HIPERLIPIDEMIA
Disusun oleh :
Kelompok 5A
1. Raditya Pramayudha, S.Farm. NIM. 3351171019
2. Titi Supriyanti, S.Farm. NIM. 3351171027
3. Rivald Handi Tarukbua, S.Farm. NIM. 3351171051
4. Ismayani, S.Farm. NIM. 3351171068
5. Gita Oxtaria, S.Farm. NIM. 3351171138
6. Fanny Agusty, S. Farm. NIM. 3351171161
7. Tyas Khaerunisa, S.Farm. NIM. 3351171184
8. Annisa Amalia Rizaldi, S.Farm. NIM. 3351171194
9. Sahatma Roni Sihombing, S.Farm. NIM. 3351171210
Alhamdulillahirrobil’alamin..
Segala puji serta syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan tema Hiperlipidemia. Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Farmakologi dan Terminologi Medik.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca serta menjadi salah satu amal ibadah bagi kami.
Kelompok 5A
BAB I
PENDAHULUAN
Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya kalori, yang berfungsi
sebagai sumber utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari
makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan disimpan di dalam
sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi
tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak
merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang membungkus
sel-sel saraf serta empedu (Suyatna, 2007).
Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan trigliserida.
Lemak tidak larut dalam cairan plasma, sehingga dia harus mengikat dirinya pada
protein tertentu agar dapat mengikuti aliran darah. Gabungan antara lemak dan
protein ini disebut lipoprotein. Kurang gerak, pola makan tinggi kalori, kaya
lemak dan karbohidrat, menyebabkan penumpukan kelebihan energi dari glukosa,
lemak dan protein yang tidak terpakai. Penimbunan lemak ini dapat menyebabkan
pembesaran jaringan adipose yang membuat seseorang menjadi gemuk terutama
pada bagian perut yang lambat laun nampak membuncit (Alam et al., 2003).
Hiperlipidemia adalah suatu keadaan patologis yang diakibatkan oleh
kelainan metabolisme lipid darah yang ditandai dengan meningkatnya kadar
kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL) serta penurunan
kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Erinda, 2009). Kondisi hiperlipidemia
merupakan salah satu faktor yang dapat memicu penebalan dinding pembuluh
darah sehingga mengakibatkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah
arteri yang disebut aterosklerosis (Rahayu, 2005). Aterosklerosis adalah
pengerasan arteri yang disebabkan akumulasi kolesterol dalam pembuluh darah
akibat tidak imbangnya influks- efluks kolesterol (Harini & Astirin, 2009).
Pada era globalisasi saat ini, bergesernya pola kehidupan di negara maju
maupun di negara berkembang akan berdampak terhadap pergeseran pola makan
serta kebiasaan seseorang. Perubahan ini akan membawa dampak meningkatnya
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi yang dapat
menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak dalam darah yang
berdampak terhadap meningkatnya keadaan hiperlipidemia, hiperkolesterolemia,
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain-lain sehingga menyebabkan
meningkatnya angka kematian (mortalitas) (Resy Rosalina, 2009).
Data dari badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke menduduki urutan nomer satu
dan dua sebagai penyebab kematian di dunia. Keduanya menyebabkan 14,1 juta
kematian diseluruh dunia pada tahun 2012. Jumlah ini meningkat dibandingkan
dengan data pada tahun 2000. Data dari kementerian kesehatan Indonesia
memasukkan penyakit jantung koroner sebagai penyebab utama kematian di
Indonesia, sedangkan stroke berada diurutan kelima. Prevalensi (angka kejadian)
stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007
adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Sebagai perbandingan,
prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 per persen per 100 ribu penduduk,
di Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk.
Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu
orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020
mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Data
riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
sebesar 1.5 % dimana jumlahnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur
dimana kelompok tertinggi adalah yang berusia 65-74 tahun.
Untuk mengupayakan penurunan jumlah kematian akibat PJK dan stroke
badan kesehatan dunia menyarankan agar setiap negara membuat kebijakan untuk
melakukan pencegahan terhadap kedua penyakit ini, karena meskipun kebanyakan
faktor risikonya sama untuk semua negara, namun ada perbedaan pendekatan
antar negara dalam masalah budaya, sosial ekonomi dan juga ketersediaan obat.
