Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN MALNUTRISI

KEPERAWATAN ANAK

Oleh
KELOMPOK 6 / D 2018

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN MALNUTRISI

KEPERAWATAN ANAK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak


dengan Dosen Pembimbing:
Ns. Ira Rahmawati S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.An.

Oleh :

Kholisah Widiyawati 182310101173

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020

2
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pasien Malnutrisi”. Pembuatan makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Dalam penulisan makalah ini
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Nuning Dwi Merina S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing
sekaligus dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Anak; dan
2. Teman-teman mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas
Jember kelas D-18 yang telah membantu.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca.

Jember, 29 September 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
PRAKATA iii
DAFTAR ISI iv
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Epidemologi 1
1.3 Tujuan 2
1.3.1 Tujuan Umum 2
1.3.2 Tujuan Khusus 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Pengertian 3
2.2 Etiologi 5
2.3 Klasifikasi 10
2.4 Patofisiologi 10
2.5 Manifestasi Klinik 11
2.6 Prosedur Diagnostik 11
2.7 Penatalaksanaan Medis 13
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN 17
3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 17
3.2 Analisis Data 21
3.3 Pathway 23
3.4 Diagnosa Keperawatan 23
3.5 Intervensi Keperawatan 24
3.6 Implementasi Keperawatan 28
3.7 Evaluasi Keperawatan 30
BAB IV ANALISIS JURNAL 31
BAB V PENUTUP 34
4.1 Kesimpulan 34
4.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35

4
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 3
GAMBAR 2 5
GAMBAR 3 9
GAMBAR 4 15

5
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asupan karbohidrat, lemak, dan protein menyediakan energi yang dapat
digunakan untuk menjalankan berbagai fungsi tubuh atau disimpan untu
digunakan nanti. Stabilitas berat badan dan komposisi dalam waktu yang
lama menyebabkan seseorang membutuhkan asupan energi dan pengeluaran
energi harus seimbang. Ketika seseorang mendapat asupan makanana
berlebihan dan asupan energi terus-menerus melebihi pengeluaran, sebagian
besar kelebihan energi disimpan sebagai lemak, dan berat badan meningkat;
sebaliknya, kehilangan massa tubuh dan kelaparan terjadi ketika asupan
energi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Berbagai makanan yang berbeda mengandung proporsi yang berbeda
pula, seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Keseimbangan
yang tepat juga harus dipertahankan di antara konstituen ini sehingga semua
segmen sistem metabolisme tubuh dapat disuplai dengan bahan yang
diperlukan.
Malnutrisi merupakan keadaan ketika terjadi ketidakseimbangan, entah
itu kekurangan atau kelebihan, nutrisi di dalam tubuh seseorang. Kondisi ini
sebenarnya dapat menyerang siapa saja di usia berapa pun. Akan tetapi,
kebanyakan kasus malnutrisi umumnya dialami oleh kelompok usia anak-
anak (Minangsari,2019). Asupan karbohidrat dan protein pada anak kurang
dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya untuk melakukan pertumbuhan dan
perkembangan. Atau, tubuh anak tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya
nutrisi yang telah masuk ke dalam tubuh disebabkan anak menderita penyakit
tertentu (Lajam,2019).

1.2 Epidemiologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tentang Malnutrisi kronis pada
tahun 2013 menyatakan bahwa persentase gizi buruk di Indonesia pada tahun
2013 adalah 37,%. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan manifestasi
dari kurangnya asupan protein dan energi yang terkankandung dalam
makanan sehari-hari dan yang tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi

1
(AKG) serta biasanya juga diikuti adanya kekurangan dari beberapa nutrien
lainnya.
Secara global, WHO memperkirakan bahwa ada 1,9 juta orang dewasa
yang obesitas dan 462 juta orang dewasa yang terlalu kurus. Selain itu, 45%
kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia diakibatkan oleh
kurangnya asupan gizi. Kondisi seperti ini kerap terjadi di negara
berpenghasilan rendah hingga sedang. Pada waktu yang bersamaan, angka
kejadian anak-anak yang mengalami obesitas juga mulai meningkat di negara
tersebut.
Prevalensi obesitas pada anak-anak dan orang dewasa di Amerika Serikat
dan di banyak negara industri lainnya meningkat pesat, meningkat lebih dari
30 persen dekade terakhir. Sekitar 65 persen orang dewasa di Amerika
Serikat kelebihan berat badan, dan hampir 33 persen orang dewasa
mengalami obesitas (Guyton & Hall, 2006).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar
penyakit dan asuhan keperawatan pasien anak dengan masalah malnutrisi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi malnutrisi
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab/etiologi malnutrisi
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi malnutrisi
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi malnutrisi
5. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala malnutrisi
6. Untuk mengeyahui dan memahami prosedur diagnostik malnutrisi
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalakasanaan medis malnutrisi
8. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien
malnutrisi.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Gambar 1. Mekanisme umpan balik untuk mengontrol asupan makanan

Malnutrisi merupakan suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau


ketidakseimbangan protein, energi, dan nutrien lain yang dapat mengakibatkan
gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian,
yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari
marasmus, kwashiorkor, serta marasmic–kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau
kelebihan nutrisi disebut juga dengan obesitas. Penyebab marasmic – kwashiorkor
dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi
sekunder. Malnutrisi primer yaitu keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah

3
malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi
dan atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh. Diagnosis
Kekurangan Energi Protein ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis
serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: BB/TB < -3
SD atau 70 % dari median (marasmus), edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB> -3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB
< -3SD) (Kulsum dkk, 2019).
Stabilitas massa total dan komposisi tubuh dalam periode jangka waktu
lama membutuhkan asupan energi yang cocok dengan pengeluaran energi., hanya
sekitar 27% dari energi yang dicerna dan mencapai sistem fungsional sel,
sebagian besar lainnya diubah menjadi panas, yang dihasilkan sebagai hasil
metabolisme protein, aktivitas otot, dan aktivitas berbagai organ dan jaringan
tubuh. Asupan energy berlebih disimpan terutama sebagai lemak, sedangkan
kekurangan asupan energi menyebabkan hilangnya total massa tubuh sampai
pengeluaran energi yang akhirnya menyebabkan kurangnya asupan energy hingga
kematian (Guyton & Hall, 2006).
Meskipun ada cukup banyak variabilitas di file Jumlah penyimpanan
energi (yaitu, massa lemak) pada individu yang berbeda, pemeliharaan pasokan
energi yang memadai diperlukan untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu,
tubuh diberkahi sistem kontrol fisiologis yang kuat yang membantu menjaga
asupan energi yang memadai. Defisit simpanan energy dengan cepat
mengaktifkan berbagai mekanisme yang menyebabkan kelaparan dan mendorong
seseorang untuk mencari makanan. Pada atlet dan buruh, pengeluaran energi
untuk otot tingkat tinggi aktivitas mungkin setinggi 6000 hingga 7000 Kalori per
hari, dibandingkan dengan hanya sekitar 2000 Kalori per hari untuk individu yang
tidak banyak bergerak. Dengan demikian, pengeluaran energi yang besar terkait
dengan pekerjaan fisik biasanya memiliki stimulasi yang sama besarnya
peningkatan asupan kalori. Apa mekanisme fisiologis yang dirasakan perubahan
keseimbangan energi dan mempengaruhi pencarian makanan? Pemeliharaan
suplai energi yang cukup dalam tubuh sangat penting sehingga ada beberapa
sistem kontrol jangka pendek dan jangka panjang yang mengatur tidak hanya

