ANALISIS KROMATOGRAFI
KELAS 2A
Program Studi Analisis Kimia
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharap kritik dan sar
an yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................... i
Daftar Isi…………………………………………………… ii
ii
LAPORAN KELOMPOK 1
I. JUDUL
Penetapan Asam Amino dalam Sampel Campuran Asam Amino secara
Kromatografi Kertas
II. TUJUAN
Menguji kandungan asam-asam amino dalam sampel campuran asam
amino secara kromatografi kertas.
III. PRINSIP
Asam-asam amino dipisahkan berdasarkan perbedaan kekuatan
interaksi antara fase diam dan fase gerak. Asam amino akan terbawa oleh
fase oleh fase gerak dengan gaya dorong, gaya kapilaritas. Asam amino
yang berinteraksi kuat dengan fase diam akan memiliki mobilitas yang
rendah dibandingkan dengan yang berinteraksi lemah dengan fase diam.
1
terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino
termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah
satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun
protein.Struktur asam amino adalah sebagai berikut (Poedijaji &
Supryanti, 2009 ).
2
mengidentifikasikan komponen yang dipisahkan. Perbandingan kecepatan
ini disingkat dengan Rf (Rate Of Front) (Tim Dosen, 2013).
3
dikerjakan dengan kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya
beberapa menit saja bila dikerjakan dengan TLC (Adnan, 1997).
V.
4
VI. CARA KERJA
5
VII. DATA PENGAMATAN
Tak
Sampel Cair Khas
berwarna
Standar 2 Tak
Cair Khas
(L-Arganin) berwarna
Standar 3 Tak
Cair Khas
(L-Glutamin) berwarna
Standar 4
Tak
(L- Cair Khas
berwarna
phenylalanin)
Standar 5 Tak
Cair Khas
(L-Cysteine) berwarna
JARA JARA
NAMA
N K K
BAHA RF
o SPOT ELUE
N
(cm) N (cm)
1 Standar 0.1
6.80 36.90
2 8
6
0.3
13.40
6
Sampel
0.9
33.80
2
Standar 0.9
33.80
4 2
Standar 0.0
3.20
5 9
Standar 0.1
5.90 34.45
2 7
Standar 0.3
13.20
3 8
0.3
2 12.70
7
Sampel
0.9
33.10
6
Standar 0.9
32.60
4 5
Standar 0.0
2.50
5 7
7
VIII. PERHITUNGAN
VIII. PEMBAHASAN
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah fase serap. Fase gerak
adalah fase pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Adsorben adalah
penyerap dalam kromatorafi kertas saring yaitu selulosa. Cairan fase yang
bergerak yang berupa cairan dari pelarut organik dan air mengalir
8
membawa noda cuplikan yang ditotolkan pada kertas dengan kecepatan
yang berbeda.
9
5. Pelarut atau fase gerak yang digunakan
6. Derajat kejenuhan bejana pengembang
7. Teknik percobaan dan penotolan
8. Jumlah cuplikan yang digunakan
9. Derajat kemurnian eluen
10. Suhu
11. Kesetimbangan bejana atau partisi pengembangan dan lempeng yang
digunakan
12. Diameter pipa kapiler yang digunakan menotol sampel
IX. KESIMPULAN
Sampel I :
Rf sampel : 0,36
0,92
10
Rf standar 2 : 0,18
Rf standar 3 : 0,35
Rf standar 4 : 0,92
Rf standar 5 : 0,09
Sampel II :
Rf sampel : 0,37
0,96
Rf standar 2 : 0,17
Rf standar 3 : 0,38
Rf standar 4 : 0,95
Rf standar 5 : 0,07
X. DAFTAR PUSTAKA
Clark,Jim.2007.kromatografi
kertas.http://www.chem-15-try.org/author/jim clark
Zakaria,ahmad dan supriyono.2019. penuntun praktik analisis
kromatografi,Bogor : Politeknik AKA Bogor
11
3) Apakah asam amino akan mengion jika dilarutkan dalam air? Jelaskan!
Jawab : Bisa, karena didalam air asam amino akan membentuk zwitterion
12
LAPORAN KELOMPOK 2
A. JUDUL
B. TUJUAN
C. PRINSIP
D. CARA KERJA
4. Preparasi Sampel
13
Ditimbang 0,1 g sampel temulawak dan melarutkannya dengan 1 mL
etanol. Dikocok menggunakan vortex hingga homogen lalu disaring filtratnya.
Sampel siap untuk proses penotolan.
E. DASAR TEORI
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan zat erlarut oleh suatu proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan
du dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau
kerapatan muatan ion. Atau secara sederhana kromatografi biasanya juga diartikan
sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Kromatografi digunakan untuk
memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponen. Seluruh bentuk
kromatografi bekerja berdasarkan prinsip ini
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan fisika-kimia dengan dase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan
fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau
14
lapisan yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembang)
lalu hasil pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama
dengan fasa diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas
dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelerut
pengembang.
Pada identifikasi spot atau penampakan spot, jika spot sudah berwarna
dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari jarak
relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap
senyawa.
Pada kromatografi lapis tipis eluen adalah fase gerak yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fase diam. Interaksi
antara fase diam dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponwn olwh laju alir eluen dan jumlah
umpan. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut
atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak
digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar
dari ikatannya dengan alumina. Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan
eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini
berdasarkan prinsip “like dissolve like”.
F. DATA PENGAMATAN
15
Data Fisik
Sampel
G. PEMBAHASAN
Dalam pratikum kali ini, fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar.
Setelah campuran terpisah beberapa komponen, terdapat 3 komponen yang
16
berbeda. Berdasarkan literatur kurkumin memiliki tiga komponen yaitu kurkumin
demetoksi, kurkumin, dan bis demetoksi. Dalam hal ini kurkumin bersifat yang
paling nonpolar diantara tiga senyawa tersebut, sehingga dapat disimpulkan
bahwa komponen dengan jarak paling jauh dari spot diidentifikasi sebagai
kurkumin, dan data tersebut didapat bahwa data jarak eluen sebesar 23,5 mm dan
jarak spotnya sebesar 13,5 mm. Dan data tersebut didapat nilai Rf sebesar 0,57.
H. Kesimpulan
• D-metoksi kurkumin
• Bis-D-metoksi kurkumin
I. DAFTAR PUSTAKA
Jakarta :Erlangga
kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar (OHT) merk kiranti dengan
17
Dharma
3.Wulandari, Lestyo.2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember : PT Taman
Kampus Presindo
J. TES FORMATIF
Tanaman yang memiliki kandungan kurkumin cukup besar yaitu padatan aman
senyawa ferulioil metana dan asam ferulat. Dari kedua senyawa ini dapat
3. Apakah fase gerak yang dipergunakan sudah sesuai ? Jika tidak apakah saran
anda ?
Fase gerak yang digunakan (Kloroform :Benzena) sudah sesuai, karena dalam
18
I. JUDUL
II. TUJUAN
II. PRINSIP
Ion logam dalam sampel cairan dapat di uji secara kualitatif dengan menggunakan
metode kromatografi kertas. Ion logam dengan driving force gaya kapilaritas
dapat terbawa oleh fase gerak sampai jarak tertentu. Ion logam yang sudah
terpisah dapat diidentifikasi dengan penambahan activating agent untuk
membentuk senyawaan berwarna.
