ABSTRAK
1
1. Pendahuluan
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tumbuhan merambat yang ditemukan
di sebagian besar negara tropis dan subtropis seperti India, Pakistan, Sri Lanka,
Madagaskar, Afrika Selatan, Pasifik Selatan, dan Eropa Timur. Pegagan tidak
memiliki rasa dan tidak berbau serta tumbuh subur di dalam dan di sekitar air.
Berdasarkan klasifikasi taksonomi, pegagan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta.
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Umbillales, famili Umbilliferae
(Apiaceae), genus Centella, spesies Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle
asiatica Linn (Heyne 1987). Winarto dan Surbakti (2003) melaporkan pegagan
telah ditetapkan sebagai tanaman obat tradisional sejak tahun 1884. Di Indonesia
sendiri, pegagan telah banyak digunakan sebagai obat herbal alternatif karena
kandungan senyawa bioaktifnya. Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek samping
jika dikonsumsi karena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah.
2. Etnomedisinal
Centella asiatica, anggota dari famili Apiaceae (Umbelliferae), telah
digunakan sebagai ramuan pengobatan tradisional di Asia, termasuk pengobatan
Ayurvedic dan pengobatan tradisional Cina, selama lebih dari 2000 tahun.2,3,4,5
Secara geografis, tanaman ini berasal dari India, Cina, Sri Langka, Madagascar,
Indonesia, dan Malaysia, serta tumbuh pada daerah yang lembab. Karena manfaatnya
dalam bidang medis, tanaman ini dapat menyeberang hingga perbatasan Turkey,
Amerika Utara, dan Hindia Barat. Centella asiatica mengandung banyak unsur,
seperti asiatic acid, madeccasic acid (6- hydroxyasiatic acid), asiaticoside,
madecassoside, betulinic acid, thankunic acid, and isothankunic acid. Centella
asiatica dilaporkan memiliki efek antioksidan yang tinggi, mempermudah
penyembuhan luka, meningkatkan daya ingat, menurunkan inflamasi, dan
meningkatkan aktivitas. Di Indonesia sendiri tanaman antanan banyak digunkan
sebagai obat tradisional sejak zaman dahulu (Herlina, 2010).
Centella asiatica telah diketahui secara luas sebagai agen penyembuh luka,
karena kemampuannya untuk menyembuhkan luka kecil, goresan, luka bakar, dan
iritasi kulit ,dan menyembuhkan luka epitel pada kornea. Semakin berkembangnya
teknologi, potensi yang belum ditemukan pada tanaman ini dilaporkan
mempunyai efek antiinflamasi, antimikroba, antifungi, antidepresan, antioksidan,
dan antikanker. Khasiat secara ilmiah dari C. asiatica telah banyak diteliti pada
2
hewan coba dan menyimpulkan bahwa C. asiatica dapat digunakan sebagai
antioksidan, antigastritis, antitumor, penyembuhan luka, imunomodulator,
antiproliferasi, dan sebagainya. Selain itu, dalam hasil saintifikasi Jamu
disimpulkan bahwa C. asiatica merupakan salah satu komponen ramuan
antihipertensi.
Tanaman antanan mengandung banyak senyawa aktif yang dapat memberikan
manfaat kesehatan. Selain itu, efek neuroprotektif oleh Centella asiatica telah
dikonfirmasi dalam studi manusia serta sistem model in vivo dan in vitro. Tanaman
ini juga sejak lama telah banyak digunakan untuk tujuan pengobatan dan sebagai
bahan kosmetik (James dan Ian, 2010). Pengobatan dengan menggunakan antanan
diantaranya ialah untuk penyembuhan luka, gangguan mental, dan pengobatan
penyakit kulit seperti leprosy dan psioriasis (Udoh et al., 2012). Tanaman antanan
juga dapat memiliki potensi untuk digunakan sebagai antidiabet (Rahman et al. 2011a,
dan Rahman et al., 2011b) dan memiliki aktivitan anti-hyperglycemic (Kabir et al.,
2014).