4
asupan makanan tetapi juga pengeluaran energi dan penyimpanan energi. (Guyton
& Hall, 2006).
Mekanisme umpan balik untuk mengontrol asupan makanan. Reseptor
regangan di perut mengaktifkan jalur aferen sensorik di saraf vagus dan
menghambat asupan makanan. Peptida YY (PYY), cholecystokinin (CCK), dan
insulin adalah hormon gastrointestinal yang dilepaskan oleh konsumsi makanan
dan menekan pemberian makan selanjutnya. Ghrelin dikeluarkan oleh perut,
terutama saat puasa, dan merangsang nafsu makan. Leptin adalah hormon yang
diproduksi secara meningkat jumlah oleh sel-sel lemak saat mereka bertambah
besar; itu menghambat asupan makanan (Guyton & Hall, 2006).

2.2 Etiologi

Gambar 2 . Kontrol keseimbangan energi oleh dua jenis neuron dari inti arkuata

2.2.1 Obesitas
Obesitas dapat diartikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Indeks
Masa Tubuh (IMT) dapat dihitung sebagai :
IMT = Berat dalam kg / Tinggi dalam m2
Secara klinis, IMT antara 25 dan 29.9kg / m2 adalah disebut
kelebihan berat badan, dan IMT lebih dari 30 kg / m2 disebut obesitas.
IMT bukanlah perkiraan langsung dari adipositas dan tidak
mempertimbangkan fakta bahwa beberapa orang memiliki tinggi IMT

5
karena massa otot yang besar. Cara yang lebih baik untuk
mendefinisikan obesitas adalah dengan benar-benar mengukur
persentase lemak tubuh total. Obesitas biasanya didefinisikan sebagai
25% atau lebih dari total tubuh lemak pada pria dan 35% atau lebih
pada wanita. Meskipun persentase lemak tubuh dapat diperkirakan
dengan berbagai metode, seperti mengukur ketebalan lipatan kulit,
impedansi bioelektrik, atau penimbangan bawah air, metode ini jarang
digunakan dalam praktik klinis, di mana IMT biasanya digunakan untuk
menilai kegemukan. Beberapa etiologi penyebab obesitas :
1. Obesitas Akibat Asupan Energi Lebih Besar Dari Pengeluaran
Energi.
Ketika jumlah energi lebih besar (dalam bentuk makanan)
masuk ke tubuh daripada yang dikeluarkan, berat badan bertambah,
dan sebagian besar energi berlebih disimpan sebagai lemak. Oleh
karena itu, adipositas yang berlebihan (obesitas) disebabkan dengan
asupan energi yang melebihi keluaran energi. Untuk setiap 9.3
Kalori energi berlebih yang masuk ke tubuh, kira-kira 1 gram lemak
disimpan. Lemak disimpan terutama di adiposit di jaringan subkutan
dan di rongga intraperitoneal, meskipun hati dan lainnya jaringan
tubuh sering menumpuk dalam jumlah yang signifikan lipid pada
orang gemuk. Sebelumnya diyakini bahwa jumlah adiposit dapat
meningkat secara substansial hanya selama masa bayi dan masa
kanak-kanak dan menyebabkan kelebihan asupan energi pada anak-
anak obesitas hiperplastik, terkait dengan peningkatan jumlah
adiposit dan hanya sedikit peningkatan ukuran adiposit. Sebaliknya,
obesitas yang berkembang pada orang dewasa diperkirakan
meningkat hanya ukuran adiposit, mengakibatkan obesitas
hipertrofik. Studi baru menunjukkan bahwa adiposit baru dapat
berdiferensiasi dari preadiposit mirip fibroblast pada setiap periode
kehidupan dan perkembangan obesitas pada orang dewasa disertai
dengan peningkatan jumlah, serta peningkatan ukuran adiposit.
Orang yang sangat gemuk mungkin memiliki sebanyak itu adiposit

6
empat kali lebih banyak, masing-masing mengandung dua kali lipat
banyak lipid, sebagai orang yang kurus. Begitu seseorang menjadi
gemuk dan berat badannya stabil diperoleh, asupan energi sekali lagi
sama dengan keluaran energi. Untuk menurunkan berat badan
seseorang, asupan energi harus kurang dari pengeluaran energi.
2. Aktivitas Fisik Berkurang dan Regulasi Makan Tidak Normal
Penyebab obesitas sangat kompleks. Meskipun gen berperan
peran penting dalam pemrograman fisiologis. mekanisme yang
mengatur asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan
faktor lingkungan mungkin memainkan peran dominan pada banyak
orang gemuk. Peningkatan pesat dalam prevalensi obesitas dalam 20
sampai 30 tahun terakhir menekankan peran penting gaya hidup dan
faktor lingkungan karena perubahan genetik tidak mungkin terjadi
begitu cepat.
3. Gaya Hidup Menetap Adalah Penyebab Utama Obesitas.
Aktivitas fisik yang teratur diketahui meningkatkan massa
otot dan penurunan massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik
yang tidak memadai biasanya dikaitkan dengan penurunan massa
otot dan peningkatan adipositas. Misalnya studi telah menunjukkan
hubungan yang erat antara perilaku menetap, seperti menonton
televisi dalam waktu lama dan obesitas.
Sekitar 25 sampai 30 persen energi digunakan setiap hari
oleh rata-rata orang melakukan aktivitas otot, dan sebagai pekerja,
sebanyak 60 hingga 70% digunakan dengan cara ini. Dalam obesitas,
peningkatan aktivitas fisik biasanya meningkatkan energy
pengeluaran lebih dari asupan makanan, mengakibatkan penurunan
berat badan yang signifikan. Bahkan satu episode olahraga berat
mungkin meningkatkan pengeluaran energi basal selama beberapa
jam setelah aktivitas fisik dihentikan. Karena aktivitas otot yang
sedang berlangsung merupakan cara terpenting untuk mengeluarkan
energy di dalam tubuh, peningkatan aktivitas fisik seringkali efektif
sebagai cara mengurangi simpanan lemak.