(+) 7 mL n-Heksana
19
c. Persiapan Chamber
A B
20
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil
(Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi
di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
21
adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke
aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan
campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus
mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor
lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa
22
dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,
sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi
kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007)
DATA PENGAMATAN
23
Fase gerak: Merah 0,84 35 41,5
Toluena dan Muda
etanol (7:3)
Kuning 0,93 38,5 41,5
PEMBAHASAN
Berdasarkan data di atas di dapat spot warna kuning dari dua perbedaan
pada fasa gerak. Pada nilai Rf kuning di fasa gerak toluena:heksana mendekati
jarak eluennya. Hal ini dikarenakan spot kuning mendekati jarak eluan di
kategorikan non polar, pada fase gerak toluena:etanol Rf warna kuning juga
mendekati jarak eluen sehingga cenderung bersifat non polar. Dari data yang
diproleh dengan perbedaan dua fasa gerak ini lebih baik atau efektif
menggunakan fase gerak toluena:heksana, hal ini dikarenakan fase gerak
toluena:heksana dapat memisahkan komponen menggunakan dry mixture.
KESIMPULAN
24
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat memisahkan campuran warna
dye mixture menjadi 3 spot warna yang berbeda.
2. Nilai Rf dari fasa gerak Toluena : Hexana (7:1) lebih kecil daripada
Toluena : Etanol (7:1)
3. Fasa gerak Toluena : Hexana lebih baik daripada Toluena : Etanol
dalam pemisahan Dye Mixture ini.
DAFTAR PUSTAKA
TEST FORMATIF
2. Eluen apa yang paling bagus memisahkan komponen warna pada dye
mixture?
Jawab: Toluena, karena toluene memiliki perbedaan kepolaran dengan
fasa diam yang lebih baik sehingga komponen dapat terpisah
berdasarkan kemiripan kepolaran dengan fase gerak dan fase diam.
25
LAPORAN KELOMPOK 3
I. Tujuan
Memisahkan senyawa pigmen dalam sampel Daun
Menghitung nilai Rf masing-masing hasil pemisahan
II. Prinsip
Pemisahan komponen zat warna akibat perbedaan laju migrasi
masing-masing zat warna dalam fase diam dan fase gerak. Pemilihan fase
gerak yang tepat dapat memisahkan komponen zat warna dengan
sempurna
26
kromatografi kolom adsorbsi, kromatografi gas, dan kromatografi lapis
tipis (Gandjar dan Rohman, 2007).
1. Kromatografi Adsorbsi
Komponen yang dipisahkan secara selektif teradsorbsi pada
permukaan adsorben yang dipakai untuk isian kolom.
2. Kromatografi Partisi
Komponen mengalami partisi antara lapisan cairan tipis ada
penyangga padat dan eluen.
3. Kromatografi Pertukaran Ion
Komponen yang dipisahkan berbentuk ion.
4. Kromatografi Filtrasi Gel
Pemisahan berdasarkan ukuran komponen yang dipisahkan.
27
senyawa. Metode ini juga diaplikasikan dalam pemisahan molekul-
molekul penting sperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
molekul penting lainnya. Selain itu juga bisa digunakan untuk investigasi
suatu senyawa berbahaya dalam pasien atau korban.
28
membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada
struktur klorofil b yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih
polar dibandingkan klorofil a. Berikut struktur dari kedua jenis klorofil ini.
Dimasukkan
kertas saring
wattman nomor
42 ke dalam
kolom
29
Preparasi sampel
Proses elusi
31
VI. Perhitungan
Rumus umum :
jarak komponen
Rf =
jarak eluen
0,3 cm
Rf jingga=
10 cm
= 0,03
0,2cm
Rf coklat kekuningan=
10 cm
= 0,02
0,2 cm
Rf hijautua=
10 cm
= 0,02
VII. Pembahasan
32
Dalam tahap kedua ini, kolom kromatografi dikondisikan kering
dan bersih karena jika kolom dalam kondisi basah air dalam kolom
tersebut teradsorbsi pada fasa diam dan meyebabkan pemisahan komponen
tidak maksimal. Selanjutnya, pada bagian bawah kolom ditambahkan
kapas untuk menghalangi keluarnya fasa gerak. Kemudian fasa diam yang
digunakan adalah alumina yang mana alumina akan dilewati oleh fasa
gerak serta akan terjadi pemisahan di fasa diam. Maka komponen yang
bersifat polar akan teradsorpsi lebih kuat dan terelusi lebih lama begitupun
sebaliknya. Elusi adalah proses migrasinya komponen melewati supporting
system.
3. Pelaksanaa teknis pemisahan
Sampel yang sudah dipreparasi filtratnya diuapkan untuk
memisahkan dari pelarutnya, selanjutnya samapel dimasukkan kedalam
kolom dan diteruskan memasukkan fasa gerak sehingga akan terjadi
pemisahan komponen dalam kolom.
Dalam praktikum ini didapatkan hasil 3 komponen yang terpisah
dari sampel daun singkong yaitu warna jingga , coklat dan hijau.
Pemisahan warna ini berdasarkan afinitas adsorbsi dari komponen
komponen sampel. Berdasarkan pemisahan di dapatkan nilai Rf yang dapat
dihitung dari jarak komponen di bagi dengan jarak eluen, sehingga untuk
komponen warna jingga , coklat dan hijau masing masing nilai Rf nya
adalah 0,03 , 0,02 dan 0,02. Dilihat dari nilai Rf jarak antar komponen ini
sangat dekat, untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik dapat
dilakukan perubahan jenis atau komposisi dari fasa gerak agar pemisahan
dapat lebih maksimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kolom yaitu
a. Pelarut fasa gerak , pelarut harus memiliki viskositas yang rendah
untuk mendapatkan resolusi yang baik dan volatilitas yang tinggi untuk
mendapatkan recovery yang cepat dari zat.
b. Laju alir pelarut, laju alir yang seragam dan rendah dapat
memberikan resolusi yang baik.
33
c. Kondisi absorben, absorben yang tidak aktif dapat menurunkan
pemisahan
VIII. Kesimpulan
1. Proses pemisahan dengan kromatografi kolom ini menghasilkan 3 pigmen
warna, tetapi saling tumpang tindih (belum sempurna).
2. Nilai RF dari pigmen warna jingga = 0,03, warna coklat = 0,02, dan warna
hijau = 0,02.
X. TES FORMATIF
1. Apakah senyawa klorofil lebih bersifat non polar dibandingkan dengan
karoten? Kaitkan jawaban dengan fase gerak yang dipakai?
Jawab : Tidak, karoten lebih non polar karena menggunakan fasa gerak lebih
non polar (Aseton : Heksana) dibandingkan klorofil.
34
LAPORAN KELOMPOK 4
Prinsip : kafein adalah senyawa organic yang banyak mengandung gugus fungsi
yang mampu menyerap sumber radiasi pada daerah uv. Oleh karena itu
dalam keadaan murni , kafein dapat dianalisis menggunakan kromatografi
lapis tipis(KLT) yang dilengkapi dengan detektor. HPTLC merupakan
pengembangan dari TLC yang mana prinsip pemisahannya dapat terjadi
secara adsorbsi atau partisi.Fase gerak nya merupakan suatu system
pelarut/cair yang tidak menguap dan stabil, sedangkan fase diam nya
berupa padatan atau larutan yang ditempelkan pada suatu penunjang.
