Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF


“ASAM AMINO”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5
KELAS KONVERSI E 2019

YAYUK WINARTI KALIM (51619011163)


SUWERSI YANTI (51519011133)
NURJANNAH AMIR (51619011167)
LEMBANG BULAWAN (51619011218)
MUHAMMAD SYAHRUL S (51419011134)
ANDI TENRIWARU BASMA (51619011125)
HARIYANTI (50219011015)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ada empat perkembangan besar yaitu kromatografi pertukaran ion diakhir
tahun 1930-an, kromatografi partisi di tahun 1941, kromatografi gas di tahun 1952
dan kromatografi filtrasi-gel di tahun 1959. Disamping berbagai kemajuan besar
tersebut, yang memberikan mekanisme tambahan terhadap adsorpsi untuk
penyebaran zat terlarut antara fasa-fasa diam dan bergerak, telah ada juga
modifikasi dalam geometri system kromatografi, seperti dalam kromatografi
kertas dan lapis tipis (Nurul, 2013).
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada akhir-akhir
ini, maka penelitian-penelitian di bidangnya masing-masing pun ikut
berkembang.Demikian pula dalam ilmu pengetahuan alam, salah satu terobosan
yang telah dilakukan dan mempunyai peranan penting dalam kehidupan adalah
metode identifikasi dan pemisahan komponen – komponen penyusun dari suatu
senyawa dengan menggunakan teknik kromatografi. Teknik kromatografi adalah
suatu teknik pemisahan yang pada umumnya telah dilakukan bertahun-tahun yang
lalu dan telah mengalami perkembangan yang luar biasa dan merupakan salah satu
cara yang paling banyak dipakai, karena kemampuan dan akurasinya yang tinggi
(Nurul, 2013).
Pemisahan asam amino dengan metode ini didasari oleh kemampuan suatu
jenis asam amino yang terlarut dalam suatu campuran pelarut tertentu pada fasa
stasioner atau lazim disebut sebagai fasa diam, dimana bila suatu zat terlarut yang
terdistribusi dalam dua pelarut dengan volume yang sama dan tidak saling
bercampur sehingga perbandingan konsentrasi zat terlarut di dalam kedua pelarut
seimbang (Nurul, 2013).
Pada kromatografi lapis tipis, yang digunakan sebagai fasa stasioner
adalah suatu lembaran tipis silika gel. Untuk memperoleh pemisahan asam amino
yang baik, dapat digunakan dua fase pelarut, dimana setiap jenis asam amino
mempunyai koefisien partisi tertentu untuk pasangan pelarut tertentu.
Perbandingan kecepatan pemindahan komponen dengan permukaan fasa mobile
merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang dipisahkan.
Oleh karena itu melalui percobaan ini akan dilakukan pemisahan dan identifikasi
asam amino dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
I.2 Rumusan Masalah
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pemisahan dan
identifikasi asam amino dalam suatu sampel dengan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis.
BAB II
TEORI UMUM
II.1 Definisi Asam Amino
Protein yang ditemukan kadang-kadang berkonjugasi dengan
makromolekul atau mikromolekul seperti lipid, polisakarida dan mungkin fosfat.
Protein terkonjugasi yang dikenal antara lain nukleoprotein, fosfoprotein,
metaloprotein, lipoprotein, flavoprotein dan glikoprotein. Protein yang diperlukan
organisme dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, ialah pertama;
protein sederhana, yaitu protein yang apabila terhidrolisis hanya menghasilkan
asam amino, dan kedua protein terkonjugasi, yaitu protein yang dalam hidrolisis
tidak hanya menghasilkan asam amino, tetapi menghasilkan juga komponen
organik ataupun komponen anorganik yang disebut “gugus prosthetic” (Sumarno,
dkk., 2002).
Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein, baik
menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh campuran
bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis asam amino maupun
kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan pemisahan antara asam-
asam amino tersebut (Poedjiadi, 1994).
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia
seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C)
yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat
asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino
bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi
zwitter-ion.Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak
dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu
sebagai penyusun protein.Struktur asam amino adalah sebagai berikut (Poedijaji
& Supryanti, 2009 ).
II.2 Metode Pemisahan Asam Amino
Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetric,
kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode
yang banyak memperoleh pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-
macam kromatografi ialah kromatografi kertas, krometografi lapis tipis dan
kromatografi penukar ion (Poedjiadi, 1994).
Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan
perbedaan-perbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang
dapat dimanfaatkan meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar.
Kromatografi biasanya terdiri dari fase diam (fase stasioner) dan fase gerak (fase
mobile). Fase gerak membawa komponen suatu campuran melalui fase diam, dan
fse diam akan berikatan dengan komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-
beda. Jenis kromatografi yang berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase,
namun semua jenis kromatografi tersebut berdasar pada asas yang sama
(Bresnick, 2004).
Pemisahan asam amino dengan metode kromatografi ini didasari oleh
kemampuan suatu jenis asam amino terlarut dalam suatu campuran larutan
tertentu pada fase stasioner. Untuk memperoleh pemisahan asam amino yang baik
