HALAMAN SAMPUL i
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Gizi Buruk 4
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Epidemiologi 5
2.1.3 Etiologi 6
2.1.4 Faktor resiko 9
2.1.5 Patofisiologi 10
2.1.6 Klasifikasi 16
2.1.7 Manifestasi Klinis 17
2.1.8 Diagnosis 18
2.1.9 Tatalaksana 16
2.1.10 Pencegahan 24
2.1.11 Komplikasi 26
2.1.12 Prognosis 28
3. REKAM MEDIS KASUS 29
3.1 Identitas Pasien……………………………………………………….. 29
3.2 Anamnesa……………………………………………………………… 30
3.3 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….. 30
3.4 Resume……………………………………………………………….. 34
3.5 Daftar masalah………………………………………………………… 36
3.5 Pengkajian…………………………………………………………….. 36
4. ANALISIS KASUS……………………………………………………. 38
5. PENUTUP……………………………………………………………… 43
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 43
5.2 Saran……………………………………………………………………. 45
DAFTAR PUSTAKA 46
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
3
Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas anak dengan
gizi buruk, tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami perjalanan penykit
gizi buruk, cara penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi, pencegahan
penyakit serta untuk menambah pengetahuan penulis.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi buruk pada tahun
2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Malnutrisi energi
protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada
ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 jumlah penderita gizi buruk
pada balita mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 5,7% menjadi 3,9% pada
5
tahun 2018 dan di provinsi NTT angka kejadian gizi buruk tersering sebesar 29,5% 2,8
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen
Kesehatan-UNICEF tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi
buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257
kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi.3
Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks
BB/TB sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani 100 %. Kasus ini turun dibandingkan
2014 sebanyak 85 orang ( 0,10 % ).9
2.1.3 Etiologi
Etiologi gizi buruk dibedakan menjadi primer dan sekunder. Penyebab primer
malnutrisi energi protein adalah kekurangan nutrien yang diakibatkan oleh kurang
adeakuatnya intake makanan Pada anak anak MEP kronik primer terbagi menjadi
marasmus dan kwasiokor. Marasmus atau MEP kering disebabkan oleh deplesi lemak
dan otot yang sering terjadi pada Negara berkembabg. Sedangkan kwasikor biasanya
merupakan hasil dari perjalaan penyakit kronis. Etiologi sekunder dari MEP paling
sering disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi sitem pencernaan dan kondisi
yang meningkatkan metabolisme.9
Pada anak balita di Negara berkembang seringkali resiko dari malnutrisi
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan protein, ketergantungan kepada
orang lain untuk mendapatkan makanan dan imaturitas sistem imunitas menyebabkan
resiko untuk terkena infeksi lebih besar dan paparan terhadap kondisi nonhigenis
serta jenis makanan pokok seperti singkong, kentang daan pisang hijau menjadi salah
satu penyebab gizi buruk karena jenis makanan ini mengandung karbohidrat yang
tinggi dan protein yang rendah.17
Pada Negara kurangnya adekuatnya intake makanan pada gizi buruk lebih
jarang ditemukan. Gizi buruk lebih sering ditemukan akibat menurunya absorbsi atau
abnormalitas dari metabolisme, contohnya pada penyakit gagal ginjal kronik,
keganasan pada anak, penyakit jantung kongenital, penyakit neomuskular, kelainan
6
endokrin dan penyakit kronis lainnya menrupakan penyebab dari malnutrisi pada
Negara maju.
7
•Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. 11,17
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu
yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia
akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya
untuk dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan
tentang penilaian status gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak
menanggapi tentang masalah yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita.
c. Akses Pelayanan Kesehatan.
Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)
dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum
akses kesehatan masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan,
yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif
(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian,
tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Upaya akses kesehatan
dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi pada golongan
rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anakanak kecil,
sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling
sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang
melalui program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan
yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu
meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses kesehatan masyarakat yang
optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi masyarakat akan
terpenuhi. Anak sering tidak mendapatkan makanan bergizi seimbang
yang cukup terutama dalam segi protein dan karbohidrat. Diet yang
mengandung cukup energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus.10,11
8
d. Penyakit atau infeksi penyerta
menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang tidak
seimbang. Terdapat hubungan yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi
terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia,
dimana kesadaran akan kebersihan diri masih kurang, dan adanya penyakit
infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kondisi
infeksi kronik akan menyebabkan gizi anak menjadi kurang yang pada
akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.3,11
Secara keseluruhan faktor resiko gizi buruk yaitu terkait dengan penyakit
langsung maupun faktor lingkungan saling berikatan erat dan mempengaruhi
kondisi kesehatan sehingga menjadi sebuah siklus dan dapat digambarkan
menjadi sebuah skema yang dinamakan “viscious circle”.