Rumus struktur kafein
35
Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis merupakan (KLT) termasuk kategori kromatografi
planar yang termasuk di dalamnya adalah kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang fasa diamnya
diisikan atau ter-packing dalam kolom, kromatografi planar ini fasa diamnya
merupakan lapisan uniform bidang datar yang didukung oleh plat kaca,
aluminium atau plat selulosa dalam kromatografi kertas, sedangkan fasa
gerak yang juga sering disebut sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fasa diam dibawah pengaruh kapiler, pengaruh gravitasi atau
pengaruh potensial listrik. Dibanding dengan jenis lain kromatogafi lapis tipis
ini lebih mudah pelaksanaannya dan lebih murah. (Tri Mulyono : 2012)
KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk untuk menentukan
jumlah komponen campuran, atau penentuan suatu zat.Sehingga KLT
merupakan teknik analisis yang cukup mudah dan praktis.HPTLC
(HighPerformance Thin-Layer Chromatography) digunakan untuk analisis
secara kuantitatif.HPTLC merupakan salah satu pengembangan KLT.Akan
tetapi peralatan HPTLC sangat mahal dan cukup rumit. Oleh karena itu, perlu
adanya pengembangan analisis kuantitatif kromatografi lapis tipis dengan
biaya yang relatif murah dengan hasil yang akurat (Hess,Amber. 2004).
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar.Fase
diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca, plastic, alumunium.Sedangkan fase geraknya (Mobile phase)
berupa cairan atau campuran cairan, biasanya pelarut organik dan kadang –
kadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan
membentangkan/meratakan fase diam. (Tim dosen Kimia UGM : 2013)
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena
strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat, dll.
Fasa diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk
kromatografi kolom terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. (Tim
dosen Kimia UGM : 2013)
36
Salah satu fasa diam yang sering digunakan yaitu Silika gel, silika gel
merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Makin kecil diameter
akan makin lambat kecepatan air fase geraknya.
Dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan.Luas permukaan
silika gel bervariasi dari 300 – 1000 m 2/g. bersifat higroskopis, pada
kelembaban relative 45 – 75 % dapat mengikat air 7 – 20 %. (Tim dosen
Kimia UGM : 2013)
Ada berbagai cara penggolongan teknik kromatografi, pertama
berdasarkan perbedaan teknik pengerjaan dikenal kromatografi elusi, partisi
dan pendesakan. Kedua berdasarkan jenis fasa yang dipakai (mobil-stasioner)
yaitu a) kromatografi gas-cair, b) kromatografi gas padat, c) kromatografi
cair-cair dan d) kromatografi cair-padat.Teori dasar kromatografi pertama
kali dikembangkan untuk kromatografi cair-cair oleh Martin dan
Synge.Metoda kromatografi planar meliputi kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas.Setiap metode ini memerlukan lapis tipis materi
berbentuk bidang datar, yang dapat langsung dipakai untuk pemisahan atau
harus dilapiskan di atas lempeng kaca atau plastik atau logam.Fasa mobil
bergerak melalui fasa stasioner berdasarkan kerja kapiler kadang-kadang
dibantu tarikan gravitasi.Kromatografi lapis tipis dilakukan pada lempeng
kaca yang dilapisi dengan selapis tipis partikel-partikel halus.Lapis tipis ini
berfungsi sebagai fasa stasioner. (Astin Lukum : 2006)
KLT merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa yang hidrofobik seperti lemak dan karbohidrat.KLT dapat
digunakan untuk menentukan eluen pada analisis kromatografi kolom dan
isolasi senyawa murni dalam skala kecil.Pelarut yang dipilih untuk
pengembang pada KLT disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang
dianalisis. Sebagai fase diam digunakan silika gel, karena tidak akan bereaksi
dengan senyawa atau pereaksi yang reakstif. (Adam Wiryawan : 2008)
37
Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai Rf
berguna untuk identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatusenyawa dalam
sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa murni. Nilai Rf
didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai
fase gerak (Adam Wiryawan : 2008)
Bagan kerja
2. Pembuatan deret standar kafein dari standar induknya 10000 ppm dalam labu
takar 10 ml
3. Preparasi sampel
39
5. Pengukuran
Standar dan sampel di spotting menggunakan syringe otomatis pada
lempeng silica gel F254. Selanjutnya hasil spotiting dipisahkan
menggunakan kromatografi lapis tips(didalam chamber yang sudah berisi
fase geraknya). Hasil pemisahan tersebut diukur menggunakan HPTLC
(TLC Scanner) dengan detektor UV.
Perhitungan konsentrasi
Bobot kafein Volume labu takar
Warna larutan standard induk kafein
(mg) (mL)
(mg/L)
250 25 Tak berwarna 10000
c. Data pembuatan deret standar
Volume
Volume
konsentrasi
labu takar Konsentrasi deret
standar
No yang standar yang dibuat Rf Luas area
induk yang
digunakan (mg/L)
dipindahkan
(mL)
(mL)
1 0,5 10 500 0,39 10369,95
2 1 10 1000 0,39 11315,04
40
3 1,5 10 1500 0,39 12815,99
Intersep 9054.2867
slope 2.4460
r 0.9915
Yr 11500.3267
Xr 1000
d. Data preparasi sampel dan penentuan kadar kafein dalam tablet obat
Volum C sampel
Bobot e C (mg/tab
Bobot sampe sampe teruku let)
tablet l l r F C sampel
(g) (mg) (mL) Luas area Rf (mg/L) P (mg/kg)
24,7 10 11404,63 0,3 960,8 1 389018,9 267,06
9 8 9
0,686 25 10 11395,97 0,3 957,3 1 382934,5 262,88
5 9 4 9
25 10 11379,77 0,4 950,7 1 380285,4 261,07
1 1
Yo 11393.456 Rata-rata 263.670
7 7
e. Fish bone
41
42
g. Data ketidakpastian asal faktor presisi metode
Kadar kafein
C kafein terukur dalam sampel Keterangan
Ulangan Luas area larutan uji (mg/L) FP (mg/tablet)
1 11404,63 960,88 1 267,06
2 11395,97 957,34 1 262,88
3 11379,77 950,71 1 261,07 Syarat
Yo 11393,46 956,31 1 263,67 keberterimaan
CSXo 956.31 PM adalah
CSX 384079.66 %RSD <5%
µPM 4477.97
atau SD
%RSD 1.16
µ volume
Labu Takar labutakar
(mL)
koef. 0,0167
Vol Variasi suhu µ (Efek
Ketidakpastian Muai k
(mL) (°C) T) (mL)
asal air (C-1)
temperatur
0,00021 10 7 1,73 0,0085
43
kalibrasi
0,025 1,73 0,014
pabrik
µ
Neraca penimbanga
n (g)
µ kal
Ketidakpastian Data kalibrasi pabrik (g) k
(Kg)
Asal Spesifikasi 0,0003
(Kalibrasi) Pabrik 0,0004 2 0,0002
Sumber
Nilai (xi) Satuan µ xi
ketidakpastian
Kurva
956,31 mg/L 107.28 0,1122 0,0126
kalibrasi
Presisi
384079.66 mg/kg 4477.97 0,0117 0,0001
Metode
Σ 0.01285
44
(384079.67± 87084.61)
Pelaporan μCSX mg/L
(38.41± 8.71)%b/b
Perhitungan
bobot kafein
Konsentrasi kafein =
volume larutan
250 mg
=
0.025 L
= 10000 ppm
45
B. Pembuatan deret standar dalam labu takar 10 mL
500 ppm = 10000 ppm x V1 = 500 ppm x 10 ml
V1 = 0.5 ml
1000 ppm = 10000 ppm x V1 = 1000 ppm x 10 ml
V1 = 1.0 ml
Pembahasan
46
adanya kafein dapat dilihat dari adanya spot yang sama pada standar dengan
membandingkan niali Rf nya.