Kadar kolesterol darah yang tinggi (hiperlipidemia) merupakan salah satu faktor
risiko utama untuk terjadinya PJK dan stroke disamping hipertensi, merokok,
abnormalitas glukosa darah, dan inaktifitas fisik.
BAB II
HIPERLIPIDEMIA
2.1. Definisi
Hiperlipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol,
kolesterol ester, fosfolipid, atau trigliserida. Hiperlipoproteinemia adalah
meningkatnya konsentrasi makromolekul lipoprotein yang membawa lipid dalam
plasma. Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk
(predisposition) terhadap koroner, sererbro vaskular, dan penyakit pembuluh
arteri perifer (Sukandar dkk., 2013). Hiperlipidemia adalah suatu keadaan
patologis yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lipid darah yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein
(LDL) serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Erinda, 2009).
Kondisi hiperlipidemia merupakan salah satu faktor yang dapat memicu
penebalan dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah arteri yang disebut aterosklerosis (Rahayu, 2005).
Aterosklerosis adalah pengerasan arteri yang disebabkan akumulasi kolesterol
dalam pembuluh darah akibat tidak imbangnya influks- efluks kolesterol (Harini &
Astirin, 2009).
Hiperlipidemia sering dikenal juga sebagai hiperlipoproteinemia, karena
sebelum mengalami sirkulasi dalam darah, lemak harus berikatan dengan protein
membentuk lipoprotein. Sehingga semakin banyak lemak yang dikonsumsi akan
menyebabkan semakin banyaknya lipoprotein yang terbentuk. Kolesterol dalam
darah akan mengalami sirkulasi dalam bentuk kolesterol LDL dan HDL.
Kolesterol LDL sering disebut kolesterol jahat karenadapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dan mengakibatkan serangan jantung. Sedangkan
HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena berfungsi menyapu kolesterol bebas
di pembuluh darah dan mampu mempertahankan kadar trigliserida darah dalam
kisaran normal (Suyatna, 2007).
2.2. Klasifikasi
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan hipertrigliserida (kadar
trigliserida tinggi).
a. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses
kompleks pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan
lemak) dalam pembuluh darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan
pembentukan trombus. Berbagai proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Akibatnya, organ-organ yang
disuplai pembuluh darah akan mengalami kekurangan atau penghentian suplai
darah. Kondisi inilah yang pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai penyakit
jantung koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler lainnya. Idealnya, kadar
kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL
tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25%
dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).
b. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko
terjadinya penyakit jantung atau stroke, hal tersebut masih belum jelas. Kadar
trigliserida darah diatas 250 mg/dL dianggap abnormal, tetapi kadar yang
tinggi ini tidak selalu meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis maupun
penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai lebih dari
800 mg/dL) bisa menyebabkan pancreatitis (Neal, 2006).
2. Hiperlipidemia Sekunder
Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah terjadinya peningkatan kadar lemak
yang disebabkan antara lain oleh kondisi penyakit dan penggunaan obat-obat
tertentu (Suyatna, 2007).
a) Hiperlipoproteinemia tipe I
Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit
keturunan yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana tubuh
penderita tidak mampu membuang kilomikron dari dalam darah. Anak-anak
dan dewasa muda dengan kelainan ini mengalami serangan berulang dari
nyeri perut. Hati dan limpa membesar, pada kulitnya terdapat pertumbuhan
lemak berwarna kuning-pink (xantoma eruptif). Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar trigliserida yang sangat tinggi. Penyakit ini tidak
menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa menyebabkan pankreatitis,
yang bisa berakibat fatal. Penderita diharuskan menghindari semua jenis
lemak (baik lemah jenuh, lemak tak jenuh maupun lemak tak jenuh ganda).
b) Hiperlipoproteinemia tipe II
Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu penyakit
keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kematian dini,
biasanya karena serangan jantung. Kadar kolesterol LDLnya tinggi.