2.1.5 Patofisiologi
Secara umum, marasmus adalah asupan energi yang tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik cadangannya sendiri. Pada
kwashiorkor, konsumsi karbohidrat yang cukup namun penurunan asupan protein
9
menyebabkan penurunan sintesis protein visceral. Hipoalbuminemia yang dihasilkan
berkontribusi terhadap akumulasi cairan ekstravaskuler. dan gangguan sintesis B-
lipoprotein menyebabkan perlemakan hati.9
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh akan berusaha untuk mempertahankan kondisi dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan dimana glukosa dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai sumber energi, namun kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa
jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan di ginjal. Selama kurangnya asupan makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi
asam lemak, gliserol dan badan keton. Setelah lemak tidak dapat mencukupi
kebutuhan energi, maka otot dapat menggunakan asam lemak dan badan keton
sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan asupan. Pada saat semua tidak dapat
memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan kronis, dan merupakan
respon adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan proteinSetelah beberapa
waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan terjadi deplesi cadangan nutrien pada
jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan menurun. Hal ini akan
mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga fungsi sel
terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi
terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila
berlangsung terus maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada
fungsi jaringan atau organ yang bermanifestasi secara fisik seperti gangguan
pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala klinis spesifik yang berkaitan
dengan nutrient tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan lain-lain yang
kadang-kadang ireversibel .9,10
10
Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya malnutrisi9
2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan tanda klinis gizi buruk dapat diklasifikasikan menjadi : 3 tipe gizi buruk
yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor.
1. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan
malnutrisi. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
11
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun defisiensi
kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama
malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup bernilai biologis
baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare
kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik,
akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan
gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di
dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.12
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup,
kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi
yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran
jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau
lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat
badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum
dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus,
dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium
penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat
dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada
12
daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini
sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan
kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia)
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah,
dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadangkadang
mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan
apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.12
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
- Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata anak sayu
- Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema,kelainan rambut, kelainan kulit12
13
Berdasarkan beratnya malnutrisi. Salah satu klasifikasi yang digunakan adalah
klasifikasi MEP menurut Departemen Kesehatan RI yang berdasarkan pada berat
badan menurut tinggi atau panjang badan.5
0 (normal) ≥90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
14
Selain itu, terdapat klasfikasi lain yang dikemukakan oleh Waterlow
membedakan antara MEP yang terjadi akut dan kronis. Menurut Waterlow, defisit
berat terhadap tinggi mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan
keadaan wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan
akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi
badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.3
Tabel 2.3 Klasifikasi MEP menurut Waterlow3
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting (BB/TB)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
15
ditemukan: perubahan mental sampai apatis, anemia, perubahan warna dan tekstur
rambut menjadi mudah dicabut / rontok, gangguan sistem gastrointestinal,
pembesaran hati, perubahan kulit (dermatosis), atrofi otot, edema simetris pada kedua
punggung kaki hingga sampai seluruh tubuh, Sedangkan pada pemeriksaan fisik MEP
tipe marasmus dapat muncul gejala sebagai berikut:penampilan wajah seperti orang
tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin dan
mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot
atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas, kadang-kadang terdapat bradikardi, serta
tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya. Pada marasmik-
kwashiorkor akan terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara
bersamaan.2 Rangkuman gejala klinis pada MEP berat dapat dilihat pada gambar 2.2.