dapat digunakan dua fase pelarut, misalnya pasangan fenol- air, n-Butanol- air,
atau dengan tiga fase pelarut tersebut dimana setiap jenis asam amino mempunyai
koefisien partisi, kertas digunakan sebagai pendukung air. Campuran komponen
yang akan dipisahkan ditempatkan pada fasa stasioner (zat padat), kemudian
dihubungkan dengan fase cair, maka fasse cair akan melalui fase stasioner sambil
membawa komponen tersebut, dimana perbandingan kecepatan perpindahan
komponen dengan kecepatan permukaan fasa mobile(cair) merupakan dasar untuk
mengidentifikasikan komponen yang dipisahkan. Perbandingan kecepatan ini
disingkat dengan Rf (Rate Of Front) (Tim Dosen, 2013).
Menurut Akbar (2011), Macam-macam kromatografi:
1. Kromatografi Lapis Tipis yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng
gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel,
atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan
metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
2. Kromatografi Penukar Ionmerupakan bidang khusus kromatografi cairan-
cairan. Seperti namanya, system ini khusus digunakan untuk spesies ion.
Penemuan resin sintetik dengan sifat penukar ion sebelum perang Dunia II
telah dapat mengatasi pemisahan rumit dari logam tanah jarangdan asam
amino.
3. Kromatografi Penyaringan Gel merupakan proses pemisahan dengan gel yang
terdiri dari modifikasi dekstran-molekul polisakarida linier yang mempunyai
ikatan silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk susunan seperti
saringan yang dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukurannya.
Molekul dengan berat antara 100 sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan
dipisahkan. Kromatografi permeasi gel merupakan teknik serupa yang
menggunakan polistirena yang berguna untuk pemisahan polimer.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik
yang keras. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Akbar, 2011) :
Jarak noda dari tempat pentotolan
Rf =
jarak yang ditempuh pelarut
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebig tinggi, dan dapat dilaksanakan denga lebih
cepat.Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan
dengan kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja
bila dikerjakan dengan TLC (Adnan, 1997).
Kelebihan dari kromatografi lapis tipis yang lain ialah pemakaian pelarut
dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda
(saling membandingkan langsung cuplikan praktis) dan tersedianya beberapa
metode (Gritter, 1991).
Pemurnian FRY dan reaksinya, hasil ari FAOD diletakkan di RP-18 plat
KLT yang terdiri dari n-butanol, asam asetat dan air (4 : 1 : 5). Pemurnian FRY
dideteksi oleh ninhidrin (noda ungu).Dugaan bahwa FRY terdiri dari gula dan
amina termasuk asam amino. Pada substrat FAOD, valin menunjukkan karakter
yang sama pada KLT. Ketika permunian dalam inkubator dengan FAOD, noda
ungu muncul (Akbar, 2011).
Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino
maka akan terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara
kuntitatif dengan jalan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi asam amino tersebut.Pada reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4
sehingga asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah
CO2 dan NH3 yang dilepaskan.Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna
kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya.Kompleks
berwarna yang terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi
dengan ammonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino.Hasil uji positif pada
uji ninhidrin diberikan pada asam amino yang mengandung asam α-amino dan
peptida yang memiliki gugus α-amino yang bebas (Alimuddin, 2011).
II.3 Pemisahan Asam Amino
Larutan eulen disiapkan dengan cara mencampurkan n-butanol, asam asetat,
air dengan perbandingan 2,5 : 0,6 : 2,6 v/v yang kemudian dimasukkan ke dalam
chamber. Chamber yang telah diisi dengan larutan eulen kemudian ditutup rapat
dengan plaster bening. Sementara chamber dibiarkan sampai jenuh dengan eulen,
kertas kromatografi disiapkan, digunting sesuai dengan keperluan. Kertas
kromatografi diberi garis dengan menggunakan pensil dengan jarak 1 cm dari atas
dan bawah garis, kemudian pada garis bagian bawah, dibuat titik sebanyak 4.
Setelah itu, kertas kromatografi dimasukkan ke dalam oven (Nurul, 2013).
Kertas yang telah dipanaskan kemudian diberi totolan larutan asam amino
(arginin, lisin, histidin, dan sampel x). Pentotolan dilakukan dengan menggunakan
pipa kapiler yang dicelupkan ke dalam larutan asam amino kemudian ditandai
pada bagian yang telah diberi titik, setelah itu pipa kapiler tersebut dicuci dengan
menggunakan larutan aseton untuk kemudian digunakan kembali. Setelah semua
titik telah di totol dengan asam amino, kertas kromatografi dimasukkan ke dalam
chamber yang sudah jenuh dengan eulen. Totolan contoh tidak boleh tercelup
dalam eulen. Elusi dihentikan setelah eulen menempuh jarak yang telah
ditentukan sebelumnya dengan menggunakan pensil. Kemudian plat dikeluarkan
dan dikeringkan pada suhu kamar. Setelah itu, dengan hati-hati kertas disemprot
dengan larutan ninhidrin, kemudian kertas dikeringkan dengan dimasukkan ke
dalam oven. Setelah kering akan muncul noda dan pada noda yang timbul diberi
lingkaran pensil lalu diukur jaraknya dengan menggunakan penggaris (Nurul,
2013).
II.3.1 Hasil KLT
Noda Jarak eluen (cm) Jarak noda (cm) Rf (cm)
Arginin 4,7 cm 1 cm 0,21 cm
Glisin 4,7 cm 0,8 cm 0,17 cm
Histidin 4,7 cm 1,3 cm 0,27 cm
Sampel X 4,7 cm 1,8 cm 0,38 cm

