TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan jenis buah tropis yang buahnya manis dan
dagingnya berwarna kuning kemerahan. Buah pepaya mengandung banyak
vitamin terutama vitamin A, vitamin B 9 , vitamin C, dan vitamin E. Selain
vitamin, pepaya juga mengandung mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi,
dan kalsium.
Buah pepaya sangat populer karena banyak mengandung vitamin A dan vitamin C
serta rasanya manis. Bagian dari buah pepaya yang dapat dimakan adalah sebesar
75% dari seluruh buah pepaya. Tanaman pepaya mengandung bahan kimia yang
bermanfaat baik itu pada organ daun, buah, getah, maupun biji. Kandungan kimia
dari tanaman pepaya (Carica papaya L) dapat dilihat pada tabel 2.1.
Bagian Kegunaan
Getah Menyembuhkan diare , nyeri luka bakar dan penggunaan
topikal , perdarahan wasir , obat perut , batuk rejan
Buah Masak Pencahar , diuretik , buah kering mengurangi pembesaran
limpa dan hati , menggunakan snakebit untuk membuang
racun , aktivitas anti implantasi dan aktivitas antibakteri
Biji Karminatif , pengobatan kurap dan pasoriasis , anti-
kesuburan
Jus Biji Perdarahan tumpukan dan pembesaran hati
Akar Aborsi , diuretik , memeriksa perdarahan yang tidak teratur
dari rahim , tumpukan , aktivitas antijamur
Daun Daun muda sebagai sayuran , keluhan kemih & Gonore
(infus), antibakteri
Bunga Obat penurun panas
Uap Kulit Penyakit kuning, aktivitas anti - hemolitik , aktivitas anti –
jamur
Sumber : Boshra and Tajul, 2013.
Biji hitam pepaya dapat dimakan dan memiliki rasa pedas yang tajam. Biji pepaya
tersebut dapat digiling dan dicampur dengan makanan khususnya makanan yang
kaya protein. Hal tersebut adalah cara termudah untuk menambahkan enzim ekstra
untuk diet serta kesehatan pencernaan. Biji pepaya memiliki nilai obat lebih kuat
daripada dagingnya. Biji pepaya dapat melindungi ginjal dari racun yang
disebabkan gagal ginjal. Obat untuk tifus dan anti – cacing serta anti – amuba
(Peter, et al, 2014). Secara tradisional, biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat
cacing gelang, gangguan pencernaan, diare dan penyakit kulit.
Telah diteliti oleh Dian Rina Puspitaningtyas (2012) mengenai uji aktivitas
antibakteri ektrak etanol biji buah pepaya (Carica papaya L.) terhadap bakteri
pada plak gigi secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji
buah pepaya yang dihasilkan mempunyai daya hambat terhadap bakteri penyebab
plak gigi yaitu Staphylococcus sp., Streptococcus sp., dan Bacillus sp.
(Puspitaningtyas, 2012).
2.2.1. Flavonoid
Secara umum, sifat fisika dari terpenoid yaitu dalam keadaan segar
merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi warna akan berubah
menjadi gelap, mempunyai bau yang khas, indeks bias tinggi, kebanyakan optik
aktif, kerapatan lebih kecil dari air, serta larut dalam pelarut organik yaitu eter dan
alcohol. Sedangkan sifat kimia terpenoid yaitu senyawa tidak jenuh (rantai
terbuka ataupun siklik) dan isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi
dalam dua bentuk enantiomer.
Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara
membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop. Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0
μm kali 2,0-5,0 μm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau
kokus, bentuk batang atau Bacillus, bentuk spiral. (Dwijoseputro, 1978).
1. Fase Lambat (lag phase), yaitu fase yang terjadi antara beberapa
jam tergantung pada umur dari sel inokulum, spesies, dan
lingkungannya. Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk
penyesuaian diri terhadap kondisi pertumbuhan lingkungan yang
baru.
1. Waktu
3. Kelembaban
4. Suhu
6. pH
Acne vulgaris adalah peradangan kronis gangguan dari unit pilosebaceous yang
biasa terjadi di usia remaja. Acne vulgaris mempengaruhi lebih dari 80 % dari
remaja; berlangsung di luar usia 25 tahun pada 3 % pria dan 12 % wanita. Jerawat
adalah gangguan polimorfik yang terjadi pada wajah (99 %), punggung (60 %)
dan dada (15 %) (Amrita et al, 2012). Bakteri yang dapat memicu tumbuhnya
jerawat diantaranya adalah P. acnes dan S. epidermidis.
Akne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada punggung,
dada, dan bahu. Di badan, akne cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah
tubuh. Penyakit ini ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi
biasanya lebih mendominasi. Lesi noninflamasi, yaitu komedo, dapat berupa
komedo terbuka (blackhead comedones) yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau
komedo tertutup (whitehead comedones). Lesi inflamasi berupa papul, pustul,
hingga nodus dan kista. Scar atau jaringan parut dapat menjadi komplikasi akne
noninflamasi maupun akne inflamasi. Tipe lesi tersebut terlihat pada gambar 2.4.
Tabel 2.4. Klasifikasi Derajat Akne Berdasarkan Jumlah dan Tipe Lesi
1. Metode Difusi
1. Metode Disc Diffusion (tes Kirby & Bauer)
2. E-test
3. Ditch-plate Technique
5. Gradient-plate Technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media
Agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal.
Media Agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan.
Campuran kemudian dituang ke dalam cawan Petri dan
diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya
dituang dari atas. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan
media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam)
digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke
rendah.
2. Metode Dilusi
2. Monokromator
4. Detektor
1. Sumber cahaya
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu
ini terdiri dari atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda
dan anoda.
3. Monokromator
4. Tempat sampel
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berubah padatan
atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk
atomisasi.
b. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari garfit, kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara
melewatkan arus listrik grafit.
5. Detektor