Endapan lemak membentuk pertumbuhan xantoma di dalam tendon dan
kulit. 1 di antara 6 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung
pada usia 40 tahun dan 2 diantara 3 pria penderita penyakit ini mengalami
serangan jantung pada usia 60 tahun. Penderita wanita juga memiliki resiko,
tetapi terjadinya lebih lambat. 1 dari 2 wanita penderita penyakit ini akan
mengalami serangan jantung pada usia 55 tahun. Orang yang memiliki 2
gen dari penyakit ini (jarang terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol total
sampai 500-1200 mg/dL dan seringkali meninggal karena penyakit arteri
koroner pada masa kanak-kanak. Tujuan pengobatan adalah untuk
menghindari faktor resiko, seperti merokok, dan obesitas, serta mengurangi
kadar kolesterol darah dengan mengkonsumsi obat-obatan. Penderita
diharuskan menjalani diet rendah lemak atau tanpa lemak, terutama lemak
jenuh dan kolesterol serta melakukan olah raga secara teratur.
Menambahkan bekatul gandum pada makanan akan membantu mengikat
lemak di usus. Seringkali diperlukan obat penurun lemak.
Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)
Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena
penghambatan dalam degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan
kolesterol serum tetapi triasilgliserol normal. Ini disebabkan oleh
berkurangnya reseptor LDL normal.. Pengobatan untuk hiperlipidemia
tipe IIA ini yaitu dengan diet rendah kolesterol dan lemak jenuh. Untuk
heterozigot dapt diterapi dengan kolestipol atau kolestiramin dan
levostatin atau mevastatin. Untuk homozigot sama seperti heterozigot
tetapi dengan penambahan niasin.
Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)
Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan VLDL,
menyebabkan triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat. Yang
disebabkan karena produksi VLDL oleh hati berlebihan. Pengobatan
untuk hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan pembatasan kolseterol dan
lemak jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama dengan IIA
kecuali heterozigot juga menerima niasin.
d) Hiperlipoproteinamia tipe IV
Merupakan penyakit umum yang sering menyerang beberapa
anggota keluarga dan menyebabkan tingginya kadar trigliserida. Penyakit
ini bisa meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis. Penderita seringkali
mengalami kelebihan berat badan dan diabetes ringan. Penderita dianjurkan
untuk mengurangi berat badan, mengendalikan diabetes dan menghindari
alkohol. Bisa diberikan obat penurun kadar lemak darah.
e) Hiperlipoproteinamia tipe V
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh
tidak mampu memetabolisme danmembuang kelebihan
trigliseridasebagaimana mestinya. Selain diturunkan, penyakit ini juga bisa
terjadi akibat dari penyalahgunaan alkohol, diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, gagal ginjal dan makan setelah menjalani puasa selama
beberapa waktu (UPT-Balai Informasi Teknologi LIPI, 2009).
2.3. Prevalensi
Hiperlipidemia dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan
stroke. Secara global, sepertiga penyakit jantung iskemik disebabkan oleh
kolesterol tinggi. Secara keseluruhan, peningkatan kolesterol diperkirakan
menyebabkan 2,6 juta kematian (4,5% dari total kasus) dan 29,7 juta
mengakibatkan kecacatan. Peningkatan kolesterol total merupakan penyebab
utama beban penyakit baik di negara maju maupun di negara berkembang sebagai
faktor risiko penyakit jantung dan stoke iskemik.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2008 prevalensi
global hiperlipidemia meningkat pada orang dewasa yaitu 37% untuk pria dan
40% untuk wanita. Secara global, rata-rata kolesterol total berubah sedikit antara
tahun 1980 dan 2008, turun kurang dari 0,1 mmol/L per dekade pada pria dan
wanita. Prevalensi peningkatan total kolesterol tertinggi yaitu di wilayah Eropa
sekitar 54% untuk pria dan wanita, diikuti oleh wilayah Amerika 48% untuk pria
dan wanita. Wilayah Afrika dan Asia Tenggara menunjukkan persentase terendah
yaitu 23% dan 30% (WHO, 2011).
2.4. Patofisiologi
Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat diangkut
dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu
dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Skema lipoprotein
menunjukkan bahwa pada inti terdapat inti ester kolesterol dan trigliserida,
dikelilingi oleh fosfolipid kolesterol non-ester dan apolipoprotein. Zat-zat tersebut
beredar dalam darah sebagai lipoprotein larut plasma.
Diagnosa Laboratorium
Jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis hiperlipidemia adalah :
a. Kolesterol total
b. Kolesterol HDL
c. Kolesterol LDL-Direct,
d. Trigliserida
e. Apolipoprotein B
f. Lipoprotein (a)
Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada semua orang dewasa berumur lebih
dari 45 tahun. Pemeriksaan penyaring meliputi kadar kolesterol total dan
trigliserida. Bila hasilnya normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulang setiap lima
tahun. Bila hasilnya abnormal diperlukan pemeriksaan profil lipid lengkap yang
meliputi kolesterol Total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida serta kadar glukosa
darah. Pemeriksaan profil lengkap harus dijalankan sedini mungkin pada mereka
yang beresiko tinggi terkena atherosclerosis.
Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Profil
lipoprotein puasa termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida
seharusnya diukur pada semua orang dewasa berumur 20 tahun atau lebih,
setidaknya setiap 5 tahun sekali.
Beberapa persyaratan untuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari waktu ke
waktu (pada pengobatan):
a. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida, sebaiknya
penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam. Hal ini dikarenakan
trigliserida dapat meningkat pada seseorang yang tidak puasa.
b. Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya tidak makan obat yang
mempengaruhi kadar lipid.
c. Tidak ada perubahan berat badan.
d. Sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark miokard
atau operasi
e. Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka digunakan
antikoagulan EDTA.
f. Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali, 1 sampai 8 minggu secara
terpisah, dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan
tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman
sehingga didapatkan data dasar yang akurat. Jika kolesterol total lebih
besar dari 200 mg/dl, pemeriksaan kedua dianjurkan untuk dilakukan.
g. Jika pemeriksaan fisik dan evaluasi riwayat hidup tidak cukup untuk
mendiagnosis penyakit familial, maka dilakukan uji elektroforesis
lipoprotein gel-agarosa yang berguna untuk menentukan tipe mana yang
mempengaruhi lipoprotein.
h. Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan kurang atau hilangnya
aktivitas enzim pada plasma normal manusia atau apolipoprotein C-II
yang merupakan kofaktor enzim.
i. Kelainan metabolisme lemak sebenarnya merupakan hasil interaksi
berbagai/ banyak faktor, dan memerlukan beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium lainnya untuk melengkapi yaitu Small Dense LDL,
Lipoproteinn A (Lpa), Apolipoprotein A1, Apolipoprotein A2,
Apolipoprotein B
Tes diagnostik lain, meliputi : Lipoprotein (a), homosistein, serum amiloid a,
dan LDL tebal/padat (pola B). Berbagai skrining tes untuk manifestasi dari
penyakit pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan lengan, latihan pengujian,
Magnetis Resonansi Imaging) dan diabetes (glukosa puasa, uji toleransi glukosa
oral).
2.7. Terapi Hiperlipidemia
2.7.1. Terapi Farmakologi
Tabel 1.1 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein
Lovastatin,
pravastatin, ↑ Katabolisme
simvastatin, LDL
↓ kolesterol ↓ LDL
fluvastatin, ↓ Sintesis LDL
atorvastatin,
rovusastatin
Menghambat
absorpsi kolesterol
Ezetimib ↓ kolesterol ↓ LDL
membatasi saluran
cerna
Efek terapi obat terhadap lipid dan lipoprotein ditunjukkan dalam tabel
1.1. Obat yang direkomendasikan untuk fenotip lipoprotein terpilih diberikan
dalam tabel 1.2. Produk yang tersedia dan dosisnya disediakan dalam tabel 1.3.
Tabel 1.2 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan
Tipe
Pilihan Obat Terapi Kombinasi
Lipoprotein
I Tidak diindikasikan -
Niasin atau BAR
Statin
Statin atau niasin
IIa Kolestiramin atau Kolestipol
Statin atau BAR
Nicain
Ezetimib
BAR atau fibrat atau niasin
Statin
Statin atau niasin atau BARa
IIb Fibrat
Statin atau fibrat
Niasin
Ezetimib
Statin atau niasin
Fibrat
III Statin atau fibrat
Niasin
Ezetimib
Fibrat Niasin
IV
Niasin Fibrat
Fibrat Niasin
V
Niasin Minyak ikan
BAR, bile acid resins (resin pengikat asam empedu), termasuk gemfibrozil atau
fenofibrat
a
BAR tidak digunakan untuk terapi pertama jika trigliserida meningkat pada nilai
awalnya, karena hipertrigliserida dapat diperburuk oleh BAR tunggal.