Pemilihan fase gerak yang sesuai perlu dilakukan supaya proses pemisahan dapat
berlangsung secara sempurna. Fase gerak adalah yang dapat menggerakkan analit
nya sehingga dapat terpisah dengan fase diamnya. Sehingga secara tidak langsung
sifat fase gerak nya harus sama dengann analitnya (like dissolved like). Dalam
praktikum ini menngunakan fase gerak nya yang mengandungkloroform :
aseton : ammonium hidroksda (8 :2 : 0,1), sehingga sifat fasa gerak nya lebih
dominan nonpolar dikarenakan sampel kafein yang juga bersifat nonpolar.
Adanya tambahan pelarut yang bersifat polar dikarenakan mungkin saja didalam
sampel juga terdapat senyawa yang bersifat polar. Dalam analisis nya, senyawa
yang tertahan lebih lama di fase diamnya (dapat dilihat dari jarak komponennya
yang kecil dari titik spot awal) menandakan senyawa tersebut dominan bersifat
hampir sama dengan fase diamnnya. Dalam praktik menggunakan HPTLC ini
perhitungan nilai Rf nya dapat dilakukan dengan TLC scanner menggunkan
detektornya mengandung lampu UV. Hasil spotting diposisikan sedemikian rupa
sehingga didapatkan nilai X, Yawal dan Yakhirnya dan juga dapat dicari panjang
gelombang maksimum dari pengukuran sampel yang langsung terbaca pada
computer. Pada praktikumnya standar kafein memiliki nilai Rf 0.39
sedangkan untuk samel mempunyai nilai Rf 0.39 dan 0.40. Hal ini menandakan
bahwa dalam sampel memang mengandung kafein. Penentuan kadar nya dapat
dilakukan menggunakan perhitungan menggunakan luas area yang terbaca.
Kesimpulan
a. Terdapat kafein dalam sampel dengan adanya tinggi spot yang sama pada
hasil elusi
b. Terdapat kafein dalam tablet obat dengan kadar 263.67 mg/tablet atau
(38.41 ± 8.71) %b/b
c. %RSD dari pengukuran kadar kafein dalam sampel obat secara HPTLC
yaitu 1.16%
Daftar pustaka
47
https://prezi.com/m/qmweckej2s-w/hptlc/
https://www.infolabling.com
Tes formatif
48
LAPORAN KELOMPOK 5
A. Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi senyawa toluena, benxena, dan gas xylene
pada berbagai jenis thiner atau pelarut secara kromatografi gas
2. Mampu menentukan kadar dari masing-masing analit secara kuantitatif
dengan menggunakan alat kromatografi gas
3. Mampu mengetahui dan mengoperasikan alat kromatografi gas dengan
benar sesuai SOP
B. Prinsip
Penetapan identifikasi Toluena, Benzena dan Xylene menggunakan
alat gas kromatografi didasarkan pada perbedaan titik didih senyawa dan
laju migrasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien distribusi
dari masing-masing komonen diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa
diam. Pemisahan komponen terjadi didalam kolom, gas sebagai fasa gerak
akan mendorong dan mengelusi sampel yang sudah teruapkan sehingga
komponen akan terpisah dari campurannya. Kemudian masing-masing
komponen dihantarkan sebagai aliran listrik dan dicatat sebagai
kromatogram berupa peak, waktu retensi dan luas area yang diperoleh dari
masing-masing. Senyawa dibandingkan dengan standar, sehingga
identifikasi dan kadar analit dapat ditentukan.
C. Dasar Teori
Pemisahan kimia adalah proses pemisahan sampai ke skala
molekuler (skala kimia berarti memiliki pemisahan sampai ke partikel
yang terkecil, sekecil atom dan molekul atau ion). Pekerjaan
pemisahan tidaklah mudah, sebagai contoh campuran alami adalah
campuran yang sempurna, dibutuhkan upaya untuk mengatasi gaya-
gaya alami yang menyatukan senyawa- senyawa tadi dalam campuran
49
sempurna. Langkah-langkah analisis kimia secara konvensional maupun
secara modern menggunakan instrumental dapat dikerahkan pada kondisi
pemisahan yang sama. (Wonorahardjo, 2013. Halaman 8)
Campuran (mixture) adalah gabungan dari beberapa zat yang
berbeda. campuran masih dapat dibedakan menjadi campuran homogen
dan campuran heterogen. Campuran heterogen terdiri dari beberapa
fase, mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dengan
sendirinya. Campuran homogeny lebih sukar untuk dipisahkan karena
komponen campuran memiliki sifat fisika dan kimia yang mirip.
Pemisahan campuran homogen dengan teknik sederhana seperti
metode fisika yakni penyaringan atau penguapan tidak mampu
memisahkan komponen-komponen campuran tersebut. Harus digunakan
metode lain untuk memisahkan campuran homogen dengan
memanfaatkan sifat-sifat kimia dari komponen dalam campuran tersebut.
(Wonorahardjo, 2013. Halaman 9)
Pemisahan secara modern yang mengandalkan bantuan
instrumentasi modern akan memberikan hasil yang dapat dilihat dari
mesin. Hasil tersebut berupa catatan dari mesin, yakni berupa grafik,
spectrum, diagram, dan kromatogram. Dari hasil data ini
dimungkinkan untuk menghitung kemurniannya. Komponen campuran
yang dipisahkan tidak didapaatkan secara fisik, karena jumlahnya sangat
kecil dan telah terbuang di dalam mekanisme mesin setelah pemisahan
dilakukan oleh instrumentasi. Disini kemungkinan pengotor masih ada.
Biasanya instrumentasi modern akan menghasilkan data pemisahan
seperti ini karena detektor menangkap hasil pemisahan dan mengubahnya
menjadi sinyal yang akan diolah lebih lanjut. (Wonorahardjo, 2013.
Halaman 10)
Metode kromatografi merupakan cara paling baik selama ini untuk
memisahkan komponen kimia yang bercampur dalam sampel,
dibandingkan dengan teknik ekstraksi yang sering membutuhkan uji
lanjutan atau pemisahan lanjutan sehingga teknik ini menjadi kurang
praktis. Kromatografi sangat andal memisahkan senyawa-senyawa
50
yang mirip sekalipun dengan mekanisme pemisahan yang mekibatkan
beberapa fase. Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh Michael
Tswett pada tahun 1906, yang mengembangkan pemisahan
menggunakan kolom. Metode sederhana yang temukan oleh Michael
Tswett akhirnya berkembang dengan sangat pesat dengan ditemukannya
material baru untuk dijadikan fase diam atau kombinasi pelarut-pelarut
yang dipilih berdasarkan sifat kimia dan fiskanya. (Wonorahardjo, 2013.
