Anda di halaman 1dari 14

Tugas Review Jurnal Literatur Kimia

Rifka Ayu Ramadhani (3212222022) & Azaryn Fathun Surendri (3212222020)


Kimia Lanjutan 2022

Pegagan (Centella asiatica(L.,) Urb) : Ulasan Tentang


Etnomedisinal, Botanical, Sifat Kimia dan Farmakologis
 

ABSTRAK

Pegagan (Centella asiatica) atau dalam kehidupan masyarakat Indonesia


dikenal dengan sebutan tanaman Pegagan. Tanaman ini merupakan salah satu
tanaman obat yang populer dalam pengobatan tradisional. Berdasarkan metode
pengobatan ayurveda, selain digunakan sebagai obat tunggal, pegagan juga digunakan
sebagai bahan formulasi obat untuk mengobati Sistem Saraf Pusat, Kulit. Dalam
ulasan ini, pembahasan mengenai pegagan difokuskan pada komposisi kimia dan nilai
medis terutama pada aktivitas farmakologi yang dimiliki seperti antikanker,
antijamur, antiinflamasi, antioksidan, antidepresan, dan antidiabetes serta penggunaan
pegagan sebagai pengobatan ortodoks dan aplikasi tradisional serta menyajikan
etnomedisinal, deskripsi botani, fitokimia, farmakologis serta penggunaan sebagai
tanaman obat tradisional dari pegagan.

Kata Kunci : Pegagan, tradisional, botanik, fitokimia, senyawa, farmakologi

1
1. Pendahuluan
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tumbuhan merambat yang ditemukan
di sebagian besar negara tropis dan subtropis  seperti India, Pakistan, Sri Lanka,
Madagaskar, Afrika Selatan, Pasifik Selatan, dan Eropa Timur. Pegagan tidak
memiliki rasa dan tidak berbau serta tumbuh subur di dalam dan di sekitar air.
Berdasarkan klasifikasi taksonomi, pegagan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta.
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Umbillales, famili Umbilliferae
(Apiaceae), genus Centella, spesies Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle
asiatica Linn (Heyne 1987). Winarto  dan  Surbakti  (2003) melaporkan  pegagan
telah  ditetapkan  sebagai  tanaman obat tradisional sejak tahun 1884. Di Indonesia
sendiri, pegagan telah banyak digunakan sebagai obat herbal alternatif karena
kandungan senyawa bioaktifnya. Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek samping
jika dikonsumsi karena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah.

2. Etnomedisinal
Centella asiatica, anggota dari famili Apiaceae (Umbelliferae), telah
digunakan sebagai ramuan pengobatan tradisional di Asia, termasuk pengobatan
Ayurvedic dan pengobatan tradisional Cina, selama lebih dari 2000 tahun.2,3,4,5
Secara geografis, tanaman ini berasal dari India, Cina, Sri Langka, Madagascar,
Indonesia, dan Malaysia, serta tumbuh pada daerah yang lembab. Karena manfaatnya
dalam bidang medis, tanaman ini dapat menyeberang hingga perbatasan Turkey,
Amerika Utara, dan Hindia Barat. Centella asiatica mengandung banyak unsur,
seperti asiatic acid, madeccasic acid (6- hydroxyasiatic acid), asiaticoside,
madecassoside, betulinic acid, thankunic acid, and isothankunic acid. Centella
asiatica dilaporkan memiliki efek antioksidan yang tinggi, mempermudah
penyembuhan luka, meningkatkan daya ingat, menurunkan inflamasi, dan
meningkatkan aktivitas. Di Indonesia sendiri tanaman antanan banyak digunkan
sebagai obat tradisional sejak zaman dahulu (Herlina, 2010).
Centella asiatica telah  diketahui  secara luas  sebagai  agen  penyembuh  luka, 
karena kemampuannya  untuk  menyembuhkan  luka kecil, goresan, luka bakar, dan
iritasi kulit ,dan menyembuhkan  luka  epitel  pada  kornea. Semakin  berkembangnya
teknologi,  potensi yang  belum  ditemukan  pada  tanaman  ini dilaporkan 
mempunyai  efek  antiinflamasi, antimikroba,  antifungi,  antidepresan, antioksidan, 
dan  antikanker.  Khasiat  secara  ilmiah  dari  C.  asiatica telah  banyak  diteliti  pada 