16
Gambar 2.2 Gejala klinis pada gizi buruk9
2.1.8 Diagnosis
Kriteria diagnosis gizi buruk menurut Panduan Pelayanan Medik Ikatan Dokter Anak
Indonesia meliputi: tubuh terlihat sangat kurus, edema nutrisional dan simetris,
BB/TB < -3 SD, dan Lingkar Lengan Atas <11,5 cm.2
Secara umum, diagnosis untuk MEP dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.10
1. Gejala klinis: anamnesis; Kejadian mata cekung yang baru saja muncul, lama
dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir). Kapan terakhir berkemih, sejak kapan tangan dan kaki
teraba dingin. Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak
mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana
tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani diet (pola
makan)/kebiasaan makan sebelum sakit, riwayat pemberian ASI, asupan
makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir, hilangnya
nafsu makan, kontak dengan pasien tuberkulosis paru, batuk kronik, berat
badan lahir, riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
riwayat imunisasi, apakah ditimbang setiap bulan, lingkungan keluarga
(untuk memahami latar belakang sosial anak), diketahui atau tersangka
infeksi HIV. Pada pemeriksaan fisik: anak tampak sangat kurus, adakah
edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan
BB/TB-PB, tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk, demam
(suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C). frekuensi
dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung, sangat pucat Pembesaran
hati dan icterus, perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal
splash).ditemukan tanda defisiensi vitamin A pada mata: Konjungtiva atau
kornea yang kering, bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia, ulkus pada
17
mulut, Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit lesi kulit pada
kwashiorkor: hipo- atau hiper-pigmentasi,deskuamasi ulserasi (kaki, paha,
genital, lipatan paha, belakang telinga) lesi eksudatif (menyerupai luka
bakar), seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk jamur). Tampilan tinja
(konsistensi, darah, lendir). Tanda dan gejala infeksi HIV Gejala yang
biasanya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Selain itu terdapat satu atau
lebih gejala klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.12,16
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb
memperlihatkan anemia. Pada pemeriksaan fungsi hepar, kadar albumin serum
menurun. Kadar elektrolit seperti kalium dan magnesium rendah, sedangkan kadar
natrium, zinc, dan cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah
umumnya rendah, asam lemak bebas meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah
ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma
menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan
dapat normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati bisa tampak perlemakan.
Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat dan
terdapat osteoporosis ringan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan feses
lengkap, tes mantoux, radiologi thorax, dan EKG untuk mengetahui adanya
penyakit atau infeksi penyerta.12,16
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik dan kemudian dapat diklasifikasikan menurut
Depkes RI, Gomez, Waterlow, dan lain-lain.
Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa
edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59
bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi
dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan. Bila hasil pemeriksaan anak
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh
tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan)
18
dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut:
anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi,
penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi
sehingga perlu penanganan secara rawat inap.12
2.1.9 Tatalaksana
MEP berat ditatalaksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan
10 langkah tindakan seperti pada gambar 2.3.5,6
2.1.9.1 Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L
atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang
sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak
memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk
harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.5
Tatalaksana:
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan. Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat,
19
berikan 50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula
dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT. Beri antibiotik.
Pemantauan:
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian
larutan glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula
darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan:
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3
jam siang malam.5,6
2.1.9.2 Hipotermia
Hipotermia didiagnosis melalui suhu aksilar < 35.5° C Tatalaksana hipotermia adalah
dengan segera memberikan makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih
dulu).Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut
hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di
dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke
kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W
dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Beri antibiotik sesuai pedoman.5
20
Pemantauan:
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C
atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan
pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari.
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
Pencegahan:
Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas
angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut.
Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap
kering.
Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi,
atau selama pemeriksaan medis).
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di
malam hari.
Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin
sepanjang hari, siang dan malam.
2.1.9.3 Dehidrasi
Pada saat mendiagnosis dehidrasi, cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari
dehidrasi dan estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak
dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi
secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis
saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap
dehidrasi ringan.5
Tatalaksana:
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
21
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama .
o Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling
dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja
yang keluar dan apakah anak muntah. Selanjutnya berikan F-75 secara
teratur setiap 2 jam. Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare.
Untuk usia < 1 tahun: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th:
100-200 ml setiap buang air besar.6,12
2.1.9.5 Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak
ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu,
anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke
rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia
22
merupakan tanda infeksi berat. 12
Tatalaksana:
Antibiotik spektrum luas.
Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapat-
kannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin
sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral
(25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.Jika ada komplikasi
(hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau
jelas ada infeksi, beri:
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika
tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam
selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Catatan: Jika
anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada
diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisinJika anak tidak
membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB
IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati
dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari. Jika ditemukan
infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi
kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada
apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan
penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak
terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis. Jika terdapat bukti adanya
infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20
mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum
terbukti adanya infestasi cacing. Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik
23
di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan
belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.5
24
2.1.9.8 Tumbuh Kejar
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya
nafsu makan dan edema minimal atau hilang.6
Tatalaksana:
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula
tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi): Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100
sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2 hari berturutan. Selanjutnya
naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak
tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi
ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula digunakan
bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan
energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.Setelah transisi bertahap, beri
anak:
o pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
o energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
o protein: 4-6 g/kgBB/hari.
o Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi
pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI
tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.6,12
25
sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di
rumah. Berikan contoh kepada orang tua bagaimana menu dan cara membuat
makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi pemberian makan yang sering.
Selain itu juga perlu terapi bermain yang terstruktur dan sarankan untuk melengkapi
imunisasi dasar dan/atau ulangan, serta mengikuti program pemberian vitamin A
(Februari dan Agustus).6
2.1.10 Pencegahan
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan
pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian.
Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut,
maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain:2
Pola makan. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang
(perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral
berdasarkan umur dan berat badan).
Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama).
Faktor sosial. Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan
bahan makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan
dapat menyebabkan terjadinya MEP.
Faktor ekonomi.Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah
dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa
diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang
memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan
penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan
makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.
Faktor infeksi.Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP,
walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi.
26
2.1.11 Komplikasi
Pada keadaan gizi buruk akut komplikasi terseringnya adalah anoreksia
dikarenakan penderita tidak mampu/ tidak mau makan dan minum, hipertermia/
hipotermia,hipoglikemia, infeksi saluran nafas bagian bawah dimana penderita batuk
disertai dengan kesulitan bernafas ataupun nafas cepat, anemia berat seringkali
menjadi komplikasi dari gizi buruk. Komplikasi dapat terjadi pada kulit sehingga
timbul lesi seperti fisura dan kulit terkelupas, dehidrasi berat, letargi dan bahkan
hingga kejang.
Pada penderita gizi seringkali terdapat gangguan asupan mikro dan makro
nutrien seperti vitamin dan mineral. Sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang
luas sesuai dengan zat gizi yang kurang sepeti. Kurangnya vitamin A sehingga dapat
menyebabkan komplikasi di mata seperti munculnya bitot spot dan xeropthalmia.,
kekurangan vitamin D yang berpengaruh ke pertumbuhan tulang. Kekurangan
vitamin E yang mempengaruhi imunitas, neuropati dan ataxia dan kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan pendarahan dan kekurangan vitamin B9 (asam folat)
dan vitamin B12 (cobalamin) dapat menyebabkan anemia megaloblastik. Kekurangan
vitamin B1 (tiamin) dapat menyebabkan beri-beri dan bahkan gagal jantung.
Kekurangan vitamin B2 (riboflavin) dapat menyebabkan glosittis dan dermatitis
seborik, kekurangan vitamin B3 (niasin) dapat memicu dermatitis, diare dan
kelelahan dan kekurangan vitamin B6 (piridoksin) dapat menyebabkan neuropati,
iritabilitas dan kehilangan berat badan. 9
Mineral dan elemen penting seperti fosor, besi dan zink dapat terjadi defisit
pada malnutrisi energi protein, jika kekurangan berat fosfat dapat menyebabkan
rhabomiolisis, osteomalasia dan defisiensi besi dapat mengakibatkan anemia
mikrositik dan jika menjadi berat maka dapat menyebabkan letargi, kardiomegali,
gangguan perkembangan mental dan psikomotor, dan kekurangan zink dapat
meyebabkan gagal tumbuh, peningkatan infeksi dan disfungsi kognitif.9
Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang, anak-anak dengan gizi buruk
memiliki peluang tinggi untuk mengalami retadasi pertumbuhan fisik jangka panjang,
27
perkembangan mental suboptimal serta mempengaruhi fungsi intelegensi. Keadaan
kekurangan gizi saat dalam kandungan dan bayi akan menyebabkan perkembangan
intelektual rendah dan retradasi pertumbuhan fisik yang erta kaitannya dengan resiko
kematian. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk.