Masyarakat, secara turun temurun antanan telah banyak dimanfaatkan sebagai
tanaman obat baik digunakan dalam bentuk segar, dikeringkan atau diolah dalam
bentuk jamu atau ramuan. Produk olahan antanan antara lain keripik daun (Levi,
2015), teh herbal dan jus (Rahman, 2011b), dan sambal atau disebut Sambai on
peugaga (Mahyiddin, 2014). Pemanfaatan pegagan sebagai etnomedisinal bahkan
bahan pangan juga tidak terlepas dari nilai gizi yang dikandungnya. Menurut Arsyaf
(2012), kandungan zat gizi yang terdapat pada daun antanan segar dalam basis kering
adalah sebagai berikut 79,63% air; 22,5% protein; 6,3% lemak; 1,0% abu; 59,2%
karbohidrat; 3,2% asam asiatik; 388,5mg/100g vitamin C; 435,7ppm βkaroten;
212,4mg/100g zat besi; 9.790,3mg/100g kalsium; dan 22,3mg/100g selenium.
3. Deskripsi Botanik
Pegagan merupakan herba tanpa batang, berumur panjang mempunyai akar
rimpang (rhizoma) yang pendek serta geragih yang panjang dan merayap. Tangkai
daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang, berukuran 5 - 15 cm tergantung dari
kesuburan tempat tumbuhnya. Sepanjang tangkai daun beralur dan dipangkalnya
terdapat daun sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan pangkal
tangkai daun. Daun berwarna hijau, terdiri dari 2-10 helaian daun, tersusun dalam
suatu rozet akar, bangun ginjal atau berbentuk kipas dengan tepi bergigi atau
3
beringgit, permukaan dan punggungnya licin, tulang daun berpusat dipangkal dan
tersebar ke ujung, serta memiliki diameter 1-7 cm. Tangkai bunga pegagan sangat
pendek, keluar dari ketiak daun dan jumlah tangkai bunga antara 1-5. Bentuk bunga
bundar lonjong, cekung dan runcing keujung dengan ukuran sangat kecil berwarna
agak kemerahan (Winarto dan Surbakti, 2003). Menurut Soerahso et al. (1992),
Pegagan dimanfaatkan sebagai penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir,
tuberkulosis, lepra, disentri, demam, dan penambah darah. Tumbuhan Pegagan dari
daerah lain, yaitu memiliki warna daun hijau muda, dengan tepi bergerigi dan batang
daun juga berwarna hijau
4. Fitokonstituen Kimia
Kandungan zat aktif dalam tanaman pegagan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Bermawie et al. (2008), jenis tanah atau tempat tumbuh memengaruhi
kandungan zat yang terbentuk dalam tanaman. Hal tersebut menyebabkan masing-
masing peneliti menemukan senyawa yang berbeda-beda pada penelitiannya. Dalam
jurnalnya, Arumugam et al. (2011) menuliskan, zat yang terkandung dalam pegagan
yang diambil dari Taman Obat Universitas VIT, India, adalah saponin, tanin,
terpenoid, sedangkan flavonoid tidak ditemukan. Sementara itu, Ramadhan et al.
(2015) yang meneliti daun pegagan yang diambil dari daerah lain di India tidak
menemukan kandungan saponin. Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan
mengandung berbagai bahan aktif, yaitu: triterpenoid saponin, triterpenoid genin,
minyak atsiri, flavonoid, fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Kandungan bahan aktif
yang terpenting adalah triterpenoid dan saponin, yang meliputi: asiatikosida,
sentelosida, madekosida, dan asam asiatik serta komponen lain seperti minyak volatil,
flavonoid, tanin, fitosterol, asam amino, dan karbohidrat.