2
hewan  coba  dan menyimpulkan  bahwa  C.  asiatica  dapat digunakan  sebagai 
antioksidan,  antigastritis, antitumor,  penyembuhan  luka, imunomodulator, 
antiproliferasi,  dan sebagainya. Selain  itu,  dalam  hasil saintifikasi  Jamu 
disimpulkan  bahwa  C. asiatica  merupakan  salah  satu  komponen ramuan 
antihipertensi. 
Tanaman antanan mengandung banyak senyawa aktif yang dapat memberikan
manfaat kesehatan. Selain itu, efek neuroprotektif oleh Centella asiatica telah
dikonfirmasi dalam studi manusia serta sistem model in vivo dan in vitro. Tanaman
ini juga sejak lama telah banyak digunakan untuk tujuan pengobatan dan sebagai
bahan kosmetik (James dan Ian, 2010). Pengobatan dengan menggunakan antanan
diantaranya ialah untuk penyembuhan luka, gangguan mental, dan pengobatan
penyakit kulit seperti leprosy dan psioriasis (Udoh et al., 2012). Tanaman antanan
juga dapat memiliki potensi untuk digunakan sebagai antidiabet (Rahman et al. 2011a,
dan Rahman et al., 2011b) dan memiliki aktivitan anti-hyperglycemic (Kabir et al.,
2014). 
Masyarakat, secara turun temurun antanan telah banyak dimanfaatkan sebagai
tanaman obat baik digunakan dalam bentuk segar, dikeringkan atau diolah dalam
bentuk jamu atau ramuan. Produk olahan antanan antara lain keripik daun (Levi,
2015), teh herbal dan jus (Rahman, 2011b), dan sambal atau disebut Sambai on
peugaga (Mahyiddin, 2014). Pemanfaatan pegagan sebagai etnomedisinal bahkan
bahan pangan juga tidak terlepas dari nilai gizi yang dikandungnya. Menurut Arsyaf
(2012), kandungan zat gizi yang terdapat pada daun antanan segar dalam basis kering
adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu; 59,2%
karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm βkaroten;
212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mg/100g selenium. 

3. Deskripsi Botanik
Pegagan merupakan herba tanpa batang, berumur panjang mempunyai akar
rimpang (rhizoma) yang pendek serta geragih yang panjang dan merayap. Tangkai
daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang, berukuran 5 - 15 cm tergantung dari
kesuburan tempat tumbuhnya. Sepanjang tangkai daun beralur dan dipangkalnya
terdapat daun sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan pangkal
tangkai daun. Daun berwarna hijau, terdiri dari 2-10 helaian daun, tersusun dalam
suatu rozet akar, bangun ginjal atau berbentuk kipas dengan tepi bergigi atau

3
beringgit, permukaan dan punggungnya licin, tulang daun berpusat dipangkal dan
tersebar ke ujung, serta memiliki diameter 1-7 cm. Tangkai bunga pegagan sangat
pendek, keluar dari ketiak daun dan jumlah tangkai bunga antara 1-5. Bentuk bunga
bundar lonjong, cekung dan runcing keujung dengan ukuran sangat kecil berwarna
agak kemerahan (Winarto dan Surbakti, 2003). Menurut Soerahso et al. (1992),
Pegagan dimanfaatkan sebagai penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir,
tuberkulosis, lepra, disentri, demam, dan penambah darah. Tumbuhan Pegagan dari
daerah lain, yaitu memiliki warna daun hijau muda, dengan tepi bergerigi dan batang
daun juga berwarna hijau

4. Fitokonstituen Kimia
Kandungan zat aktif dalam tanaman pegagan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Bermawie et al. (2008), jenis tanah atau tempat tumbuh memengaruhi
kandungan zat yang terbentuk dalam tanaman. Hal tersebut menyebabkan masing-
masing peneliti menemukan senyawa yang berbeda-beda pada penelitiannya. Dalam
jurnalnya, Arumugam et al. (2011) menuliskan, zat yang terkandung dalam pegagan
yang diambil dari Taman Obat Universitas VIT, India, adalah saponin, tanin,
terpenoid, sedangkan flavonoid tidak ditemukan. Sementara itu, Ramadhan et al.
(2015) yang meneliti daun pegagan yang diambil dari daerah lain di India tidak
menemukan kandungan saponin. Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan
mengandung berbagai bahan aktif, yaitu: triterpenoid saponin, triterpenoid genin,
minyak atsiri, flavonoid, fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Kandungan bahan aktif
yang terpenting adalah triterpenoid dan saponin, yang meliputi: asiatikosida,
sentelosida, madekosida, dan asam asiatik serta komponen lain seperti minyak volatil,
flavonoid, tanin, fitosterol, asam amino, dan karbohidrat.