Kematian seringkali terjadi karena penyakit infeksi seperti tuberkulosis, radang paru,
infeksi saluran cerna atau gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Gizi buruk akan menimbulkan infeksi
dan sebalikanya penyakitinfeksi dapat memperburuk kondisi keadaan gizi, hal ini
dapat menjadi sangat buruk apabila terjadi secara bersamaan. Infeksi berat pada
akhirnya akan mengancam jiwa. 16
2.1.12 Prognosis
MEP berat (gizi buruk) mempunyai angka kematian yang tinggi. Kematian
sering tidak dapat dibedakan apakah karena infeksi atau karena malnutrisi itu sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam
beberapa kasus, meskipun pengobatan terlihat adekuat, bila penyakitnya progesif,
maka kematian tidak dapat dihindari. Hal ini dapat terjadi karena perubahan yang
sudah irreversibel dari sel-sel tubuh akibat undernutrition maupun overnutrition.3
28
BAB III
REKAM MEDIS KASUS
29
belum bisa berbicara lancar, hanya bisa mengucapkan beberapa penggal
suku kata seperti ma, moh, mam tetapi belum bisa mengucapkan satu kata
utuh dan pasien sering babbling. Sejak bulan 7 bulan yang lalu ibu pasien
mengeluh bahwa pasien sering demam naik turun namun tidak terlalu tinggi
dan terkadang muntah-muntah berisi cairan akan tetapi jarang di bawa ke
dokter dan hanya mengkonsumsi obat penurun panas yang dibeli ibunya dan
kondisi pasien membaik. Pasien sulit makan, dan tidak suka dengan lauk
yang diberikan hanya menyukai nasi putih dan durasi makan terkadang
hingga 1-2 jam, pasien sering melepeh makanan dan hanya mau makan
sambil main air dan main pasir, porsi makan 5-6 sendok terkadang mau
makan lauk tahu, tempe dan ikan bandeng. Pasien sangat menyukai air putih
sehari mengkonsumsi 750 ml air putih. Hingga saat ini masih mengempeng
payudara ibunya apabila menangis dan ketika mau tidur. Ayah pasien
seorang buruh yang merantau di Cikarang dan ibu pasien pekerja serabutan
di sawah orang lain, pasien tinggal bersama ibunya, kakek, nenek dan
kakaknya. Pasien sehari-hari di urus oleh neneknya, kakeknya merpakan
perokok aktif, pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara.
30
Riwayat Perinatal:
Ante-natal : Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kandungan
ke bidan dan mengalami hipertensi selama masa kehamilan (140/90)
Natal : pasien lahir secara spontan pervaginam dibantu oleh bidan, usia
kehamilan 38 minggu BBL: 3100 gram dan PBL: 48 cm LKL: -
Post-natal : Pasien setelah lahir sempat di rawat di RS Islam Pati, tetapi
ibu pasien lupa alasan di rawat, riwayat kejang (-), riwayat kuning (-)
Riwayat Imunisasi:
- Hepatitis B : 0 bulan
- BCG : 1 bulan
- Polio : 1,2,3,4 bulan
- Pentavalen : 2,3,4,8 bulan
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:
BB = 8,5 kg, TB = 80 cm
BB/U = -3,56 = berat badan sangat kurang
TB/U = -3,15 = tinggi badan sangat kurang
BB/TB = -3,00 = gizi buruk
Lila: 11,5 cm = gizi buruk
Kesan: satus gizi buruk dengan perawakan pendek
Riwayat perkembangan
Personal sosial: pasien dapat menyuapi boneka, dapat minum sendiri
dari cangkir, menirukan kegiatan dan main bola bersama
Motorik kasar: pasien dapat melempar bola dengan tangan, berdiri
sendiri dan dapat mempertahankan posisi apabila beerpegangan.