Halaman 123-129)
Kromatografi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian
dan pemisahan senyawa- senyawa organik dan anorganik. Metode ini
berguna untuk fraksionasi campuran kompleks dan pemisahan untuk
senyawa-senyawa sejenis. Pada tahun 1941, Martin dan Synge
mengembangkan kromatografi partisi. (Khopkar, 1990. Halaman 147)
Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat
terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel
antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan tititk didih
tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjang.
Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan suatu zat padat
penyerap. (Khopkar, 1990. Halaman 160)
51
puncak yang sempit menunjukan resolusi yang baik. (Khopkar, 1990.
Halaman 163)
Dalam kromatogafi gas, fase gerak berupa gas lebam seperti
helium, nitrogen, argon, atau bahkan hidrogen yang digerakkan dengan
tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara
kromatografi, fase diam cair berada berada sebagai lapisan tipis, diikat
secara kimia oleh penyangga padat dan dikemas dalam pipa logam, atau
kaca yang bergaris tengah kecil (2-8 mm) dan panjannya sedang (1-10 m),
ini disebut kolom kemas. Kolom kapiler/kolom pipa terbuka fase
diam berupa film tipis (0,1-2µm) yang melekat pada dinding dalam
pipa logam kapiler atau pipa kaca kapiler bergaris tengah sangat kecil
(0,2-1mm) dan sangat panjang (10-100 m).(Gritter, dkk, 1991. Halaman
13)
Suhu dapat diubah secara terus-menerus selama dilakukan
komatografi gas untuk mengingkatkan keatsirian linarut secara
bersistem dan demikian meningkatkan pemisahan. Pada cara kerja seperti
itu, dikatakan bahwa suhu diprogram dan hasilnya ialah pemerograman
suhu. (Gritter, dkk, 1991. Halaman 13)
Komponen GC ialah wadah gas murni bertekanan tinggi
dilengkapi pengatur tekanan, injektor, tanur bertermostat, kolom dengan
kemasan yang cocok, detektor dengan kelengkapan elektroniknya, dan
perekam untuk detektor. Nonvolum diusahakan serendah-rendahnya.
Perilaku senyawa dalam kondisi tertentu (kolom, laju aliran, suhu)
52
0,00 mL 1,00 mL 2,00 mL 3,00 mL 4,00 mL 5,00 mL
LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25 mL LT 25
mL
Dihomogenkan
2. Preparasi Sampel
3. Pengukuran
Aliran gas
Standar & sampel yang telah
oksidan dan
dipreparasi diukur
fuel, serta fase
menggunakan Kromatografi
gerak dibuka.
Gas sesuai metode
pengujian & SOP alat.
53
Dicatat hasil pengukuran
E. Data Pengamatan
1. Pengamatan Fisik
Nama Alat : GC
54
Bau Khas
Metanol Tidak Berwarna Larutan
Metanol
Bau Khas
Benzena Tidak Berwarna Larutan
Benzena
BTX Tidak Berwarna Bau Khas Btx Larutan
3. Deret Standar
Konsentrasi
Retemtion
Standar Luas Area Tinggi Peak
Time (Menit)
(%)
0 (Metanol) 74266187 24709099 2,406
4 12582863 5135679 3,744
8 24335445 9251620 3,710
12 28201612 11276072 3,732
16 55310399 18463750 3,749
20 69390412 20650900 3,802
Benzena Murni 347327769 347327769 3,814
4. Sampel BTX
Retention Time
Komponen Luas Area Tinggi Peak
(Menit)
1 2,258 81503 30154
2 2,437 71035535 24489007
3 2,548 1326081 915051
4 2,663 2853 2017
5 3,292 3588 1748
6 3,739 2364282 1120953
7 5,471 2174853 853526
8 8,315 1644 424
F. Perhitungan
Pembuatan deret standar
55
V1 x C1 = V2 x C2
V 2 xC2
V1 ¿
C1
4%
25 ml x 4 %
V1 ¿
100 %
= 1 mL
8%
25 mL x 8 %
V1 ¿
100 %
= 2 mL
12%
25 mL x 12 %
V1 ¿
100 %
= 3 mL
16%
25 mL x 16 %
V1 ¿
100 %
= 4 mL
20%
25 mL x 20 %
V1 ¿
100 %
= 5 mL
C terukur
56
Persamaan Regresi : Y = a + bX
Y = -2577556,857 + 3421434,536X
Y −a
X=
b
Luas area sampel BTX = 2364282
2364282−(−2577556,857)
X= = 1.44%
3421434,536
Kadar benzena dalam sampel
Kadar Ben
zena = C terukur X FP = 1,4 % X 5 = 7.2 %
0%
4%
8%
12%
16%
20%
57
Y = 3421434,536 (20) - 2577556,857 = 65851133,86 luas area
G. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan penetapan kadar benzena. Senyawa benzena
dapat ditetapkan kadarnya melalui hasil identifikasi senyawa BTX (Benzena,
Toluena, dan Xylena) yang terdapat dalam sampel menggunakan kromatografi
gas, dengan pelarut methanol. Krimaografi gas adalah metode pemisahan suau
komponen yang didasarkan pada perbedaan titik didih senyawa diantara dua fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak yang digunakan berupa gas yaitu gas
nitrogen, dan hidrogen serta udara digunakan untuk menyalakan api (bahan
bakar) pada detector. Tipe detector yang digunakan adalah FID karena sampel
BTX merupakan senyawa yang mengandung gugus hidrokarbon atau senyawa
organik, sedangkan fase diam yang digunakan adalah campuran daru 5% difenil
dan 95$ dimethylxiloxane dengan kolom kromatografi gas berupa kolom kapiler
tipe RTX-5. Kolom kromatografi gas sangat penting diibaratkan sebagai jantung
kromatografi, karena prosesnpemisahankomponen-komponen sampel terjadi di
dalam kolom
Perbedaan titik didih setiap senyawa mempengaruhi waktu retensi suatu zat
untuk diidentifikasi. Titik didih benzena yaitu 80.1 ºC, toluena 110,6 ºC, xylena
138,4 ºC sedangkan methanol 64,1 ºC. Peak yang akan muncul terlebih dahulu
adalah titik didih terendah kemudin tertinggi. Pada larutan standar terkandung
metanol sebagai pelarut dan benzena sebagai standar untuk menjadi pembanding
pada sampel. Sedangkan sampel mengandung metanol, benzena, toluena, dan
xylena dimana sampel diidentifikasi apakah terdapat senyawa benzena atau tidak,
dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan standar benzena.
Persyaratan untuk sampel pada kromatografi gas adalah mudah menguap dan
bahan tidak rusak oleh panas.
Analisis sampel dan standar dilakukan dengan injeksi pada injektor.
Temperatur injektor diatur sampai 50 ºC di atas titik didih komponen yang
dianalisis, hal ini bertujuan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
uap atau gas. Sedangkan suhu pada detektor diatur lebih tinggi dari suhu kolom,
hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kondensasi. Pemisahan komponen
terjadi dalam kolom dan dihantarkan ke detektor oleh gas pembawa. Detektor
pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah
sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal
58
elektronik. Data dari detektor dikirim ke komputer dan ditampilkan sebagai
kromatogram.
