DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KETUA : Alfitra Salam (70600117035)
KELOMPOK
ANGGOTA :Andi Nurul Hidaya A. (70600117010) (Scriber)
KELOMPOK Andi Nurfadilah Syam (70600117004)
Andi Fatharani Rialinda (70600117028)
Maurizka Khaerunnisa (70600117034)
Asniar (70600117040)
Fino Ghany El-Amin (70600117043)
Namirah (70600117050)
Nur Intan Cahyani (70600117049)
Cani Hasim (70600117046)
Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berkat limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan
dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada tutor kami yang telah membantu dan membimbing kami, dan
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 KASUS 1
1.2 KATA SULIT 1
1.3 KATA KUNCI 1
1.4 PERTANYAAN 1
1.5 LEARNING OUTCOME 2
1.6 PROBLEM TREE 3
BAB 2 PEMBAHASAN 4
2.1 INTERPRETASI STATUS GIZI 4
2.2 DEFINISI GAGGUAN GIZI 4
2.3 PENYEBAB GANGGUAN GIZI 4
2.4 FAKTOR RESIKO GANGGUAN GIZI 5
2.5 ASPEK BIOMEDIK DASAR ORGAN TERKAIT 6
2.6 PATOMEKANISME GEJALA 20
2.7 HUBUNGAN GANGGUAN GIZI DENGAN GEJALA 22
2.8 PENEGAKAN DIAGNOSIS GANGGUAN GIZI 23
2.9 PENATALAKSANAAN AWAL KELUHAN UTAMA 24
3.0 UPAYA PREVENTIF UNTUK MASALAH GANGGUAN GIZI 25
3.1 DIAGNOSA BANDING 26
3.2 INTEGRASI KEISLAMAN 57
BAB 3 PENUTUP 59
TABEL DIAGNOSA BANDING 59
DAFTAR PUSTAKA 60
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 KASUS
Skenario 2
Seorang anak perempuan 5 tahun, tanggal lahir 7 Juli 2015 diantar
oleh orangtuanya ke klinik dengan keluhan batuk sejak 1 minggu
yang lalu disertai demam yang naik turun. Anak juga malas makan
ataupun minum sejak keluhan muncul. TD 120/70, P 18x/I, N
56x/I, S = 38,3°C dengan BB 17 Kg dan TB 121 cm
1
1.4 LEARNING OUTCOME
1. Mahasiswa mampu menginterpretasikan status gizi pasien
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi gangguan gizi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjadinya gangguan gizi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko gangguan gizi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan aspek biomedik dasar pada organ yang
terkait dengan skenario
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme gejala pada skenario
7. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan gangguan gizi dengan gejala
pada skenario
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosa gangguan gizi
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan awal pada keluhan
utama di skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya preventif terhadap gangguan gizi
11. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa banding terkait skenario
12. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario
2
1.5 PROBLEM TREE
3
BAB 2
PEMBAHASAN
Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Primer terjadi karena
konsumsi makanan baik dari segi kualita atau kuantitas inadekuat dan tidak
4
seimbang. Sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrient yang meningkat
ataupun output yang berlebihan misalnya pada penyakit kronik, infeksi dan
keganasan.2
5
2.4.4. ASI
2.4.5. BBLR
Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat
antibodi kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
ke dalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.
2.5.1 Anatomi
6
(tenggorok), esofagus, lambung, usus halus (terdiri dari duodenum, jejenum, dan
ileum), usus besar (sekum, apendiks, kolon, dan rektum), dan anus.1
2.5.2 Histologi
Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan. Dinding saluran cerna
memiliki struktur umum yang sama di seluruh panjangnya dari esofagus hingga
anus, dengan beberapa variasi lokal khas untuk masing-masing bagian. Potongan
melintang saluran cerna memperlihatkan empat lapisan jaringan utama. Dari
lapisan paling dalam ke arah luar, mereka adalah mukosa, submukosa, muskularis
eksterna, dan serosa.5
Mukosa
Mukosa melapisi permukaan luminal saluran cerna. Bagian ini dibagi menjadi
tiga lapisan:
- Komponen primer mukosa adalah membran mukosa. suatu lapisan epitel
sebelah dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif. Lapisan ini
juga mengalami modifkasi di bagian-bagian tertentu untuk sekresi dan
absorpsi. Membran mukosa mengandung sel kelenjar eksokrin untuk
7
sekresi getah pencernaan, sel kelenjar endokrin untuk sekresi hormon
pencernaan ke dalam darah, dan sel epitel yang khusus untuk menyerap
nutrien yang telah tercerna.