4
Identifikasi Hasil (+/-)
No Parameter Perubahan Warna
Senyawa Ekstrak Rebusan

1 Flavonoid Jingga, merah beta, merah muda,


+ +
merah tua

2 Alkaloid
 Mayer  Endapan putih +
-
 Dragendrof  Endapan jingga +
-
 Bounchard  Endapan coklat +
-

3 Tanin Coklat kehitaman, biru kehitaman + +

4 Terpenoid
 Steroid  Hijau kebiruan
- -
 Triterpenoid  Orange, jingga kecolatan
+ -

5 Saponin Busa permanen + -

6 Vitamin C Endapan hijau kekuningan samapi


+ -
merah

7 Vitamin E Jingga sampai merah - -

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak dan Rebusan Daun Pegagan


Sumber: (Susetyarini & Nurrohman, 2022)

5
4.1 Flavonoid

Gambar 1. Struktur Dasar Flavonoid


Sumber: Parwata, 2016
Flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa fenol alam yang terbesar dalam
tanaman dan tersusun oleh 15 atom karbon sebagai inti dasarnya. Flavonoid yang terdapat
pada daun pegagan berasal dari golongan kaemferol, kuersetin, glikosida (3-glukosilkuersetin
dan 3-glukosilkaemferol) flavonoid O-glikosida dan C-glikosida (Taiz dan Zeiger, 2002).
Pegagan mengandung senyawa aktif flavonoid yang berfungsi melindungi kerusakan jaringan
daun dan melindungi sel dari radiasi ultraviolet (Musyarofah et al. 2007). 

4.2 Alkaloid

Gambar 2. Struktur Alkaloid


Sumber: Endarini, 2016

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom nitrogen
yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Ningrum et al, 2016). Alkaloid yang terkandung
dalam daun pegagan berasal dari golongan piridin, tropen, kinolin, isokinolin, indol,
imidazol, purin, amin, dan steroid (Mursyidi, 1990). Alkaloid pada daun pegagan berfungsi
sebagai obat, menetralisir zat racun, detoksifikasi hasil metabolisme, pengatur pertumbuhan

6
dan penyedia unsur nitrogen yang diperlukan tumbuhan, anti diare, anti diabetes, anti
mikroba dan anti malaria (Ningrum et al, 2016).
4.3 Tanin

Gambar 3. Struktur Tanin


Sumber: Endarini, 2016
Tanin mempunyai beberapa khasiat bagi kesehatan yaitu sebagai astringen, antidiare,
antibakteri dan antioksidan. Tanin yang berasal dari tumbuhan umumnya membentuk tanin
terkondensasi dan mempunyai ikatan kompleks dengan protein yang lebih kuat dibandingkan
dengan tanin terhidrolisis (Fahey & Berger, 1988).

4.4 Terpenoid

Gambar 4. Triterpenoid Saponin


Sumber: Orhan, 2012

Triterpenoid merupakan senyawa paling penting dalam tanaman pegagan.


Triterpenoid berfungsi meningkatkan fungsi mental dan memberi efek menenangkan.

7
Senyawa ini juga dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga memperlancar
peredaran darah menuju otak. Asiatikosida merupakan bagian dari triterpenoid yang
berfungsi menguatkan sel-sel kulit dan meningkatkan perbaikannya, menstimulasi sel
darah dan sistem imun, dan sebagai antibiotik alami. Asiatikosida, asam asiatik,
madekasida, dan madekasosida termasuk golongan triterpenoid, sementara sitosterol
dan stigmasterol termasuk golongan steroid serta vallerin brahmosida golongan
saponin. 

4.5 Saponin

Gambar 5. Struktur Saponin


Sumber: Illing et al. 2017

Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit dan mempunyai masa
molekul besar terdiri dari aglikon baik steroid atau triterpenoid dengan satu atau lebih
rantai gula/ glikosida dan jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan
(Bogoriani, 2008). Saponin pada daun pegagan adalah kelompok brahmosida,
brahminosida, dan madecassosid.
Pegagan juga mengandung kalsium, magnesium, fosfor, seng, tembaga,
betakaroten, serta vitamin B1, B2, B3, dan C. Kandungan kimiawi lainnya ialah
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, asam brahmik, asam madasiatik, meso-
inositol, sentelosa, karotenoid, garam-garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium, besi, zat vellarine dan zat samak yang bermanfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh. 
Ogunka-Nnoka et al (2020) menyebutkan bahwa komposisi kimia yang ada
dalam daun pegagan adalah karbohidrat sebesar 43,81 % hingga 44,51% sebagai
kandungan yang paling besar, serat sebesar 17% hingga 18,87%, abu sebesar 16,55%
hingga 17,1%, kelembaban sebesar 13,1% hingga 14,17%, protein sebesar 8,35%