Pada praktikum ini, sampel BTX menghasilkan 8 peak. Dimana peak ke-
6 memiliki waktu retensi 3.739 yang masuk ke dalam rentang waktu retensi
standar benzena yaitu 3.710-3.802, sehingga peak tersebut diduga merupakan
senyawa benzena dengan luas area 2364282. Luas area sampel digunakan untuk
mencari konsentrasi terukur dengan memasukan ke persamaan regresi sebagai
sumbu Y. Diperoleh konsentrasi terukur sebesar 1.44%, sehingga kadar benzena
dalam sampel dapat dihitung. Didapatkan hasil kadar benzena dengan faktor
pengenceran 5 kali sebesar 7.2 %.
H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum diperoleh :
• Waktu retensi benzena kisaran =(3,710-3,802)menit
• Kadar benzena dalam sampel =7,2%(v/v)
• Persamaan regresi Y=3421434.536x-2577556,857
• R=0.9797
I. Daftar Pustaka
MULJA MUHAMMAD dan SUHARMAN.1995.Analisis
Instrumental.Surabaya:Airlangga University Press.
KHOPKAR . S.M.1983.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:UI.Press.
J. Tes Formatif
1. Mengapa di gunakan detektor FID?
Jawab:FID(Flame Ionization Detector) merupakan detektor yang berdasarkan
panas yang dihasilkan dan konduktivitas alat . Dimana FID adalah detektor
general untuk mengukur komponen komponen sampel yang memiliki gugus
alkil(C-H) atau hidrocarbon sehingga karena sampel merupakan golongan
organik maka digunakan FID
2. Apakah viskositas gas makin encer dengan bertambahnya suhu ?
Jelaskan!
Jawab : Tidak karena dengan naiknya suhu viskositas akan semakin kental ,hal
ini ini terjadi karena tumbukan antar partikel
3. Apa kegunaan gas Helium ,udara dan hidrogen ?
59
Jawab : Helium digunakan sebagai fase gerak ,udra dan hidrogen digunakan
sebagai bahan bakar pada detektor FID
60
LAPORAN KELOMPOK 6
I. TUJUAN
Dapat mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif kadar propanol
dalam sampel
Dapat membedakan teknik internal dan eksternal standar dalam analisis
kromatografi
II. PRINSIP
Alkohol merupakan senyawa hidrokarbon yang bersifat mudah menguap,
oleh karena itu dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas dengan
menggunakan detector flame ionization detector (FID) yang sensitive terhadap
hidrokarbon. Kandungan air yang dimungkinkan ada tidak akan terdeteksi oleh
detector FID. Penggunaan teknik standar internal diharapkan dapat
menghilangkan kesalahan dalam volume injeksi.
Pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan laju reaksi dari masing-
masing komponen yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien partisi dari
masing-masing komponen dalam fasa diam dan fasa gerak berupa gas. Larutan
Standar digunakan untuk mengetahui kadar propanol dalam sampel alcohol.Fasa
diam dipanaskan dalam oven,kemudian sampel diinjeksikan menggunakan
syringe.Sehingga sampel dalam kolom mengalami perubahan wujud menjadi uap
yang kemudian dialiri dengan suatu fasa gerak. Sehingga terjadi pemisahan
komponen-komponen yang keluar dari kolom dapat diamati dengan detector
yang hasilnya bisa dilihat pada recorder. Kadar Analit dapat ditentukan dengan
membandingkan Luas Area standar dengan Luas Area Sampel.
61
sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai
untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua
komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai
untuk pemisahan.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya.
62
berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N = 16 x
(TR / WB)2 , dengan TR = waktu retensi dan WB = lebar dasar puncak.
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan
cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder
baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan
sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja. Gas
pembawa yang biasa digunakan adalah gas Argon, Helium, Hidrogen dan
Nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik)
untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency
Theoretical Plate) minimum. Sementara Hidrogen dan Helium dapat dialirkan
lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas
hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir,
kinerjahidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen
berkurangsecara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan
fasagerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang
cepatmembantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut,
sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir
tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada
melalui nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium
memberikan resolusi yanglebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki
efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun,
hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya,
helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam
carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang
digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
merusak kolom. Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk
menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa.
Pemilihan gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.
63
2. Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C).
Injektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor
biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan
sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya
terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi
sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan
karet tebaldisebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali
secara otomatisketika semprit ditarik keluar.Untuk cuplikan berupa gas dapat
dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas (gas-tight syringe) atau kran
gas (gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka
dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan
injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk
mengurangi volume.
3. Oven
Digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.
4. Column
Berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya
sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:
a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil
dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan
panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis
stationary phase yang sering digunakan:
a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample.
b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small
gaseous species.
64
5. Detector
Berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada
beberapa jenis detector, yaitu:
c. Chemiluminescense Spectroscopy
Cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample
yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul
sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan
berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari
reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini
kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM).
65
menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara
electrode.
66
j. Thermal Conductivity Detector (TCD)
TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing
element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir
disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul
organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan
temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11)
Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode
pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari
spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang
yang luas bisa dilakukan secara simultan.
Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom
kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom
dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan)
dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan
pada temperatur konstan).
Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur
maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam.
Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed”
dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada
mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen
dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional).
67
sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang
ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil
secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan
menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan
komponen dan yang lain untuk melawan “bleed”.
2) Sampel Eksternal
68
2) Sampel Internal
Labu Ditera
takar 25 metanol
mL
V. DATA PENGAMATAN
Pengamatan Fisik
No. Nama Bahan atau Reagen
Warna Bau Wujud
Bau Khas
1. Metanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol
Bau Khas
2. Butanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol
Bau Khas
3. Propanol Tidak berwarna Cairan
Alkohol
69
Tamperatur Kolom Akhir : 110 ℃
Tamperatur Injektor : 165 ℃
Tamperatur Detektor : 170 ℃
Tekanan Sebelum Masuk Ke Alat : 50 Kpa
Gas Pendukung : Udara
Fase Gerak : Helium
Fase Diam : OV-17
Titik Didih Metanol : 64,7 ℃
Titik Didih Butanol :-
Titik Didih Propanol : 97 ℃
Waktu Retensi
No. Uraian Senyawa Luas Area
(RT)
Metanol 2,419 12483395
1. Standar Eksternal
Propanol 2,637 76280575
Metanol 2,460 17589758
2. Standar Internal Propanol 2,637 76514571
Butanol 4,792 1284935
VI. PERHITUNGAN
70
- Perhitungan C Standar Propanol
0,2 mL
C standar eksternal= ×100 %=0,8 %
25 mL
0,2 mL
C standar internal= ×100 %=0,8 %
25 mL
5515131
C propanol ekternal= × 0,8 %=0,06 %
76280575
A sampel 1 A sampel 2
C sampel= × × c standar
A standar 2 A standar 1
69725316 1284935
C propanol= × ×0,8 %=0,8 %
1168346 76514571
71
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum Penetapan Kadar Propanol dalam Sampel Alkohol Teknis
Menggunakan Standar Internal dan Standar Eksternal secara Kromatografi Gas. Pada
Praktikum ini, Fasa diam yang digunakan ialah OV17 yang bersifat semi polar.