- Lamina propria adalah lapisan tengah tipis jaringan ikat tempat epitel
berada. Lapisan ini mengandung gut-associated lymphoid tissue (GALT)
yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab penyakit.
- Muskularis mukosa, lapisan otot polos yang jarang, adalah lapisan mukosa
terluar yang terletak di samping submukosa5
Submukosa
Submukosa ("di bawah mukosa") adalah lapisan tebal jaringan ikat yang
menentukan daya regang dan elastisitas saluran cerna. Bagian ini mengandung
pembuluh darah dan pembuluh limfe yang lebih besar, yang keduanya
membentuk cabang-cabang ke arah dalam ke lapisan mukosa dan ke arah luar ke
lapisan otot tebal di sekitarnya. Di dalam submukosa juga terdapat anyaman saraf
yang dikenal sebagai pleksus submukosa (pleksus artinya "anyaman").5
Muskularis Eksterna
Muskularis eksterna, selubung utama otot polos saluran cerna,
mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran cerna, muskularis eksterna
terdiri dari dua lapisan: lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Serat-
serat di lapisan otot polos dalam (di samping submukosa) mengelilingi saluran.
Kontraksi serat-serat melingkar ini mengurangi garis tengah lumen,
8
mengonstriksikan saluran di titik kontraksi. Kontraksi serat di lapisan luar, yang
berjalan longitudinal di sepanjang saluran cerna, memperpendek saluran.
Bersama-sama, aktivitas kontraktil kedua lapisan otot polos ini menghasilkan
gerakan mendorong dan mencampur. Anyaman saraf lain, pleksus mienterikus,
terletak di antara kedua lapisan otot (mio artinya "otot" enterik artinya "usus").
Bersama-sama, pleksus submukosa dan mienterikus, disertai hormon dan
mediator kimiawi lokal, membantu mengatur aktivitas lokal usus.5
Serosa
Jaringan ikat paling luar yang menutupi saluran cerna adalah serosa, yang
mengeluarkan cairan encer licin (cairan serosa) yang melumasi dan mencegah
gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Hampir di
seluruh panjang saluran cerna, serosa bersambungan dengan mesenterium, yang
menggantung organ-organ pencernaan dari dinding dalam rongga abdomen seperti
kawat. Perlekatan ini menghasilkan fiksasi relatif, menopang organ-organ
pencernaan di posisinya yang benar, sementara tetap memberi mereka kebebasan
untuk melakukan gerakan mencampur dan mendorong.5
A. Karbohidrat
Karbohidrat atau Hidrat Arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori.
Walaupun lemak menghasilkan enersi lebih besar, namun karbohidrat lebih
banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok. Karbohidrat
9
banyak ditemukan pada : beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya, serta
pada biji-bijian yang tersebar luas di alam.6
Metabolisme karbohidrat
Glikolisis
10
glikolisis secara lengkap: Dari skema tahapan glikolisis menunjukkan bahwa
energi yang dibutuhkan pada tahap penggunaan energi adalah 2 ATP. Sementara
itu, energy yang dihasilkan pada tahap pelepasan energi adalah 4 ATP dan 2
NADH. Dengan demikian, selisih energi atau hasil akhir glikolisis adalah 2 ATP
+ 2 NADH.7
Dekarboksilasi Oksidatif
11
Siklus Krebs
Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dan disebut juga siklus asam
trikarboksilat. Hal ini disebabkan siklus Krebs tersebut menghasilkan senyawa
yang mempunyai gugus karboksil, seperti asam sitrat dan asam isositrat. Asetil
koenzim A hasil dekarboksilasi oksidatif memasuki matriks mitokondria untuk
bergabung dengan asam oksaloasetat dalam siklus Krebs, membentuk asam sitrat.