4
Identifikasi Hasil (+/-)
No Parameter Perubahan Warna
Senyawa Ekstrak Rebusan
2 Alkaloid
Mayer Endapan putih +
-
Dragendrof Endapan jingga +
-
Bounchard Endapan coklat +
-
4 Terpenoid
Steroid Hijau kebiruan
- -
Triterpenoid Orange, jingga kecolatan
+ -
5
4.1 Flavonoid
4.2 Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom nitrogen
yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Ningrum et al, 2016). Alkaloid yang terkandung
dalam daun pegagan berasal dari golongan piridin, tropen, kinolin, isokinolin, indol,
imidazol, purin, amin, dan steroid (Mursyidi, 1990). Alkaloid pada daun pegagan berfungsi
sebagai obat, menetralisir zat racun, detoksifikasi hasil metabolisme, pengatur pertumbuhan
6
dan penyedia unsur nitrogen yang diperlukan tumbuhan, anti diare, anti diabetes, anti
mikroba dan anti malaria (Ningrum et al, 2016).
4.3 Tanin
4.4 Terpenoid
7
Senyawa ini juga dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga memperlancar
peredaran darah menuju otak. Asiatikosida merupakan bagian dari triterpenoid yang
berfungsi menguatkan sel-sel kulit dan meningkatkan perbaikannya, menstimulasi sel
darah dan sistem imun, dan sebagai antibiotik alami. Asiatikosida, asam asiatik,
madekasida, dan madekasosida termasuk golongan triterpenoid, sementara sitosterol
dan stigmasterol termasuk golongan steroid serta vallerin brahmosida golongan
saponin.
4.5 Saponin
Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit dan mempunyai masa
molekul besar terdiri dari aglikon baik steroid atau triterpenoid dengan satu atau lebih
rantai gula/ glikosida dan jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan
(Bogoriani, 2008). Saponin pada daun pegagan adalah kelompok brahmosida,
brahminosida, dan madecassosid.
Pegagan juga mengandung kalsium, magnesium, fosfor, seng, tembaga,
betakaroten, serta vitamin B1, B2, B3, dan C. Kandungan kimiawi lainnya ialah
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, asam brahmik, asam madasiatik, meso-
inositol, sentelosa, karotenoid, garam-garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium, besi, zat vellarine dan zat samak yang bermanfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh.
Ogunka-Nnoka et al (2020) menyebutkan bahwa komposisi kimia yang ada
dalam daun pegagan adalah karbohidrat sebesar 43,81 % hingga 44,51% sebagai
kandungan yang paling besar, serat sebesar 17% hingga 18,87%, abu sebesar 16,55%
hingga 17,1%, kelembaban sebesar 13,1% hingga 14,17%, protein sebesar 8,35%
8
hingga 9,63%, dan lipid sebesar 1,2% hingga 1,3%. Kemudian, komposisi asam
lemak dari daun pegagan terdiri dari 78,48% asam lemak jenuh dan 21,53% asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh pada daun pegagan terdiri dari asam palmitat
sebesar 55,7% sebagai kandungan yang paling dominan, asam laurat sebesar 13,73%,
asam stearat sebesar 8,55%, dan asam miristat sebesar 0,5%. Asam lemak tidak jenuh
pada daun pegagan terdiri dari asam oleat, asam arakidonat, asam arakidik, asam
linolenat sebesar 4,03%, dan asam linoleat sebesar 17,5%.
5. Farmakologi
Pegagan mengandung bahan aktif yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
obat-obatan penyakit terntentu. Bahan aktif yang terdapat pada pegagan adalah
sebagai berikut:
9
aktifitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat (Sulistyarini, 2014). Kemampuan
senyawa saponin dalam menghambat pertumbuhan bakteri dialakukan dengan cara
membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen
sehingga dapat menghancurkan permeabilitas dinding sel (J.Barnes et al dalam
Ramadhan et al., 2015).
10
SC, dkk (2011) dengan konsentrasi yang berbeda, stabilisasi membran diamati untuk
natrium diklofenak dan ekstrak metanol dengan dosis 2000 µg/ml, diketahui bahwa
terjadi stabilisasi membran maksimum ekstrak pegagan diperhatikan menjadi
94,97%.