Motorik halus: pasien dapat menyusun menara dari 2 dan 4 kubus,
dapat mengambil manik-manik yang ditunjukkan dan dapat mencoret-
coret
31
Kesan: personal sosial sesuai usia 24 bulan, motorik kasar sesuai usia
9 bulan, motorik halus sesuai dengan usia, bahasa sesuai usia 7 bulan
Bahasa: pasien dapat berbicara beberapa suku kata seperti moh, mah,
mam dan pasien sering babbling
32
Data Antropometri
BB : 8,5 kg
LiLa : 11,5 cm
PB : 80 cm
IMT : 13,3, kg/m2
Pemeriksaan Sistem
33
Inspeksi : Dada simetris, pergerakan dada kanan dan kiri
simetris statis
dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : tampak sedikit cekung, tulang iga gambang, tidak
ada benjolan
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-), friction rub (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan, tidak terdapat hepatosplenomegali
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
Tulang belakang : tidak ada skoliosis, lordosis, kifosis, gibbus
Kulit : turgor menurun, kulit kering (-) , ikterik (-), Jaringan lemak
subkutis sedikit, krusta pada kaki (+)
Kelenjar getah bening: tidak teraba pembesaran
Anus dan genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis
Rangsal meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- BrudzinskiI-IV(-)
- Lasseg (-)
- Kernig (-)
Refleks fisiologis :
- Biceps ++/++
- Triceps ++/++
- Patella ++/++
34
- Achilles ++/++
Refleks patologis :
- Babinski -/-
- Chaddock -/-
- Oppenheim -/-
- Scheafer -/-
- Gordon -/-
- Hoffman tromner-/-
- Klonus paha-/-
- Klonus kaki-/-
35
3.6 DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
Diagnosa kerja : - Gangguan Pertumbuhan dan perkembangan
- Status gizi buruk dengan perawakan normal
3.7 PENGKAJIAN
Clinical Reasoning
Anamnesis : merupakan anak di bawah garis merah selama 2 kali
penimbangan berturut turut, Pasien sulit makan, dan tidak suka dengan lauk
yang diberikan hanya menyukai nasi putih sering melepeh makanan, sejak 7
bulan lalu pasein terkadang demam dan muntah-muntah, Pasien belum bisa
berjalan hanya berdiri dan belum bisa berbicara hanya mampu nyebutkan
penggalan suku kata.
Pemeriksaan fisik: kepala: rambut hitam kemerahan, terdistribusi tidak
merata, rapuh dan mudah dicabut . Wajah : pipi cekung (+) Abdomen
tampak sedikit cekung, tulang iga gambang, Kulit : turgor menurun, kulit
kering (-) jaringan lemak subkutis sedikit, krusta pada kaki (+)
Diagnosis Banding
- Global development delayed e c faktor sosioekonomi
- Global development delayed e c genetik
- Retradasi Mental
Rencana Diagnostik:
Pemeriksaan darah rutin dan elektrolit
Pemeriksaan kultur feses
Pemeriksaan fungsi tiroid
Pemeriksaan x ray toraks
36
Rencana Terapi Non-Farmakologis
- Diet Makan sesuai kebutuhan:
o kebutuhan energi: 150-220 Kkal/Kgbb/hari (1600Kkal)
o Protein 4-6 gram/Kgbb/hari (26 gram)
- Rujuk ke Fisioterapi dan gizi
Rencana Evaluasi
- Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital dan status gizi setiap
minggu dan pengukuran TB setiap bulan.
- Evaluasi respons terapi (pertumbuhan dan perkembangan)
- Awasi tanda-tanda perburukan (penurunan berat badan)
- Evaluasi kecukupan cairan dan nutrisi
Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien (definisi, etiologi,
faktor resiko, komplikasi, tatalaksana, prognosis)
- Menjelaskan tentang kebutuhan dan asupan gizi
- Mengajarkan kepada orang tua untuk menstimulasi perkembangan anak
Prognosis
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia
- Ad Function : Dubia ad bonam
37
Kesimpulan
Telah diperiksa seorang anak perempuan dengan keluhan gangguan tumbuh
kembang, pasien merupakan anak di bawah garis merah selama 2 kali
penimbangan berturut turut. Pasien belum bisa berjalan hanya bisa berdiri
butuh bertumpu untuk mempertahankan posisi. Pasien belum bisa berbicara
lancar, hanya bisa mengucapkan beberapa penggal suku Sejak bulan 7 bulan
pasien sering demam naik turun namun terkadang muntah-muntah berisi
cairan. Pasien sulit makan, dan tidak suka dengan lauk yang diberikan hanya
menyukai nasi putih dan durasi makan terkadang hingga 1-2 jam, pasien
sering melepeh makanan. Pasien sering minum air putih
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnose
kerja gangguan tumbuh kembang dan gizi buruk.
38
BAB IV
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Definisi
Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan
energi dan protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala:
1. BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema
minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Dinytakan gizi buruk dengan komplikas apabila ditemukan tanda-tanda gizi buruk
disertai salah satu/ lebih dari tanda komplikasi medis seperti: anoreksia, pneumona
berat, anamia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran
Epidemiologi
39
Sekitar 825 juta orang di dunia Pasien merupakan seorang anak
menderita gizi buruk pada tahun 2000– perempuan 2 tahun 6 bulan tinggal di
2002, dan 815 juta diantaranya hidup di Tlutup, Trangkil Kabupaten Pati, Jawa
negara berkembang. Prevalensi yang
Tengah
tinggi terdapat pada anak di bawah umur
5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan
menyusui. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2018 jumlah penderita
gizi buruk pada balita pada tahun 2018
sebesar 3,9% dan di provinsi NTT angka
kejadian gizi buruk tersering sebesar
29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten Pati
balita dengan gizi buruk menurut indeks
BB/TB sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di
tangani 100%.