7
4. Perilaku Makan Tidak Normal
Meskipun mekanisme fisiologis yang kuat mengatur asupan
makanan, ada juga lingkungan yang penting dan faktor psikologis
yang dapat menyebabkan perilaku pemberian makan tidak normal,
asupan energi yang berlebihan, dan obesitas.
5. Faktor Lingkungan, Sosial, dan Psikologis
Pentingnya faktor lingkungan terbukti dari pesatnya
peningkatan prevalensi obesitas di sebagian besar negara industry,
yang bertepatan dengan melimpahnya makanan berenergi tinggi
(terutama makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak banyak
bergerak. Faktor psikologis dapat menyebabkan obesitas pada
beberapa orang. Misalnya, orang sering mendapatkan keuntungan
dalam jumlah besar berat badan selama atau setelah situasi stres,
seperti kematian dari orang tua, penyakit parah, atau bahkan depresi
mental.
6. Overnutrisi Anak sebagai Kemungkinan Penyebab obesitas
Salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas adalah
Gagasan umum bahwa kebiasaan makan yang sehat membutuhkan
tiga kali makan sehari dan setiap makan harus mengenyangkan.
Banyak anak kecil dipaksa melakukan kebiasaan ini oleh orang tua
yang terlalu perhatian, dan anak-anak terus mempraktikkannya
sepanjang hidup. Laju pembentukan sel lemak baru sangat cepat
beberapa tahun pertama kehidupan, dan semakin besar laju
penyimpanan lemak, semakin banyak jumlah sel lemak. Jumlah
lemak Sel pada anak-anak obesitas sering sebanyak tiga kali lipat
dari yang masuk anak normal. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa
kelebihan gizi pada anak-anak terutama pada masa bayi dan selama
tahun-tahun terakhir masa kanak-kanak dapat menyebabkan obesitas
seumur hidup.
7. Kelainan Neurogenik sebagai Penyebab Obesitas.
Kami sebelumnya menunjukkan bahwa lesi pada inti
ventromedial hipotalamus menyebabkan hewan makan secara

8
berlebihan dan menjadi gemuk. Orang dengan tumor hipofisial
yang mengganggu di hipotalamus sering berkembang obesitas
progresif, menunjukkan bahwa obesitas pada manusia, juga dapat
terjadi kerusakan hipotalamus.
8. Faktor Genetik sebagai Penyebab Obesitas.
Obesitas pasti berjalan dalam keluarga. Namun sulit untuk
menentukan peran genetika yang tepat dalam berkontribusi pada
obesitas karena anggota keluarga umumnya berbagi banyak
makanan yang sama kebiasaan dan pola aktivitas fisik. Namun,
bukti terkini menunjukkan bahwa 20 hingga 25% kasus obesitas
mungkin terjadi disebabkan oleh faktor genetik.
2.2.2 Kurang Nutrisi

Gambar 3. Pengaruh undernutrisi pada simpanan makanan tubuh

Kurang nutrisi adalah kebalikan dari obesitas dan ditandai


dengan penurunan berat badan yang ekstrim. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh ketersediaan makanan yang tidak mencukupi atau oleh
kondisi patofisiologis yang sangat menurunkan nafsu makan, termasuk
gangguan psikogenik, kelainan hipotalamus, dan faktor yang dilepaskan

9
dari jaringan perifer. Dalam banyak kasus, terutama dalam hal itu
dengan penyakit serius seperti kanker, keinginan untuk berkurang
makanan mungkin terkait dengan peningkatan pengeluaran energi,
menyebabkan penurunan berat badan yang serius.

2.3 Klasifikasi
1. Kwashiorkor
Secara spesifik, kwashiorkor diartikan sebagai kondisi kekurangan
atau bahkan ketiadaan asupan protein. Padahal, protein dibutuhkan tubuh
untuk memperbaiki dan membuat sel-sel baru. Kondisi ini ditandai dengan
pembengkakan di bagian bawah kulit (edema), akibat terlalu banyaknya
cairan dalam jaringan tubuh. Pembengkakan dapat terjadi pada seluruh
bagian tubuh dan umumnya dimulai di kaki.
2. Marasmus
Jika kwashiorkor adalah malnutrisi karena kekurangan protein
meski asupan energinya cukup, maka marasmus adalah kekurangan asupan
energi atau kalori dari semua bentuk makronutrien, mencakup karbohidrat,
lemak, dan protein. Kondisi ini paling banyak ditemukan pada anak
berusia di bawah 2 tahun.
3. Marasmic–kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan antara marasmus dan
Kwashiorkor. Kondisi ini cukup serius dikarenakan kondisi marasmus
maupun kwashiorkor menyerang tubuh anak. Bisa digambarkan anak yang
mengalami kondisi ini memiliki berat badan kurang dari 60 persen berat
badan yang sesuai dengan usianya.
4. Obesitas
Obesitas dapat diartikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Obesitas
biasanya didefinisikan sebagai 25% atau lebih dari total tubuh lemak pada
pria dan 35% atau lebih pada wanita.

2.4 Patofisiologi

10
Patofisiologi yang menjadi dasar malnutrisi berkaitan dengan penyakit
yang sedang diderita, lingkungan/perilaku, atau keduanya sehingga anak tidak
memperoleh asupan gizi yang adekuat. Malnutrisi dan kondisi penyakit
menjadi penyebab timbal balik satu dengan yang lain. Anak yang mengalami
malnutrisi akan mudah jatuh sakit terutama infeksi akibat penurunan daya
tahan tubuh dan seringkali proses penyembuhan berlangsung lebih lama.
Sementara pada saat anak sakit akut maupun kronis, terjadi proses inflamasi
yang menimbulkan pelepasan berbagai sitokin, mediator yang berperan besar
pada imunomodulasi dan terlibat dalam etiologi hilangnya berat badan,
disfungsi kognitif, anemia, dan kelemahan. Peningkatan sitokin pro
inflamatori yang berlebihan seperti interleukin-1, interleukin-2, interferon
gamma, dan faktor tumor nekrosis alfa diduga merupakan penyebab kaheksia
pada pasien dengan penyakit akut. Dengan demikian, asuhan nutrisi selama
perawatan anak yang tidak adekuat akan meningkatkan risiko terjadi
malnutrisi sehingga proses penyembuhan menjadi tidak optimal dan waktu
perawatan lebih lama. Lama rawat inap di rumah sakit juga merupakan faktor
risiko penyebab terjadinya malnutrisi (Hafsah dkk, 2019).