7. Profil DNA
Keragaman genetik berbagai tanaman telah diperkirakan menggunakan
penanda SSR. Namun penelitian di pada Pegagan (Centella asiatica) menggunakan
11
penanda SSR sedikit karena sifat multi-alel, reproduktifitas, pewarisan kodominan,
kelimpahan tinggi dan cakupan genom yang luas. Dalam suatu penelitian Pegagan,
terdapat sepuluh primer EST-SSR digunakan untuk mempelajari keragaman genetik
aksesi Tamil Nadu dan Kerala C. asiatica. Tingkat polimorfisme di antara sampel
yang dikumpulkan diperkirakan dengan menentukan jumlah alel dan nilai PIC untuk
masing-masing dari sepuluh lokus SSR yang dievaluasi. Kandungan informasi
polimorfisme (PIC) yang merupakan ekspresi frekuensi keragaman alel antar varietas,
berkisar antara 0,0000 hingga 0,1239, dengan rata-rata 0,0195 yang sangat rendah jika
dibandingkan dengan laporan sebelumnya. Dari 10 primer, hanya 2 primer yang
polimorfik yang menunjukkan rendahnya variasi genetik antar sampel. Hal ini dapat
disebabkan oleh basis genetik yang sempit atau inbreeding, genetic drift, aliran gen
yang terbatas, dan ukuran populasi yang kecil.
Penanda mikrosatelit mengungkapkan tingkat variasi genetik yang sangat rendah di
antara aksesi C. asiatica yang diteliti yang mungkin disebabkan oleh metode
perbanyakan spesies atau karena pengaruh faktor lingkungan, namun studi lebih lanjut
diperlukan untuk memverifikasi asumsi ini.
8. Kesimpulan
Pegagan (Centella asiatica) merupakan salah satu tanaman menjalar yang
tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. memiliki efek teurapeutik dan diakui
di dunia untuk pengobatan tradisional hingga pengobatan modern karena kandungan
zat kimia dan kemampuan bioaktivitasnya. Pegagan (Centella asiatica) memiliki
kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, alkaloid, dan triterpenoid, flavonoid
dan tanin. Temuan penelitian ini ekstrak daun pegagan direkomendasikan untuk
diteliti lebih lanjut. Pegagan dianggap sangat menjanjikan pada komposisi kimia dan
aktivitas farmakologis nya seperti antikanker, antijamur, antiinflamasi, antidepresan,
dan antidiabetes yang sangat bermanfaat pada dunia farmasi, kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari.
12
9. Referensi
Tanzila A, Putu AS, Puspawati. Kemampuan Daya Hambat Ekstrak Daun Pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli ATCC
8739. Jurnal Ilmu Teknologi Pangan. 2017;6(2)
Sri N, Agung EW. Efek Peningkat Respon Imun Tubuh dari Ekstrak Etanol Herbal
Pegagan (Centella asiatica Urban) pada Tikus. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
2011;1:122-125
Eko S, Endrik N. Fitokimia Ekstrak dan Rebusan Daun Pegagan (Centella Asiatica
(L.) Urban.) Langkah Awal Mencari Senyawa Potensial Kandidat
Immunomudolato.Jurnal Sains Riset. 2012;12(1)
Hanifa N, Retna H, Milu A.Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Etanol
Pegagan (Centela Asiatica L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In
Vitro. Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika.2019;1(2)
Anshary M, Mery Bi, Dyah S.Autentikasi Centella asiatica (L.) Urb. (Pegagan) dan
Adulterannya Berdasarkan Karakter Makroskopis, Mikroskopis, dan Profil Kimia.
Jurnal Kefarmasian Indonesia.2020;10(1):19-30
Endarini, Lully Hanni. 2016. Farmakologis dan Fitokimia. Modul Bahan Ajar Cetak.
Pusdik SDM Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Eko S, Endrik N. Fitokimia Ekstrak dan Rebusan Daun Pegagan (Centela asiatika L.
Langkah awal Mencari Senyawa Potensial Kandidat Immunomodulator;2012:12(1)
Wu T, Geng J, Guo W, Gao J, Zhu X.. Asiatic acid inhibits lung cancer cell growth in
vitro and in vivo by destroying mitochondria. Acta Pharm Sin B . 2017;7(1):65-72
13
14