Demikian seterusnya, asam sitrat membentuk bermacam-macam zat dan akhirnya
membentuk asam oksaloasetat lagi.7
12
hidrogen/pembawa elektron (electron carriers) untuk 1 molekul NADH2 yang
masuk ke rantai transpor elektron dapat dihasilkan 3 molekul ATP sedangkan dari
1 molekul FADH2 dapat dihasilkan 2 molekul ATP.8
Kelebihan glukosa dalam tubuh akan disimpan dalam hati dan otot
(glikogen) ini disebut glikogenesis. Glukosa yang berlebih ini akan mengalami
fosforilasi menjadi glukosa-6-phospat. Di otot reakssi ini dikatalis oleh enzim
heksokinase sedangkan di hati dikatalis oleh glukokinase. Glukosa-6-phospat
diubah menjadi glukosa-1-phospat dengan katalis fosfoglukomutase menjadi
glukosa-1,6-biphospat. Selanjutnya glukosa-1-phospat bereaksi ddengan uridin
triphospat (UTP) untuk membentuk uridin biphospat glukosa (UDPGlc) dengan
katalis UDPGlc pirofosforilase.
Gambar 5: Glikogenesis9
Glikogenolisis
14
Gambar 6: Glikogenolisis9
1. Fungsi Karbohidrat
15
3. Membantu metabolisme lemak dan protein dengan demikian dapat
mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan.
4. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu.
5. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh.
Laktosa misalnya berfungsi membantu penyerapan kalsium. Ribosa
merupakan merupakan komponen yang penting dalam asam nukleat.
6. Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna,
mengandung serat (dietary fiber) berguna untuk pencernaan,
memperlancar defekasi.
B. Lemak
Lemak merupakan sumber nutrisi yang disimpan dari tubuh dan berasal
dari makanan yang dikonsumsi. Zat gizi ini menyumbangkan 60 % dari total
energi yang dibutuhkan pada saat beristirahat dan juga dibutuhkan dalam jumlah
lebih besar saat berolahraga. Ketika mengonsumsi makanan yang mengandung
lemak, maka akan terjadi penyimpanan dalam tubuh. Selain itu jika terdapat
kelebihan konsumsi protein dan karbohidrat, maka kedua zat ini akan dikonversi
menjadi lemak. Namun, reaksi ini tidak terjadi sebaliknya, lemak tidak dapat
diubah kembali menjadi protein dan karbohidrat. Lemak, disebut juga lipid,
adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang
utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh
diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang
bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energy.10
Metabolisme lemak
16
Proses pencernaan lemak sederhana adalah sebagai berikut :
Fungsi lemak
C. Protein
17
disintesis oleh tubuh. Asam amino esensial dapat disintesis oleh tubuh namun
tetap diperlukan asupan dari makanan untuk menjaga keseimbangan asam amino
tersebut di dalam tubuh.11
18
Metabolisme protein yaitu terdiri dari12 :
1. Jika jumlah protein terus meningkat → protein sel dipecah jadi asam
amino untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak.
2. Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses
deaminasi atau transaminasi.
3. Deaminasi merupakan proses pembuangan gugus amino dari asam amino
sedangkan transaminasi adalah proses perubahan asam amino menjadi
asam keto.
Pemecahan Protein
- Transaminasi yaitu mengubah alanin dan alfa ketoglutarat menjadi piruvat
dan glutamate.
- Diaminasi yaitu mengubah asam amino dan NAD+ menjadi asam keto dan
NH3. NH3 merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh
ginjal. Maka harus diubah dulu menjadi urea (di hati) agar dapat dibuang
oleh ginjal.
Siklus Krebs
Siklus ini merupakan proses perubahan asetil Co-A menjadi H dan CO2.
Proses ini terjadi di mitokondria. Pengambilan asetil Co-A di sitoplasma
dilakukan oleh oksaloasetat. Proses pengambilan ini terus berlangsung sampai
asetil Co-A di sitoplasma habis. Oksalo asetat berasal dari asam piruvat. Jika
asupan nutrisi kekurangan karbohidrat maka juga akan kekurangan asam piruvat
dan oksaloasetat.