2.5 Manifestasi Klinik


Malnutrisi/ gizi kurang pada balita berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan. Gangguan pertumbuhan yang tampak adalah berat badan dan
tinggi badan yang kurang dari normal. Sedangkan gangguan perkembangan
dapat berupa gangguan perkembangan psikomotor, gangguan kecerdasan, dan
gangguan mental. Contoh dari gangguan perkembangan psikomotor adalah
keterlambatan perkembangan motorik seperti berjalan, memanjat, berlari.
Contoh gangguan kecerdasan yang tampak pada balita adalah keterlambatan
atau gangguan bicara, baca tulis, berhitung. Gangguan mental dapat dilihat
dari kemampuan atau keinginan berinteraksi. yang kurang. Balita yang sangat
pemalu dan pendiam, penakut, lebih suka menyendiri, mempunyai kebiasaan
yang aneh perlu dicurigai adanya gangguan mental (Candra, 2017).

2.6 Prosedur diagnostic

11
Untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan pemeriksaan
antropometri dan biokimia. Jenis pemeriksaan antropemetri yang sering
dilakukan untuk mengetahui status gizi balita adalah lingkar berat badan dan
tinggi badan. Diagnosis status gizi kurang pada balita ditegakkan apabila nilai
Z skor BB/U, TB/U, dan BB/TB <-2 standar WHO.
Tabel 1. Diagnosis Gizi Kurang dan Gizi Buruk untuk Anak 0-60
bl berdasarkan Kemenkes tentang Standar Antropometri Anak.

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-


Score)

Berat Badan Menurut Gizi Buruk <-3 SD


Umur (BB/U) Anak
Gizi Kurang -3 SD sampai dengan
Umur 0-60 Bulan
<-2 SD

Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2


SD

Gizi Lebih >2 SD

Panjang Badan Sangat Pendek <-3 SD


menurut Umur (PB/U)
Pendek -3 SD sampai dengan
Anak Umur 0-60
<-2 SD

Normal -2 sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD

Berat Badan Menurut Sangat Kurus <-3 SD


panjang Badan
Kurus -3 SD sampai dengan
(BB/PB) Anak Umur
<-2 SD
0-60
Normal -2 SD sampai dengan 2
SD

Gemuk >2 SD

12
Indeks Masa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
menurut Umur
Kurus -3 SD sampai dengan
(IMT/U) Anak Umur
<-2 SD
0-60
Normal -2 SD sampai dengan 2
SD

Gemuk >2 SD

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Obesitas
Pengobatan obesitas tergantung pada penurunan masukan energi di
bawah pengeluaran energi dan menciptakan keseimbangan energi negatif yang
berkelanjutan hingga penurunan berat badan yang diinginkan tercapai. Dengan
kata lain, ini berarti mengurangi asupan energi atau meningkatkan
pengeluaran energi. Berdasarkan pedoman Nasional Institutes of Health (NIH)
merekomendasikan penurunan dalam asupan kalori 500 kilokalori per hari
untuk kelebihan berat badan dan orang dengan obesitas sedang (IMT> 25
tetapi <35kg / m2 ) ke mencapai penurunan berat badan sekitar 1 pon setiap
minggu. Defisit energi yang lebih agresif dari 500 hingga 1000 kilokalori per
hari direkomendasikan untuk orang dengan BMI lebih besar dari 35 kg / m2 .
Biasanya, defisit energi seperti itu, kalau bisa dicapai dan dipertahankan, akan
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 1 hingga 2 pon per minggu, atau
sekitar 10% penurunan berat badan setelah 6 bulan. Bagi kebanyakan orang
yang mencoba menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik juga
merupakan komponen penting penurunan berat badan jangka panjang yang
sukses.
Untuk mengurangi asupan energi, kebanyakan diet dirancang untuk
mengandung "curah" dalam jumlah besar, yang umumnya terdiri dari zat
selulosa non-nutrisi. Seperti yang ditunjukkan nanti Sehubungan dengan rasa
lapar, penting untuk mencegah defisiensi vitamin selama masa diet.
Berbagai obat penurun tingkat kelaparan telah ada digunakan
dalam pengobatan obesitas. Paling banyak digunakan obat-obatan adalah

13
amfetamin (atau turunan amfetamin), yang secara langsung menghambat pusat
makan di otak. Satu obat untuk mengobati obesitas adalah sibutramine,
simpatomimetik yang mengurangi asupan makanan dan meningkatkan
pengeluaran energi. Bahaya dalam penggunaan obat-obatan ini adalah bahwa
mereka secara bersamaan overexcite sistem saraf simpatik dan meningkatkan
tekanan darah. Juga, seseorang segera beradaptasi dengan obat itu, jadi
penurunan berat badan biasanya tidak lebih dari 5 sampai 10%.
Kelompok obat lain bekerja dengan mengubah metabolisme lipid.
Misalnya, orlistat, penghambat lipase, mengurangi pencernaan lemak di usus.
Hal ini menyebabkan sebagian lemak tertelan hilang dalam tinja dan karena
itu mengurangi penyerapan energi. Namun, kehilangan lemak feses dapat
menyebabkan efek samping gastrointestinal yang tidak menyenangkan, serta
hilangnya vitamin yang larut dalam lemak di kotoran.
Penurunan berat badan yang signifikan dapat dicapai pada banyak
penderita obesitas dengan peningkatan aktivitas fisik. Lebih banyak olahraga
seseorang, semakin besar pengeluaran energi harian dan itu lebih cepat
menurunkan obesitas. Oleh karena itu, olahraga paksa seringkali merupakan
bagian penting dari pengobatan. Pedoman klinis terkini untuk pengobatan
obesitas merekomendasikan hal itu yang langkah pertamanya adalah
modifikasi gaya hidup yang meliputi peningkatan aktivitas fisik
dikombinasikan dengan pengurangan asupan kalori. Untuk pasien obesitas
morbid dengan BMI lebih dari 40, atau untuk pasien dengan BMI lebih dari 35
dan kondisi seperti itu sebagai hipertensi atau diabetes tipe II yang
mempengaruhi mereka penyakit serius lainnya, berbagai prosedur bedah dapat
dilakukan digunakan untuk mengurangi massa lemak tubuh atau untuk
mengurangi jumlah makanan yang bisa dimakan setiap kali makan.
Dua dari prosedur bedah paling umum yang digunakan di Amerika
Serikat untuk mengobati obesitas morbid adalah operasi bypass lambung dan
operasi pengikat lambung. Operasi bypass lambung melibatkan konstruksi
kantong kecil di bagian proksimal dari perut yang kemudian dihubungkan ke
jejunum dengan bagian usus halus dengan panjang yang bervariasi; kantong
dipisahkan dari sisa bagian perut dengan staples. Operasi pengikat lambung

14
melibatkan penempatan pita yang dapat disesuaikan di sekitar perut dekat
ujung atasnya; ini juga menciptakan kantong perut kecil yang membatasi
jumlah makanan itu bisa dimakan setiap kali makan. Meskipun prosedur
pembedahan ini umumnya menghasilkan penurunan berat badan yang
substansial pada penderita obesitas, operasi besar, dan jangka panjang efek
pada kesehatan dan kematian secara keseluruhan masih belum pasti .