II.3.2 Reaksi
1. Reaksi Ninhidrin
2. Reaksi Glisin

3. Reaksi Alanin

4. Reaksi Arganin

II.3.3 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan untuk menghitung nilai Rf dari larutan asam
amino dan mengidentifikasi asam amino dari larutan sampel melalui metode
kromatografi lapis tipis. Identifikasi yang dilakukan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis dengan cara memberi 4 buah totolan larutan asam amino
pada kertas kromatografi yang dimasukkan ke dalam chamber yang jenuh dengan
eulen. Eulen dibuat dengan campuran n-butanol : asam asetat : air = 2,5 : 0,6 : 2,6
v/v. Digunakan larutan eulen karena untuk memperoleh pemisahan asam amino
yang baik, dapat digunakan dua fasa pelarut, misalnya pasangan fenol-air, dalam
percobaan ini digunakan tiga fasa pelarut yaitu n-butanol, asam asetat, air, dimana
setiap jenis asam amino mempunyai koefisien partisi tertentu untuk pasangan
pelarut tertentu (Nurul, 2013).
Setelah eulen menempuh jarak yang telah ditentukan sebelumnya, kertas
dikeluarkan lalu dikeringkan dalam suhu kamar. Selanjutnya disemprotkan
dengan ninhidrin dan kemudian dimasukkan ke dalam oven. Penyemprotan
ninhidrin dilakukan karena ninhidrin yang dipanaskan bersama asam amino maka
akan terbentuk kompleks berwarna. Hasil penyemprotan dengan ninhidrin akan
menyebabkan timbulnya warna/noda pada kertas klromatografi. Noda yang timbul
diberi lingkaran unruk diukur Rf nya (Nurul, 2013).
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh jarak larutan dari titik kegaris atas
4,7 cm. Jarak titik ke noda pada arginin sebesar 1 cm, glisin 0,8 cm, histidin 1,3
cm, dan sampel x 1,8 cm. Dari pengukuran ini maka akan diperoleh nilai Rf dari
masing-masing asam amino dengan persamaan (Nurul, 2013).

jarak noda daritempat penotolan


Rf =
jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rf untuk arginin sebesar 0,21 cm, glisin 0,17 cm, histidin 0,27 cm
dan sampel x 0,38 cm. Dari nilai Rf yang diperoleh dapat dilihat bahwa nilai Rf
sampel x mendekati nilai Rf hiatidin sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel x
mengandung asam amino histidin. Hal ini membuktikan bahwa pada sampel 4
terjadi pemisahan asam amino yang didasari oleh asam amino yang terlarut dalam
larutan Ninhidrin yang terdistribusi dalam fasa stasioner yang tidak saling
bercampur sehingga perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam kedua pelarut
seimbang antara sampel x dengan larutan ninhidrin (Nurul, 2013).
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pada makalah ini pemisahan asam amino dapat
dilakukan dengan metode kramotografi lapis tipis dengan didapatkan nilai Rf
untuk arginin sebesar 0,21 cm, glisin 0,17 cm, histidin 0,27 cm dan sampel x 0,38
cm. Untuk mengidentifikasi asam amino pada plat KLT digunakan metode
kromatografi partisi agar pemisahan asam amino yang terlarut dalam suatu
larutan terdistribusi, dari hasil yang diperoleh sampel x menunjukkan bahwa
dalam sampel x terkandung asam amino histidin.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Andi,
Yogyakarta.

Akbar, Y., 2011, Pemisahan dan Identifikasi Asam Amino (online),


(http://akbarbanjar.wordpress.com/2011/03/17/laporan-biokimia/), diakses
pada tanggal 15 November 2013 pukul 01.38 WITA.

Alimuddin, R., 2011,Identifikasi Asam Amino (online),


(http://duniaraa13.blogspot.com),diakses pada tanggal 15November
2013pukul 01.40 WITA.

Bresnick, S., 2004, Intisari Kimia Organik, Hipokrates, Jakarta.

Gritter, A., 1991, Biokimia 1, PT. Gramedia, Jakarta.

Nurul Elfiani Paweli.2013, Pemisahan Dan Identifikasi asam Amino, Universitas


Hasanuddin , Makassar.

Poedjiadi A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.

Poedjiadi, A.dan F.M. T. Supriyanti., 2009.Dasar-dasar Biokimia. Jakarta,


Penerbit Universitas Indonesia.

Sumarto, S., 2002, Evaluasi Jaminan Sosial Program Lanjut Usia, P3KS, Jakarta.

Tim Dosen, 2013, Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia, Universitas


Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai