Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KROMATOGRAFI

KELAS 2A
Program Studi Analisis Kimia

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI

POLITEKNIK AKA BOGOR


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan lancar.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna


menyelesaikan tugas praktikum Analisis Kromatografi. Makalah ini disusun
berdasarkan hasil diskusi dan kerja kelompok. Makalah ini dapat diselesaikan atas
bimbingan, bantuan, serta dukungan, dan doa dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharap kritik dan sar

an yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................... i

Daftar Isi…………………………………………………… ii

Laporan Kelompok 1........................................................... 12

Laporan Kelompok 2.......................................................... 18

Laporan Kelompok 3........................................................... 25

Laporan Kelompok 4........................................................... 34

Laporan Kelompok 5........................................................... 48

Laporan Kelompok 6........................................................... 60

Laporan Kelompok 7........................................................... 82

Laporan Kelompok 8........................................................... 93

ii
LAPORAN KELOMPOK 1

I. JUDUL
Penetapan Asam Amino dalam Sampel Campuran Asam Amino secara
Kromatografi Kertas

II. TUJUAN
Menguji kandungan asam-asam amino dalam sampel campuran asam
amino secara kromatografi kertas.

III. PRINSIP
Asam-asam amino dipisahkan berdasarkan perbedaan kekuatan
interaksi antara fase diam dan fase gerak. Asam amino akan terbawa oleh
fase oleh fase gerak dengan gaya dorong, gaya kapilaritas. Asam amino
yang berinteraksi kuat dengan fase diam akan memiliki mobilitas yang
rendah dibandingkan dengan yang berinteraksi lemah dengan fase diam.

IV. DASAR TEORI

Pada umumnya asam amino diperoleh sebagai hasil hidrolisis protein,


baik menggunakan enzim maupun asam. Dengan cara ini diperoleh
campuran bermacam-macam asam amino dan untuk menentukan jenis
asam amino maupun kuantitas masing-masing asam amino perlu diadakan
pemisahan antara asam-asam amino tersebut (Poedjiadi, 1994).

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus


fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam
biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu
atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus
karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa.
Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi
asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini

1
terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino
termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah
satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun
protein.Struktur asam amino adalah sebagai berikut    (Poedijaji &
Supryanti, 2009 ).

Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode


gravimetric, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis.
Salah satu metode yang banyak memperoleh pengembangan ialah metode
kromatografi. Macam-macam kromatografi ialah kromatografi kertas,
krometografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion (Poedjiadi, 1994).

Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan


perbedaan-perbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan
yang dapat dimanfaatkan meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta
sifat polar. Kromatografi biasanya terdiri dari fase diam (fase stasioner)
dan fase gerak (fase mobile). Fase gerak membawa komponen suatu
campuran melalui fase diam, dan fse diam akan berikatan dengan
komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-beda. Jenis kromatografi
yang berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase, namun semua jenis
kromatografi tersebut berdasar pada asas yang sama (Bresnick, 2004).

Pemisahan asam amino dengan metode kromatografi ini didasari oleh


kemampuan suatu jenis asam amino terlarut dalam suatu campuran larutan
tertentu pada fase stasioner. Untuk memperoleh pemisahan asam amino
yang baik dapat digunakan dua fase pelarut, misalnya pasangan fenol- air,
n-Butanol- air, atau dengan tiga fase pelarut tersebut dimana setiap jenis
asam amino mempunyai koefisien partisi, kertas digunakan sebagai
pendukung air. Campuran komponen yang akan dipisahkan ditempatkan
pada fasa stasioner (zat padat), kemudian dihubungkan dengan fase cair,
maka fasse cair akan melalui fase stasioner  sambil membawa komponen
tersebut, dimana perbandingan kecepatan perpindahan komponen dengan
kecepatan permukaan fasa mobile(cair) merupakan dasar untuk

2
mengidentifikasikan komponen yang dipisahkan. Perbandingan kecepatan
ini disingkat dengan Rf (Rate Of Front) (Tim Dosen, 2013).

Menurut Akbar (2011), Macam-macam kromatografi :

Kromatografi Lapis Tipis  yaitu kromatografi yang menggunakan


lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina,
silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada
umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan
kromatografi.

Kromatografi Penukar Ion merupakan bidang khusus kromatografi


cairan-cairan. Seperti namanya, system ini khusus digunakan untuk spesies
ion. Penemuan resin sintetik dengan sifat penukar ion sebelum perang
Dunia II telah dapat mengatasi pemisahan rumit dari logam tanah jarang
dan asam amino.

Kromatografi Penyaringan Gel merupakan proses pemisahan dengan


gel yang terdiri dari modifikasi dekstran-molekul polisakarida linier yang
mempunyai ikatan silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk
susunan seperti saringan yang dapat memisahkan molekul-molekul
berdasarkan ukurannya. Molekul dengan berat antara 100 sampai beberapa
juta dapat dipekatkan dan dipisahkan. Kromatografi permeasi gel
merupakan teknik serupa yang menggunakan polistirena yang berguna
untuk pemisahan polimer.

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis


silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam
atau plastik yang keras. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Akbar, 2011) :

Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan


kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang
lebih sempurna, kepekaan yang lebig tinggi, dan dapat dilaksanakan denga
lebih cepat. Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila

3
dikerjakan dengan kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya
beberapa menit saja bila dikerjakan dengan TLC (Adnan, 1997).

Kelebihan dari kromatografi lapis tipis yang lain ialah pemakaian


pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan
cuplikan berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis) dan
tersedianya beberapa metode (Gritter, 1991).

Pemurnian FRY dan reaksinya, hasil ari FAOD diletakkan di RP-18


plat KLT yang terdiri dari n-butanol, asam asetat dan air (4 : 1 : 5).
Pemurnian FRY dideteksi oleh ninhidrin (noda ungu). Dugaan bahwa
FRY terdiri dari gula dan amina termasuk asam amino. Pada substrat
FAOD, valin menunjukkan karakter yang sama pada KLT. Ketika
permunian dalam inkubator dengan FAOD, noda ungu muncul (Akbar,
2011).

Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam


amino maka akan terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat
ditentukan secara kuntitatif dengan jalan menggunakan intensitas warna
yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam amino tersebut. Pada
reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4 sehingga asam amino dapat ditentukan
secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan NH3 yang dilepaskan.
Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna kompleks yang berbeda
warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks berwarna yang
terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan
ammonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino. Hasil uji positif pada
uji ninhidrin diberikan pada asam amino yang mengandung asam α-amino
dan peptida yang memiliki gugus α-amino yang bebas (Alimuddin, 2011).

V.

4
VI. CARA KERJA

5
VII. DATA PENGAMATAN

NAMA PENGAMATAN FISIK

BAHAN Warna Wujud Bau

Tak
Sampel Cair Khas
berwarna

Standar 2 Tak
Cair Khas
(L-Arganin) berwarna

Standar 3 Tak
Cair Khas
(L-Glutamin) berwarna

Standar 4
Tak
(L- Cair Khas
berwarna
phenylalanin)

Standar 5 Tak
Cair Khas
(L-Cysteine) berwarna

JARA JARA
NAMA
N K K
BAHA RF
o SPOT ELUE
N
(cm) N (cm)

1 Standar 0.1
6.80 36.90
2 8

Standar 12.90 0.3


3 5

6
0.3
13.40
6
Sampel
0.9
33.80
2

Standar 0.9
33.80
4 2

Standar 0.0
3.20
5 9

Standar 0.1
5.90 34.45
2 7

Standar 0.3
13.20
3 8

0.3
2 12.70
7
Sampel
0.9
33.10
6

Standar 0.9
32.60
4 5

Standar 0.0
2.50
5 7

7
VIII. PERHITUNGAN

VIII. PEMBAHASAN

Kromatografi kertas merupakan kromatografi dengan menggunakan


kertas penyaring sebagai penunjang fase diam dan fase gerak berupa
cairan yang terserap diantara struktur pati kertas.

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah fase serap. Fase gerak
adalah fase pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Adsorben adalah
penyerap dalam kromatorafi kertas saring yaitu selulosa. Cairan fase yang
bergerak yang berupa cairan dari pelarut organik dan air mengalir

8
membawa noda cuplikan yang ditotolkan pada kertas dengan kecepatan
yang berbeda.

Pada praktik dilakukan proses penetapan asam amino dalam sampel


secara kromatografi kertas secara kualitatif. Proses penetapan diawali
dengan pemisahan berdasarkan perbedaan interaksi komponen pada
sampel dengan fase diam atau fase gerak, dimana komponen yang
berinteraksi lebih kuat dengan fase diam memiliki mobilitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan komponen yang bereaksi lemah dengan fase
diam. Pada proses penetapan digunakan kertas saring (selulosa) sebagai
fase diam dan fase geraknya berupa campuran butanol, asam asetat, dan
aquades dengan perbandingan 4:1:1. Proses penetapan selanjutnya
dilakukan dengan membandingkan nilai Rf sampel dengan standar yang
dielusikan bersama.

Pada praktik digunakan 4 jenis standar yaitu L-Arganin, L-Glutamin,


L-Phenylalanin, dan L-Crysteine serta digunakan 2 sampel. Pada sampel 1
didapatkan 2 komponen dengan nilai Rf sebesar 0,36 dan 0,92, nilai
tersebut mendekati dengan nilai Rf standar L-Glutamin dengan nilai Rf
0,35 dan L-Phenylalanin dengan nilai Rf 0,92. Pada sampel 2 didapatkan 2
komponen dengan nilai Rf sebesar 0,37 dan 0,96, nilai tersebut mendekati
dengan nilai Rf standar L-Glutamin dengan nilai Rf 0,38 dan L-
Phenylalanin dengan nilai Rf 0,95.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam


kromatografi kertas yng mempengaruhi nilai Rf, yaitu:

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan


2. Sifat dari penyerap yang digunakan
3. Derajat aktivitas adsorben
4. Tebal atau kerataan lapisan penyerap pada lempeng

9
5. Pelarut atau fase gerak yang digunakan
6. Derajat kejenuhan bejana pengembang
7. Teknik percobaan dan penotolan
8. Jumlah cuplikan yang digunakan
9. Derajat kemurnian eluen
10. Suhu
11. Kesetimbangan bejana atau partisi pengembangan dan lempeng yang
digunakan
12. Diameter pipa kapiler yang digunakan menotol sampel

Adapun faktor-faktor kesalahan yang terjadi dalam melakukan percobaan


yaitu:

1. Bahan yang digunakan terkontaminasi


2. Eluen yang digunakan kurang jenuh
3. Kurangnya ketelitian pada saat penotolan
4. Kurangnya pengetahuan praktikan

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan


kesimpulan bahwa:

 Sampel 1 (satu) mengandung 2 komponen yaitu standar L- Glutamin dan


L-Phenylalanine.
 Sampel 2 (dua) mengandung 2 komponen yaitu standar L- Glutamin dan
L-Phenylalanine.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan nilai Rf dari


masing-masing sampel yaitu:

Sampel I :

 Rf sampel : 0,36
0,92

10
 Rf standar 2 : 0,18
 Rf standar 3 : 0,35
 Rf standar 4 : 0,92
 Rf standar 5 : 0,09

Sampel II :

 Rf sampel : 0,37
0,96
 Rf standar 2 : 0,17
 Rf standar 3 : 0,38
 Rf standar 4 : 0,95
 Rf standar 5 : 0,07

X. DAFTAR PUSTAKA
 Clark,Jim.2007.kromatografi
kertas.http://www.chem-15-try.org/author/jim clark
 Zakaria,ahmad dan supriyono.2019. penuntun praktik analisis
kromatografi,Bogor : Politeknik AKA Bogor

XI. TES FORMATIF


1) Mengapa digunakan ninhidrin untuk pembangkit warna? Jelaskan!
Jawab : Karena reaksi antara asam amino dan ninhidrin akan membentuk
senyawa hidrindantin yang berwarna

2) Asam amino apakah yang memiliki nilai Rf yang tertinggi? Jelaskan!


Jawab : Asam amino apakah yang memiliki nilai Rf yang tertinggi ialah
leusin, karena memiliki sifat yang tidak sama dengan fase geraknya
sehingga jarak eluennya pendek.

11
3) Apakah asam amino akan mengion jika dilarutkan dalam air? Jelaskan!
Jawab : Bisa, karena didalam air asam amino akan membentuk zwitterion

12
LAPORAN KELOMPOK 2

A. JUDUL

Identifikasi Kurkumin Dalam Sampel Temulawak Secara Kromatografi Lapis


Tipis Descending

B. TUJUAN

Mengidentifikasi adanya kandungan senyawa kurkumin dalam sampel


temulawak secara kromatografi lapis tipis descending.

C. PRINSIP

Senyawa kurkumin dapat dipisahkan dalam sampel temulawak


berdasarkan perbedaan kelarutan atau kekuatan interaksi antara fasa diam dan fasa
gerak. Kurkumin akan terbawa oleh fasa gerak dengan adanya gaya dorong atau
biasa disebut gaya kapilaritas.

D. CARA KERJA

1. Pembuatan Larutan Fasa Gerak

Dipipet kloroform dan benzene masing-masing 4,5 mL (1:1). Kemudian


dimasukkan dalam tabung ulir bertutup dan ditambahkan etanol 1 mL. campuran
dimasukkan dalam chamber bertutup untuk proses penjenuhan.

2. Pembuatan Zat Pembangkit Warna

Ditimbang 2 g asam borat lalu ditambahkan 10 mL metanol dan 1 mL


HCL. Larutan dimasukkan dalam tabung ulir bertutup.

3. Pembuatan Larutan Standar Kurkumin

Ditimbang 0,1 g standar kurkumin dan melarutkannya dengan 1 mL


etanol. Dikocok menggunakan vortex hingga homogen lalu disaring filtratnya.
Standar kurkumin siap untuk proses penotolan.

4. Preparasi Sampel

13
Ditimbang 0,1 g sampel temulawak dan melarutkannya dengan 1 mL
etanol. Dikocok menggunakan vortex hingga homogen lalu disaring filtratnya.
Sampel siap untuk proses penotolan.

5. Pembuatan Plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

Dipotong Lempeng KLT ukuran 50 x 100 mm kemudian diberi garis batas


bawah dan batas atas 10 mm dari ujung plat menggnakan pensil.

6. Penotolan Standar dan Sampel

Standar dan sampel di totolkan (spoting) menggunakan pipa kapiler pada


garis batas bawah lempeng KLT. Dimasukkan dalam chamber yang telah
dijenuhkan dengan fasa gerak. Dilakukan proses elusi sampai fasa gerak
mendekati garis batas atas, plat KLT diangkat dan dikeringkan.

E. DASAR TEORI

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan zat erlarut oleh suatu proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan
du dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau
kerapatan muatan ion. Atau secara sederhana kromatografi biasanya juga diartikan
sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Kromatografi digunakan untuk
memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponen. Seluruh bentuk
kromatografi bekerja berdasarkan prinsip ini

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan fisika-kimia dengan dase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan
fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau

14
lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembang)
lalu hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama
dengan fasa diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas
dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelerut
pengembang.

Pada identifikasi spot atau penampakan spot, jika spot sudah berwarna
dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari jarak
relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap
senyawa.

Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis hubungan


kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta
kepolaran dan ukuran molekul.

Pada kromatografi lapis tipis eluen adalah fase gerak yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fase diam. Interaksi
antara fase diam dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponwn olwh laju alir eluen dan jumlah
umpan. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut
atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak
digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar
dari ikatannya dengan alumina. Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan
eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan prinsip “like dissolve like”.

F. DATA PENGAMATAN

15
 Data Fisik

No Nama Bahan Warna Bau Wujud


1 Kurkumin Kuning Bau khas Larutan
kurkumin
2 Kloroform Tidak Bau khas Larutan
Berwarna kloroform
3 Benzena Tidak Bau khas Larutan
Berwarna benzena

 Sampel

No Nama Bahan Banyak Jarak Spot Jarak Eluen Rf


Spot (mm) (mm)
1 Sampel 3 6 0,26
kurkumin 9 23,5 0,38
13,5 0,57

G. PEMBAHASAN

Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen


yang akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase yaitu fase gerak dan fase diam,
yang mana fase gerak yang digunakan adalah Kloroform dan benzena dengan
pebandingan 1 : 1 dengan penambahan etanol, sedangkan fase diamnya adalah
plat klt.

Setelah plat klt dimasukan kedalam chamber kemudian ditutup dengan


kaca dengan tujuan untuk menjenuhkan atau menyakinkan bahwa kondisi dalam
gelas kimia terjenuhkan oleh uap dan pelarut. Dalam chamber tersebut setelah plat
klt didiamkan beberapa lama akan terjadi pemisahan komponen campuran akibat
adanya perbedaan interaksi tiap komponen dalam fase gerak dan fase diam.

Dalam pratikum kali ini, fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar.
Setelah campuran terpisah beberapa komponen, terdapat 3 komponen yang

16
berbeda. Berdasarkan literatur kurkumin memiliki tiga komponen yaitu kurkumin
demetoksi, kurkumin, dan bis demetoksi. Dalam hal ini kurkumin bersifat yang
paling nonpolar diantara tiga senyawa tersebut, sehingga dapat disimpulkan
bahwa komponen dengan jarak paling jauh dari spot diidentifikasi sebagai
kurkumin, dan data tersebut didapat bahwa data jarak eluen sebesar 23,5 mm dan
jarak spotnya sebesar 13,5 mm. Dan data tersebut didapat nilai Rf sebesar 0,57.

H. Kesimpulan

Dari Percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan :

Sampel kurkumin yang dipisahkan secara kromatografi menghasilkan 3


komponen senyawa ;

• Kurkumin dengan nilai Rf 0,57

• D-metoksi kurkumin

• Bis-D-metoksi kurkumin

Sehingga komponen kurkumin bersifat lebih non polar dibandingkan

dengan komponen D-metoksi kurkumin dan Bis-D-toksikur kumin dari campuran


pelarut (Benzena, Kloroform, dan etanol).

I. DAFTAR PUSTAKA

1.Day,R.A.Jr &Underwood, A.L.2002.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.

Jakarta :Erlangga

2.Himawan, Dewi Elizabeth. 2011. Skripsi :Optimasi metode penetapan kadar

kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar (OHT) merk kiranti dengan

metode kromatografi lapis tipis (klt)-densitometri.Yogyakarta : UniversitasSanata

17
Dharma
3.Wulandari, Lestyo.2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember : PT Taman

Kampus Presindo

J. TES FORMATIF

1. Tanaman apa saja yang memiliki kandungan kurkumin cukup besar ?

Tanaman yang memiliki kandungan kurkumin cukup besar yaitu padatan aman

dalam keluarga Zingiberaceae dalam genus Curcuma. Contohnya adalah Kunyit,

Temulawak, Temu Putih, Temu Mangga dan Varietas Kunyit lainnya.

2. Apakah kurkumin hanya terdiri dari satu senyawaan ?

Tidak, karena senyawa kurkuminoid merupakan senyawaan campuran yang terdiri

dari kurkumin, d-toksi kurkumin dan bis-D-metoksi kurkumin. Kurkumin adalah

senyawa aktif yang berupa polifenol. Kurkumin dapat didegradasi menjadi

senyawa ferulioil metana dan asam ferulat. Dari kedua senyawa ini dapat

diturunkan senyawa benzaldehid dengan bahan dasar sintesis flavoinoid.

3. Apakah fase gerak yang dipergunakan sudah sesuai ? Jika tidak apakah saran

anda ?

Fase gerak yang digunakan (Kloroform :Benzena) sudah sesuai, karena dalam

percobaan yang telah dilakukan kurkumin dalam sampel dapat terpisahkan

18
I. JUDUL

PEMISAHAN ZAT WARNA CAMPURAN (DYE MIXTURE) SECARA


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS ASCENDING DENGAN MENGGUNAKAN
2 TIPE ELUEN

II. TUJUAN

1. Memisahkan ion logam dalam contoh secara kromatografi kertas

2. Menentukan nilai retardasi fator (Rf) ion logam dalam contoh

II. PRINSIP

Ion logam dalam sampel cairan dapat di uji secara kualitatif dengan menggunakan
metode kromatografi kertas. Ion logam dengan driving force gaya kapilaritas
dapat terbawa oleh fase gerak sampai jarak tertentu. Ion logam yang sudah
terpisah dapat diidentifikasi dengan penambahan activating agent untuk
membentuk senyawaan berwarna.

III. CARA KERJA

a. Campuran Heksana : Toluena (3:7)


Disiapkan tabung ulir (+) 3 mL Heksana
Dihomogenkan
(+) 7 mL Toluena

b. Campuran Etanol : n-Heksana (3:7)


Disiapkan tabung ulir (+) 3 mL Etanol
Dihomogenkan

(+) 7 mL n-Heksana

19
c. Persiapan Chamber

A B

1. Sisi kiri chamber (A) disis fase gerak Toluena.


2. Sisi kanan Chambr (B) disi fase gerak campuran heksan : toluene (6:4).
3. Ditutup chamber agar tidak menguap sambil dijenuhkan selama 7 menit
d. Persiapan Lempeng KLT
X₁ X₂

1. Diukur batas atas dan batas bawah X1 dan X2 masing-masing 1 cm.


2. Ditentukan garis “y” sebagai garis tengah.
3. Sampel ditotolkan pada batas atas dan batas bawah seperti pada
gambar dengan jarak yanag sama.
4. Kemudian lempeng di masukkan kedalam chamber yang telah diisi
fase gerak.
5. Dibiarkan hingga fase gerak mencapai garis tengah.
6. Diangkat dan keringkan.
7. Hitung nilai Rf masing-masing komponen.

IV. DASAR TEORI

20
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil
(Fessenden,2003).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi
di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa


menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis
seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )

Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya


sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi

21
adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke
aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan
campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus
mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor
lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.

KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa


padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang
diadsorpsi oleh permukaan partikel padat.( Soebagio,2002)

Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah


penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut
yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan
tergantung pada (Soebagio,2002):

Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada


bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini
tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika.
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben
seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben
tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering
disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan
biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga
didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.
Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh
(Gandjar,2007).

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai


faktor resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam
dikelompokkan (Gritter,1991) :

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa

22
dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,
sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi
kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007)

DATA PENGAMATAN

1. Data Pengamatan Fisik

No Bahan Wujud Warna Bau

1. Due mixture Larutan Hitam kehijauan Bau khas due


mixture

2. Heksana Larutan Tidak berwarna Khas heksana

3. Toluena Larutan Tidak berwarna Khas toluena

4. Etanol Larutan Tidak berwarna Khas etanol

2. Data hasil Pemisahan

NO Sampel Pengamatan Jarak Spot Jarak Eluen


(mm) (mm)
Warna Rf

1. Dye Mixture Biru 0,24 8 33

Fase gerak: Merah 0,48 16 33


Toluena dan Muda
heksana (7:3)
Kuning 0,68 22,5 33

2. Dye Mixture Biru 0,70 29 41,5

23
Fase gerak: Merah 0,84 35 41,5
Toluena dan Muda
etanol (7:3)
Kuning 0,93 38,5 41,5

PEMBAHASAN

Pemisahan dalam praktikum kali ini menggunakan dye mixture yaitu


menggunakan kromatografi lapis tipis yang berdasarkan interaksi komponen
dalam dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Praktikum ini digunakan dua fasa
gerak yang brbeda yaitu toluena:etanol (7:3) mL dan toluena:heksana (7:3) mL.
Pada praktikum didapatkan nilai Rf pada fase gerak toluena:heksana Rf biru
sebesar 0,24 Rf merah muda sebesar 0,48 dan Rf kuning 0,68. Pada nilai Rf
menggunakan fasa gerak pada toluena:etanol yaitu Rf biru sebesar 0,70, Rf merah
muda sebesar 0,84, dan Rf kuning sebesar 0.93.

Berdasarkan data di atas di dapat spot warna kuning dari dua perbedaan
pada fasa gerak. Pada nilai Rf kuning di fasa gerak toluena:heksana mendekati
jarak eluennya. Hal ini dikarenakan spot kuning mendekati jarak eluan di
kategorikan non polar, pada fase gerak toluena:etanol Rf warna kuning juga
mendekati jarak eluen sehingga cenderung bersifat non polar. Dari data yang
diproleh dengan perbedaan dua fasa gerak ini lebih baik atau efektif
menggunakan fase gerak toluena:heksana, hal ini dikarenakan fase gerak
toluena:heksana dapat memisahkan komponen menggunakan dry mixture.

KESIMPULAN

Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa:

24
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat memisahkan campuran warna
dye mixture menjadi 3 spot warna yang berbeda.
2. Nilai Rf dari fasa gerak Toluena : Hexana (7:1) lebih kecil daripada
Toluena : Etanol (7:1)
3. Fasa gerak Toluena : Hexana lebih baik daripada Toluena : Etanol
dalam pemisahan Dye Mixture ini.

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas


Indonesia

Surjadi. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

TEST FORMATIF

1. Warna apa yang paling bersifat non polar?


Jawab: Kuning, karena terbawa lebih jauh oleh fasa gerak non polar
sehingga sifatnya paling non polar.

2. Eluen apa yang paling bagus memisahkan komponen warna pada dye
mixture?
Jawab: Toluena, karena toluene memiliki perbedaan kepolaran dengan
fasa diam yang lebih baik sehingga komponen dapat terpisah
berdasarkan kemiripan kepolaran dengan fase gerak dan fase diam.

25
LAPORAN KELOMPOK 3

PEMISAHAN SENYAWA BERWARNA PADA SAMPEL DAUN


MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM

I. Tujuan
 Memisahkan senyawa pigmen dalam sampel Daun
 Menghitung nilai Rf masing-masing hasil pemisahan

II. Prinsip
Pemisahan komponen zat warna akibat perbedaan laju migrasi
masing-masing zat warna dalam fase diam dan fase gerak. Pemilihan fase
gerak yang tepat dapat memisahkan komponen zat warna dengan
sempurna

III. Dasar Teori

Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan fisik,


dimana komponenkomponennya dipisahkan dan didistribusikan diantara 2
fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stationer dengan
permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir lembut
disepanjang landasan stationer. Fase stationer bisa berupa padat maupun
cairan, sedangkan fase gerak bisa berupa cairan atau gas. (Day dan
Underwood,1986).

Kromatografi kolom adsorbsi merupakan salah satu contoh dari


kromatografi cair-padat yang termasuk teknik tertua yang dioperasikan
berdasarkan retensi terlarut pada permukaan adsorben. Pada kromatografi
adsorbsi, fase stationernya terdiri atas zat padat dan fase geraknya terdiri
dari zat gas atau cair. Yang termasuk dalam kromatografi cair-padat adalah

26
kromatografi kolom adsorbsi, kromatografi gas, dan kromatografi lapis
tipis (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan


diletakkan pada bagian atas kolom penjerat yang berada dalam tabung
kaca, tabung logam, atau tabung plastik. Kolom kromatografi tabung
untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan
rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut (gritter,
1991).

Klasifikasi kromatografi kolom berdasarkan interaksi komponen


dengan adsorben adalah:

1. Kromatografi Adsorbsi
Komponen yang dipisahkan secara selektif teradsorbsi pada
permukaan adsorben yang dipakai untuk isian kolom.
2. Kromatografi Partisi
Komponen mengalami partisi antara lapisan cairan tipis ada
penyangga padat dan eluen.
3. Kromatografi Pertukaran Ion
Komponen yang dipisahkan berbentuk ion.
4. Kromatografi Filtrasi Gel
Pemisahan berdasarkan ukuran komponen yang dipisahkan.

Pengemasan kolom dapat dilakukan dengan cara basah atau cara


kering. Cara basah lebih mudah untuk memperoleh packing yang
memberikan pemisahan yang baik. Sedangkan cara kering umumnya
dilakukan untuk alumina. Dalam cara basah, fase diam dicampur terlebih
dahulu dengan pelarut sebelum dimasukkan ke tabung kolom. Sedangkan
cara kering fase diam dimasukkan terlebih dahulu kedalam kolom, baru
dialiri fase gerak (Basset, 1994).

Kromatografi kolom memiliki peranan yang sangat luas dalam


berbagai bidang, misalnya dalam penentuan kualitatif atau kuantitatif suatu

27
senyawa. Metode ini juga diaplikasikan dalam pemisahan molekul-
molekul penting sperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
molekul penting lainnya. Selain itu juga bisa digunakan untuk investigasi
suatu senyawa berbahaya dalam pasien atau korban.

Kromatografi kolom dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi


preparatif, menentukan jumlah komponen campuran, dan untuk
memisahkan dan purifikasi senyawa. Selain itu metode ini hanya
membutuhkan alat dan bahan yang mudah didapat dan murah, serta
membutuhkan waktu yang singkat. Kekurangannya adalah membutuhkan
kemampuan dalam teknik dan manual untuk menyiapkan kolom yang
sesuai dengan sampel, dan kurang akurat dalam penetapan kuantitatif
komponen dalam senyawa (Gritter, 1991).

Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari


batang, umumnya berwarna hijau daun dan terutama berfungsi sebagai
penangkap energi cahaya matahari melalui fotosintesis. Bentuk daun
sangat beragam namun biasanya berupa helaian, bisa tipis atau tebal. Daun
juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya kaktus) dan berakibat daun
kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik. Warna hijau pada daun
berasal dari kandungan klorofil pada daun.
Daun seringkali mengandung beberapa senyawa yang berwarna
(pigmen) antara lain klorofil (hijau), karoten (kuning) dan xantofil
(kuning). Meskipun klorofil mengandung bagian yang polar, akan tetapi
secara keseluruhan strukturnya adalah non polar, seperti hidrokarbon,
sehingga klorofil mudah larut dalam pelarut non polar seperti eter atau
petroleum eter. Ada dua jenis klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b, yang

28
membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada
struktur klorofil b yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih
polar dibandingkan klorofil a. Berikut struktur dari kedua jenis klorofil ini.

Untuk pemisahan pigmen klorofil dari tumbuhan, dapat dilakukan


dengan kromatografi kolom. Alat yang digunakan yaitu kolom yang di
dalamnya berisi fase stasioner (padat atau cair) yang berupa kalsium
karbonat. Campuran ditambahkan ke kolom dari satu ujung dan campuran
akan bergerak dengan bantuan fase gerak yang cocok yaitu petroleum
benzene yang sifat kenonpolarannya mendekati klorofil sehingga dapat
memisahkan klorofil dari campuranya. Pemisahan terjadi karena adanya
perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam kolom, yang
ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau koefisien partisi antara fase gerak
dan fase diam.

IV. Cara Kerja

 Persiapan Kromatografi Kolom

Disiapkan kolom Bagian bawah


Kromatografi diisi dengan
yang sudah kapas (±1 cm )
bersih dan
kering

Dimasukkan
kertas saring
wattman nomor
42 ke dalam
kolom
29
 Preparasi sampel

Sampel Ditimbang Dimasukka


dirajang sebanyak n ke dalam
halus 30-50 erlenmeyer
gram

Diuapkan Filtratnya Dishaker


dengan ditampung di selama 30
vakum atau pinggan menit (15-20
hair dryer penguap rpm ) dan
disaring

 Proses elusi

Sampel Dimasukkan Cerat pada Fasa gerak


diambil ke kolom kolom (Petroleum eter)
dengan yang sudah dibuka dimasukkan atau
spatula diisi fasa disiram ke dalam
diam kolom

Dihitung nilai Fasa gerak


Rf pada lapisan dimasukkan
yang terbentuk sampai
mendekati
ujung cerat dan
cerat ditutup
30
V. Pengamatan saat Pengukuran
1 Identifikasi sampel
Sampel : Daun SINGKONG
Fasa diam : Alumina (Al2O3)
Fasa gerak : Petroleum Benzene
Tinggi eluen : 10 cm
Bobot sampel : 44,576 g

2 Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

No Nama Bahan atau reagen Pengamatan Fisik


Warna Bau Wujud
1 Sampel Daun Singkong Hijau Tidak Berbau Padatan
2 Petroleum Benzene Tidak Berwarna Khas Cairan
Petroleum
benzene
3 Alumina Putih Tidak berbau Padatan

3 Tabel data pengujian

Sampel Warna Jarak spot Jarak eluen Rf


(cm) (cm)
Jingga 0,30 10,00 0,03

Daun Hijau tua 0,20 10,00 0,02


singkong
Coklat 0,20 10,00 0,02
kekuningan

31
VI. Perhitungan
Rumus umum :
jarak komponen
Rf =
jarak eluen

0,3 cm
Rf jingga=
10 cm
= 0,03

0,2cm
Rf coklat kekuningan=
10 cm
= 0,02

0,2 cm
Rf hijautua=
10 cm
= 0,02

VII. Pembahasan

Kromatografi yaitu pemisahan campuran senyawa dalam suatu


sampel berdasarkan interaksi sampel dengan fasa diam dan fasa gerak.
Kromatografi kolom adsorbsi menggunakan fasa gerak petroleum benzen
dan fasa diam yang digunakan yaitu alumina. Pemisahan kromatografi
adsorbsi, merupakan pemisahan berdasarkan afinitas adsorbsi dari
komponen sampel. Sampel yang ddigunakan dalam praktikum ini adalah
daun singkong.
Tiga tahapan dalam kromatografi kolom yaitu :
1. Pembuatan fasa gerak
Fasa gerak yang digunakan adalah petroleum benzen, dimana
petroleum benzen merupakan pelarut nonpolar yang digunakan untuk
mengekstrak sampel daun singkong dan digunakan sebaagai fasa gerak.
2. Pembuatan kolom kromatografi

32
Dalam tahap kedua ini, kolom kromatografi dikondisikan kering
dan bersih karena jika kolom dalam kondisi basah air dalam kolom
tersebut teradsorbsi pada fasa diam dan meyebabkan pemisahan komponen
tidak maksimal. Selanjutnya, pada bagian bawah kolom ditambahkan
kapas untuk menghalangi keluarnya fasa gerak. Kemudian fasa diam yang
digunakan adalah alumina yang mana alumina akan dilewati oleh fasa
gerak serta akan terjadi pemisahan di fasa diam. Maka komponen yang
bersifat polar akan teradsorpsi lebih kuat dan terelusi lebih lama begitupun
sebaliknya. Elusi adalah proses migrasinya komponen melewati supporting
system.
3. Pelaksanaa teknis pemisahan
Sampel yang sudah dipreparasi filtratnya diuapkan untuk
memisahkan dari pelarutnya, selanjutnya samapel dimasukkan kedalam
kolom dan diteruskan memasukkan fasa gerak sehingga akan terjadi
pemisahan komponen dalam kolom.
Dalam praktikum ini didapatkan hasil 3 komponen yang terpisah
dari sampel daun singkong yaitu warna jingga , coklat dan hijau.
Pemisahan warna ini berdasarkan afinitas adsorbsi dari komponen
komponen sampel. Berdasarkan pemisahan di dapatkan nilai Rf yang dapat
dihitung dari jarak komponen di bagi dengan jarak eluen, sehingga untuk
komponen warna jingga , coklat dan hijau masing masing nilai Rf nya
adalah 0,03 , 0,02 dan 0,02. Dilihat dari nilai Rf jarak antar komponen ini
sangat dekat, untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik dapat
dilakukan perubahan jenis atau komposisi dari fasa gerak agar pemisahan
dapat lebih maksimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kolom yaitu
a. Pelarut fasa gerak , pelarut harus memiliki viskositas yang rendah
untuk mendapatkan resolusi yang baik dan volatilitas yang tinggi untuk
mendapatkan recovery yang cepat dari zat.
b. Laju alir pelarut, laju alir yang seragam dan rendah dapat
memberikan resolusi yang baik.

33
c. Kondisi absorben, absorben yang tidak aktif dapat menurunkan
pemisahan

VIII. Kesimpulan
1. Proses pemisahan dengan kromatografi kolom ini menghasilkan 3 pigmen
warna, tetapi saling tumpang tindih (belum sempurna).
2. Nilai RF dari pigmen warna jingga = 0,03, warna coklat = 0,02, dan warna
hijau = 0,02.

IX. Daftar Pustaka


 Day, R.A ., Underwood, A.L . 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta.
 Skoog, D.A ., Hoker, F. J ., and Stainley, C.R . 2007. Principles of
Instrumental Analysis Sixth Editions. David Harris Belmont : USA

X. TES FORMATIF
1. Apakah senyawa klorofil lebih bersifat non polar dibandingkan dengan
karoten? Kaitkan jawaban dengan fase gerak yang dipakai?
Jawab : Tidak, karoten lebih non polar karena menggunakan fasa gerak lebih
non polar (Aseton : Heksana) dibandingkan klorofil.

2. Mengapa digunakan istilah waktu retensi bukan Rf? Jelaskan


Jawab : Waktu retensi digunakan karena kromatografi kolom mempunyai
aliran tetap untuk semua eluen yang melewati detektor.

3. Apakah metode kromatografi ini dapat dilanjutkan dengan metode


kromatografi lainnya untuk tujuan kuantitatif? Jelaskan caranya
Jawab : Bisa, dengan menggunakan metode HPLC, HPTLC.

34
LAPORAN KELOMPOK 4

Judul : estimasi ketidakpastian pengukuran kafein dalam sampel obat tablet


menggunakan kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (HPTLC)

Tujuan : dapat memisahkan kafein dalam sampel menggunakan kromatografi lapis


tipis

: dapat mengitung estimasi ketidakpastian pengukuran kafein dalam


sampel obat tablet menggunakan kromatografi lapis tipis kinerja tinggi
(HPTLC)

Prinsip : kafein adalah senyawa organic yang banyak mengandung gugus fungsi
yang mampu menyerap sumber radiasi pada daerah uv. Oleh karena itu
dalam keadaan murni , kafein dapat dianalisis menggunakan kromatografi
lapis tipis(KLT) yang dilengkapi dengan detektor. HPTLC merupakan
pengembangan dari TLC yang mana prinsip pemisahannya dapat terjadi
secara adsorbsi atau partisi.Fase gerak nya merupakan suatu system
pelarut/cair yang tidak menguap dan stabil, sedangkan fase diam nya
berupa padatan atau larutan yang ditempelkan pada suatu penunjang.
Rumus struktur kafein

35
Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis merupakan (KLT) termasuk kategori kromatografi
planar yang termasuk di dalamnya adalah kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang fasa diamnya
diisikan atau ter-packing dalam kolom, kromatografi planar ini fasa diamnya
merupakan lapisan uniform bidang datar yang didukung oleh plat kaca,
aluminium atau plat selulosa dalam kromatografi kertas, sedangkan fasa
gerak yang juga sering disebut sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fasa diam dibawah pengaruh kapiler, pengaruh gravitasi atau
pengaruh potensial listrik. Dibanding dengan jenis lain kromatogafi lapis tipis
ini lebih mudah pelaksanaannya dan lebih murah. (Tri Mulyono : 2012)
KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk untuk menentukan
jumlah komponen campuran, atau penentuan suatu zat.Sehingga KLT
merupakan teknik analisis yang cukup mudah dan praktis.HPTLC
(HighPerformance Thin-Layer Chromatography) digunakan untuk analisis
secara kuantitatif.HPTLC merupakan salah satu pengembangan KLT.Akan
tetapi peralatan HPTLC sangat mahal dan cukup rumit. Oleh karena itu, perlu
adanya pengembangan analisis kuantitatif kromatografi lapis tipis dengan
biaya yang relatif murah dengan hasil yang akurat (Hess,Amber. 2004).
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar.Fase
diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca, plastic, alumunium.Sedangkan fase geraknya (Mobile phase)
berupa cairan atau campuran cairan, biasanya pelarut organik dan kadang –
kadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan
membentangkan/meratakan fase diam. (Tim dosen Kimia UGM : 2013)
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena
strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat, dll.
Fasa diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk
kromatografi kolom terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. (Tim
dosen Kimia UGM : 2013)

36
Salah satu fasa diam yang sering digunakan yaitu Silika gel, silika gel
merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Makin kecil diameter
akan makin lambat kecepatan air fase geraknya.
Dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan.Luas permukaan
silika gel bervariasi dari 300 – 1000 m 2/g. bersifat higroskopis, pada
kelembaban relative 45 – 75 % dapat mengikat air 7 – 20 %. (Tim dosen
Kimia UGM : 2013)
Ada berbagai cara penggolongan teknik kromatografi, pertama
berdasarkan perbedaan teknik pengerjaan dikenal kromatografi elusi, partisi
dan pendesakan. Kedua berdasarkan jenis fasa yang dipakai (mobil-stasioner)
yaitu a) kromatografi gas-cair, b) kromatografi gas padat, c) kromatografi
cair-cair dan d) kromatografi cair-padat.Teori dasar kromatografi pertama
kali dikembangkan untuk kromatografi cair-cair oleh Martin dan
Synge.Metoda kromatografi planar meliputi kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas.Setiap metode ini memerlukan lapis tipis materi
berbentuk bidang datar, yang dapat langsung dipakai untuk pemisahan atau
harus dilapiskan di atas lempeng kaca atau plastik atau logam.Fasa mobil
bergerak melalui fasa stasioner berdasarkan kerja kapiler kadang-kadang
dibantu tarikan gravitasi.Kromatografi lapis tipis dilakukan pada lempeng
kaca yang dilapisi dengan selapis tipis partikel-partikel halus.Lapis tipis ini
berfungsi sebagai fasa stasioner. (Astin Lukum : 2006)
KLT merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa yang hidrofobik seperti lemak dan karbohidrat.KLT dapat
digunakan untuk menentukan eluen pada analisis kromatografi kolom dan
isolasi senyawa murni dalam skala kecil.Pelarut yang dipilih untuk
pengembang pada KLT disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang
dianalisis. Sebagai fase diam digunakan silika gel, karena tidak akan bereaksi
dengan senyawa atau pereaksi yang reakstif. (Adam Wiryawan : 2008)

37
Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai Rf
berguna untuk identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatusenyawa dalam
sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa murni. Nilai Rf
didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai
fase gerak (Adam Wiryawan : 2008)

Beberapa keuntungan dari kromatografi lapisan tipis ini yaitu;


kromatografi lapisan tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis,
identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. Kemudian
metode pemisahan senyawa yang cepat, mudah dan menggunakan peralatan
sederhana dalam menentukan kadar. Serta dapat digunakan sampel yang
sangat kecil (mikro). (Z.Abidin : 2011)

Bagan kerja

1. Pembuatan larutan induk kafein 10000 mg/L dalam 25 mL

Menimbang 250 Dimasukkan Dilarutkan dan Dihomegen


mg standar kafein dalam labu takar ditera dengan kan
murni 25 mL kloroform

2. Pembuatan deret standar kafein dari standar induknya 10000 ppm dalam labu
takar 10 ml

Larutan standar induk kafein 10000 ppm

0.5 1.0 1.5


mL
38
ppm 500 1000 1500

Dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

Ditera dengan kloroform dan dihomogenkan

3. Preparasi sampel

Menimbang 10 Dihitung bobot Digerus/ Ditimbang 250


tablet panadol rata-ratanya dihaluskan mg contoh

Disaring ke tabung Ditera dengan kloroform Dimasukkan dalam


reaksi dan ditutup dan dihomegenkan labu takar 10 ml

Diulangi untuk 3 kali ulangan mulai


dari penimbangan sampel

4. Pembutan fase gerak


Fase gerak dibuat menggunakan Kloroform : aseton :
ammoniumhidroksida dengan perbandingan secara berturut-turut yaitu
( 8 : 2 : 0,1) mL
Fase diam menggunakan silica gel 60 F254

39
5. Pengukuran
Standar dan sampel di spotting menggunakan syringe otomatis pada
lempeng silica gel F254. Selanjutnya hasil spotiting dipisahkan
menggunakan kromatografi lapis tips(didalam chamber yang sudah berisi
fase geraknya). Hasil pemisahan tersebut diukur menggunakan HPTLC
(TLC Scanner) dengan detektor UV.

TABEL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN ESTIMASI


a. Tabel pengamatan fisik sampel dan reagen

Nama bahan Pengamatan fisik


No
atau reagen Warna Bau Wujud
1 Sampel obat Putih Bau khas sampel Padatan
2 Kloroform Tak berwarna Berbau menyengat Larutan
3 Standar Putuh Tidak berbau Serbuk
kafein

b. Tabel pembuatan larutan standar induk kafein 10000 mg/L

Perhitungan konsentrasi
Bobot kafein Volume labu takar
Warna larutan standard induk kafein
(mg) (mL)
(mg/L)
250 25 Tak berwarna 10000
c. Data pembuatan deret standar

Volume
Volume
konsentrasi
labu takar Konsentrasi deret
standar
No yang standar yang dibuat Rf Luas area
induk yang
digunakan (mg/L)
dipindahkan
(mL)
(mL)
1 0,5 10 500 0,39 10369,95
2 1 10 1000 0,39 11315,04

40
3 1,5 10 1500 0,39 12815,99
Intersep 9054.2867
slope 2.4460
r 0.9915
Yr 11500.3267
Xr 1000

d. Data preparasi sampel dan penentuan kadar kafein dalam tablet obat

Volum C sampel
Bobot e C (mg/tab
Bobot sampe sampe teruku let)
tablet l l r F C sampel
(g) (mg) (mL) Luas area Rf (mg/L) P (mg/kg)
24,7 10 11404,63 0,3 960,8 1 389018,9 267,06
9 8 9
0,686 25 10 11395,97 0,3 957,3 1 382934,5 262,88
5 9 4 9
25 10 11379,77 0,4 950,7 1 380285,4 261,07
1 1
Yo 11393.456 Rata-rata 263.670
7 7

e. Fish bone

41
42
g. Data ketidakpastian asal faktor presisi metode

Kadar kafein
C kafein terukur dalam sampel Keterangan
Ulangan Luas area larutan uji (mg/L) FP (mg/tablet)
1 11404,63 960,88 1 267,06
2 11395,97 957,34 1 262,88
3 11379,77 950,71 1 261,07 Syarat
Yo 11393,46 956,31 1 263,67 keberterimaan
CSXo 956.31 PM adalah
CSX 384079.66 %RSD <5%
µPM 4477.97
atau SD
%RSD 1.16

h. Data ketidakpastian asal labu takar

µ volume
Labu Takar labutakar
(mL)
koef. 0,0167
Vol Variasi suhu µ (Efek
Ketidakpastian Muai k
(mL) (°C) T) (mL)
asal air (C-1)
temperatur
0,00021 10 7 1,73 0,0085

Ketidakpastian Data kalibrasi k µ kal


asal spek pabrik (mL)
spesifikasi (mL)

43
kalibrasi
0,025 1,73 0,014
pabrik

i. Data ketidakpastian asal penimbangan

µ
Neraca penimbanga
n (g)
µ kal
Ketidakpastian Data kalibrasi pabrik (g) k
(Kg)
Asal Spesifikasi 0,0003
(Kalibrasi) Pabrik 0,0004 2 0,0002

j. Kuantifikasi ketidakpastian gabungan penetapan kafein dalam tablet


obat

Sumber
Nilai (xi) Satuan µ xi
ketidakpastian
Kurva
956,31 mg/L 107.28 0,1122 0,0126
kalibrasi
Presisi
384079.66 mg/kg 4477.97 0,0117 0,0001
Metode

Labu Takar 10 mL 0,0167 0,0017 2.80363E-06

Penimbangan 0,0249 g 0,0003 0,0114 0.0001

Σ 0.01285

Nilai ketidakpastian gabungan μCSX 43542.31

Nilai ketidakpastian gabungan (U) yaitu 2 μCSX 87084.61

44
(384079.67± 87084.61)
Pelaporan μCSX mg/L
(38.41± 8.71)%b/b

Pengamatan dan Data Pengamatan

Uraian Nilai Rf Luas area keterangan


Standar 1 (500 0.39 10369.95 X= 8.8 mm
ppm)
Standar 2 (1000 0.39 11315.04 Ys = 32.4 mm
ppm)
Standar 3 (1500 0.39 12815.99 Yn = 37.5 mm
ppm)
Sampel 1 0.39 11404.63 ʎmaks = 275 nm
Sampel 2 0.39 11395.97
Sampel 3
Sampel 4 0.40 11379.77

Perhitungan

A. Pembuatan larutan standar induk kafein dalam labu takar 25 mL

bobot kafein
Konsentrasi kafein =
volume larutan
250 mg
=
0.025 L
= 10000 ppm

45
B. Pembuatan deret standar dalam labu takar 10 mL
 500 ppm = 10000 ppm x V1 = 500 ppm x 10 ml
V1 = 0.5 ml
 1000 ppm = 10000 ppm x V1 = 1000 ppm x 10 ml
V1 = 1.0 ml

 1500 ppm = 10000 ppm x V1 = 1500 ppm x 10 ml


V1 = 1.5 ml.

Pembahasan

Kafein atau 1,3,7-Trimetilxantin adalah senyawa yang termasuk kedalam


golonngan alkaloid yang banyak ditemukan pada the,kopi, dan biji kola. Kefein
dapat diklasifikasikan sebagai obat yang bersifat stimulant bagi system syaraf
pusat. Dalam sampel tablet obat biasanya tidak hanya mengandung satu bahan,
namun terdiri dari zat aktifnya yang paling utama dan zat tambahan lainya seperti
bahan pengikat, penghancur ,pengisi, pelincir dan bahan adjuvant lainnya.

Dalam penetapannya menggunakan sampel tablet obat yang hanya mengandung


kafein namun bisa saja paracetamol dan yang lainnya. Penetapan kadar kafein
dapat dilakukan menggunakan HPTLC. Pada mulanya sampel dipisahkan terlebih
dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Karena penggunaan alat yang
sudah high performance maka penotolan pada spot juga dilakukan secara otamatis
menggunakan alat nya dengan menggunakan gas(dalam hal ini ga nitrogen),
sehingga sampel yang dimasukkan kedalam syringe secara otomatis akan keluar
pada saat penotolon dengan ada gas tersebut. Penotolan dilakukan pada fasa diam
yang mengandung silica gel berflourescein 254. Pemilihan fasa diam ini
dilakukan karena sampel tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, maka hasil
dapat dilihat pada TLC scanner yang dilengkapi detektor uv sehingga dengan
adanya indikator fluorescein ini dapat berpendar pada sinar UV sehingga analisis
senyawa kafein(tidak berwarna) dapat terlihat. Setelah proses penotolan sampel di
elusi menggunakan fase gerak nya yang sudah dibuat sebelumnya. Proses elusi
dapat dilakukan didalam chamber pada batas tetentu. Pada analisis kualitatifnya

46
adanya kafein dapat dilihat dari adanya spot yang sama pada standar dengan
membandingkan niali Rf nya.

Pemilihan fase gerak yang sesuai perlu dilakukan supaya proses pemisahan dapat
berlangsung secara sempurna. Fase gerak adalah yang dapat menggerakkan analit
nya sehingga dapat terpisah dengan fase diamnya. Sehingga secara tidak langsung
sifat fase gerak nya harus sama dengann analitnya (like dissolved like). Dalam
praktikum ini menngunakan fase gerak nya yang mengandungkloroform :
aseton : ammonium hidroksda (8 :2 : 0,1), sehingga sifat fasa gerak nya lebih
dominan nonpolar dikarenakan sampel kafein yang juga bersifat nonpolar.
Adanya tambahan pelarut yang bersifat polar dikarenakan mungkin saja didalam
sampel juga terdapat senyawa yang bersifat polar. Dalam analisis nya, senyawa
yang tertahan lebih lama di fase diamnya (dapat dilihat dari jarak komponennya
yang kecil dari titik spot awal) menandakan senyawa tersebut dominan bersifat
hampir sama dengan fase diamnnya. Dalam praktik menggunakan HPTLC ini
perhitungan nilai Rf nya dapat dilakukan dengan TLC scanner menggunkan
detektornya mengandung lampu UV. Hasil spotting diposisikan sedemikian rupa
sehingga didapatkan nilai X, Yawal dan Yakhirnya dan juga dapat dicari panjang
gelombang maksimum dari pengukuran sampel yang langsung terbaca pada
computer. Pada praktikumnya standar kafein memiliki nilai Rf 0.39

sedangkan untuk samel mempunyai nilai Rf 0.39 dan 0.40. Hal ini menandakan
bahwa dalam sampel memang mengandung kafein. Penentuan kadar nya dapat
dilakukan menggunakan perhitungan menggunakan luas area yang terbaca.

Kesimpulan

a. Terdapat kafein dalam sampel dengan adanya tinggi spot yang sama pada
hasil elusi
b. Terdapat kafein dalam tablet obat dengan kadar 263.67 mg/tablet atau
(38.41 ± 8.71) %b/b
c. %RSD dari pengukuran kadar kafein dalam sampel obat secara HPTLC
yaitu 1.16%

Daftar pustaka

47
 https://prezi.com/m/qmweckej2s-w/hptlc/
 https://www.infolabling.com

Tes formatif

1. Mengapa perlu dihitung nilai ketidakpastian pengukuran ?


Supaya hasil yang didapatkan lebih akurat, dan hasil pengukuran
mempunyai rentang keberterimaan yang dapat mengurangi faktor-faktor
kesalahan, karena adanya perbedaan kondisi pada saat proses pengukuran.
2. Mengapa pengukuran kafein dapat dilakukan pada panjang gelombang UV
?
Karena kafein memiliki gugus fungsi yang dapat menyerap sinar radiasi uv
sepert C=C dan C=O
3. Apa saja yang dapat mempengaruhi kelinearan kurva kalibrasi ?
Deret standar yang dibuat harus dibuat sedemikian rupa agar intersep dan
slope nya proporsional
4. Apakah ketidakpastian kurva kalibrasi merupakan sumber ketidakpastian
terbesar dalam pengukuran estimasi ketidakpastian kadar kafein?
Iya, karena ketidakpastian kurva kalibrasi berasal dari bagaimana teknik
analisis dari seorang analisi, ketidakpastian kurva kalibrasi dihitung
dengan memasukkan data –data yang diperoleh oleh analis selama
penetapannya. Sedangkan ketidakpastian lainnya hanya sebagai koreksi
karena pengukuran dilakuka pada kondisi yang tidak sama 100%

48
LAPORAN KELOMPOK 5

PENETAPAN IDENTIFIKASI TOLUENA, BENZENA, SERTA XYLENE


PADA BERBAGAI JENIS THINER ATAU PELARUT SECARA
KROMATOGRAFI GAS

A. Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi senyawa toluena, benxena, dan gas xylene
pada berbagai jenis thiner atau pelarut secara kromatografi gas
2. Mampu menentukan kadar dari masing-masing analit secara kuantitatif
dengan menggunakan alat kromatografi gas
3. Mampu mengetahui dan mengoperasikan alat kromatografi gas dengan
benar sesuai SOP
B. Prinsip
Penetapan identifikasi Toluena, Benzena dan Xylene menggunakan
alat gas kromatografi didasarkan pada perbedaan titik didih senyawa dan
laju migrasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien distribusi
dari masing-masing komonen diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa
diam. Pemisahan komponen terjadi didalam kolom, gas sebagai fasa gerak
akan mendorong dan mengelusi sampel yang sudah teruapkan sehingga
komponen akan terpisah dari campurannya. Kemudian masing-masing
komponen dihantarkan sebagai aliran listrik dan dicatat sebagai
kromatogram berupa peak, waktu retensi dan luas area yang diperoleh dari
masing-masing. Senyawa dibandingkan dengan standar, sehingga
identifikasi dan kadar analit dapat ditentukan.
C. Dasar Teori
Pemisahan kimia adalah proses pemisahan sampai ke skala
molekuler (skala kimia berarti memiliki pemisahan sampai ke partikel
yang terkecil, sekecil atom dan molekul atau ion). Pekerjaan
pemisahan tidaklah mudah, sebagai contoh campuran alami adalah
campuran yang sempurna, dibutuhkan upaya untuk mengatasi gaya-
gaya alami yang menyatukan senyawa- senyawa tadi dalam campuran

49
sempurna. Langkah-langkah analisis kimia secara konvensional maupun
secara modern menggunakan instrumental dapat dikerahkan pada kondisi
pemisahan yang sama. (Wonorahardjo, 2013. Halaman 8)
Campuran (mixture) adalah gabungan dari beberapa zat yang
berbeda. campuran masih dapat dibedakan menjadi campuran homogen
dan campuran heterogen. Campuran heterogen terdiri dari beberapa
fase, mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dengan
sendirinya. Campuran homogeny lebih sukar untuk dipisahkan karena
komponen campuran memiliki sifat fisika dan kimia yang mirip.
Pemisahan campuran homogen dengan teknik sederhana seperti
metode fisika yakni penyaringan atau penguapan tidak mampu
memisahkan komponen-komponen campuran tersebut. Harus digunakan
metode lain untuk memisahkan campuran homogen dengan
memanfaatkan sifat-sifat kimia dari komponen dalam campuran tersebut.
(Wonorahardjo, 2013. Halaman 9)
Pemisahan secara modern yang mengandalkan bantuan
instrumentasi modern akan memberikan hasil yang dapat dilihat dari
mesin. Hasil tersebut berupa catatan dari mesin, yakni berupa grafik,
spectrum, diagram, dan kromatogram. Dari hasil data ini
dimungkinkan untuk menghitung kemurniannya. Komponen campuran
yang dipisahkan tidak didapaatkan secara fisik, karena jumlahnya sangat
kecil dan telah terbuang di dalam mekanisme mesin setelah pemisahan
dilakukan oleh instrumentasi. Disini kemungkinan pengotor masih ada.
Biasanya instrumentasi modern akan menghasilkan data pemisahan
seperti ini karena detektor menangkap hasil pemisahan dan mengubahnya
menjadi sinyal yang akan diolah lebih lanjut. (Wonorahardjo, 2013.
Halaman 10)
Metode kromatografi merupakan cara paling baik selama ini untuk
memisahkan komponen kimia yang bercampur dalam sampel,
dibandingkan dengan teknik ekstraksi yang sering membutuhkan uji
lanjutan atau pemisahan lanjutan sehingga teknik ini menjadi kurang
praktis. Kromatografi sangat andal memisahkan senyawa-senyawa

50
yang mirip sekalipun dengan mekanisme pemisahan yang mekibatkan
beberapa fase. Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh Michael
Tswett pada tahun 1906, yang mengembangkan pemisahan
menggunakan kolom. Metode sederhana yang temukan oleh Michael
Tswett akhirnya berkembang dengan sangat pesat dengan ditemukannya
material baru untuk dijadikan fase diam atau kombinasi pelarut-pelarut
yang dipilih berdasarkan sifat kimia dan fiskanya. (Wonorahardjo, 2013.
Halaman 123-129)
Kromatografi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian
dan pemisahan senyawa- senyawa organik dan anorganik. Metode ini
berguna untuk fraksionasi campuran kompleks dan pemisahan untuk
senyawa-senyawa sejenis. Pada tahun 1941, Martin dan Synge
mengembangkan kromatografi partisi. (Khopkar, 1990. Halaman 147)
Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat
terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel
antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan tititk didih
tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjang.
Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan suatu zat padat
penyerap. (Khopkar, 1990. Halaman 160)

Pada kolom tubular terbuka, retensi terjadi pada dinding


kolom yang dilapisi cairan fase diam. Dalam pemisahan,
tinggi efektif piringan tergantung pada □□□□ jenis spesinya.
Puncak

berbentuk simetri adalah yang ideal. Disimetr dengan bentuk


deformasi pada kaki puncak bagian depan dikenal sebagai leading
sedangkan pada bagian belakang disebut tailing. Leading
disebabkan terlalu rendahnya suhu kolom, teteapi juga untuk senyawa-
senyawa dengan rentang titik didih yang lebar. Penggunaan fase cair
yang polar akan meminimalkan leading. Penguapan yang cepat
menghindarkan efek tailing. Resolusi suatu kolom adalah efesiensi untuk
pemisahan sepasang komponen tertentu. Suatu kromatogram dengan

51
puncak yang sempit menunjukan resolusi yang baik. (Khopkar, 1990.
Halaman 163)
Dalam kromatogafi gas, fase gerak berupa gas lebam seperti
helium, nitrogen, argon, atau bahkan hidrogen yang digerakkan dengan
tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara
kromatografi, fase diam cair berada berada sebagai lapisan tipis, diikat
secara kimia oleh penyangga padat dan dikemas dalam pipa logam, atau
kaca yang bergaris tengah kecil (2-8 mm) dan panjannya sedang (1-10 m),
ini disebut kolom kemas. Kolom kapiler/kolom pipa terbuka fase
diam berupa film tipis (0,1-2µm) yang melekat pada dinding dalam
pipa logam kapiler atau pipa kaca kapiler bergaris tengah sangat kecil
(0,2-1mm) dan sangat panjang (10-100 m).(Gritter, dkk, 1991. Halaman
13)
Suhu dapat diubah secara terus-menerus selama dilakukan
komatografi gas untuk mengingkatkan keatsirian linarut secara
bersistem dan demikian meningkatkan pemisahan. Pada cara kerja seperti
itu, dikatakan bahwa suhu diprogram dan hasilnya ialah pemerograman
suhu. (Gritter, dkk, 1991. Halaman 13)
Komponen GC ialah wadah gas murni bertekanan tinggi
dilengkapi pengatur tekanan, injektor, tanur bertermostat, kolom dengan
kemasan yang cocok, detektor dengan kelengkapan elektroniknya, dan
perekam untuk detektor. Nonvolum diusahakan serendah-rendahnya.
Perilaku senyawa dalam kondisi tertentu (kolom, laju aliran, suhu)

sangat khas. Jadi, senyawa akan mencapai detektor pada waktu


tertentu setelah disuntikan. Ini biasanya disebut waktu tambat. (Gritter,
dkk, 1991. Halaman 13-14)
D. Bagan Kerja
1. Pembuatan Deret Standar Benzena

Larutan Induk Benzena 100% (v/v)

0% (v/v) 4% (v/v) 8% (v/v) 12% (v/v) 16% (v/v) 20% (v/v)

52
0,00 mL 1,00 mL 2,00 mL 3,00 mL 4,00 mL 5,00 mL
LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25
mL

Ditera dengan metanol

Dihomogenkan

2. Preparasi Sampel

Dipipet 5 mL Dimasukan Ditera


Sampel BTX ke labu takar dengan
25 mL metanol

Diinjeksikan pada alat Dihomogenkan


masing masing 1 μL

3. Pengukuran

Aliran gas
Standar & sampel yang telah
oksidan dan
dipreparasi diukur
fuel, serta fase
menggunakan Kromatografi
gerak dibuka.
Gas sesuai metode
pengujian & SOP alat.

53
Dicatat hasil pengukuran

E. Data Pengamatan
1. Pengamatan Fisik
Nama Alat : GC

Merk/Type Alat : Shimadzu/GC-2010

Fase Gerak : Nitrogen

Detektor : Flame Ionization Detector (FID)

Jenis kolom : RTX-5

Fase diam : Dipennil 5%-95% dimetil siloxane

Panjang kolom : 30,0 m

Diameter dalam kolom : 0,25 mm ID

Suhu awal kolom : 50,0 OC

Suhu akhir kolom : 120 OC

Kenaikan suhu (rate) : 5 OC /menit

Suhu injektor : 150 OC

Suhu detektor : OC 150

Volume injeksi sampel : 1µL

Flow column : 0,95mL/menit

2. Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

Nama Bahan Wana Bau Wujud

54
Bau Khas
Metanol Tidak Berwarna Larutan
Metanol
Bau Khas
Benzena Tidak Berwarna Larutan
Benzena
BTX Tidak Berwarna Bau Khas Btx Larutan

3. Deret Standar
Konsentrasi
Retemtion
Standar Luas Area Tinggi Peak
Time (Menit)
(%)
0 (Metanol) 74266187 24709099 2,406
4 12582863 5135679 3,744
8 24335445 9251620 3,710
12 28201612 11276072 3,732
16 55310399 18463750 3,749
20 69390412 20650900 3,802
Benzena Murni 347327769 347327769 3,814

4. Sampel BTX
Retention Time
Komponen Luas Area Tinggi Peak
(Menit)
1 2,258 81503 30154
2 2,437 71035535 24489007
3 2,548 1326081 915051
4 2,663 2853 2017
5 3,292 3588 1748
6 3,739 2364282 1120953
7 5,471 2174853 853526
8 8,315 1644 424

F. Perhitungan
 Pembuatan deret standar

55
V1 x C1 = V2 x C2
V 2 xC2
V1 ¿
C1

 4%

25 ml x 4 %
V1 ¿
100 %

= 1 mL

 8%

25 mL x 8 %
V1 ¿
100 %

= 2 mL

 12%

25 mL x 12 %
V1 ¿
100 %

= 3 mL

 16%

25 mL x 16 %
V1 ¿
100 %

= 4 mL

 20%

25 mL x 20 %
V1 ¿
100 %

= 5 mL

 C terukur

56
Persamaan Regresi : Y = a + bX

Y = -2577556,857 + 3421434,536X

Y −a
X=
b
Luas area sampel BTX = 2364282
2364282−(−2577556,857)
X= = 1.44%
3421434,536
 Kadar benzena dalam sampel
Kadar Ben
zena = C terukur X FP = 1,4 % X 5 = 7.2 %

 Perhitungan Kurva Kalibrasi


Y = 3421434,536X -2577556,857

 0%

Y = 3421434,536 (0) - 2577556,857 = - 2577556,857 luas area

 4%

Y = 3421434,536 (4) - 2577556,857 = 1108181,29 luas area

 8%

Y = 3421434,536 (8) - 2577556,857 = 24793919,43 luas area

 12%

Y = 3421434,536 (12) - 2577556,857 = 38479657,58 luas area

 16%

Y = 3421434,536 (16) - 2577556,857 = 52165395,72 luas area

 20%

57
Y = 3421434,536 (20) - 2577556,857 = 65851133,86 luas area

G. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan penetapan kadar benzena. Senyawa benzena
dapat ditetapkan kadarnya melalui hasil identifikasi senyawa BTX (Benzena,
Toluena, dan Xylena) yang terdapat dalam sampel menggunakan kromatografi
gas, dengan pelarut methanol. Krimaografi gas adalah metode pemisahan suau
komponen yang didasarkan pada perbedaan titik didih senyawa diantara dua fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak yang digunakan berupa gas yaitu gas
nitrogen, dan hidrogen serta udara digunakan untuk menyalakan api (bahan
bakar) pada detector. Tipe detector yang digunakan adalah FID karena sampel
BTX merupakan senyawa yang mengandung gugus hidrokarbon atau senyawa
organik, sedangkan fase diam yang digunakan adalah campuran daru 5% difenil
dan 95$ dimethylxiloxane dengan kolom kromatografi gas berupa kolom kapiler
tipe RTX-5. Kolom kromatografi gas sangat penting diibaratkan sebagai jantung
kromatografi, karena prosesnpemisahankomponen-komponen sampel terjadi di
dalam kolom
Perbedaan titik didih setiap senyawa mempengaruhi waktu retensi suatu zat
untuk diidentifikasi. Titik didih benzena yaitu 80.1 ºC, toluena 110,6 ºC, xylena
138,4 ºC sedangkan methanol 64,1 ºC. Peak yang akan muncul terlebih dahulu
adalah titik didih terendah kemudin tertinggi. Pada larutan standar terkandung
metanol sebagai pelarut dan benzena sebagai standar untuk menjadi pembanding
pada sampel. Sedangkan sampel mengandung metanol, benzena, toluena, dan
xylena dimana sampel diidentifikasi apakah terdapat senyawa benzena atau tidak,
dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan standar benzena.
Persyaratan untuk sampel pada kromatografi gas adalah mudah menguap dan
bahan tidak rusak oleh panas.
Analisis sampel dan standar dilakukan dengan injeksi pada injektor.
Temperatur injektor diatur sampai 50 ºC di atas titik didih komponen yang
dianalisis, hal ini bertujuan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
uap atau gas. Sedangkan suhu pada detektor diatur lebih tinggi dari suhu kolom,
hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kondensasi. Pemisahan komponen
terjadi dalam kolom dan dihantarkan ke detektor oleh gas pembawa. Detektor
pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah
sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal

58
elektronik. Data dari detektor dikirim ke komputer dan ditampilkan sebagai
kromatogram.
Pada praktikum ini, sampel BTX menghasilkan 8 peak. Dimana peak ke-
6 memiliki waktu retensi 3.739 yang masuk ke dalam rentang waktu retensi
standar benzena yaitu 3.710-3.802, sehingga peak tersebut diduga merupakan
senyawa benzena dengan luas area 2364282. Luas area sampel digunakan untuk
mencari konsentrasi terukur dengan memasukan ke persamaan regresi sebagai
sumbu Y. Diperoleh konsentrasi terukur sebesar 1.44%, sehingga kadar benzena
dalam sampel dapat dihitung. Didapatkan hasil kadar benzena dengan faktor
pengenceran 5 kali sebesar 7.2 %.

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh :
• Waktu retensi benzena kisaran =(3,710-3,802)menit
• Kadar benzena dalam sampel =7,2%(v/v)
• Persamaan regresi Y=3421434.536x-2577556,857
• R=0.9797

I. Daftar Pustaka
 MULJA MUHAMMAD dan SUHARMAN.1995.Analisis
Instrumental.Surabaya:Airlangga University Press.
 KHOPKAR . S.M.1983.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:UI.Press.

J. Tes Formatif
1. Mengapa di gunakan detektor FID?
Jawab:FID(Flame Ionization Detector) merupakan detektor yang berdasarkan
panas yang dihasilkan dan konduktivitas alat . Dimana FID adalah detektor
general untuk mengukur komponen komponen sampel yang memiliki gugus
alkil(C-H) atau hidrocarbon sehingga karena sampel merupakan golongan
organik maka digunakan FID
2. Apakah viskositas gas makin encer dengan bertambahnya suhu ?
Jelaskan!
Jawab : Tidak karena dengan naiknya suhu viskositas akan semakin kental ,hal
ini ini terjadi karena tumbukan antar partikel
3. Apa kegunaan gas Helium ,udara dan hidrogen ?

59
Jawab : Helium digunakan sebagai fase gerak ,udra dan hidrogen digunakan
sebagai bahan bakar pada detektor FID

4. Apa pengertian standar eksternal ?


Jawab : Merupakan teknik pembuatan standar dengan membuat larutan standar
dengan variasi konsentrasi yang kemudian di ukur , sehingga hasil pengukuran
diketahui untuk menentukan konsentrasi sampel

60
LAPORAN KELOMPOK 6

Penetapan Propanol dalam Sampel Alkohol Teknis Menggunakan


Teknik Standar Internal dan Eksternal Secara Kromatografi Gas

I. TUJUAN
 Dapat mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif kadar propanol
dalam sampel
 Dapat membedakan teknik internal dan eksternal standar dalam analisis
kromatografi

II. PRINSIP
Alkohol merupakan senyawa hidrokarbon yang bersifat mudah menguap,
oleh karena itu dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas dengan
menggunakan detector flame ionization detector (FID) yang sensitive terhadap
hidrokarbon. Kandungan air yang dimungkinkan ada tidak akan terdeteksi oleh
detector FID. Penggunaan teknik standar internal diharapkan dapat
menghilangkan kesalahan dalam volume injeksi.
Pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan laju reaksi dari masing-
masing komponen yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien partisi dari
masing-masing komponen dalam fasa diam dan fasa gerak berupa gas. Larutan
Standar digunakan untuk mengetahui kadar propanol dalam sampel alcohol.Fasa
diam dipanaskan dalam oven,kemudian sampel diinjeksikan menggunakan
syringe.Sehingga sampel dalam kolom mengalami perubahan wujud menjadi uap
yang kemudian dialiri dengan suatu fasa gerak. Sehingga terjadi pemisahan
komponen-komponen yang keluar dari kolom dapat diamati dengan detector
yang hasilnya bisa dilihat pada recorder. Kadar Analit dapat ditentukan dengan
membandingkan Luas Area standar dengan Luas Area Sampel.

III. DASAR TEORI


Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang
dikembangkan pada jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan
keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di

61
sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai
untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua
komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai
untuk pemisahan.

Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat


menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang
tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga
kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis
relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase
cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya
adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.

Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample


ke dalam kolom. Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan,
kemudian dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi
masing-masing komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih
dan interaksi masing-masing komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat
keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang
disebabkan adanya komponen yang dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya
daya hantar panas, absorpsi radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat
terinduksi ion, dsb. Untuk analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi
dikenali dari nilai waktu retensi, TR. TR analit dibandingkan dengan TR standar
pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan untuk analisa kuantitatif,
penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan dengan membandingkan luas
puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan

62
berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N = 16 x
(TR / WB)2 , dengan TR = waktu retensi dan WB = lebar dasar puncak.

Komponen-Komponen Kromatografi Gas :

1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan
cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder
baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan
sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja. Gas
pembawa yang biasa digunakan adalah gas Argon, Helium, Hidrogen dan
Nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik)
untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency
Theoretical Plate) minimum. Sementara Hidrogen dan Helium dapat dialirkan
lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas
hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir,
kinerjahidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen
berkurangsecara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan
fasagerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang
cepatmembantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut,
sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir
tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada
melalui nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium
memberikan resolusi yanglebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki
efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun,
hidrogen mudah meledak  jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya,
helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam
carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang
digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
merusak kolom. Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk
menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa.
Pemilihan gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.

63
2. Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C).
Injektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor
biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan
sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak  biasanya
terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi
sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan
karet tebaldisebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali
secara otomatisketika semprit ditarik keluar.Untuk cuplikan berupa gas dapat
dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas (gas-tight syringe) atau kran
gas (gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka
dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan
injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk
mengurangi volume.

3. Oven
Digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.

4. Column
Berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya
sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:
a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil
dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan
panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis
stationary phase yang sering digunakan:
a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.
b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small
gaseous species.

64
5. Detector
Berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada
beberapa jenis detector, yaitu:

a. Atomic-Emission Detector (AED)


Cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi
tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya
bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan
diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat
ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang
diukur oleh photodiode array.

b. Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy


(OES);
Cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan
energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini
(excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma (DCP),
flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS);
sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh
polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai
wavelength selector.

c. Chemiluminescense Spectroscopy
Cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample
yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul
sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan
berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari
reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini
kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM).

d. Electron Capture Detector (ECD)


Menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian
gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika
molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti
halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan

65
menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara
electrode.

e. Flame Ionization Detector (FID)


terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari
column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan
menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector
plate) dan menghasilkan sinyal elektrik.

f. Flame Photometric Detector (FPD)


Digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample.
Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air
flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.

g. Mass Spectrometry (MS)


Mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul
untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut.

h. Nitrogen Phosphorus Detector (NPD)


Prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah
hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada
NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas
akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan
phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun
pada collector dan menghasilkan arus listrik.

i. Photoionization Detector (PID)


Digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada
sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup
sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini
kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik.

66
j. Thermal Conductivity Detector (TCD)
TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing
element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir
disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul
organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan
temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11)
Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode
pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari
spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang
yang luas bisa dilakukan secara simultan.

Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom

Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom
kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom
dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan)
dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan
pada temperatur konstan).

 Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur
maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam.
Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed”
dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada
mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen
dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional).

 Operasi temperatur terprogram (TPGC)


Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven
dikendalikan oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan
yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan
pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC
dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan
pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran

67
sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang
ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil
secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan
menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan
komponen dan yang lain untuk melawan “bleed”.

IV. CARA KERJA


a. Teknik Standar Eksternal
1) Standar Eksternal

0,2 mL Labu Ditera


Dihomogenk
propan takar 25 dengan
an
ol mL metanol

2) Sampel Eksternal

0,1 mL Labu Ditera


Dihomogen
propan takar 10 dengan
kan
ol mL metanol

b. Teknik Standar Internal


1) Standar Internal

0,2 mL + 0,2 mL Dihomog


propanol butanol enkan

Labu takar Ditera


25 mL metanol

68
2) Sampel Internal

0,25 mL + 0,2 mL Dihomog


propanol butanol enkan

Labu Ditera
takar 25 metanol
mL

V. DATA PENGAMATAN

Tabel Data Pengamatan Fisika Sampel dan Reagen

Pengamatan Fisik
No. Nama Bahan atau Reagen
Warna Bau Wujud
Bau Khas
1. Metanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol
Bau Khas
2. Butanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol
Bau Khas
3. Propanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol

Data Pengukuran Sampel Menggunakan Alat Kromatografi Gas

 Type Detektor : FID ( Flame Inzation Detector).


 Kolom : Kolom Packing
 Tamperatur Kolom Awal : 55 ℃

69
 Tamperatur Kolom Akhir : 110 ℃
 Tamperatur Injektor : 165 ℃
 Tamperatur Detektor : 170 ℃
 Tekanan Sebelum Masuk Ke Alat : 50 Kpa
 Gas Pendukung : Udara
 Fase Gerak : Helium
 Fase Diam : OV-17
 Titik Didih Metanol : 64,7 ℃
 Titik Didih Butanol :-
 Titik Didih Propanol : 97 ℃

Data Hasil Pengukuran Sampel

No Uraian Senyawa Waktu Retensi Luas Area


Metanol 2.419 15284098
Sampel
1 Propanol 2.633 69725316
Internal
Butanol 4.789 1168346
Sampel Metanol 2.339 7950411
2
Eksternal Propanol 2.418 5515131

Data Hasil Pengukuran Standar

Waktu Retensi
No. Uraian Senyawa Luas Area
(RT)
Metanol 2,419 12483395
1. Standar Eksternal
Propanol 2,637 76280575
Metanol 2,460 17589758
2. Standar Internal Propanol 2,637 76514571
Butanol 4,792 1284935

VI. PERHITUNGAN

70
- Perhitungan C Standar Propanol

volume larutan standar


C standar= × 100 %
volume labu takar

0,2 mL
C standar eksternal= ×100 %=0,8 %
25 mL
0,2 mL
C standar internal= ×100 %=0,8 %
25 mL

- Perhitungaan C Propanol Dalam Sampel Menggunakan Standar


Eksternal

luas area sam pel


C sampel eksternal= ×C standar
luas area standar

5515131
C propanol ekternal= × 0,8 %=0,06 %
76280575

- Perhitungaan C Propanol Dalam Sampel Menggunakan Standar Internal

A sampel 1 A sampel 2
C sampel= × × c standar
A standar 2 A standar 1

69725316 1284935
C propanol= × ×0,8 %=0,8 %
1168346 76514571

71
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum Penetapan Kadar Propanol dalam Sampel Alkohol Teknis
Menggunakan Standar Internal dan Standar Eksternal secara Kromatografi Gas. Pada
Praktikum ini, Fasa diam yang digunakan ialah OV17 yang bersifat semi polar.
Sedangkan fasa gerak yang digunakan ialah gas Helium.. Gas pembawa memiliki
tingkat pengotor H2O dan O2 yang rendah, karena H2O dan O2 dapat berinteraksi
dengan fasa diam dan menimbulkan masalah besar seperti noise baseline sehingga
menurunkan kepekaan analisis. Gas Helium yang digunakan merupakan gas yang
inert dan memiliki tingkat kemurniaan yang tinggi, sehingga tidak akan bereaksi
dengan sampel. Sampel yang digunakan ialah alkohol teknis.