Kerja utama dari resin asam empedu adalah mengikat asam empedu dalam lumen
saluran cerna, dengan gangguan stimulasi terhadap sirkulasi enterohepatik asam
empedu, yang menurunkan penyimpanan asam empedu dan merangsang hepatik
sintesis asam empedu dari kolesterol. Kurangnya penyimpanan kolesterol hepatik
menghasilkan peningkatan biosintesis kolesterol dan sejumlah reseptor LDL pada
membran hepatosit, yang stimulasi peningkatan kecepatan katabolisme dari
plasma dan penurunan kadar LDL. Peningkatan biosintesis hepatik kolesterol juga
berhubungan dengan peningkatan produksi VLDL hepatik dan akibatnya resin
asam empedu akan mengganggu hipertrigliseridemia pada pasien dengan
kombinasi hiperlipidemia.
Efek samping lain yang berpotensi timbul adalah awalnya kenaikan konsentrasi
AP (alkalifosfatase) dan transaminase, gangguan absorpsi vitamin larut lemak,
yaitu vitamin A, D, E, dan K; hipernatremia dan hiperkloremia; gangguan
gastrointestinal; dan reduksi bioavabilitas obat jenis asam termasuk warfarin,
asam nikotinat, tiroksin, asetaminofen, hidrokortison, hidroklortiazid, loperamid,
dan zat besi. Interaksi obat bisa dihindari dengan perubahan waktu obat dengan
jarak 6 jam atau lebih di antara resin asam empedu dan obat lain.
Farmakokinetik
Niasin (asam nikotinat) mengurangi sintesis hepatik VLDL, yang akan mengarah
pada pengurangan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL dengan
mengurangi katabolismenya. Prinsip dalam penggunaan niasin adalah untuk
hiperlipidemia campuran atau agen sekunder dalam terapi kombinasi untuk
hiperkolesterolemia. Obat ini merupakan agen primer atau alternatif untuk
pengobatan hipertrigliserdemia dan dislipidemia diabetik.
Niasin memiliki banyak reaksi efek samping, sebagian besar gejala dan
ketidaknormalan biokimia tampak tidak meminta terapi diteruskan.
Kemerahan pada kulit dan gatal tampak karena mediasi prostaglandin dan dapat
dikurangi dengan menggunakan aspirin 325 mg sebelum konsumsi niasin.
Konsumsi niasin dengan makanan dan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan
akan meminimalisir efek-efek ini. ketergantungan alkohol dan minuman panas
dapat memperbesar efek kemerahan dan pruritus dari niasin, dan keduanya harus
dihindari pada pencernaan obat. Gangguan gastrointestinal juga merupakan
masalah yang biasa.
Dosis
Dosis Harian
Obat Dosis Sediaan Harian
Biasa
Maks
Serbuk meruah/4-g
Kolestiramin 8 g t.i.d 32 g
pak
Kolestiramin 4 g resin tiap bar
Serbuk meruah/5-g
Kolestipol HCl 10 g t.i.d 30 g
pak
Kolesevelam Tablet 625 mg 1875 mg t.i.d 4375 mg
Tablet 50-, 100-,
Niasin 250-, dan 500- mg; 2 g t.i.d 9g
kapsul 125-, 250-
Niasin lepas lambat dan 500-mg 500 mg 2000 mg
Tablet 500-, 750-, 1000 mg/
Niasin lepas lambat 500 mg/20 mg
dan 20 mg
1000-mg
Tablet
Lovastatin 54 mg atau 67 mg 201 mg
niasin/lovastatin
500-mg/20-mg
Tablet
Fenofibrat niasin/lovastatin 600 mg b.i.d 1,5 mg
750-mg/20-mg
Tablet
Gemfibrozil 20-40 mg 80 mg
niasin/lovastatin
Lovastatin 1000-mg/20-mg 10-20 mg 40 mg
Kapsul 67-, 134-,
Pravastatin 10-20 mg 80 mg
dan 200-
mg (mikronisasi);
Simvastatin 10 mg 80 mg
tablet 54-
Atorvastatin dan 160-mg 5 mg 40 mg
Dosis
Dosis Harian
Obat Dosis Sediaan Harian
Biasa
Maks
Rosuvastatin Kapsul 300-mg 10 mg 10 mg
Kombinasi terapi statin dengan resin asam empedu logis, secara terjadinya
peningkatan beberapa reseptor LDL, mengarah kepada degradasi besar-besaran
kolesterol LDL, sintesis intraseluler kolesterol dihambat, dan penggunaan ulang
asam empedu terinterupsi.