2.7.2 Penatalaksanaan Kurang Nutrisi

gambar 4. Kebutuhan vitamin tubuh

Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian


mikronutrien yaitu vitamin B komplek, vitamin A, dan vitamin C. Pada
anak dengan malnutrisi sangat mungkin mengalami kekurangan
mikronutiren. Suplementasi mikronutrien yang penting untuk balita
adalah vitamin A, zat besi, zink, dan iodium. Zat-zat gizi tersebut
penting karena berperan dalam pertumbuhan dan imunitas anak. Namun
di Indonesia program suplementasi yang sudah ada untuk semua balita
hanya suplementasi vitamin A. Suplementasi vitamin A diberikan
karena kadar vitamin A dalam ASI tidak tinggi, sehingga terkadang

15
tidak bisa mencukupi kebutuhan anak. Saat ini, pemerintah membuat
program suplementasi vitamin A yang diberikan setiap bulan Februari
dan Agustus atau setiap enam bulan sekali. Dosis vitamin A untuk anak
usia 12-59 bulan adalah 200.000 IU yang dikemas dalam kapsul
berwarna merah. Vitamin B kompleks sendiri merupakan suatu grup
dari beberapa vitamin B, yang berperan sebagai kofaktor enzim atau
prekursor pada berbagai proses metabolisme asam amino dan
karbohidrat. Vitamin B kompleks terdiri dari gabungan dua atau lebih
vitamin B yang dapat meliputi B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin), B3
(Niacin), B5 (Asam pantotenat), B6 (Piridoksin), B9 (Asam folat), dan
B12 (Kobalamin). Pada pasien anak usia lebih 12 bulan umumnya
diberikan vitamin B komplek dengan sediaan sirup sebanyak 2.5ml
sekali sehari yang didalamnya terdapat 2.5mg B1, 1mg B2, 10mg B3,
1.5mg B5, 1.25mg B6, dan 1.25mg B12. Pemberian vitamin C
sebanyak 40mg untuk anak diatas usia 12 bulan juga dianjurkan karena
menurut AKG, anak di atas satu tahun membutuhkan asupan vitamin C
sebanyak 40-45 mg per hari. PMT Balita merupakan pemberian
suplementasi gizi untuk melengkapi kebutuhan gizi agar mencapai berat
badan sesuai usia. Tiap 100 gram PMT mengandung 450 kalori, 14
gram lemak, 9 gram protein, dan 71 gram karbohidrat. PMT Balita
mengandung 10 vitamin (vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, K, dan
Asam Folat) dan 7 mineral (besi, zink, fosfor, selenium, dan kalsium).
Setiap bungkus PMT Balita terdiri dari 12 keping biskuit atau 540
kalori (45 kalori per biskuit). Anak berusia 12-59 bulan diberikan 12
keping per hari selama 1 bulan atau setara dengan 30 bungkus PMT
Balita. Bila berat badan telah sesuai, pemberian PMT Balita dihentikan
dan untuk selanjutnya mengonsumsi makanan keluarga gizi seimbang.1
Obat anti cacing pada pasien diberikan untuk pencegahan infeksi dan
termasuk program pemerintah dalam rangka penanggulan kecacingan
yang diatur dalam PMK No. 15 Tahun 2017. Obat yang digunakan
dalam pemberian obat pencegahan massal cacingan adalah albendazol
dalam bentuk sediaan tablet kunyah dan sirup. Albendazol merupakan

16
obat cacing berspektrum luas yang bekerja menghambat pembentukan
energi cacing. Dosis albendazol yang direkomendasikan WHO untuk
anak usia 1-2 tahun adalah 200mg atau setengah tablet kunyah dosis
tunggal setiap 6 bulan.

17
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Kasus


3.1.1 Kasus
Pasien An.K, seorang balita berusia 14 bulan, berdomisili di Kelurahan
Talang, diantar oleh ibu kandungnya untuk mengontrol tumbuh kembang dengan
keluhan berat badan dan tinggi badan pasien yang tidak sesuai usianya sehingga
masuk dalam kategori gizi kurang dan stunting. Selama kehamilan pasien, ibu
tidak pernah mengkonsumsi tablet tambah darah dan kenaikan BB ibu hanya 7kg.
Pasien lahir dengan berat badan 2,7 kg, panjang badan 48 cm, lahir cukup bulan
langsung menangis secara pervaginam tanpa ada penyulit. Persalinan dibantu oleh
bidan. Ibu pasien mengaku pasien segera diberikan ASI setelah lahir atau Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), namun pasien tidak mendapatkan ASI ekslusif karena pada
usia 2 bulan sudah diberikan susu formula. Pada usia 5 bulan pasien sudah
diberikan MPASI lunak dengan kombinasi nasi dan sayuran. MPASI diberikan
tiga kali sehari, namun pasien biasanya hanya memakan setengah piring. Ibu
pasien mengaku pasien sangat jarang memakan daging karena keterbatasan biaya.
Pasien berhenti mendapatkan ASI pada usia 7 bulan karena ibu pasien hamil dan
mengalami preeklamsia berat.

3.1.2 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : An.K
Umur : 14 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kelurahan Talang, Bandar Lampung
Pendidikan :-
Agama : Islam
Tanggal MRS : -
Tanggal Px :-
3.1.3 Anamnesis
a) Diagnostik holistik awal

18
berat badan dan tinggi badan tidak sesuai usia dan pertumbuhan;
kekhawatiran: penyakit menimbulkan kecacatan di kemudian hari;
harapan: kondisi kesehatan membaik dan dapat mengkonsumsi asupan
bergizi seimbang. Aspek klinis awal yaitu Stunting menurut indikator
PB/U (ICD10- E45) dan Gizi Kurang menurut indikator BB/U (ICD10-
E44.1). Aspek ketiga, risiko internal yaitu kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang tidak sesuai anjuran gizi seimbang, tidak mencuci tangan,
tidak mengunting kuku, dan bermain di tempat kotor. Aspek keempat,
resiko eksternal yaitu kurangnya ekonomi keluarga dan lingkungan padat
penduduk, kurangnya dukungan dari suami pada ibu pasien serta
pengetahuan ibu yang kurang mengenai pola asuh anak, tumbuh kembang
anak sesuai umur, kebutuhan gizi anak, manajemen malnutrisi, pemberian
ASI dan MPASI, suplementasi dan fortifikasi makanan, pencegahan
infeksi, dan perilaku mecuci tangan dengan sabun.
b) Keluhan utama
berat badan dan tinggi badan pasien yang tidak sesuai usianya
c) Riwayat penyakit sekarang
berat badan dan tinggi badan pasien yang tidak sesuai usianya
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. Pasien tidak
pernah memiliki riwayat penyakit bawaan dan infeksi sebelumnya.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak kedua dan ketiga pasien mengalami keluhan yang sama dengan
pasien dan masuk dalam ketegori Bawah Garis Merah (BGM).
f) Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya.
g) Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan ayah dan ibu serta ketiga kakanya. Jarak
dari rumah ke puskesmas kurang dari 1 km. Rumah berukuran 4m x 6m
tidak bertingkat, memiliki 1 buah kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 1
buah kamar mandi dan WC. Lantai rumah keramik. Dinding rumah terbuat
dari tembok yang sudah dicat di seluruh bagian rumah. Kamar mandi dan