Sifat alkohol yang mudah menguap dapat dianalisa menggunakan


kromatografi gas. Pada penetapan kadar propanol dalam sampel alkohol teknis
dengan metode standar internal dan standar eksternal. Penggunaan standar internal
untuk memperkecil kesalahan analis atau alat, sebagai pengoreksi terhadap
kehilangan analit selama propses preparasi atau saat sampel dimasukan, Pembuatan
standar internal yaitu dengan penambahan propanol.

Detektor yang digunakan yaitu FID (Flame Ionization Detector) untuk


mencegah terjadinya sampel terkondensasi maka suhu detector harus lebih besar
50°C dari suhu kolom, pada praktikum kali ini suhu detector di set pada 175 °C. Pada
detector FID terjadi pembakaran sehingga membutuhkan hidrogen dan udara serta
fasa gerak yaitu gas helium. Suhu pada injector diatur pada suhu 165°C untuk
mengubah sampel menjadi uap, selain itu suhu dalam kolom di atur lebih rendah
dibandingkan dalam suhu injector ataupun dalam suhu detector agar tidak merusak
fasa diam sehingga terjadi pemisahan yang sempurna. Pemisahan dilakukan tekik
gradient dimana suhu kolom pada awal pemisahan sebesar 55 °C dan suhu akhir
110°C.

Zat penyusun sampel melewati kolom dengan kecepatan yang berbeda


sehingga mencapai detector dengan waktu yang berbeda pula. Hal ini berkaitan
dengan sifat kepolaran komponen dalam sampel dan interaksi kuat terhadap fase

72
gerak atau fasa diam. Berdasarkan hasil pengamatan, waktu retensi standar eksternal
propanol ialah 2,419 menit sedangkan pada sampel eksternal didapatkan satu peak
yang muncul pada menit ke 2,339. Pada standar internal waktu retensi propanol 2,460
menit dan butanol 4,792 menit. Sedangkan pada sampel internal muncul dua peak
pada menit ke 2,419 dan 4,289. Pada kromatogram menunjukkan waktu retensi
standar dengan sampel yang berdekatan, sehingga dapat dinyatakan bahwa sampel
yang digunakan mengandung propanol dan butanol.

Dari hasil percobaan didapatkan kadar propanol dalam standar eksternal


sebesar 0,06% dan kadar propanol dalam standar internal sebesar 0,8%. Kadar
propanol dalam standar eksternal yang diperoleh tidak akurat hal ini disebabkan oleh
beberapa factor yaitu alat yang sudah tua, kolom yang sudah jenuh, dan kesalahan
analis. Sehingga untuk mendapatkan kadar yang akurat maka analisis dilakukan oleh
analis kompeten dengan alat yang masih dalam kondisi baik.

VIII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh :

 Kadar propanol dalam sampel eksternal sebesar 0,06%


 Kadar propanol dalam sampel intrernal sebesar 0,08%

IX. DAFTAR PUSTAKA


Khopkar,S.M.1990.KonsepDasarKimiaAnalitik.Jakarta:UniversitasIndonesiaPres
s
R.A Day dan A.L. Underwood.2002.AnalisisKimiaKuantitatif.Edisike-
6.Jakarta:Erlangga

73
TEST FORMATIF

1. Apa manfaat standar internal, bandingkan kelebihannya dengan standard


eksternal ?
Jawab :
Metode standard berfungsi untuk mengeliminasi kesalahan dalam proses
injeksi dalam kromatografi gas. Injeksi memiliki kemungkinan kesalahan
besar, saat cuplikan mencapai detector, cuplikan sudah menguap terlebih
dahulu sehingga saat masuk kedalam kolom jumlahnya menjadi berkurang.
Sedangkan metode eksternal digunakan ketika yang sesuai standar internal
yang dapat dipisahkan dari komponen-kompenen dari campuran tidak dapat
dipisah, dalam hal ini standard eksternal digunakan sebagai kromatogram
terpisah dibawah kondisi yang persis sama. Sifat standard dari kromatogram
terpisah ini kemudian dibandingkan dengan sifat-sifat zatter larut dalam
kromaotgram dari campuran.

2. Mengapa propanol yang dijadi kanstan dari internal ?


Jawab :
Dalam percobaan ini digunakan propanol sebagai standar internal karena
kemiripan sifat dengan etanol, mempunyai waktu retensi yang hamper sama
dengan etanol, kemurniannya yang tinggi, dan mempunyai titik didih yang
tidak terlalu jauh dengan etanol.

3. Apakah toluene dapat dijadikan standard internal pada penetapan etanol ?


Jawab :
Tidak bisa, karena mempunyai perbedaan sifat yang jauh, etanol adalah
golongan alcohol sedangkan toluene adalah senyawa aromatic.

74
LAMPIRAN

75
76
LAPORAN KELOMPOK 7

I. JUDUL
Penetapan Kadar Paracetamol dalam Sampel Obat secara HPLC

II. TUJUAN
 Mampu menetapkan kadar paracetamol dalam contoh obat menggunakan alat
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
 Mampu mengoperasikan alat HPLC dengan baik dan benar sesuai SOP

III. PRINSIP

Penetapan kadar paracetamol dapat dilakukan dengan alat KCKT


( kromatografi cair kinerja tinggi) atau HPLC ( high performance liquid
cromatography), pemisahan ini terjadi berdasarkan perbedaan laju migrasi yang
disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien distribusi dari masing - masing
komponen diantara 2 fasa, yaitu fasa gerak (metanol:aquabides (1:3) dan fasa
diam (ODS; C18). Kadar paracetamol dapat ditetapkan dengan membandingkan
luas area sampel dengan luas area standar pada konsentrasi tertentu.

IV. DASAR TEORI

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan tipe


kromatografi elusi yang paling serbaguna dan digunakan secara luas. Teknik ini
digunakan oleh para kimiawan untuk memisahkan dan menentukan spesi-spesi
dalam berbagai bahan atau senyawa seperti senyawa organik, anorganik, maupun
material biologis. Pada kromatografi cair, fasa gerak merupakan pelarut cair berisi
sampel yang berupa campuran dari bahan-bahan terlarut. Jenis-jenis kromatografi
cair kinerja tinggi (HPLC) biasanya dikelompokkan oleh mekanisme
pemisahannya ataupun jenis fasa diamnya. Pengelompokkan tersebut diantaranya:
a) Partisi atau Kromatografi Cair-Cair
b) Adsorpsi atau kromatografi Padat-Cair

77
c) Penukar Ion atau Kromatografi Ion
d) Size-Exclusion Chromatography (Kromatografi Eksklusi Ukuran)
e) Kromatografi Afinitas
f) Kromatografi Kiral
Ada dua cara pengelusian dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu
elusi isokratik dan elusi gradien. Elusi yang menggunakan pelarut tunggal dengan
komposisi tetap atau campuran beberapa pelarut ynag komposisinya dibuat tetap
disebut elusi isokratik. Sedangkan pada elusi gradien, digunakan dua (atau kadang
lebih) pelarut dalam suatu sistem yang memiliki perbedaan kepolaran yang besar /
signifikan. Perbandingan dari kedua atau lebih pelarut ini divariasikan melalui
cara yang telah ditentukan dengan program saat pemisahan berlangsung.
Pengubahan perbandingan ini kadang dilakukan secara terus-menerus dan kadang
secara bertahap. Elusi gradien seringkali meningkatkan efisiensi pemisahan,
seperti halnya pemrograman suhu pada GC. Instrumen HPLC modern biasanya
dilengkapi dengan katup yan berpotongan sehingga dapat memasukkan cairan
dari dua atau lebih reservoir dengan perbandingan yang dapat divariasikan secara
terus menerus (Skoog, 2004: 973-977).
Fasa gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fasa gerak adalah
salah satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang
sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT/HPLC, tetapi ada beberapa
sifat umum yang sangat disukai, yaitu rasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena
prosedur pemumiannya kembali sangat membosankandan mahal biayanya. Dari
semua persyaratan di atas, persyaratan 1 s/d 4 merupakan yang sangat penting.

78
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk
KCKT/HPLC yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump)
sangat diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi.
Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang
besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan (the
data may be useless). Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila
menggunakan kolom yang sangat sensitif terhadap udara (contoh :kolom
berikatan dengan NH2) (Effendy De Lux Putra, 2004: 7-8).
Komponen-komponen alat dalam HPLC diantaranya ialah:
 Reservoir (wadah pelarut / cairan)
 Pompa
 Sistem injeksi sampel
 Kolom, terdiri dari
1. Kolom Analitik / Kolom Utama
2. Kolom Guard
3. Termostat
 Detektor
 Komputer (Pengolah data)

V. CARA KERJA

 Pembuatan fase gerak

Dimasukkan metanol dan Dihomogenkan lalu


aquabidest 1:3 ke wadah disonikasi 10 menit
tertutup sebanyak 400 mL

79
 Pembuatan larutan standar induk 100 mg/L

Ditimbang Ditera dengan fase


Dimasukan ke gerak (metanol dan
10 mg standar
labu takar 10 mL akuabides 1:3 )

Dihomogenkan lalu
disonikasi 10 menit

 Pembuatan larutan standar paracetamol

Di pipet larutan Dimasukan ke Dit era dengan fase


induk 100 ppm labu takar 25 mL gerak (metanol dan
sebanyak 2,5 mL akuabides 1:3 )

Di masukan ke Di saring dengan Dihomogenkan lalu


tabung reaksi milipore disonikasi 5 menit

80
 Preparasi sampel

Di timbang 10 Di timbang 5 mg
tablet sampel Di gerus
sampel obat
obat paracetamol paracetamol

Dihomogenkan Ditera dengan fase Dimasukan ke


lalu gerak (metanol dan labu takar 100
disonikasi 5 menit akuabides 1:3 ) mL

Di pipet 2,5 mL D imasukan ke labu Ditera dengan fase


takar 25 mL gerak (metanol dan
akuabides 1:3 )

Dihomogenkan lalu
disonikasi 5 menit

VI. DATA PENGAMATAN


a. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

Nama bahan atau Pengamatan fisik


No
reagen warna bau Wujud
1. Sampel obat Putih Tidak berbau Padatan
2. Standar paracetamol Putih Tidak berbau Padatan
3. Methanol Tidak Bau khas Cairan

81
berwarna paracetamol
b. Tabel Data Pembuatan larutan Standar Paracetamol

Bobot Volume Perhitungan


Warna
paracetamol labu takar konsentrasi standar
larutan
(mg) (mL) paracetamol (mg/L)
Tidak 10,3 mg
10,3 100 =10,3 mg / L
berwarna 0,1 L x 10

c. Data Preparasi Sampel dan Penetapan Kadar Paracetamol dalam


Sampel

Kadar
Bobot Volume
Luas analit
rata Luas Cterukur labu
area dalam
No. rata area dialat fp takar
analit sampel
tablet standar (mg/L) awal
distandar (mg/tablet
(g) (L)
)
0,591
1. 848074 1013822 8,62 10 0,1 471,71
0
0,591
2. 820388 1013812 8,33 10 0,1 455,84
0
0,591
3. 878852 1013812 8,93 10 0,1 488,67
0
0,591
4. 868249 1013812 8,82 10 0,1 482,65
0
0,591
5. 852321 1013812 8,66 10 0,1 473,89
0
Ʃ 2372,76
Rata – Rata 476,55
% RSD 2,63
Akurasi 95,31

82
d. Data Pengamatan Alat

No. Bobot sampel (mg) Waktu retensi Tinggi area


1. 10,8 3,145 55893
2. 10,8 3,140 55677
3. 10,8 3,160 57843
4. 10,8 3,149 57117
5. 10,8 3,170 56136
e. Data Penimbangan Tablet Paracetamol

Bobot tablet (g) Bobot tablet (g) Rata rata (g)


0,5991 0,5908
0,5897 0,5935
0,5917 0,5949 0,5910
0,5871 0,5876
0,5908 0,5850

VII. PERHITUNGAN
 Cterukur
luas Area sampel
Cterukur= x CSTD
Luas Area Standar
1. Sampel 1
848074 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,62 mg/ L
2. Sampel 2
820388 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,33 mg/ L
3. Sampel 3
878852 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,93 mg/ L

83
4. Sampel 4
868249 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,82 mg/ L
5. Sampel 5
852321 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,66 mg/ L

 CSebenarnya
Cterukur x VLT x FP x bobot rata−rata
Csebenarnya=
bobot sampel

1. Sampel 1
mg mg
8,62 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 471,71 mg /tablet
2. Sampel 2
mg mg
8,33 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 455,84 mg/tablet
3. Sampel 3
mg mg
8,93 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 488,67 mg /tablet
4. Sampel 4
mg mg
8,82 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 482,65 mg /tablet
5. Sampel 5

84
mg mg
8,66 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 473,89 mg /tablet