8
hingga 9,63%, dan lipid sebesar 1,2% hingga 1,3%. Kemudian, komposisi asam
lemak dari daun pegagan terdiri dari 78,48% asam lemak jenuh dan 21,53% asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh pada daun pegagan terdiri dari asam palmitat
sebesar 55,7% sebagai kandungan yang paling dominan, asam laurat sebesar 13,73%,
asam stearat sebesar 8,55%, dan asam miristat sebesar 0,5%. Asam lemak tidak jenuh
pada daun pegagan terdiri dari asam oleat, asam arakidonat, asam arakidik, asam
linolenat sebesar 4,03%, dan asam linoleat sebesar 17,5%.

5. Farmakologi
Pegagan mengandung bahan aktif yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
obat-obatan penyakit terntentu. Bahan aktif yang terdapat pada pegagan adalah
sebagai berikut:

5.1 Aktifitas Antikanker 


Asam asiatik dievaluasi untuk efek antiproliferatif pada sel kanker paru-paru
menggunakan uji MTT. Asam asiatik merupakan hasil hidrolisis dari asiatikosida
(Musfiroh et al., 2015). Pemberian oral AA menghambat berat dan volume tumor
secara signifikan pada model xenograft kanker paru (Wu et.al, 2017). Dalam
penelitian lain, asam asiatik menunjukkan apoptosis yang diinduksi dan penurunan
viabilitas pada sel melanoma manusia SK-MEL-2 dengan cara yang bergantung pada
jumlah pemberian dosis. Asam asiatik yang berasal dari pegagan 452 menunjukkan
aktivitas antiproliferatif pada sel RPMI 8226. Ini menurunkan tingkat kadar focal
adhesion kinase (FAK). Asam asiatik, asiatikosida, dan asam madekasik merupakan
komposisi utama ekstrak hasil titrasi C.asiatica, dan asiatikosida berkerja untuk
mereduksi melanogenesis pada B16F10 melanoma tikus dengan memeriksa respon
mRNA tirosinase (Kwon et al, 2014).

5.2. Aktifitas antibakteri 


Menurut James (2009) komponen ekstrak pegagan yang memiliki sifat
antibakteri adalah minyak atsiri, flavonoid, tanin dan saponin. Mekanisme flavonoid
dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah membentuk kompleks dengan protein
sel bakteri melalui ikatan hidrogen sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan
aktivitas biologisnya (Harborne, 1987). Senyawa tanin mampu mengerutkan dinding
sel bakteri sehingga dapat menyebabkan sel bakteri tersebut tidak dapat melakukan

9
aktifitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat (Sulistyarini, 2014). Kemampuan
senyawa saponin dalam menghambat pertumbuhan bakteri dialakukan dengan cara
membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen
sehingga dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel (J.Barnes et al dalam
Ramadhan et al., 2015).          

5.3. Aktifitas antijamur 


Umumnya, untuk pengujian aktifitas anti jamur pada tanaman membutuhkan
larutan petroleum eter, etanol, kloroform, n-heksana untuk mengekstraksi larutan
pegagan, kemudian hasil ektraksi tersebut diujikan terhadap Aspergillus niger dan
C.albicans dengan zona hambat 14, 16, 13, 13, dan 11 mm dan 13, 15, 15 , 11, dan 9
mm. Pada Kontrol Ketoconazole (10 g) menunjukkan penghambatan 12 mm (Dash
et.al, 2011). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhiman et.al (2011),
Ekstraksi etanol C.asiatica diperiksa untuk aktivitas antijamur terhadap Aspergillus
flavus, dan Penicillium citrinum menunjukkan aktivitas antijamur terkuat (persentase
penghambatan miselium = 26,3 mm). Ekstrak etanol 100% pegagan menunjukkan
zona hambat sebesar 15,4 mm terhadap A.niger (Idris NA dan Nadzir MM, 2017).
Sama halnya dengan metode difusi sumuran, aktivitas antimikroba diperiksa untuk
ekstrak etanol tanaman terhadap bakteri A.niger dan Candida albicans, khususnya,
penghambatan 16 dan 15 mm diamati, sedangkan kontrol ketokonazol (10 g)
memberikan zona penghambatan 12 dan 10 mm. Terhadap Candida albicans, rata-rata
5 mm, zona penghambatan diamati sedangkan miconazole nitrat standar menunjukkan
penghambatan 20 mm.

5.4. Aktifitas antiinflamasi 


Terpenoid merupakan bahan kimia utama yang terkandung di dalam tanaman
pegagan. Terpenoid berguna untuk mengurangi tingkat stress tubuh dan mendukung
peningkatan daya tahan tubuh. Tanaman ini juga kaya akan kandungan obat lainnya
seperti ceramide, dan derivat turunan lainnya dari terpenoid. Gabungan kandungan
kimia Pentasiklik triterpenoid dan saponin dikenal dengan istilah centeloid. Dilain sisi
saponin triterpenoid paling sering digunakan sebagai bahan terapeutik. Kerusakan sel
darah merah pada manusia yang diinduksi oleh hipotonisitas dapat dihambat oleh
kandungan ekstrak C.asiatica. berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Chippada

10
SC, dkk (2011) dengan konsentrasi yang berbeda, stabilisasi membran diamati untuk
natrium diklofenak dan ekstrak metanol dengan dosis 2000 µg/ml, diketahui bahwa
terjadi stabilisasi membran maksimum ekstrak pegagan diperhatikan menjadi
94,97%. 

5.5. Aktivitas Antioksidan 


Menurut Hussin M et.al (2007), Minyak atsiri yang terkandung dalam pegagan
setelah diekstraksi dan diuji melalui proses destilasi menunjukan kecenderungan
antioksidan yang sangat baik bila digunakan pada makanan yang banyak mengandung
lemak, serta aktivitasnya sebanding dengan antioksidan sitentik butilhidroksianisol
(BHA). Polifenol, flavonoid, β-karoten, senyawa tanin, vitamin C, dan DPPH mudah
ditemukan dalam tanaman pegagan (Centella asiatica) ini, yang mana senyawa ini
berkontribusi langsung terhadap aktivitas antioksidan yang signifikan. 

5.6. Aktivitas Antidepresant dan aktivitas antidiabetes 


Ekstrak pegagan (Centella asiatica) dibandingkan dengan diazepam, memiliki
kemampuan mengurangi rasa cemas berlebih (anxiety) tanpa menyebabkan perubahan
perilaku pada pasien (Bhavna & Jyoti, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Rahman et.al (2012), hasil ekstraksi daun pegagan terhadap tikus yang terinduksi
aloksan, melalui pemberian dosis ekstrak tanaman berturut-turut 250 mg, 500mg, dan
1000 mg/kg setelah dikonsumsi selama 3 jam, diketahui hasil penurunan glukosa
berturut-turut 32.6%; 38.85; dan 29.9%.

6. Toksisitas Pegagan (Centella asiatica)


Pegagan (Centella asiatica) merupakan tumbuhan merambat dari keluarga
Umbellifere (Apiceae) yang mempunyai prospek cukup baik sebagai tanaman obat.
Di sisi lain, kandungan saponin yang tinggi pada pegagan dapat menimbulkan iritasi
yang menyebabkan muntah dan diare serta toksisitas pada hewan berdarah dingin
yang dapat menghambat pernapasan. Pegagan perlu dilakukan uji toksisitas lebih
lanjut sehingga penggunaannya dapat lebih aman dan efektif pada manusia

7. Profil DNA
Keragaman genetik berbagai tanaman telah diperkirakan menggunakan
penanda SSR. Namun penelitian di pada Pegagan (Centella asiatica) menggunakan