19
wc berada di dalam rumah, dengan tembok yang telah di cat di bagian
dalam. Atap rumah keseluruhan sudah di plavon. Penerangan baik,
ventilasi kurang, hanya ada satu jendela di ruang tamu. Keluarga pasien
memasak menggunakan kompor gas. Terdapat gangguan pada fungsi
ekonomi keluarga, karena sumber penghasilan keluarga ini hanya berasal
berasal dari ayah sebesar Rp. 1.500.000 per bulan (UMR Bandarlampung
Rp. 2.445.141 per bulan).
Kesimpulan: Riwayat sosial lingkungan ekonomi menengah ke bawah
h) Riwayat Sanitasi Lingkungan
Sumber air di rumah berasal dari sumur gali. Rumah tidak memiliki
halaman rumah. Rumah sudah menggunakan listrik token. Rumah berada
di lingkungan yang padat penduduk dan kurang bersih. Air yang
digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari sumur. Limbah
dialirkan ke got.
i) Riwayat Gizi
Saat ini, pasien makan tiga kali sehari dengan kombinasi seperempat
piring nasi, seperempat piring sayuran, dan sumber protein dari setengah
butir telur. Setiap hari pasien jajan sembarangan, mengkonsumsi makanan
berpenyedap, berpengawet, dan minum minuman dengan pemanis buatan.
BB : 8 kg
TB : 72 cm
BMI : 15.4
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum: penampilan sesuai usia
b) Tanda-tanda vital
1) Nadi : 94x/menit
2) Respirasi : 20 x/menit
3) Suhu : 36,4 oC
c) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut : coklat kehitaman tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis : -/-

20
sklera ikterus : +/+
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+
Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
Mulut : sianosis (-)
b. Kulit
Kulit keriput dan edema
c. Thoraks
tidak didapatkan adanya tulang rusuk menonjol
d. Abdomen
Inspeksi : flat mengikusi pergerakan nafas
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : tidak didapatkan organomegali maupun ascites
Perkusi :-

e. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tingkat kecukupan gizi dengan metode survey food recall 1 x 24 jam :
Zat gizi Asupan zat gizi AKG koreksi TKG

Kalori 860,8 kkal 1125 kkal 76%

Protein 22,5 gr 26 gr 84%

Lemak 20,5 gr 44 gr 47%

karbohidrat 115,5 gr 155 gr 74%

Status gizi :
indikator Z-Score Status gizi

BB/U -3.0 SD s.d <-2.0 SD Kurang

PB/U -3.0 SD s.d <-2.0 SD Stunting

BB/PB -2.0 SD s.d <2.0 SD Normal

21
IMT/U -2.0 SD s.d <2.0 SD Normal

f. Penatalaksanaan
Terapi farmakologis :

Vitamin B complex 1x2.5ml, vitamin C 1x40mg, vitamin A 200.000


IU setiap 6 bulan, albendazol 200mg setiap 6 bulan.
Terapi non farmakologi :
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 12 keping per hari selama 1
bulan.
3.2 Analisis Data dan Masalah
Data Etiologi Masalah

DS : Ibu hamil lagi dengan Nutrisi kurang dari


- Ibu pasien preeklamsia berat kebutuhan tubuh
mengatakan jika
berat badan dan Pemberhentian
tinggi badan pemberian ASI
anaknya tidak
sesuai usianya. Ketidakefektifan
- Ibu pasien pemberian ASI
mengaku pasien
sangat jarang MPASI tidak seimbang
memakan
daging karena Nutrisi kurang dari
keterbatasan kebutuhan tubuh
biaya.
- Pasien berhenti
mendapatkan
ASI pada usia 7
bulan karena

22
ibu pasien hamil

DO :

BB : 8 kg

TB : 72 cm

BMI : 15.4

- Kulit keriput
dan edema

DS : Pemberhentian Defisit pengetahuan


- Ibu pasien pemberian ASI
mengatakan
pada usia 5 Ketidakefektifan
bulan telah pemberian ASI
memberikan
MPASI pada MPASI tidak seimbang
anak
- Ibu mengatakan Nutrisi kurang dari
berhenti kebutuhan tubuh
memberikan
ASI pada anak Defisit pengetahuan
sejak usia 7
bulan

DO :

BB : 8 kg

TB : 72 cm

BMI : 15.4

- Survey food
recall
menunjukkan

23
pengetahuan ibu
kurang dalam
gizi seimbang

3.3 Pathway

Agen

Tinggi Tinggi Usia Ibu Jarak dg. Riw. ASI Riw.


Badan Ibu Badan Kelahiran eksklusif MPASI
Ayah sebelumnya

Jenis kelamin

Riw. malnutrisi
Ling. Keluarga :
- Tk. Pdd Ibu
Riw. imunisasi
- Tk. Pdd Ayah

Pelayanan
Kesehatan :
-Kualitas
yankes
-kuantitas Defisit
yankes pengetahuan

Kondisi sosial,
ekomomi, politik,
sumber daya

Ketidakseimbangan
nutrisi
24
3.4 Diagnosa
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet
kurang d.d berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan
ideal.
2. Defisit pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan d.d perilaku tidak
tepat.

