar gula darah dan tekanan darah tinggi serta mengurangi resiko pertama atu
berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, dan
kejadian lain pada penyakit arterial (karotid stenosis atau aortik abdominal)
Terapi hiperlipidemia
Fenofibrate
Dosis inisial yang biasa digunakan dalam terapi mixed hyperlipidemia yaitu
sebesar 300 mg per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 400 mg perhari. Dosis
pemeliharan 200 mg per hari. Obat diminum setelah makan.
Rusovastatin
Dosis inisial yang biasa digunakan yaitu 20 mg per hari. Range dosis 5 – 40
mg per hari dan tidak lebih dari 40 mg perhari. Obat sebelum atau setelah
makan.

Terapi hipertensi
Ramipril
Dosis pemeliharaan yaitu 2,5-5 mg per hari diminum pagi sebelum atau setelah
makan.
Hidrochlortiazide
Dosis yang biasanya digunakan yaitu 12,5 mg per hari diminum pagi sebelum
atau setelah makan.

Terapi Diabetes melitus tipe 2


Glyburide
Dosis pemeliharaan yaitu 1,25 – 20 mg per hari diminum segera sebelum
makan.
Metformin
Dosis pemeliharan yaitu 500 mg 1 – 2 kali perhari diminum setelah makan.
BAB III
KESIMPULAN

Hiperlipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol, kolesterol


ester, fosfolipid, atau trigliserida. Hiperlipoproteinemia adalah meningkatnya
konsentrasi makromolekul lipoprotein yang membawa lipid dalam plasma.
Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk
(predisposition) terhadap koroner, sererbro vaskular, dan penyakit pembuluh
arteri perifer.

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2008 prevalensi global
hiperlipidemia meningkat pada orang dewasa yaitu 37% untuk pria dan 40%
untuk wanita. Secara global, rata-rata kolesterol total berubah sedikit antara tahun
1980 dan 2008, turun kurang dari 0,1 mmol/L per dekade pada pria dan wanita.
Factor resiko hyperlipidemia adalah genetic, usia, jenis kelamin, diet, obesitas,
aktifitas fisik, merokok dan penyakit bawaan.

Terapi untuk pasien hiperlipidemia dapat dilakukan dengan terapi farmakologis


dan non-farmakologis dengan tujuan terapi untuk mengembalikan kadar kolesterol
ke kadar normal.

Golongan obat yang digunakan dalam terapi farmakologi adalah golongan HMG
CoA reduktase inhibitor, asam nikotinat, fibrat dan derivat fibrat, resin pengikat
asam empedu, penghambat absorpsi kolesterol, dan suplemen minyak ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A., D. Subardja, R. Fadil, & D.S. Rustama,. 2003. Hiperlipidemia Familial
Homozigot dan Mikropenis pada Seorang Anak Balita mkb, Vol.35
No.1.

Arsana, P.M., R. Rosandi, A. Manaf, dkk., 2015, Panduan Pengelolaan


Dislipidemia di Indonesia 2015, Penerbit PB. Perkeni: Jakarta.

Dipiro, J.T.2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th ed..United


States of America: The McGraw-Hill Companies.

Erinda, R. (2009). Efek Minyak Atsiri dari Bawang Putih (Allium sativum)
terhadap Kadar Albumin Plasma pada Tikus yang Diberi Diet Kuning
Telur. Universitas Diponegoro: Bandung.

Gunawan, S, G, dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi V . Departemen


Kesehatan dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia :
Jakarta
Harini, M., & Astirin, O. P. 2009. Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Hiperkolesterolemik Setelah Perlakuan VCO, 6 (November),
55–62.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. edisi 8. buku 2. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
Kemenkes, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes: Jakarta.

Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis: Edisi 5. Penerbit Erlangga:


Jakarta. 46-47

Rahayu, T. (2005). Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus L)


Setelah Pemberian Cairan Kombucha Peroral. Jurnal Penelitian Sains
Dan Tekhnologi, 6, 85–100.
Resy Rosalina. (2009). Efek Rumput Laut Eucheuma sp. Terhadap Kadar Glukosa
Darah dan Jumlah Monosit Pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan.
Universitas Diponegoro: Bandung.

Sukandar, E.Y., R. Andrajati, J.I. Sigit, dkk., 2013, ISO Farmakoterapi: Buku 1,
Penerbit PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.

Suyatna, F.D. 2007. Hipolipidemik. Dalam: S.G. Gunawan, R. Setiabudy,


Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 373-388.

Syarif, A., P. Ascobat, R. Setiabudy, 2009, Farmakologi dan Terapi: Edisi 5.


Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

World Health Organization, 2011, Raised Cholesterol,


www.who.int/gho/ncd/risk_factor/cholesterol_text/en/ Diakses tanggal
28 Oktober 2017, Pukul 4.53 WIB.

Anda mungkin juga menyukai