Kombinasi terapi statin dengan ezetimib juga logis, karena ezetimib menghambat
absorpsi kolesterol melalui batas usus dan reduksi bertambah 12-20% ketika
dikombinasikan dengan statin atau obat lain. Konstipasi terjadi dalam kurang dari
10% pasien yang konsumsi statin. Efek samping lain termasuk peningkatan kadar
aminotransferase dalam serum (terutama alanin aminotransferase), peningkatan
kadar kreatinin kinase, miopati, dan jarang rabdomiolisis.
Farmakokinetik
Ikatan
Absorpsi
Statin protein t½ Eliminasi
oral
plasma
Lovastatin 25% 95% 1,5 jam Fekal (renal)
Pravastatin 1,5-2 jam
1,9 jam
Simvastatin
(metabolit)
Keluhan gastrointestinal terjadi dalam 3-5% pasien, kemerahan pada kulit (rash)
2%, pusing 2,4%, dan peningkatan sementara kadar transaminase dan alkalin
fosfatase dalam 4,5% dan 1,3%, klofibrat dan jarang biasanya, gemfibrozil dapat
menginduksi pembentukan batu empedu.
Fibrat berpotensi member efek terhadap antikoagulan oral, dan the international
normalized ratio (NRI) harus dipantau sangat teliti pada kombinasi ini.
Farmakokinetik
Efek samping
Kontraindikasi
EZETIMIB
Ezetimib mengganggu absorpsi kolesterol dari membrane fili saluran cerna (brush
border), mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan baik untuk terapi
tambahan (adjunctive). Obat ini dapat digunakan baik dalam terapi tunggal atau
digunakan dengan statin. Dosisnya 10 mg per hari, diberikan dengan atau tanpa
makanan. Ketika digunakan tunggal, obat ini menurunkan lebih kurang 18%
kolesterol LDL. Ketika ditambahkan statin, ezetimib menurunkan LDL dengan
penambahan sekitar 12-20%. Produk yang dikombinasikan (Vytorin) mengandung
ezetimib 10 mg dan simvastatin 10, 20, 40, atau 80 mg tersedia. Ezetimib dapat
diterima dengan baik; sekitar 4% pasien mengalami keluhan g.i, karena hasil
kadiovaskuler belum dievaluasi, obat ini dapat diberikan lagi untuk pasien tidak
dapat menerima terapi statin atau pasien yang tidak mencapai penurunan lipid
yang diharapkan pada penggunaan statin tunggal.
Makanan tinggi omega-3 asam lemak rantai panjang tidak jenuh (dari minyak
ikan), lebih dikenal dengan asam eikosapentanoat (EPA), mengurangi kolesterol,
trigliserid, LDL, VLDL, dan dapat meningkatkan kolesterol HDL. Pasien yang
diobati untuk gangguan sekunder, gejala penyakit jantung aterosklerosis, seperti
angina atau iskemia yang menyebabkan nyeri seperti kram, dapat meningkat dari
bulan ke tahun.
Anti
Obat lain Efek Penanganan
hyperlipidemia
Penggunaan
Meningkatkan efek gemfibrozil dgn
Antidiabetes
antidiabetes repaglinid dikontra
Kombinasi
dikontraindikasikan
pada kondisi
gangguan fungsi
Terjadi peningkatan ginjal dan hipotiroid
Derivat asam insiden toksisitas otot dan sebaiknya
Statin
fibrat (rhabdomyolisis dan kombinasi dihindari.
myopati)
Dosis maksimum
kombinasi
rosuvastatin dengan
gemfibrozil 10 mg
Efek antikoagulan
Antikoagulan
meningkat
Niasin
Fibrat, statin, Peningkatan resiko
eritromisin, miopati atau Kontra indikasi
imunosupresan. rhabdomiolisis
Antidepresan
Pemberiannya 1 jam
trisiklik,
Kolestiramin & Absorbsi obat sebelum atau 4-6 jam
AntikoagulanMetotre
kolestipol menurun sesudah penggunaan
ksat, glikosida
resin
digitalis dll.