25
3.5 Intervensi Keperawatan
TUJUAN & KRITERIA
NO DX. Kep INTERVENSI
HASIL

1. Ketidakseimbangan Tujuan: 1. dilakukan pengenalan, 1. U


nutrisi kurang dari menjelaskan maksud dan p
Setelah dilakukan
kebutuhan tubuh b.d tujuan, serta meminta izin p
kunjungan rumah selama 4
asupan diet kurang pasien dan keluarga untuk 2. U
x 1 bulan
d.d berat badan 20% dilakuakan anamnesis d
ketidakseimbangan nutrisi
atau lebih di bawah lebih mendalam (faktor p
pada pasien dapat diatasi
rentang berat badan resiko penyebab terjadinya k
ideal. KH: perubahan status u
kesehatan pada pasien, k
1. intake nutrisi
menilai karakteristik k
dipertahankan pada
demografi keluarga, fungsi d
skala 2 ditingkatkanke
keluarga, dan identifikasi k
skala 4
faktor lain yang i
2. intake kalori
berpengaruh terhadap i
dipertahankan pada
penyakit An. K juga 3. A
skala 3 ditingkatkanke
identifikasi kondisi rumah t
skala 5
dan lingkungan) 4. U
3. intake protein
2. lakukan food recall 1 x 24 p
dipertahankan pada
jam pada pasien k
skala 4 ditingkatkanke
3. Jaga intake/asupan yang 5. U
skala 5
akurat dan catat output k
4. intake lemak
4. Timbang berat badan dan n
dipertahankan pada
monitor status pasien.
skala 2 ditingkatkanke
5. Kolaborasikan pemberian
skala 4
terapi farmakologis
5. intake karbohidrat
dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkanke
skala 5

26
2 Defisit pengetahuan Tujuan: 5. Edukasi mengenai 1.
b.d kurang sumber anjuran gizi seimbang dan
Setelah dilakukan
pengetahuan d.d dampak yang dapat
kunjungan rumah selama 4
perilaku tidak tepat. ditimbulkan dari
x 1 bulan defisit
kurangnya gizi dan 2.
pengetahuan pada keluarga
stunting, pentingnya
pasien dapat diatasi
sanitasi rumah tangga,
serta pola hidup bersih

KH: dan sehat terutama

1. Intake kalori yang mencuci tangan dengan

sesuai dengan sabun menggunakan

kebutuhan metabolik media leaflet dan poster.

dipertahankan pada 6. Lakukan skoring dengan

skala 3 ditingkatkan ke pre test sebelum

skala 5 intervensi dan post test

2. Intake nutrisi yang setelah intervensi

sesuai dengan
kebutuhan individu
dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan ke
skala 5
3. Pedoman gizi yang
direkomendasikan
dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan ke
skala 5
4. Strategi untuk
menghindari bahaya
paparan bahaya
lingkungan

27
dipertahankan pada
skala 2 ditingkatkan ke
skala 4

28
3.6 Implementasi Keperawatan

No HARI/ TANGGAL IMPLEMENTASI RESPON KLIE

1 Oktober 2019 1. melakukan pengenalan, menjelaskan Klien bersedia dan koop


maksud dan tujuan, serta meminta izin
pasien dan keluarga untuk dilakuakan
anamnesis lebih mendalam (faktor
resiko penyebab terjadinya perubahan
status kesehatan pada pasien, menilai
karakteristik demografi keluarga, fungsi
keluarga, dan identifikasi faktor lain
yang berpengaruh terhadap penyakit
An. K juga identifikasi kondisi rumah
dan lingkungan)
2. menimbang berat badan dan monitor
status pasien.
3. melakukan skoring dengan pre test
sebelum intervensi

2 10 Oktober 2019 1. melakukan food recall 1 x 24 jam pada Klien bersedia dan koop
keluarga pasien
2. menjaga intake/asupan yang akurat dan
catat output
3. mengkolaborasikan pemberian terapi
farmakologis

3 22 Oktober 2019 1. mengedukasi mengenai anjuran gizi Klien bersedia dan koop
seimbang dan dampak yang dapat
ditimbulkan dari kurangnya gizi dan
stunting, pentingnya sanitasi rumah
tangga, serta pola hidup bersih dan

29
sehat terutama mencuci tangan dengan
sabun menggunakan media leaflet dan
poster.

4 25 Oktober 2019 1. melakukan food recall 1 x 24 jam pada Klien bersedia dan koop
2020 keluarga pasien
2. Melakukan skoring post test setelah
intervensi

30
3.7 Evaluasi Keperawatan

HARI/
N NO.
TANGGAL/ EVALUASI SUMATIF PARAF
O DX
JAM

1 25 Oktober 1 S : Klien mengatakan telah β


2019 menambah asupan makanan pada Ns. Lisa
pasien

O : keluarga pasien dapat


menyajikan makanan sesuai
kebutuhan nutrisi

A : Masalah teratasi

P : hentikan intervensi

2 25 Oktober 2 S : Klien mengatakan dapat β


2019 memahami bahwa anaknya Ns. Lisa
mengalami gizi kurang serta
menegtahui penyebab, komplikasi,
pengobatan serta pengaturan
makanan dan pola hidup yang benar
untuk penyakit yang diderita
anaknya.

O : terdapat kenaikan nilai dari pre


test ke post test sebanyak 40 poin

A : Masalah dapat teratasi

P : hentikan intervensi

30
BAB IV. ANALISIS JURNAL
Seorang balita akan dikatakan memiliki gizi kurang jika dilakukan
pengukuran status gizi dengan indikator BB/U. Indikator BB/U memberikan
indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan berkorelasi positif dengan
umur dan panjang badan. Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif
terhadap pertumbuhan fisik maupun mental yang selanjutnya akan menghambat
prestasi belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan, menyebabkan
hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah
timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian. kitan
dan percepatan kematian.4 Indikator PB/U memberikan indikasi masalah gizi
yang sifatnya kronis akibat dari keadaan yang berlangsung lama. PB/U menurut
umur yang rendah disebabkan masalah gizi kronis atau penyakit infeksi.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis atau menahun sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi pada stunting terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan, yaitu
sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun. Periode 0-24 bulan
merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan
periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang
ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat
dikoreksi sehingga diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat.

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.


Secara garis besar pemerintah menetapkan empat penyebab utama stunting di
Indonesia yaitu: praktek pengasuhan yang tidak baik; terbatasnya layanan
kesehatan termasuk layanan ANC (ante natal care), post natal, dan pembelajaran
dini yang berkualitas; kurangnya akses ke makanan bergizi; serta kurangnya akses
ke air bersih dan sanitasi. Praktek pengasuhan yang tidak baik berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi sebelum
dan pada masa kehamilan. Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat
kehamilan serta setelah persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko
terjadinya stunting.2 Janin yang tumbuh dalam kandungan ibu yang mengalami
kurang gizi kronis (KEK) akan beradaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian

31
pertumbuhan janin tersebut menyebabkan pertumbuhan yang tidak optimal atau
retardasi yang dikenal dengan istilah intra uterine growth retardation (IUGR).