Sedangkan fasa gerak yang digunakan ialah gas Helium.. Gas pembawa memiliki
tingkat pengotor H2O dan O2 yang rendah, karena H2O dan O2 dapat berinteraksi
dengan fasa diam dan menimbulkan masalah besar seperti noise baseline sehingga
menurunkan kepekaan analisis. Gas Helium yang digunakan merupakan gas yang
inert dan memiliki tingkat kemurniaan yang tinggi, sehingga tidak akan bereaksi
dengan sampel. Sampel yang digunakan ialah alkohol teknis.
72
gerak atau fasa diam. Berdasarkan hasil pengamatan, waktu retensi standar eksternal
propanol ialah 2,419 menit sedangkan pada sampel eksternal didapatkan satu peak
yang muncul pada menit ke 2,339. Pada standar internal waktu retensi propanol 2,460
menit dan butanol 4,792 menit. Sedangkan pada sampel internal muncul dua peak
pada menit ke 2,419 dan 4,289. Pada kromatogram menunjukkan waktu retensi
standar dengan sampel yang berdekatan, sehingga dapat dinyatakan bahwa sampel
yang digunakan mengandung propanol dan butanol.
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh :
73
TEST FORMATIF
74
LAMPIRAN
75
76
LAPORAN KELOMPOK 7
I. JUDUL
Penetapan Kadar Paracetamol dalam Sampel Obat secara HPLC
II. TUJUAN
Mampu menetapkan kadar paracetamol dalam contoh obat menggunakan alat
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Mampu mengoperasikan alat HPLC dengan baik dan benar sesuai SOP
III. PRINSIP
77
c) Penukar Ion atau Kromatografi Ion
d) Size-Exclusion Chromatography (Kromatografi Eksklusi Ukuran)
e) Kromatografi Afinitas
f) Kromatografi Kiral
Ada dua cara pengelusian dalam kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu
elusi isokratik dan elusi gradien. Elusi yang menggunakan pelarut tunggal dengan
komposisi tetap atau campuran beberapa pelarut ynag komposisinya dibuat tetap
disebut elusi isokratik. Sedangkan pada elusi gradien, digunakan dua (atau kadang
lebih) pelarut dalam suatu sistem yang memiliki perbedaan kepolaran yang besar /
signifikan. Perbandingan dari kedua atau lebih pelarut ini divariasikan melalui
cara yang telah ditentukan dengan program saat pemisahan berlangsung.
Pengubahan perbandingan ini kadang dilakukan secara terus-menerus dan kadang
secara bertahap. Elusi gradien seringkali meningkatkan efisiensi pemisahan,
seperti halnya pemrograman suhu pada GC. Instrumen HPLC modern biasanya
dilengkapi dengan katup yan berpotongan sehingga dapat memasukkan cairan
dari dua atau lebih reservoir dengan perbandingan yang dapat divariasikan secara
terus menerus (Skoog, 2004: 973-977).
Fasa gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fasa gerak adalah
salah satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang
sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT/HPLC, tetapi ada beberapa
sifat umum yang sangat disukai, yaitu rasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena
prosedur pemumiannya kembali sangat membosankandan mahal biayanya. Dari
semua persyaratan di atas, persyaratan 1 s/d 4 merupakan yang sangat penting.
78
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk
KCKT/HPLC yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump)
sangat diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi.
Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang
besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan (the
data may be useless). Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila
menggunakan kolom yang sangat sensitif terhadap udara (contoh :kolom
berikatan dengan NH2) (Effendy De Lux Putra, 2004: 7-8).
Komponen-komponen alat dalam HPLC diantaranya ialah:
Reservoir (wadah pelarut / cairan)
Pompa
Sistem injeksi sampel
Kolom, terdiri dari
1. Kolom Analitik / Kolom Utama
2. Kolom Guard
3. Termostat
Detektor
Komputer (Pengolah data)
V. CARA KERJA
79
Pembuatan larutan standar induk 100 mg/L
Dihomogenkan lalu
disonikasi 10 menit
80
Preparasi sampel
Di timbang 10 Di timbang 5 mg
tablet sampel Di gerus
sampel obat
obat paracetamol paracetamol
Dihomogenkan lalu
disonikasi 5 menit
81
berwarna paracetamol
b. Tabel Data Pembuatan larutan Standar Paracetamol
Kadar
Bobot Volume
Luas analit
rata Luas Cterukur labu
area dalam
No. rata area dialat fp takar
analit sampel
tablet standar (mg/L) awal
distandar (mg/tablet
(g) (L)
)
0,591
1. 848074 1013822 8,62 10 0,1 471,71
0
0,591
2. 820388 1013812 8,33 10 0,1 455,84
0
0,591
3. 878852 1013812 8,93 10 0,1 488,67
0
0,591
4. 868249 1013812 8,82 10 0,1 482,65
0
0,591
5. 852321 1013812 8,66 10 0,1 473,89
0
Ʃ 2372,76
Rata – Rata 476,55
% RSD 2,63
Akurasi 95,31
82
d. Data Pengamatan Alat
VII. PERHITUNGAN
Cterukur
luas Area sampel
Cterukur= x CSTD
Luas Area Standar
1. Sampel 1
848074 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,62 mg/ L
2. Sampel 2
820388 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,33 mg/ L
3. Sampel 3
878852 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,93 mg/ L
83
4. Sampel 4
868249 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,82 mg/ L
5. Sampel 5
852321 mg
Cterukur= x 10,3
1013812 L
¿ 8,66 mg/ L
CSebenarnya
Cterukur x VLT x FP x bobot rata−rata
Csebenarnya=
bobot sampel
1. Sampel 1
mg mg
8,62 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 471,71 mg /tablet
2. Sampel 2
mg mg
8,33 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 455,84 mg/tablet
3. Sampel 3
mg mg
8,93 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 488,67 mg /tablet
4. Sampel 4
mg mg
8,82 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 482,65 mg /tablet
5. Sampel 5
84
mg mg
8,66 x 0,1 L x 10 x 591
L tablet
Csebenarnya=
10.8 mg
¿ 473,89 mg /tablet
12,48 mg/tablet
%RSD= x 100 %
474,55mg /tablet
¿ 2,63 %
VIII. PEMBAHASAN
85
jernih dan murni. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari masuknya kotoran ke
dalam kolom, sehingga akan mempengaruhi pembacaan kromatogram. Lalu fase
diam yang digunakan adalah C-18 yang berikatan dengan Si (Oktadesilsilikat).
Pemisahan dengan HPLC kali ini menggunakan fase terbalik, dimana fase
gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan fase diamnya. Lalu detektor yang
digunakan adalah Detektor UV-VIS dengan panjang gelombang 254 nm. Untuk
analisis kualitatif dengan HPLC bisa diketahui dari perbandingan waktu retensi
standar dengan sampel. Hasil praktikum didapatkan waktu retensi standar sebesar
3,147. Sedangkan waktu retensi sampel 3,145 , 3,140 , 3,168 , 3,149 ,dan 3,170.