Rantai Respirasi
Hydrogen hasil utama dari siklus krebs ditangkap oleh carrier NAD
menjadi NADH. Hydrogen dari NADH ditransfer ke flavoprotein, quinon,
19
sitokrom b, sitokrom c, sitokrom a3, terus direaksikan dengan O2 membentuk
H2O dan energy.
Fosforilasi Oksidatif
Keratin disintesa di hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam otot
rangka difosforilasi fosforilkreatin (simpanan energy). Fosforilkreatin dapat
mejadi kreatinin dan gerak urine.
Bronkus dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga bila
terdapat benda asing atau penyebab iritasi lainnya walaupun dalam jumlah sedikit
akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat trakea bercabang
menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan
bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia korosif seperti
gas sulfur dioksida atau klorin. Impuls aferen yang berasal dari saluran
pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula otak. Di sana, suatu
rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medula, yang
menyebabkan efek sebagai berikut.13
20
lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru ini akan keluar.. Tentu saja,
udara ini kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75 sampai 100 mil/
jam.sehingga akan menggetarkan jaringan saluran nafas serta udarah yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Hal yang penting, adalah
kompresi kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps
melalui invaginasi bagian yang tidak berkartilago ke arah dalam, akibatnya udara
yang keluar dengan cepat tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah
bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya
membawa pula benda asing apa pun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.13
2.6.2. Demam
Adanya infeksi dari luar menyebabkan reaksi imunologis pada tubuh kita.
Respon tubuh kita yaitu dengan mengeluarkan monosit, makrofag, sel endotel,
dan lain-lain. Monosit dan teman-temannya ini akan mengeluarkan pirogen
endogen berupa IL-1, IL-6, IFN, TNFα. Pirogen endogen ini akan masuk ke
dalam sirkulasi lalu merangsang hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat.
Kemudian terjadi sintesis Prostaglandin terutama Prostaglandin E2 melalui
metabolisme asam arakhidonat dengan bantuan COX-2. Prostaglandin akan
merubah siklik AMP sehingga menyebabkan peningkatan set point termostat di
hipotalamus dan akhirnya timbullah demam.14,15
Terdapat dua jenis neuron di nukleus arkuatus yang sangat penting sebagai
pengatur nafsu makan dan pengeluaran energi yaitu, (1) neuron
proopiomelanokortin (POMC) yang memproduksi α- melanocyte stimulating
hormon (α- MSH) bersama dengan cocaine and amphetamine related transcript
(CART),yang berfungsi menurunkan asupan makanan dan meningkatkan
pemakaian energi dan (2) neuron yang memproduksi zat oreksigenik neuropeptida
Y (NPY) dan agouti-related protein (AGRP) yang berfungsi meningkatkan asupan
21
makanan dan menurunkan pemakaian energi. Neuron POMC melepaskan α-
-MSH, yang merangsang reseptor melanokortin (MCR-3 dan MCR-4) pada nuclei
paraventrikular (PVN), yang kemudian mengaktifkan jaras neuron yang menjulur
ke nukleus traktus solitarius (NTS) dan meningkatkan aktivitas simpatis dan
pemakaian energi. AGRP beraksi sebagai antagonis MCR-4. Insulin,dan
kotesistokinin (CCK) merupakan hormon yang menghambat neuron-neuron
AGRP-NPY dan merangsang neuron-neuron POMC-CART yang berdekatan,
sehingga menurunkan asupan makanan. Selain itu apa bila terjadi peradangan
pada pada saluran cerna maka sitokin inflamasi akan di keluarkan berupa IL-1 &
TNF-α , Keduanya akan meningkatkan ekpresi leptin oleh sel adiposa.