Saat ini ibu hamil dengan KEK sudah memiliki program perbaikan gizi
yang ditetapkan pemerintah yaitu dengan PMT ibu hamil berupa biskuit yang
mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin
dan 7 mineral. PMT tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51
Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Asupan zat gizi pada
balita juga sangat penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai grafik sehingga
tidak terjadi gagal tumbuh (growth faltering) yang menyebabkan stunting. Oleh
sebab itu, pola asuh (caring) juga mencakup Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan
dengan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun. Idealnya
sesudah bayi berusia 6 bulan, bayi baru diperkenalkan dengan MPASI agar
pemenuhan gizi untuk tumbuh dapat terpenuhi. WHO/UNICEF dalam
ketentuannya mengharuskan bayi usia 6-23 bulan mendapat MPASI yang adekuat
dengan komposisi makanan terdiri dari minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan
(serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber
protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah lainnya) yang
diatur dalam Minimum Dietary Diversity (MMD). Di samping itu, berdasarkan
Minimum Meal Frequency (MMF) bayi berusia 6-23 bulan harus diberikan
MPASI dengan frekuensi sebagai berikut: a. Untuk bayi yang diberi ASI: 1) Umur
6-8 bulan: 2x/hari atau lebih; 2) Umur 9-23 bulan: 3x/hari atau lebih. b. Untuk
bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih.

Intervensi spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam


perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 hari pertama kehidupan
(HPK) dan bersifat jangka pendek. Kegiatan ini umumnya dilakukan di sektor
kesehatan seperti mengadakan imunisasi lengkap, pemberian PMT ibu hamil dan
balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplementasi tablet besi-folat
pada ibu hamil, promosi ASI eksklusif, MP-ASI, dan sebagainya. Sedangkan
intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan
yang ditujukan pada masyarakat umum. Beberapa kegiatan tersebut meliputi

32
penyediaan air bersih, sarana sanitasi yang baik, penanggulangan kemiskinan,
ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, KIE gizi dan kesehatan, kesetaraan
gender, dan lain-lain.

Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian mikronutrien


yaitu vitamin B komplek, vitamin A, dan vitamin C sudah tepat. Pada anak
dengan malnutrisi sangat mungkin mengalami kekurangan mikronutiren.
Suplementasi mikronutrien yang penting untuk balita adalah vitamin A, zat besi,
zink, dan iodium. Zat-zat gizi tersebut penting karena berperan dalam
pertumbuhan dan imunitas.

Dalam upaya penatalaksaan penyakit gizi buruk dan stunting, peranan


keluarga pasien sangat penting untuk mencapai tujuan terapi yang maksimal. Oleh
sebab itu, dalam rangka penatalaksanaan kedokteran yang berbasis keluarga
ditambahkan intervensi berupa kegiatan home visite sebanyak 4 kali dirumah
pasien dengan melakukan komunikasi antar pribadi dengan ibu kandung pasien.
Beberapa studi global tentang perilaku kesehatan menunjukkan bahwa
komunikasi antar pribadi tetap menjadi metode yang sangat efektif dalam
perubahan perilaku. Komunikasi antar pribadi juga dapat meyakinkan sasaran
untuk mengunjungi fasilitas kesehatan. Komunikasi tatap muka yang sesuai
dengan budaya, didesain secara strategis untuk sasaran dan fasilitator yang baik
dapat mempercepat peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku yang
sesungguhnya. Setelah dilakukan kunjungan terlihat bahwa pengetahuan ibu
pasien mengenai anjuran gizi seimbang dan dampak dari kurangnya gizi dan
stunting, sanitasi rumah tangga, serta pola hidup bersih dan sehat meningkat.
Evaluasi hasil intervensi gizi pada kunjungan terakhir juga menunjukan perbaikan
AKG akibat perubahan positif kualitas dan kuantitas MPASI pasien dari hasil
food recall 1x24 jam post intervensi.

Setelah dilakukan penatalaksanaan secara holistik, komprehensif, patient


centered, family focus dan community oriented. Pada pasien didapatkan
perubahan perilaku yang terlihat setelah diberikan intevensi, pasien memperbaiki
pola hidupnya menjadi lebih sehat.

33
BAB V. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Malnutrisi merupakan suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan protein, energi, dan nutrien lain yang dapat mengakibatkan
gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian,
yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri
dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic–kwashiorkor. Sedangkan
overnutrisi atau kelebihan nutrisi disebut juga dengan obesitas. Penyebab
marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi
primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer yaitu keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat.
Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang
meningkat, menurunnya absorbsi dan atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh. Diagnosis Kekurangan Energi Protein ditegakkan
dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri.
Anak didiagnosis gizi buruk apabila: BB/TB < -3 SD atau 70 % dari median
(marasmus), edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB> -3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).
4.2 Saran
Perawat diharapkan dapat bertindak secara profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien malnutrisi dengan mampu
mengkaji masalah dengan akurat sehingga dapat merumuskan diagnosa yang
tepat sekaligus dapat membuat intervensi, melaksanakan implementasi secara
benar dan pada evaluasi dapat memperoleh hasil yang diharapkan dan sesuai
dengan tujuan sehingga masalah dapat teratasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Candra A. (2017). Suplementasi Mikronutrien dan Penanggulangan Malnutrisi


pada Anak Usia di Bawah Lima Tahun (Balita). 5(3) : 1-8

Chandrasoma, P. Taylor, C. R. (2005). Patologi Anatomi. ISBN 979-448-668.


Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC

Chang, E. Daly, J. Elliot, D. (2006). Pathophysiology Applied to Nursing


Practice. EGC Medical Publisher. ISBN 978-979-448-983-3. Edisi
Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.

Hafsah T., T. Prawitasari, J. T. B. Djais. (2019). Malnutrisi rumah sakit dan


asuhan nutrisi pediatrik di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. 16
(2) : 47-57.

Hardani, M., R. Zuraida, (2019). Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada
Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga.
Journal of Medula. 9(5) : 565-575.

Hidayat, Alimul (2012).Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medica.

Lajam, A. S., & Rusjiyanto, S. K. M. (2019). Perbedaan Tingkat Kecukupan


Energi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Hemodialisis dengan
Malnutrisi dan Tanpa Malnutrisi di RSUD Ir. Soekarno Kabupaten
Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).

Minangsari, O. D., & Rusjiyanto, S. K. M. (2019). Studi Komparasi Metode


Skrining Malnutrition Screening Tools, Malnutrition Universal
Screening Tools Dan Nutritional Risk Screening 2002 Dalam
Memprediksi Risiko Malnutrisi Pada Pasien Rawat Inap Di Bangsal
Penyakit Dalam Rsud Ir. Soekarno Sukoharjo (Doctoral Dissertation,
Univesitas Muhammadiyah Surakarta).

Perpustakaan Nasional RI (KDT). 2017. Nanda-I Diagnosa Keperawatan 2018-


2021 Ed 11. Jakarta: EGC.

Sommers, M. S. 2019. Davis’s Diseases & Disorders a Nursing Therapeutics


Manual. 6th Edition. University of Pennsylvania School of Nursing
Philadelphia, Pennsylvania.

35
Syaifudin, H. (2003). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC

36

Anda mungkin juga menyukai