Efek antikoagulan
Antikoagulan
meningkat
beberapa bukti
melapor jika terjadi
menyebutkan bahwa
gejala miopati dan
Ezetimibe penggunaan bersama
kemungkinan
dapat meningkatkan
Statin rabdomiolisis
resiko miopati.
penurunan
bioavailabilitas
Antasida
statin
Interval pemberian: 2
dapat mengganggu
jam
penyerapan,obat
Cefadroxil
dalam usus
Interval pemberian 2
jam
(Baxter keren, dkk.
2008)
2.9. Studi Kasus
2.9.1. Studi Kasus 1
Kasus : Seorang pasien pria dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 87
kg,mempunyai kebiasaan merokok 1 pak sehari, tidak pernah berolahraga dan
mempunyai riwayat keluarga, yakni kakak pertama menderita hipertensi, kakak
kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena myocardial infarction.
Data yang lain yaitu pasien tersebut mempunyai tekanan darah 140/80 mmHg,
random blood glucose level 5 mmol/L, dan hasil pemeriksaan lipid puasa : total
kolesterol : 6,7 mmol/L ; LDL-cholesterol : 3,6 mmol/L ; HDL-cholesterol : 1,2
mmol/L ; Trigliserida: 1,8 mmol/L.
Metode SOAP
1. Subyektif
Seorang pasien pria mempunyai kebiasaan merokok 1 pak sehari, tidak pernah
berolahraga dan mempunyai riwayat keluarga, yakni kakak pertama menderita
hipertensi, kakak kedua menderita diabetes dan ayah meninggal karena
myocardial infarction.
2. Obyektif
Tanda fisik : tinggi badan 165 cm dan berat badan 87 kg, sehingga dapat
ditentukan indeks massa tubuhnya ( BMI = body mass inde ). Persamaan yang
sering digunakan untuk menghitung BMI adalah :
BMI = berat badan dalam kg / ( tinggi badan dalam meter )2
Survey Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional menetukan bahwa pria dengan
BMI 27,8 atau lebih dianggap sebagai kelebihan berat badan dan mereka dengan
BM 31,1 atau lebih dianggap sebagai kelebihan berat badan yang sangat.
( Moore, 1997 )
BMI pasien = 87 kg / 1,65 m
= 52,72 kg/m
Jadi, pasien tersebut dapat dikatakan memiliki kelebihan berat badan.
Tanda vital
Tekanan darah = 140/80 mmHg
Klasifikasi tekanaan darah orang dewasa
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Tahap 1 hipertensi 140-159 Atau 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥ 100
( ISO Farmakoterapi, 2008 )
Pasien termasuk dalam kategori prehipetensi.
Data laboratorium
Hasil pemeriksaan lipid puasa
No Pemeriksaan lipid puasa Pasien (mmol/L) Normal (mmol/L)
1 total kolesterol 6,7 ≤5,18
2 LDL-cholesterol 3,6 <3,36
3 HDL-cholesterol 1,2 -
4 Trigliserida 1,8 <1,8
Jadi, terjadi peningkatan LDL-cholesterol dan LDL-cholesterol.
Konsentrasi VLDL =trigliserid /5
= 1,8/5= 0,36
Konsentrasi LDL = kolesterol total –(VLDL +HDL )
= 6,7-( 0,36 + 1,2 )
= 5,14
random blood glucose level 5 mmol/L, pasien gula darahnya normal.
3. Assessment
Hiperlipidemia tipe 2b
4. Plan
a. Tujuan terapi
Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama
atau berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia,
atau kejadian lain ada penyakit arterial perifer.
Meningkatkan kualitas hidup pasien
b. Farmakoterapi
Terapi non farmakologi, meliputi : diet, pengurangan berat dan peningkatan
aktivitas fisik.
Terapi diet yang objektif adalah dengan menurunkan langsung konsumsi
lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol untuk mendapatkan bobot badan yang
sesuai.
Meningkatkan konsumsi lemak tak jenuh dan serat larut dalam bentuk oat,
pectin, gum, dan psyllium.
Mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok.
Terapi farmakologi
Efek terapi obat terhadap lipid dan protein ditunjukkan dalam table dibawah
ini :
Lipoprotein type Drug of choice Combination therapy
IIb Statins BAR or fibrates or niacin
Fibrates Statin or niacin or BAR a
Niacin Statin or fibrates ezetimibe
a
BARs are not used as first-line therapy if triglycerides are elevated at baseline
because hypertliglyceridemia may worsen with BARs alone.
BAR = bile acid resins ; fibrates include gemfibrozil or fenofibrate.