Etiologi
Faktor Risiko
40
Penyebab gizi buruk multifaktorial yaitu, Pasien memiliki riwayat penyakit
Berdasarkan faktor resiko , (1) terkait bronkopnemonia, 7 bulan terakhir pasien
penyakit (satu atau lebih penyakit / terkadang demam dan muntah-muntah,
cedera secara langsung mengakibatkan dan sering tidak nafsu makan, Pasien
ketidakseimbangan nutrisi seperti gizi tinggal di rawat oleh neneknya, ayah dan
buruk yang berikatan dengan infeksi ibunya bekerja.
dapat memperparah kondisi dari pasien)
atau (2) disebabkan oleh faktor
lingkungan / perilaku yang terkait
dengan penurunan asupan. Faktor-faktor
lingkungan yang mengakibatkan
kekurangan gizi sering melibatkan
kondisi sosial ekonomi yang terkait
dengan ketersediaan makanan yang tidak
memadai atau gangguan perilaku seperti
anoreksia dan faktor kemudahan akses
pelayanan kesehatan
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
manifestasi klinis yang terjadi pada gizi - Anamnesis : pasien merupakan anak di
buruk berdasarkan pertumbuhan status bawah garis merah selama 2 kali
gizi adalah: BB/PB atau BB/TB:<-3 SD penimbangan berturut turut, Pasien sulit
dan atau; terlihat sangat kurus dan atau makan, dan tidak suka dengan lauk yang
adanya edema minimal pada kedua diberikan hanya menyukai nasi putih
punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm sering melepeh makanan, sejak 7 bulan
untuk anak 6-59 bulan. lalu pasein terkadang demam dan
Sedangkan manifestasi klinis muntah-muntah, Pasien belum bisa
berdasarkan tipe gizi buruk adalah: berjalan hanya berdiri dan belum bisa
1. Marasmus: berbicara hanya mampu nyebutkan
a. Anak tampak sangat kurus karena
penggalan suku kata.
hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus
kulit kepala: rambut hitam kemerahan,
b.Wajah seperti orang tua terdistribusi tidak merata, rapuh dan
c. Iga gambang dan perut cekung mudah dicabut . Wajah : pipi cekung (+)
d. Otot paha mengendor (baggy pant) Abdomen tampak sedikit cekung, tulang
e.Cengeng dan rewel, setelah mendapat iga gambang, Kulit : turgor menurun,
kulit kering (-) jaringan lemak subkutis
makan anak masih terasa lapar
sedikit, krusta pada kaki (+)
2. Kwasiokor
a. Perubahan status mental : cengeng,
41
rewel, kadang apatis BB = 8,5 kg, TB = 80 cm
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna BB/U = -3,56 = berat badan
rambut jagung dan mudah dicabut, pada sangat kurang
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat TB/U = -3,15 = tinggi badan
terlihat rambut kepala kusam. sangat kurang
c. Wajah membulat dan sembab BB/TB = -3,00 = gizi buruk
d. Pandangan mata anak sayu Lila: 11,5 cm = gizi buruk
e. Pembesaran hati, hati yang membesar
dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang
licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah
muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwasikor
Yaitu gejala campuran antara marasmus
dan kwasiokor
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana
42
- Pengobatan/ pencegahan hipoglikemia
(makanan saring/cair 2-3 jam sekali) Tatalaksana Farmako
- Pengobatan dan pencegahan Hipotermia
- Pengobatan dan pencegahan dehidrasi - Tablet formula 100 5x sehari
( berikan ReSoMal 5 ml/kgBB setiap 30
menit untuk 2 jam pertama, berikutnya 5–10 - Vitamin A 200.000 UI 1x1
ml/kgBB/jam) - Asam folat 1x 1 mg
- Pemberian zat gizi mikro
• MultivitaminAsam folat (5 mg pada
hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Tatalaksana Farmako
• Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
• Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) Rujuk ke fisioterapi
• Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah Stimulasi tumbuh kembang
berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi) anak
• Vitamin A Asupan cairan dan makanan
- Pemberian diet yang cukup
Fase stabilisasi : formula WHO 75
Fase Transisi : formula WHO 100
Fase Rehabilitasi : formula WHO F- 135
43
MEP berat (gizi buruk) mempunyai angka Ad Vitam : Dubia ad bonam
kematian yang tinggi. Kematian sering tidak Ad Sanationam : Dubia
dapat dibedakan apakah karena infeksi atau
Ad Functionam : Dubia ad bonam
karena malnutrisi itu sendiri. Prognosis
tergantung dari stadium saat pengobatan
mulai dilaksanakan. Dalam beberapa kasus,
meskipun pengobatan terlihat adekuat, bila
penyakitnya progesif,
BAB V
PENUTUP
Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan
energi dan protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala:
BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema
minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Berdasarkan data epidemiologi WHO Sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi
buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada
44
ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 jumlah penderita gizi buruk
pada balita pada tahun 2018 sebesar 3,9% dan di provinsi NTT angka kejadian gizi
buruk tersering sebesar 29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita dengan gizi
buruk menurut indeks BB/TB sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani 100%.