11
penanda SSR sedikit karena sifat multi-alel, reproduktifitas, pewarisan kodominan,
kelimpahan tinggi dan cakupan genom yang luas. Dalam suatu penelitian Pegagan,
terdapat sepuluh primer EST-SSR digunakan untuk mempelajari keragaman genetik
aksesi Tamil Nadu dan Kerala C. asiatica. Tingkat polimorfisme di antara sampel
yang dikumpulkan diperkirakan dengan menentukan jumlah alel dan nilai PIC untuk
masing-masing dari sepuluh lokus SSR yang dievaluasi. Kandungan informasi
polimorfisme (PIC) yang merupakan ekspresi frekuensi keragaman alel antar varietas,
berkisar antara 0,0000 hingga 0,1239, dengan rata-rata 0,0195 yang sangat rendah jika
dibandingkan dengan laporan sebelumnya. Dari 10 primer, hanya 2 primer yang
polimorfik yang menunjukkan rendahnya variasi genetik antar sampel. Hal ini dapat
disebabkan oleh basis genetik yang sempit atau inbreeding, genetic drift, aliran gen
yang terbatas, dan ukuran populasi yang kecil.  
Penanda mikrosatelit mengungkapkan tingkat variasi genetik yang sangat rendah di
antara aksesi C. asiatica yang diteliti yang mungkin disebabkan oleh metode
perbanyakan spesies atau karena pengaruh faktor lingkungan, namun studi lebih lanjut
diperlukan untuk memverifikasi asumsi ini. 

8. Kesimpulan
Pegagan (Centella asiatica) merupakan salah satu tanaman menjalar yang
tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. memiliki  efek  teurapeutik dan diakui
di dunia untuk pengobatan tradisional hingga pengobatan modern karena kandungan
zat kimia dan kemampuan bioaktivitasnya. Pegagan  (Centella  asiatica) memiliki
kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, alkaloid, dan triterpenoid, flavonoid
dan tanin. Temuan penelitian ini ekstrak daun pegagan direkomendasikan untuk
diteliti lebih lanjut. Pegagan dianggap sangat menjanjikan pada komposisi kimia dan
aktivitas farmakologis nya seperti antikanker, antijamur, antiinflamasi, antidepresan,
dan antidiabetes yang sangat bermanfaat pada dunia farmasi, kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari.

12
9. Referensi

Tanzila A, Putu AS, Puspawati. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli ATCC
8739. Jurnal Ilmu Teknologi Pangan. 2017;6(2)

Wawan A, Feni K, Taufik R, Lia .Karakterisasi dan Pengujian Aktivitas Antimikroba


Minuman Probiotik Antanan (Centella asiatica (L.).Jurnal Riset Teknologi
Industri. 2019;13(1)

Sri N, Agung EW. Efek Peningkat Respon Imun Tubuh dari Ekstrak Etanol Herbal
Pegagan (Centella asiatica Urban) pada Tikus. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
2011;1:122-125  

Eko S, Endrik N. Fitokimia Ekstrak dan  Rebusan Daun Pegagan (Centella  Asiatica
(L.) Urban.) Langkah Awal Mencari Senyawa Potensial Kandidat
Immunomudolato.Jurnal Sains Riset. 2012;12(1)

Rika L , Sekar RF. Manfaat Pegagan (Centella asiatica) terhadap Pengobatan


Penyakit Alzheimer. Jurnal Ilmu Kedokteran.2017;6(2):132-136

Hanifa N, Retna H, Milu A.Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol
Pegagan (Centela Asiatica L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In
Vitro. Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika.2019;1(2)

Eka HR, Fitriyah. Pharmacological Activities Of Centella Asiatica. Jurnal Info


Kesehatan. 2021;11(2);450-455

Ramandey, Pelipus B. Identifikasi Tanaman Pegagan (Centela asiatika L.) Sebagai


Tanaman Obat Bagi Masyarakat Suku Mee Di Distrik TIGI Timur Kabupaten
Deiyai;2020:2-9

Hamid. Analisis Keanekaragaman Genetik Pegagan Menggunakan SSR.Jurnal


International Science and Biotechnology.2018;6(3):103-109

Anshary M, Mery Bi, Dyah S.Autentikasi Centella asiatica (L.) Urb. (Pegagan) dan
Adulterannya  Berdasarkan Karakter Makroskopis, Mikroskopis, dan Profil Kimia.
Jurnal Kefarmasian Indonesia.2020;10(1):19-30

Endarini, Lully Hanni. 2016. Farmakologis dan Fitokimia. Modul Bahan Ajar Cetak.
Pusdik SDM Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 

Eko S, Endrik N. Fitokimia Ekstrak dan Rebusan Daun Pegagan (Centela asiatika L.
Langkah awal Mencari Senyawa Potensial Kandidat Immunomodulator;2012:12(1)

Wu T, Geng J, Guo W, Gao J, Zhu X.. Asiatic acid inhibits lung cancer cell growth in
vitro and in vivo by destroying mitochondria. Acta Pharm Sin B . 2017;7(1):65-72

13
14

Anda mungkin juga menyukai