Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PBL

MODUL GANGGUAN GIZI PADA ANAK


MATA KULIAH SISTEM ENDOKRIN METABOLIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KETUA : Alfitra Salam (70600117035)
KELOMPOK
ANGGOTA :Andi Nurul Hidaya A. (70600117010) (Scriber)
KELOMPOK Andi Nurfadilah Syam (70600117004)
Andi Fatharani Rialinda (70600117028)
Maurizka Khaerunnisa (70600117034)
Asniar (70600117040)
Fino Ghany El-Amin (70600117043)
Namirah (70600117050)
Nur Intan Cahyani (70600117049)
Cani Hasim (70600117046)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berkat limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning tepat pada waktunya.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan
dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada tutor kami yang telah membantu dan membimbing kami, dan
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik.

Meski demikian, kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan


kekeliruan di dalam penulisan laporan PBL ini, baik dari segi tanda baca, tata
bahasa maupun isi. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat positif
sangat kami butuhkan untuk perbaikan dalam pembuatan laporan selanjutnya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan PBL Modul


”Gangguan Gizi Pada Anak” ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 9 November 2019

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 KASUS 1
1.2 KATA SULIT 1
1.3 KATA KUNCI 1
1.4 PERTANYAAN 1
1.5 LEARNING OUTCOME 2
1.6 PROBLEM TREE 3
BAB 2 PEMBAHASAN 4
2.1 INTERPRETASI STATUS GIZI 4
2.2 DEFINISI GAGGUAN GIZI 4
2.3 PENYEBAB GANGGUAN GIZI 4
2.4 FAKTOR RESIKO GANGGUAN GIZI 5
2.5 ASPEK BIOMEDIK DASAR ORGAN TERKAIT 6
2.6 PATOMEKANISME GEJALA 20
2.7 HUBUNGAN GANGGUAN GIZI DENGAN GEJALA 22
2.8 PENEGAKAN DIAGNOSIS GANGGUAN GIZI 23
2.9 PENATALAKSANAAN AWAL KELUHAN UTAMA 24
3.0 UPAYA PREVENTIF UNTUK MASALAH GANGGUAN GIZI 25
3.1 DIAGNOSA BANDING 26
3.2 INTEGRASI KEISLAMAN 57
BAB 3 PENUTUP 59
TABEL DIAGNOSA BANDING 59
DAFTAR PUSTAKA 60

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 KASUS

Skenario 2
Seorang anak perempuan 5 tahun, tanggal lahir 7 Juli 2015 diantar
oleh orangtuanya ke klinik dengan keluhan batuk sejak 1 minggu
yang lalu disertai demam yang naik turun. Anak juga malas makan
ataupun minum sejak keluhan muncul. TD 120/70, P 18x/I, N
56x/I, S = 38,3°C dengan BB 17 Kg dan TB 121 cm

1.2 KATA/KALIMAT KATA KUNCI


1. Anak perempuan 5 tahun
2. Tanggal lahir 7 Juli 2015 (52 Bulan)
3. Batuk sejak 1 minggu lalu
4. Demam naik turun
5. Malas makan dan minum
6. TD 120/70, P 18x/I, N 56x/I, S = 38,3°C
7. BB 17 Kg dan TB 121 cm

1.3 DAFTAR PERTANYAAN


1. Bagaimana interpretasi status gizi pasien?
2. Apa definisi gangguan gizi?
3. Apa saja penyebab terjadinya gangguan gizi?
4. Apa saja faktor resiko gangguan gizi?
5. Bagaimana aspek biomedik dasar dari organ yang terkait skenario?
6. Bagaimana patomekanisme gejala penyerta pada skenario?
7. Bagaimana hubungan gangguan gizi dengan gejala pada skenario?
8. Bagaimana penegakan diagnosa gangguan gizi?
9. Bagaimana penatalaksanaan awal dari keluhan utama pada skenario?
10. Upaya preventif apa yang bisa dilakukan untuk kasus gangguan gizi?
11. Apa saja diagnosa banding untuk kasus pada skenario?
12. Bagaimana integrasi keislaman untuk kasus pada skenario?

1
1.4 LEARNING OUTCOME
1. Mahasiswa mampu menginterpretasikan status gizi pasien
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi gangguan gizi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjadinya gangguan gizi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko gangguan gizi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan aspek biomedik dasar pada organ yang
terkait dengan skenario
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme gejala pada skenario
7. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan gangguan gizi dengan gejala
pada skenario
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosa gangguan gizi
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan awal pada keluhan
utama di skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya preventif terhadap gangguan gizi
11. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa banding terkait skenario
12. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario

2
1.5 PROBLEM TREE

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 INTERPRETASI STATUS GIZI

Penentuan status gizi pada anak ditentukan berdasarkan indeks


antropometri. Indeks atropometri yang diterapakan dalam hal ini adalah
berdasarkan BB/TB. Indeks antropometri berdasarkan BB/TB merupakan
indicator yang baik untuk mendapatkan proporsi tubuh yang normal untuk
membedakan anak yang kurus dan yang gemuk. Indikator ini memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya akut. Selain itu, baik digunakan untuk umur
diatas 2 tahun. Pada skenario pasien berjenis kelamin perempuan dengan berat
badan 17 kg dan tinggi badan 121 cm. Pasien lahir pada tanggal 7 juli 2015,
sehingga dapat dikatakan saat ini dia berusia 4 tahun 5 bulan (52 bulan).
Berdasarkan data pasien tersebut dapat disimpulkan status gizi pasien bersasarkan
indeks antropometri BB/TB dikategorikan sangat kurus. ( ambang batas < - 3
SD).1