Penegakan diagnosis gizi buruk didasakan gejala klinis yang didapatkan dari
anamnesis; dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
yaitu diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit, riwayat pemberian ASI,
asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir, hilangnya
nafsu makan, kontak dengan pasien tuberkulosis paru, batuk kronik, berat badan
lahir, riwayat tumbuh kembang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: manifestasi
klinis gizi buruk seperti anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua
punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB, tanda
dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk, demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C)
atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C). frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia
atau gagal jantung, sangat pucat Pembesaran hati dan icterus, perut kembung, bising
usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya suara seperti pukulan pada
permukaan air (abdominal splash). Pengukuran antropometrik: ukuran yang sering
dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan
atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik dan
kemudian dapat diklasifikasikan menurut Depkes RI, Gomez, Waterlow, dan lain-
lain.
45
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah tepi ydan elektrolit. Pada
pemeriksaan fungsi hepar, kadar albumin serum menurun. Pada pemeriksaan
radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan feses lengkap, tes mantoux, radiologi thorax, dan EKG untuk
mengetahui adanya penyakit atau infeksi penyerta.
5.2 Saran
saran yang diberikan dalam referat ini terkait dengan kasus adalah:
DAFTAR PUSTAKA
46
3. Pudjiadi S. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2005:
95-137
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik.Edisi pertama. Jakarta:
IDAI,2011
5. Arodiwe I, Chinawa J, Ukoha M, Ujunwa F, Adiele D, Obidike E. Nutritional status of
congenital heart disease (CHD) patients: Burden and determinant of malnutrition at
university of Nigeria teaching hospital Ituku – Ozalla, Enugu. Pak J Med Sci
2015;31(5):1140-1145.
6. World Health Organization. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia; 2008
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Hasil Utama RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Profil Kesehatan Kabupaten Pati Tahun 2015. Pati:
Dinas Kesehatan Pati; 2016
9. Atassi Hadi, Protein-Energy Malnutrition.America: Departement of Internal Medicine,
University of Lousiville Hospital; 2019
10. Van der kam Saskia. Effectiveness of Nutrition Suplementation in Preventing
Malnutrition children 6-59 months with infection. Beglia University Libre de Braxel;
2017.
11. Muller O. Malnutrition and health in developing countries. Canadian Medical
Association Journal. 2005 Feb;173(3):279–86.
12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pendoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
Jakarta: Bakti Husada;2011.
13. Mehta NM, Corkins MR, Lyman B, Malone A, Goday PS, Carney L(N, et al. Defining
Pediatric Malnutrition. J Parenter Enteral Nutr. 2013;37(4):460–81.
14. Nurhayati, Soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years. Paediatrica Indonesiana.
2002 Dec;(42):261-266.
15. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Nelson W. Nelson textbook of pediatrics.
20th ed. Philadelpha, PA: Elsevier; 2016. p.170-178.
47
16. Gulden, MHN. Malnutrition in Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
Abingdon: Taylor and Francis; 2004. p. 489-523.
17. Morley . E Jhon. Protein-Energy. USA Undernutrition. Saint Louis University School of
Medicine;2018
LAMPIRAN
48
49
50
51
52
53