Penyelesaian
A. Subjek
Pria berusia 55 tahun
1. Past Medical History
Diabetes melitus tipe 2
Hipertensi
B. Objek
Data Laboratorium (Puasa)
C. Assassment
Pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi.
Glyburide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk terapi diabetes pasien.
Ramipril dan hydroclorothiazide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk
terapi hipertensi pasien. Berdasarkan data diatas, kolesterol total dan trigliserida
pasien sangat tinggi sementara kadar HDL-c dibawah normal. Menurut NCEP
(National Cholestrol Education Program) kolesterol total normal < 200 mg/dL,
trigliserida normal < 150 mg/dL, dan HDL-c 35-93 mg/dL. Hal ini
mengindikasikan bahwa pasien menderita hiperlipidemia (mixed hyperlipidemia).
Diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien merupakan salah satu penyebab
terjadinya hiperlipidemia sekunder karena kondisi tersebut dapat menyebabkan
meningkatnya level VLDL dan menurunkan HDL (Rader & Hobbs, 2012).
Menurut Koda-Kimble et al (2005), pemakaian obat hipertensi golongan tiazid
juga menyebabkan peningkatan kolestrol 5-7% dan peningkatan trigliserida 30-
50%. Sementara menurut Martin et al. 2009, pasien dengan kadar trigliserida >
2001,77 mg/dL semuanya hampir memiliki hiperlipidemia sekunder dan primer.
Dokter meresepkan fenofibrate (dosis tidak dicantumkan) untuk mengatasi
hiperlipidemia. Saat pemeriksaan HbA1c pasien sebesar 9,5% maka dokter
memberi metformin (dosis tidak dicantumkan) tambahan obat untuk diabetes
pasien. Rusovastatin (dosis tidak dicantumkan) untuk terapi mixed
hyperlipidemia.
D. Plan
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan
kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL-c, menormalkan
kadar gula darah dan tekanan darah tinggi serta mengurangi resiko pertama atu
berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, dan
kejadian lain pada penyakit arterial (karotid stenosis atau aortik abdominal)
Terapi hiperlipidemia
Fenofibrate
Dosis inisial yang biasa digunakan dalam terapi mixed hyperlipidemia yaitu
sebesar 300 mg per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 400 mg perhari. Dosis
pemeliharan 200 mg per hari. Obat diminum setelah makan.
Rusovastatin
Dosis inisial yang biasa digunakan yaitu 20 mg per hari. Range dosis 5 – 40
mg per hari dan tidak lebih dari 40 mg perhari. Obat sebelum atau setelah
makan.
Terapi hipertensi
Ramipril
Dosis pemeliharaan yaitu 2,5-5 mg per hari diminum pagi sebelum atau setelah
makan.
Hidrochlortiazide
Dosis yang biasanya digunakan yaitu 12,5 mg per hari diminum pagi sebelum
atau setelah makan.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2008 prevalensi global
hiperlipidemia meningkat pada orang dewasa yaitu 37% untuk pria dan 40%
untuk wanita. Secara global, rata-rata kolesterol total berubah sedikit antara tahun
1980 dan 2008, turun kurang dari 0,1 mmol/L per dekade pada pria dan wanita.
Factor resiko hyperlipidemia adalah genetic, usia, jenis kelamin, diet, obesitas,
aktifitas fisik, merokok dan penyakit bawaan.
Golongan obat yang digunakan dalam terapi farmakologi adalah golongan HMG
CoA reduktase inhibitor, asam nikotinat, fibrat dan derivat fibrat, resin pengikat
asam empedu, penghambat absorpsi kolesterol, dan suplemen minyak ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A., D. Subardja, R. Fadil, & D.S. Rustama,. 2003. Hiperlipidemia Familial
Homozigot dan Mikropenis pada Seorang Anak Balita mkb, Vol.35
No.1.
Erinda, R. (2009). Efek Minyak Atsiri dari Bawang Putih (Allium sativum)
terhadap Kadar Albumin Plasma pada Tikus yang Diberi Diet Kuning
Telur. Universitas Diponegoro: Bandung.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. edisi 8. buku 2. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
Kemenkes, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes: Jakarta.
Sukandar, E.Y., R. Andrajati, J.I. Sigit, dkk., 2013, ISO Farmakoterapi: Buku 1,
Penerbit PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.