Peningkatan leptin pada sirkulasi mengakibatkan negative feedback ke
hipotalamus ventromedial (pusat kenyang) yang pada akhirnya akan mengurangi
intake makanan.13,16
22
2.8 PENEGAKAN DIAGNOSA GANGGUAN GIZI16,17
2.8.1. Anamnesis
23
- Perubahan kulit (crazy pavement dermatosis)
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat samapi
seluruh tubuh
MARASMUS
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental, cengeng
- Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit
berkurang
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas (iga
gambang)
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibanding anak sehat lainnya
MARASMIK – KWASHIORKOR
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara
bersamaan
24
Penatalaksanaan yang akan diberikan kepada anak dengan malnutrisi yaitu
berupa pengobatan yang berbentuk maknan yang mengandung banyak protein
bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing masih
mudah dicerna dan diserap. Pasien dengan defisiensi tidak selalu dibawa ke rumah
sakit yang menderita malnutrisi berat atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit
lainnya. Cara memberikan awal kepada balita dengan malnutrisi selama anak
masih mau makan peroral diberikan secara berulang-ulang. Tetapi jika dilihat
bahwa makanan selalu masih sisa lebih dari setengahnya, lebih baik diberikan
melalui sonde. Biasanya bila telah 3-4 hari disonde berat badan sudah mulai naik
dan nafsu makan mulai timbul, pemberian makan secara bertahap seperti yang
diterangkan diatas. Perlu diperhatikan selama masa resusitasi ini apakah pasien
sering BAB, bila demikian susu perlu diganti.
25
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan
makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya MEP.
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi MEP, walaupun dalam
derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Definisi18
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada
Balita. Marasmus disebabkan karena kurang energi. Tanda-tanda anak yang
mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam
pada kulit. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit
klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Energi
yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi
26
yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung
dalam makanan yang kita konsumsi.
Epidemiologi
Etiologi18,19
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital.
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga
gangguan pada saraf pusat.
27
Patofisiologi20,21
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol
dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh.
Manifestasi Klinis22.23.24.25
28
Gambar 8. Marasmus8
29
Penegakan Diagnostik18
1. Anamnesis
- Keluhan Utama :
Kurus (Perubahan BB)
Tampak seperti orang tua
- Keluhan tambahan
- Riwayat makanan
- Kebiasaan makan
2. Pemeriksaan Fisik
- Mengukur TB dan BB
- Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram)
dibagi dengan TB (dalam meter)
- Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang
(lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak
dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan
jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya
adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25
cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
- Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body
massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
3. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit,
Hb, Ht, transferin.
Penatalaksanaan26
Penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia
30
- Segera beri makanan cair/fomula khusus
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup
kepala
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-
pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar
natrium plasma rendah. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan
dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20
ml larutan pada 1 liter formula
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
- Tambahkan multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari
- Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
7. Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi
metabolisme basal.
Komplikasi27,28,29
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan
penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus
tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:
31
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan
tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa
meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat
hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata karena proses
fibrosis.
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada
tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan
malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral,
ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya
adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.
4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan
lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis
yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan
diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak
32
subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan
sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi
tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan
penderitanya.
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah
otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya
asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan
berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan
kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.
Prognosis19,27,30
2.11.2. KWASHIORKOR
Definisi
Sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein berat dan asupan
kalori yang tidak adekuat. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya
intake protein yang berlangsung kronis. Anak penderita kwashiorkor secara umum
mempunyai ciri-ciri pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan
pretibial serta asites. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik,
akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan
gejala-gejala tersebut.31
Epidemiologi
Kejadian malnutrisi sering terjadi pada anak 5 – 10 tahun, malnutris
merupakan masalah yang serius dan banyak terjadi di seluruh dunia, terutama di
negara-negara berkembang. sebanyak 36% anak di seluruh dunia menderita
underweight (berat badan yang rendah menurut umur), 43% lainnya menderita
stunted (tinggi badan yang rendah menurut tinggi badan), serta 9% anak di
seluruh dunia menderita wasted (berat badan yang rendah menurut tinggi badan).
34
Kecenderungan terjadinya malnutrisi pada anak berdasarkan tahun di berbagai
wilayah di seluruh dunia yang terdiri dari wilayah Afrika, Asia, dan Amerika.32
Etiologi
Etiologi dari kwashiorkor adalah
1. Kekurangan intake protein
1. Pola Makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein / asam amino yang memadai.
Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti
ASI.