Nilai waktu retensi sampel mendekati waktu retensi standar. Berarti sampel
tersebut mengandung paracetamol. Lalu dilakukan pula analisis kuantitatif dari
perbandingan luas daerah sampel dengan standar yang nantinya dari data tersebut
didapatkan kadar. Dari hasil praktikum didapatkan kadar paracetamol (mg/tablet)
sebesar 471,71 , 455,84 , 488,67 , 482,65 , dan 473,89 , sehingga didapatkan
rerata kadar paracetamol sebesar 474,55 mg/tablet. Dan didapatkan %Akurasi
atau sama dengan %Paracetamol dalam sampel sebesar 94,91%. Hal ini berarti
masuk dalam syarat keberterimaan dalam Farmakope Indonesia Edisi V tahun
2014 (90,0 – 110,0%). Dan didapatkan %RSD sebesar 2,63% hal ini
membuktikan pengujian yang dilakukan presisi.
IX. KESIMPULAN
X. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
86
Andrianingsih,R. 2011. Penggunaan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dalam Proses Analisa Deteksi Ion. Pusterapan :
Peneliti Bidang Material Dirgantara
Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Bandung: IKIP Semarang
Pres.
Lestari,ahyuni sri. 2014. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskrien dalam
Plasma Darah Secara Invitro Menggunakan KCKT. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah
Underwood,Day,R.A,A,L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga
Jawab : Iya, karena pemisahannya menggunakan fasa gerak yang lebih non
polar yaitu C 18 atau ODS dibandingkan dengan pasangannya atau fasa
geraknya yaitu campuran aquabidest dan metanol dengan perbandingan 7:3.
87
LAPORAN KELOMPOK 8
JUDUL
Penetapan Kadar Vitamin C dalam Sampel Minuman Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
TUJUAN
Mampu menetapkan kadar vitamin C dalam sampel minuman
secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
PRINSIP
Kadar vitamin C dapat ditetapkan dengan alat kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Pemisahan yang terjadi berdasarkan perbedaan
laju migrasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan koefisien
distribusi dari masing-masing komponen diantara dua fasa, yaitu fasa
diam (C-18) dan fasa gerak (Metanol). Kadar vitamin C dapat
ditetapkan dengan membandingkan luas area sampel dengan luas area
standar pada konsentrasi tertentu.
CARA KERJA
Ditera dan
dihomogenkan
dengan
aquadest
88
2. Standar 20 ppm
Dipipet
Ditera dan
sebanyak 1 ml Dimasukkan ke
dihomogenkan
larutan standar labu takar 50 ml
c c dengan aquadest
1000 ppm
3. Preparasi sampel
c c
Dipipet 5 ml ke
Dipipet 10 ml ke labu labu takar 50 ml
takar 50 ml ditera ditera dan
dan dihoonkan dihomogenkan
kdengan aquadest dengan aquadest
Dibuat perbandingan methanol dengan air sebanyak (30 : 70 )ml. air yang
digunakan harus pH asam (2,5-3) diasam kan dengan H2SO4.
DATA PENGAMATAN
89
Reagen
1 Sampel Minuman Jingga Bau khas Larutan
jeruk
2 Asam Sulfat (H2SO4) Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau
3 Metanol Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau
4 Aquadest Tidak Tidak Larutan
berwarna berbau
Kadar
Luas area Luas area Cterukur Volume Vitamin C
No analit disampel standar dialat Fp labu takar dalam
(mg/L) (mL) sampel
(mg/L)
90
Sampel 5x pengenceran 1,1889
Standar 1,871
PERHITUNGAN
1000 mg
bobot asamaskorbat = × 0,1 L
1L
¿ 0,1 g
V 2 ×C 2
V 1=
C1
50 mL x 20 ppm
V= =1mL
1000 ppm
Konsentrasi Standar
100,2 mg
standar 1000 ppm= =1002 mg/ L( ppm)
0,1 L
Konsentrasi Terukur
91
Area sampel
C terukur= × konsentrasi standar
Area standar
985809 A
C terukur pengenceran 5 x= × 20,04 ppm=19,9584 mg/ L
989839 A
971260 A
C terukur pengenceran 10 x= × 20,04 ppm=19,6639 mg/L
989839 A
Konsentrasi Terukur
Recovery (%)
Kadar sampel
%Recovery= ×100 %
Kadar etiket
1000 mg
kadar etiket= =7142,86 mg/L
0,14 L
mg
7676,31
L
%Recovery ( 5 x )= ×100 %=107,48 %
mg
7142,86
L
mg
15126,08
L
%Recovery ( 10 x )= ×100 %=211,72 %
mg
7142,86
L
92
PEMBAHASAN
Ketika sampel diinjeksikan ke alat, maka fasa gerak yang akan membawa
sampel menuju fasa diam dikolom. Berdasarkan hal ini terjadilah kaidah like
dissolve like dimana sampel dengan sifat polar akan lebih tertarik ke pada fasa
geraknya yang juga memiliki sifat polar, sedangkan fasa diamnya merupakan
senyawaan nonpolar. Hal ini menyebabkan sampel yang mengandung vitamin C
terjerap di fasa diam tidak lama (semakin mirip sifat sampel dengan fasa diam
maka interaksinya dalam fasa diam akan semakin besar), karena sampel lebih
bersifat mirip dengan fasa gerak maka interaksinya didalam fasa diam relatif
kecil.
Dalam proses kerja di alat HPLC oven tidak dinyalakan hal ini disebabkan
karena sifat dari sampel yaitu vitamin C yang mudah rusak terhadap perubahan
suhu. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh waktu retensi baik
sampel pengenceran 5x atau 10x memenuhi keberterimaan yaitu direntang 1,780
menit hingga 1,960 menit. Berdasarkan teori dinyatakan bahwa semakin kecil
konsentrasi maka luas area juga akan semakin kecil. Pada sampel yang diencerkan
5x diperoleh luar area 9885809 dan pada sampel 10x pengenceran diperoleh luas
area 971260, sehingga berdasarkan perhitungan diperoleh kadar sampel (vitamin
C) didalam sampel 5x pengenceran yaitu 7676,92 mg/L dan kadar vitamin C pada
sampel 10x pengenceran yaitu 15123,08 mg/L dimana berdasar etiket sebenarnya
kadar vitamin C dalam sampel minuman ini adalah 7142,86 mg/L.
93
untuk sampel dengan 10x pengenceran didapat 211,72%. Seharusnya kadar antara
sampel yang diencerkan 5x dengan yang 10 x sama, tetapi terdapat kesalahan
yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yang memungkinkan yaitu
kesalahan analis dalm preparasi sampel, kesalahan dalam peneraan, kesalahan
sampel yang sama (Pengencerannya) dalam kedua tabung ulir.
KESIMPULAN
1. Sampel minuman teridentifikasi mengandung vitamin c
2. Kadar vitamin c dalam minuman sebesar 7676,92 mg/L untuk
pengenceran 5 kali dan 1512,08 mg/L untuk pengenceran 10 kali
DAFTAR PUSTAKA
KHOPKAR, SM. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :
UI Press
Mulya, Muhammad dan Suharman. Analisis Instrumental.
Surabaya : Erlangga Universitas Press
TEST FORMATIF
1. Dapatkah HPLC yang anda pakai untuk mendeteksi senyawaan
berwarna?
Jawaban : ya dapat, karena dalam HPLC terdapat detector yang
spesifik hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif seperti detector uv-vis yang dapat mendeteksi
senyawaan berwarna.
2. Mengapa untuk menganalisis kadar benzoat dan vitamin c
dipergunakan HPLC ?
Jawaban : karena HPLC sangat cocok untuk menganalisis
senyawa yang tidak mudah menguap dan demikian juga zat
yang secara termal tidak stabil.
94