Anda di halaman 1dari 10

Faktor Dosis Terhadap Induksi Toleransi &

Toleransi Imunologik Pada Klinik


Disusun
Oleh
Kelompok 2
1. Cut Nyak Siti Ulfa Jamila
2. Depi Sakinah
3. Enita Rahman
4. Ellie Satriani
5. Fitri Suryani
6. Nailul Muna
7. Nonik Widya Firma
8. Siti Zannira
9. Sri Sudewi
10. Sulistiani Kembari
11. Yennisa Rahmah
12. Yulia Devita Sari
13. Winda Wulandari
Faktor Dosis Terhadap Induksi Toleransi
 Paparan terhadap antigen sendiri dengan dosis tinggi akan memicu sel limfosit muda
(immature) mengalami beberapa kemungkinan selama toleransi sentral, yakni sel
tersebut akan apoptosis (disebut juga clonal deletion), beberapa sel B muda yang tidak
mati akan mengalami perubahan pada reseptor mereka sehingga tidak mengenali
antigen sendiri (proses ini disebut juga receptor editing), dan beberapa CD4+ akan
berdeferensiasi menjadi sel T regulator (biasa disebut sel T suppressor) yang kemudian
bermigrasi ke organ perifer dan mencegah respons terhadap antigen sendiri. Toleransi
peripheral terjadi saat limfosit dewasa yang mampu mengenal antigen sendiri akan
kehilangan kemampuannya dalam memberikan respons (disebut anergy), turunnya
viability sel, dan terinduksi memicu apoptosis (Abbas, dkk 2007).

 Dosisantigen yang diberikan juga akan berpengaruh pada induksi terhadap toleransi.
Dosis antigen yang diperlukan untuk menginduksi toleransi sel B perlu lebih banyak
dibandingkan jumlah antigen yang diperlukan untuk menginduksi toleransi sel T.
Diperkirakan perlu antigen sejumlah 100-1000 kali lebih banyak untuk menginduksi
sel B dibandingkan jumlah antigen yang diperlukan untuk menginduksi sel T.
Keberadaan suatu antigen juga dapat sangat memengaruhi toleransi yang terbentuk
sehingga akan berpengaruh juga terhadap waktu lamanya paparan suatu antigen.
Peran Limfosit T Dan B Dalam Toleransi
 Sel B dapat menjadi toleransi terhadap suatu antigen melalui empat tahapan peristiwa,
yaitu clonal abortion, clonal exnaustion, functional deletion, dan tahap terakhir adalah AFC
blockade. Clonal abortion adalah peristiwa ketika pertama kali sel B yang belum matang
bertemu dengan suatu antigen dalam jumlah yang kecil. Kondisi seperti ini diduga dapat
memicu pembatalan pematangan sel B untuk memicu respons imun, hal tersebut mengakibatkan
tidak terjadinya respons imun terhadap antigen tersebut. Peristiwa clonal exhaustion terjadi jika
terjadi paparan terhadap suatu antigen yang bersifat T-independent dapat menyebabkan
terjadinya clonal exhaustion. Hal tersebut mengakibatkan AFC dari sel B yang terbentuk berusia
pendek dan akhirnya tidak lagi tersedia sel yang dapat merespons antigen. Peristiwa delesi
fungsional disebabkan oleh keberadaan antigen yang dependent terhadap sel T maupun yang
bersifat independen. Terjadinya delesi fungsional disesbabkan oleh tidak adanya bantuan dari sel
T untuk melawan antigen tersebut sehingga sel B tidak dapat merespons secara normal. Dosis
antigen yang sangat besar dapat mengakibatkan terjadinya penghambatan pembentukan sel AFC
sehingga antibodi tidak terbentuk.

 jalur toleransi pada sel T secara umum memiliki kemiripan dengan sel B. Terdapat tiga tahapan
yaitu clonal abortion, functional deletion, dan suppression sel T. Clonal abortion adalah
tahapan dimana sel T yang belum matang dapat dihambat proses pematangannya dengan cara
yang mirip dengan sel B. Functional deletion terjadi saat sel T yang matang fungsinya dihambat
oleh paparan terhadap antibodi. Sel T suppression bekerja dengan melepaskan materi penekan
sel T sehingga dapat menghambat fungsi sel T yang telah matang untuk mengenali antigen.
Peran Limfosit T Dan B Dalam Toleransi
 Sel T dan sel B memiliki karakteristik toleransi yang
berbeda antar satu dengan yang lainnya. Perbedaan-
perbedaan karakteristik tersebut meliputi waktu
induksi, dosis antigen, keberadaan antigen,
spesifisitas antigen, dan durasi antigen. Waktu induksi
yang dimiliki oleh sel T berbeda dengan sel B dan
bergantung pada jenis antigennya. Pada antigen
dependent sel T, sel T dapat terinduksi dengan cepat
sedangkan sel B terinduksi dalam waktu yang lebih
lama, yaitu sekitar empat hari. Sedangkan pada
antigen yang independent terhadap sel T, antigen
tersebut lebih cepat menginduksi toleransi pada sel B.
Toleransi Imunologik Pada
Klinik
Toleransi imunologi didefinisikan sebagai ketiadaan
merespon terhadap antigen yang diinduksi oleh paparan
sebelumnya terhadap antigen tersebut.
Antigen yang menginduksi toleransi disebut tolerogen, atau
antigen toleranogenik, untuk membedakan mereka
dari imunogen, yang menghasilkan kekebalan.
Toleransi terhadap antigen diri, juga disebut toleransi diri,
merupakan sifat dasar dari sistem imun normal, dan
kegagalan toleransi diri menghasilkan reaksi imun terhadap
antigen diri (autolog). Reaksi semacam ini
disebut autoimunitas, dan penyakit yang ditimbulkannya
disebut penyakit autoimun.
Penyakit autoimun adalah kondisi ketika
sistem kekebalan tubuh seseorang
menyerang tubuh sendiri. Normalnya,
sistem kekebalan tubuh menjaga tubuh
dari serangan organisme asing, seperti
bakteri atau virus. Namun, pada seseorang
yang menderita penyakit autoimun, sistem
kekebalan tubuhnya melihat sel tubuh
yang sehat sebagai organisme asing
Cara pengobatan nya :
Kebanyakan dari penyakit autoimun
belum dapat disembuhkan, namun gejala
yang timbul dapat ditekan dan dijaga agar
tidak timbul flare. Pengobatan untuk
menangani penyakit autoimun tergantung
pada jenis penyakit yang diderita, gejala
yang dirasakan, dan tingkat
keparahannya. Untuk mengatasi nyeri,
penderita bisa mengkonsumsi aspirin atau
ibuprofen.
 Pasien juga bisa menjalani terapi pengganti
hormon jika menderita penyakit autoimun yang
menghambat produksi hormon dalam tubuh.
Misalnya, untuk penderita diabetes tipe 1,
dibutuhkan suntikan insulin untuk mengatur kadar
gula darah, atau bagi penderita tiroiditisdiberikan
hormon tiroid.
 Beberapa obat penekan sistem kekebalan tubuh,
seperti kortikosteroid digunakan untuk membantu
menghambat perkembangan penyakit dan
memelihara fungsi organ tubuh.
Danke
Xiexie
Terimakasih
Thank You
Kamsahamnida

Anda mungkin juga menyukai