2. Faktor Sosial
35
3. Faktor ekonomi
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya
MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi. Seperti gejala malnutrisi protein disebabkan oleh gangguan penyerapan
protein, misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronis, kehilangan protein
secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran pencernaan, serta
kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis.
Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbonhidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress katabolik (infeksi)
maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih di atas -3
SD (-2SD- -3SD), maka terjadilah kwashiorkor.
36
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga
transport lemak dari hati terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak
dalam hati
Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi
protein kwashiorkor, antara lain:35,36
1. Wujud Umum
2. Retardasi Pertumbuhan
3. Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium
lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif. Perubahan mental bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk
dapat mempengaruhi perkembangan mental anak. Terdapat dua hipotesis yang
menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang.
menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini
selanjutnya akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain
mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan
fungsional pada otak.
37
4. Edema
Gambar 9: Edema 36
5. Kelainan Rambut
38
Gambar 10: Rambut mirip jagung36
6. Kelainan Kulit
39
Gambar 11: Kelainan kulit36
8. Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati
yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan
hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.
41
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
2. Anemia
5. Pembesaran hati
7. Atrofi otot
8. Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
3. Pemeriksaan Penunjang
42
3. Tes mantoux
4. EKG
Penatalaksanaan 38,39
2. Atasi/cegah hipoglikemi
4. Atasi/cegah dehidrasi
43
5. Atasi/cegah hipotermi
Komplikasi 36,40
2. Hiperpigmentasi kulit
3. Edema anasarka
6. Hipoglikemia, hipomagnesemia
44
Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan
nutrisi pada pasien malnutrisi berat yang ditandai oleh hipofosfatemia,
hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan
sumber energi utama metabolisme tubuh, dari lemak pada saat kelaparan menjadi
karbonhidrat yang diberikan sebagai bagian dari dukungan nutrisi, sehingga
terjadi peningkatan kadar insulin serta perpindahan elektrolit yang diperlukan
untuk metabolism intraseluler. Secara klinis pasien dapat mengalami disritmia,
gagal jantung, gagal napas akut, koma paralisis, nefropati, dan disfungsi hati. Oleh
sebab itu dalam pemberian dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu
diberikan secara bertahap.
2.11.3. MARASMUS-KWASHIORKOR
Definisi
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat
yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energy, dan kwashiorkor , yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema40
Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005,
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk
yang terjadi di NTT sebagai KLB, dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan
edaran tanggal 27 Mei tahun 2005, Nomor 820/Menkes/V/2005 tentang
penanganan KLB gizi buruk di propinsi NTB.41
Etiologi
Penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor diet, faktor
social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain.
45
A. Peranan Diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet
kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan
anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejalagejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa
anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulknya gejala tersebut.
46
tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh
sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan
semestinya
Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan
demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian
pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan
semestinya.
47
E. Peranan kemiskinan
48
sintesis apoliprotein. Penyebab lain KEP edematous adalah keracunan aflatoksin
serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase.
Akhirnya, kerusakan radikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting dalam
munculnya KEP edematous. Kejadian ini didukung dengan konsentrasi plasma
yang rendah akan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk
sintesis dari faktor antioksidan major, glutathione. Kemungkinan ini juga
didukung oleh tingkat yang lebih rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak
dengan pembengkakan dibandingkan dengan non-edematous KEP.40
Manifestasi Klinis
1. Manifestasi Klinis Marasmus
a. Pertumbuhan berkurang atau terhenti
b. Anak masih menangis walaupun telah mendapat minum atau disusui
c. Sering bangun pada waktu malam hari
d. Konstipasi
e. Diare. Bila anak menderita diare maka akan terlihat berupa bercak
hijau tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja
f. Jaringan dibawah kulit akan menghilang, sehingga kulit kehilangan
turgornya dan keriput
g. Pada keadaan berat, lemak pipi pun menghilang sehingga wajah
penderita seperti wajah orang tua dengan tulang pipi dan
dagu yang kelihatan menonjol
h. Iga gambang yaitu tulang rusuk yang menonjol
i. Vena superfisialis tampak jelas
j. Ubun-ubun besar cekung
k. Mata tampak besar dan dalam
l. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis
m. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
n. Atrofi otot
o. Mula-mula anak tampak penakut, akan tetapi pada keadaan yang lebih
lanjut menjadi apatis.