 %Akurasi dan %RSD


474,55 mg/tablet
%Akurasi= x 100 %
500 mg /tablet
¿ 94,91 %
SD
%RSD= x 100 %
Rerata kadar

12,48 mg/tablet
%RSD= x 100 %
474,55mg /tablet
¿ 2,63 %

VIII. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan Penetapan Paracetamol dalam Sampel Obat


menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Kelebihan dari
metode ini yaitu analisis yang dilakukan lebih akurat serta waktu yang diperlukan
cukup singkat, serta dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
Paracetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang
popular dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit
ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat
analgesikselesma dan flu. Paracetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena
mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi
(Widodo,2004).
Paracetamol dalam suatu sampel dapat dipisahkan secara HPLC
berdasarkan perbedaan distribusi diantara fase gerak dan fase diam. Fase gerak
yang digunakan adalah metanol khusus kromatografi (for chromatography).
Metanol ini khusus karena sudah disaring sebelumnya, sehingga sudah jernih dan
murni. Karena salah satu syarat fase gerak yang baik untuk HPLC adalah yang

85
jernih dan murni. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya kotoran ke
dalam kolom, sehingga akan mempengaruhi pembacaan kromatogram. Lalu fase
diam yang digunakan adalah C-18 yang berikatan dengan Si (Oktadesilsilikat).
Pemisahan dengan HPLC kali ini menggunakan fase terbalik, dimana fase
gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan fase diamnya. Lalu detektor yang
digunakan adalah Detektor UV-VIS dengan panjang gelombang 254 nm. Untuk
analisis kualitatif dengan HPLC bisa diketahui dari perbandingan waktu retensi
standar dengan sampel. Hasil praktikum didapatkan waktu retensi standar sebesar
3,147. Sedangkan waktu retensi sampel 3,145 , 3,140 , 3,168 , 3,149 ,dan 3,170.
Nilai waktu retensi sampel mendekati waktu retensi standar. Berarti sampel
tersebut mengandung paracetamol. Lalu dilakukan pula analisis kuantitatif dari
perbandingan luas daerah sampel dengan standar yang nantinya dari data tersebut
didapatkan kadar. Dari hasil praktikum didapatkan kadar paracetamol (mg/tablet)
sebesar 471,71 , 455,84 , 488,67 , 482,65 , dan 473,89 , sehingga didapatkan
rerata kadar paracetamol sebesar 474,55 mg/tablet. Dan didapatkan %Akurasi
atau sama dengan %Paracetamol dalam sampel sebesar 94,91%. Hal ini berarti
masuk dalam syarat keberterimaan dalam Farmakope Indonesia Edisi V tahun
2014 (90,0 – 110,0%). Dan didapatkan %RSD sebesar 2,63% hal ini
membuktikan pengujian yang dilakukan presisi.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :


 Rerata Kadar Paracetamol yang diperoleh sebesar 474,55 mg/tablet
 %Akurasi yang diperoleh sebesar 94,91%
 %RSD yang diperoleh sebesar 2,63%

X. DAFTAR PUSTAKA
 Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

86
 Andrianingsih,R. 2011. Penggunaan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dalam Proses Analisa Deteksi Ion. Pusterapan :
Peneliti Bidang Material Dirgantara
 Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Bandung: IKIP Semarang
Pres.
 Lestari,ahyuni sri. 2014. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskrien dalam
Plasma Darah Secara Invitro Menggunakan KCKT. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah
 Underwood,Day,R.A,A,L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga

XI. TES FORMATIF


1. Mengapa sampel harus dilarutkan /diencerkan menggunakan fasa gerak?

Jawab : karena syarat sampel yang dapat dianalisis menggunakan HPLC


adalah harus tidak ada endapan dan harus jernih untuk menghindari
penyumbatan pada kolom.

2. Mengapa yang dipergunakan detektor paa panjang elombang UV ?


Jelaskan!

Jawab : Karena sampel yang digunakan yaitu paracetamol yang merupakan


senyawa organik yang memiliki panjang gelombang 254 nm atau masuk
dalam daerah Ultraviolet (UV).

3. Apakah metode pemisahannya termasuk fase terbalik?

Jawab : Iya, karena pemisahannya menggunakan fasa gerak yang lebih non
polar yaitu C 18 atau ODS dibandingkan dengan pasangannya atau fasa
geraknya yaitu campuran aquabidest dan metanol dengan perbandingan 7:3.

87
LAPORAN KELOMPOK 8

JUDUL
Penetapan Kadar Vitamin C dalam Sampel Minuman Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

TUJUAN
Mampu menetapkan kadar vitamin C dalam sampel minuman
secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

PRINSIP
Kadar vitamin C dapat ditetapkan dengan alat kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Pemisahan yang terjadi berdasarkan perbedaan
laju migrasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien
distribusi dari masing-masing komponen diantara dua fasa, yaitu fasa
diam (C-18) dan fasa gerak (Metanol). Kadar vitamin C dapat
ditetapkan dengan membandingkan luas area sampel dengan luas area
standar pada konsentrasi tertentu.

CARA KERJA

1. Standar 1000 ppm

Ditimbang 0,1 g Dilarutkan


Dimasukkan ke
asam askorbat dengan
c labu takar 100 ml c
murni aquadest

Ditera dan
dihomogenkan
dengan
aquadest

88
2. Standar 20 ppm

Dipipet
Ditera dan
sebanyak 1 ml Dimasukkan ke
dihomogenkan
larutan standar labu takar 50 ml
c c dengan aquadest
1000 ppm

3. Preparasi sampel

Sebanyak 0,650 ml Dimasukkan Ditera dan


sampel diturunkan ke labu takar dihomogenkan
menggunakan buret c 50 ml dengan aquadest
c

c c

Dipipet 5 ml ke
Dipipet 10 ml ke labu labu takar 50 ml
takar 50 ml ditera ditera dan
dan dihoonkan dihomogenkan
kdengan aquadest dengan aquadest

4. Pembuatan fase gerak

Dibuat perbandingan methanol dengan air sebanyak (30 : 70 )ml. air yang
digunakan harus pH asam (2,5-3) diasam kan dengan H2SO4.

DATA PENGAMATAN

1. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

No Nama Bahan atau Warna Bau Wujud

89
Reagen
1 Sampel Minuman Jingga Bau khas Larutan
jeruk
2 Asam Sulfat (H2SO4) Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau
3 Metanol Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau
4 Aquadest Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau

2. Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Asam Askorbat

Bobot asam Volume labu takar Konsentrasi


askorbat (mL) Warna Lrutan Standar
(mg) (mg/L)

100,2 100 Tidak berwarna 1002

3. Data Preparasi Sampel dan Penentuan Kadar Vitamin C dalam Sampel


Minuman

Kadar
Luas area Luas area Cterukur Volume Vitamin C
No analit disampel standar dialat Fp labu takar dalam
(mg/L) (mL) sampel
(mg/L)

1 985809 989839 19,96 5x 50 7676,92

2 971260 989839 19,66 10x 50 15123,08

Rata-Rata (mg/L) 11400

%Recovery pengenceran 5x 107,48

%Recovery pengenceran 10x 211,72

4. Tabel Waktu Retensi

Keterangan Waktu Retensi (Menit)

90
Sampel 5x pengenceran 1,1889

Sampel 5x pengenceran 1,880

Standar 1,871

PERHITUNGAN

 Penimbangan Asam Askorbat

1000 mg
bobot asamaskorbat = × 0,1 L
1L

¿ 0,1 g

 Pengenceran standar 20 ppm


V1C2 = V2C2

V 2 ×C 2
V 1=
C1

50 mL x 20 ppm
V= =1mL
1000 ppm

 Konsentrasi Standar
100,2 mg
standar 1000 ppm= =1002 mg/ L( ppm)
0,1 L

V 2× C 2 1mL × 1002 ppm


standar 20 ppm= = =20,04 ppm
V2 50 mL

 Konsentrasi Terukur

91
Area sampel
C terukur= × konsentrasi standar
Area standar
985809 A
C terukur pengenceran 5 x= × 20,04 ppm=19,9584 mg/ L
989839 A
971260 A
C terukur pengenceran 10 x= × 20,04 ppm=19,6639 mg/L
989839 A
 Konsentrasi Terukur

Kadar=C terukur × fp×Volume < ¿ ¿


Volume sampel
mg
19,9584 ×5 ×50 mL
L
Kadar ( 5 x )= =7676,31 mg/ L
0,650mL
mg
19,6639 ×10 × 50 mL
L
Kadar ( 10 x )= =15126,08 mg/ L
0,650 mL

 Recovery (%)
Kadar sampel
%Recovery= ×100 %
Kadar etiket
1000 mg
kadar etiket= =7142,86 mg/L
0,14 L

mg
7676,31
L
%Recovery ( 5 x )= ×100 %=107,48 %
mg
7142,86
L
mg
15126,08
L
%Recovery ( 10 x )= ×100 %=211,72 %
mg
7142,86
L

92
PEMBAHASAN

Pada penetapan vitamin C dalam sampel minuman secara KCKT


(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dilakukan proses preparasi sampel. Sampel
dan standar vitamin C memiliki karakteristik yaitu senyawa yang larut dalam air
dengan ketahanan yang rendah (mudah rusak) jika terkena suhu yang tinggi. Fasa
gerak dan fasa diam sangat lah penting dalam pengukuran secara kromatografi,
karena sifat dari vitamin C yang mudah rusak, maka fasa gerak dibuat dalam
suasana asam dengan penambahan asam sulfat sampai pH nya 2-3 satuan pH
untuk mecegah teroksidasinya sampel.

Kromatografi adalah suatu tekik pemisahan yang didasarkan pada


perbedaan interaksi suatu senyawa terhadap 2 fasa, yaitu fasa gerak dan fasa
diamnya. Pada uji KCKT ini dengan sampel minuman yang mengandung vitamin
C digunakan fasa diamnya berupa ODS (Okta Desil Silika) yaitu merupakan silica
yang dimodifikasi. Sedangkan untuk fasa geraknya adalah metanol dengan grade
liquid chromatography (99,9%) dengan aquabides (30:70) mL di dalam suasana
asam dengan penambahan asam sulfat.

Ketika sampel diinjeksikan ke alat, maka fasa gerak yang akan membawa
sampel menuju fasa diam dikolom. Berdasarkan hal ini terjadilah kaidah like
dissolve like dimana sampel dengan sifat polar akan lebih tertarik ke pada fasa
geraknya yang juga memiliki sifat polar, sedangkan fasa diamnya merupakan
senyawaan nonpolar. Hal ini menyebabkan sampel yang mengandung vitamin C
terjerap di fasa diam tidak lama (semakin mirip sifat sampel dengan fasa diam
maka interaksinya dalam fasa diam akan semakin besar), karena sampel lebih
bersifat mirip dengan fasa gerak maka interaksinya didalam fasa diam relatif
kecil.

Dalam proses kerja di alat HPLC oven tidak dinyalakan hal ini disebabkan
karena sifat dari sampel yaitu vitamin C yang mudah rusak terhadap perubahan
suhu. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh waktu retensi baik
sampel pengenceran 5x atau 10x memenuhi keberterimaan yaitu direntang 1,780
menit hingga 1,960 menit. Berdasarkan teori dinyatakan bahwa semakin kecil
konsentrasi maka luas area juga akan semakin kecil. Pada sampel yang diencerkan
5x diperoleh luar area 9885809 dan pada sampel 10x pengenceran diperoleh luas
area 971260, sehingga berdasarkan perhitungan diperoleh kadar sampel (vitamin
C) didalam sampel 5x pengenceran yaitu 7676,92 mg/L dan kadar vitamin C pada
sampel 10x pengenceran yaitu 15123,08 mg/L dimana berdasar etiket sebenarnya
kadar vitamin C dalam sampel minuman ini adalah 7142,86 mg/L.

Nilai perolehankembalik atau %Recovery yang diperoleh untuk penetapan


kadar vitamin C dalam sampel yang diencerkan 5x yaitu 107,48% sedangkan

93
untuk sampel dengan 10x pengenceran didapat 211,72%. Seharusnya kadar antara
sampel yang diencerkan 5x dengan yang 10 x sama, tetapi terdapat kesalahan
yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang memungkinkan yaitu
kesalahan analis dalm preparasi sampel, kesalahan dalam peneraan, kesalahan
sampel yang sama (Pengencerannya) dalam kedua tabung ulir.

KESIMPULAN
1. Sampel minuman teridentifikasi mengandung vitamin c
2. Kadar vitamin c dalam minuman sebesar 7676,92 mg/L untuk
pengenceran 5 kali dan 1512,08 mg/L untuk pengenceran 10 kali

DAFTAR PUSTAKA
 KHOPKAR, SM. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :
UI Press
 Mulya, Muhammad dan Suharman. Analisis Instrumental.
Surabaya : Erlangga Universitas Press

TEST FORMATIF
1. Dapatkah HPLC yang anda pakai untuk mendeteksi senyawaan
berwarna?
Jawaban : ya dapat, karena dalam HPLC terdapat detector yang
spesifik hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif seperti detector uv-vis yang dapat mendeteksi
senyawaan berwarna.
2. Mengapa untuk menganalisis kadar benzoat dan vitamin c
dipergunakan HPLC ?
Jawaban : karena HPLC sangat cocok untuk menganalisis
senyawa yang tidak mudah menguap dan demikian juga zat
yang secara termal tidak stabil.

94

Anda mungkin juga menyukai