49
2. Manifestasi Klinis Kwashiorkor
a. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan juga tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
b. Perubahan mental. Biasanya penderita cengeng dan pada stadium
lanjut menjadi apatis.
c. Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun
berat.
d. Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting, anoreksia
hebat, sehingga pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat
diberikan dengan NGT.
e. Perubahan rambut sering dijumpai. Sangat khas untuk penderita
kwashiorkor ialah rambut kepala mudah dicabut, kusam dan berwarna
merah seperti rambut jagung.
f. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Pada sebagian penderita ditemukan
perubahan kulit yang khas untuk kwashiorkor, yaitu crazy pavement
dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering
mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus-menerus dan
disertai kelembaban oleh keringat atau sekreta, seperti pada bokong,
fossa poplitea, lutut, kaki, paha, lipatan paha, dan sebagainya.
g. Pembesaran hati merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadang batas hati terdapat setinggi pusat. Hati yang dapat diraba
umumnya kenyal, permukaannya licin dan pinggir tajam. Biasanya
pada hati yang membesarkan ini terjadi perlemakan.
h. Anemia ringan selalu ditemukan.
50
(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema
yang tidak mencolok . Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal memperlihatkan gejala-gejala kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.19
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Keluhan utama:
- Berat badan berkurang
- Kurus
- Tampak seperti orang tua
b. Keluhan tambahan:
- Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut
- Anak tampak lemas dan menjadi pendiam
- Sering menderita sakit yang berulang
c. Riwayat keluarga :
- Lingkungan rumah
- Pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga
- Hubungan anggota keluarga
- Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan
2. Pemeriksaan fisik
- Pengukuran antoprometri (BB, TB, lingkaran kepala atas, dan lengan
lipatan kulit)
- Malise
- Kulit keriput
- Asites
- Edema
- Pucat
51
- Moon face
- hiperpigmentasi
3. Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan laboraturium, anemia selalu ditemukan karena
asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
absorbs.
- Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.42
Penatalaksanaan
Menurut Depkes RI (2005)43, penatalaksanaan gizi buruk yaitu:
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah
<54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun,
lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera
cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke
air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika
penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit,
jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan
gula tersebut.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita
harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak
diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak
dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok
basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai
suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam
12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2
jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan
52
muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika
rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis,
frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
oedemnya bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150300mg/kgBB/hari,
ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam
(Resomal)
5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi :
kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara
oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik
kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3
berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu
suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6
bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai
stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak
sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,
motorik dan kognitif.
53
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai
1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah
makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi
boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.43
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di
dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam
kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai
54
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
3. Lemak
55
1. Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada
masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,
dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun
besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti,
hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang
normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian
Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa
terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut meningkat
pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG
yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu
meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.
2. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu,
biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan
lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang
menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul
umumnya pada tipe kwashiorkor.
3. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat
defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat
juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita
KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.
4. Kematian Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada
umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti
tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang
pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti
mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada
penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi,
sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.40
56
Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat dan
cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi
kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang
lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat
penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat
mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua,
sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan
dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus in cenderung
lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan
pertambahanan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.40
Artinya :
“...Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak yang harus kau penuhi...” (H.R. Al-
Bukhari, Ahmad, An-Nasa’i)47
57
Artinya :
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”
Artinya:
“Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan,
dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal”
58
BAB III
PENUTUP
Marasmus-
Gejala Marasmus Kwashiorkor
Kwashiorkor
Perempuan 5 + + +
tahun
Tgl lahir 7 Juli + + +
2015
Batuk 1 minggu + + +
lalu
Demam ↑↓ + + +
Malas makan + + +
dan minum
TD 120/70, P + + +
18x/I, N 56x/I, S
= 38,3°C
17 Kg/121 cm + - +
(Sangat kurus)
3.2 KESIMPULAN
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010.
2. Liansya Menawati T.Malnutrisi Pada Anak Balita. Vol.2.No. 1. 2015.
3. Syam Fahrial A. Malnutrisi. Jakarta Interna pubishing. 2009.
4. Novitasari D. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita
Yang Dirawat Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. 2012.
5. Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta: EGC.
2014.
6. Hutagalung, Halomoan. Karbohidrat . Universitas Sumatera Utara:
Sumatera Utara. 2004.
7. Rochmah, Siti Nur. Biologi. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional:
Jakarta. 2009.
8. Kistinnah, Idun dan Endang Sri Lestari. Biologi Makhluk Hidup dan
Lingkungannya. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional: Jakarta. 2009.
9. Sembiring, Langkah. Biologi. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional:
Jakarta. 2009.
10. Tika. Makalah Metabolisme Lemak . Universitas Andalas: Padang. 2011.
11. Burnama, Fitra Jaya. Metabolisme Protein dan Asam Nukleat . Universitas
Syiah Kuala: Banda Aceh. 2011.
12. Mulasari, Surahma Asti dan Tri Wahyuni Sukesi. Biokimia. Penerbit
Pustaka Kesehatan: Yogyakarta. 2013.
13. Hall JE.Guyton and Hall textbook of medical physiology.(terjemahan).
12.th.ed,philapelphia(PA):Elsevier,Inc.2011.
14. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC.
2009.
15. N. Vergnolle. Post inflammatory visceral sencitivity and pain
Mechanisms. Neurogastroenterol Motil.2008.
16. Pudjiadi, Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
17. Ngastiyah. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta:
EGC.2005.
60
18. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000.
19. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu
Gizi Klinis pada Anak Edisi 4, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005.
20. Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. 2004.
21. Nuchsan, A. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. Cermin
Kedokteran no. 134. 2002.
22. Staf Pengajar Ilmu Keperawatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: FKUI. 1985.
23. Markum, A, H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta: FK UI.
1991.
24. Adriani, M,. Wiratmadji B. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana
Predana Media Grup. 2012.
25. Mansjoer,Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta: Media
Aescullapius. 2000.
26. Rudolph CD, AM. Rudolph. Marasmus in Rudolph’s Pediatrics. 2005;
1336-1350.
27. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein
Energy Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in
Paediatrica Indonesiana, 42th volume, December, 2012.
28. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein
Energy Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in
Paediatrica Indonesia, 42th volume, Desember, 2012.
29. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas
Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137
30. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe
Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or
Severe Malnutrition, World Health Organization, 2004.
61
31. Hidajat, Irawan dan Hidajati. Pedoman Diagnosis dan Terapi: Bag/SMF
Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2009
32. Behrman, L. Richard dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC,
1999.
33. Rudolph, Abraham M. dkk. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta: EGC,
2006.
34. M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.2004.
35. Golden M.H.N. Severe Malnutrition. Dalam: (Golden MHN ed).
Childhood Malnutrition: Its consequences and mangement. What is the
etiology of kwashiorkor? Surakarta: Joint symposium between
Departement of Nutrition & Departement of Paediatrics Faculty of
Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human Nutrition,
University of Sheffielob UK, 1278-1296, 2001.
36. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
IDAI, 2010.
37. Puone T, Sanders D, Chopra M,. Evaluating the Clinical Management of
Severely Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital.
Afr Med J 22: 137-141, 2001.
38. WHO. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians and
Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization, 1999.
39. WHO Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia. 2009.
40. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.
2007. Hal : 229-232
41. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI,
2008.
42. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi, 2011.
62
43. Depkes RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Gizi Buruk. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Hal: 1-5, 2005.
44. Agostoni, C., Axelson, I., Colomb, V., Goulet, O., Koletzko, B., &
Michaelsen, K. The need for nutrition support teams in pediatric units: A
commentary by the ESPGHAN committee on nutrition. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 8-11. 2005.
45. Wardlaw, G.M. et al. Perspectives in Nutrition. Sixth Edition. McGraw
Hill, 383-386. 2004.
46. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta, 2001.
47. Baihaki, ES. Gizi Buruk dalam Perspektif Islam. Vol.2. No.2. 2017.
48. Al-Quran Terjemahan. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus
Sunnah. 2015.
63