2.2 DEFINISI GANGGUAN GIZI

Menurut ASPEN (American Society for parenteral and enteral nutrition)


malnutrisi pada anak didefinisikan sebagai ketidak seimbangan antara kebutuhan
nutrien dan asupan sebagai hasil defisiensi kumulatif dari protein energi dan
micronutrient yang berdampak negative terhadap pertumbuhan. Pada referensi
lain disebutkan malnutrisi atau gangguan gizi adalah kekurangan atau kelebihan
relative arah absolute satu atau beberapa zat gizi essensial dalam waktu lama
sehingga menimbulkan keadaan patologik. 2,3

2.3 PENYEBAB GANGGUAN GIZI

Malnutrisi dapat terjadi secara primer atau sekunder. Primer terjadi karena
konsumsi makanan baik dari segi kualita atau kuantitas inadekuat dan tidak

4
seimbang. Sekunder terjadi sebagai akibat kebutuhan nutrient yang meningkat
ataupun output yang berlebihan misalnya pada penyakit kronik, infeksi dan
keganasan.2

2.4 FAKTOR RESIKO GANGGUAN GIZI1


2.4.1. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk


dikarenakan rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli
makanan.Rendahnya kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab
langsung dari gizi buruk pada balita.Status sosial ekonomi yang kurang
sebenarnya dapat diatasi jika keluarga tersebut mampu menggunakan sumber daya
yang terbatas, seperti kemampuan untuk memilih bahan yang murah tetapi bergizi
dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga.

2.4.2. Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian


gizi buruk dan pendidikan ibu merupakan faktor risiko dari kejadian gizi
buruk.Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas
pengasuhan balita terutama anak yang masih diasuh oleh ibunya.Kualitas
pengasuhan balita yang buruk dan rendahnya pendidikan akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas asupan makanan balita yang menyebabkan balita tersebut
mengalami gizi buruk.

2.4.3. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta dapat menyebabkan gizi buruk dikarenakan terdapat


hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi buruk. Balita yang
menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga rentan
terhadap penyakit. Selain itu anak yang menderita sakit akan memperjelek
keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan meningkatnya kehilangan
zat-zat gizi esensial.

5
2.4.4. ASI

ASI mempengaruhi kejadian gizi buruk dikarenakan ASI mengandung zat


antibodi sehingga balita yang tidak diberikan ASI eksklusif akan rentan terhadap
penyakit dan akan berperan langsung terhadap status gizi balita.

2.4.5. BBLR

Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat
antibodi kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit. Penyakit ini
menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk
ke dalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.

2.4.6. Kelengkapan imunisasi

Terdapat hubungan yang bermakna antara imunisasi yang tidak lengkap


dengan kejadian gizi buruk.Ini dikarenakan apabila bayi atau balita tidak
diberikan imunisasi yang lengkap maka balita akan mudah terkena penyakit dan
tidak memiliki kekebalan yang baik terhadap penyakit. Bayi yang terkena
penyakit akan menyebabkan menurunnya nafsu makan dan asupan makanan ke
dalam tubuh balita menjadi berkurang.

2.5. ASPEK BIOMEDIK DASAR ORGAN TERKAIT SKENARIO

2.5.1 Anatomi

Sistem pencernaan terdiri dari traktus digestivus plus organ pencernaan


tambahan. Organ pencernaan tambahan mencakup kelenjar liur, pankreas
eksokrin, dan sistem empedu, yang terdiri dari hati dan kandung empedu. Organ-
organ eksokrin ini terletak di luar saluran cerna dan mengalirkan sekresinya
melalui duktus ke dalam lumen saluran cerna.5

Traktus digestivus pada hakikatnya adalah suatu tabung dengan panjang


sekitar 4,5 m (15 kaki) dalam keadaan berkontraksi normal. Saluran cerna, yang
berjalan di bagian tengah tubuh, mencakup organ-organ berikut : mulut, faring

6
(tenggorok), esofagus, lambung, usus halus (terdiri dari duodenum, jejenum, dan
ileum), usus besar (sekum, apendiks, kolon, dan rektum), dan anus.1

Gambar 1: Anatomi saluran cerna1

2.5.2 Histologi
Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan. Dinding saluran cerna
memiliki struktur umum yang sama di seluruh panjangnya dari esofagus hingga
anus, dengan beberapa variasi lokal khas untuk masing-masing bagian. Potongan
melintang saluran cerna memperlihatkan empat lapisan jaringan utama. Dari
lapisan paling dalam ke arah luar, mereka adalah mukosa, submukosa, muskularis
eksterna, dan serosa.5

Mukosa
Mukosa melapisi permukaan luminal saluran cerna. Bagian ini dibagi menjadi
tiga lapisan:
- Komponen primer mukosa adalah membran mukosa. suatu lapisan epitel
sebelah dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif. Lapisan ini
juga mengalami modifkasi di bagian-bagian tertentu untuk sekresi dan
absorpsi. Membran mukosa mengandung sel kelenjar eksokrin untuk

7
sekresi getah pencernaan, sel kelenjar endokrin untuk sekresi hormon
pencernaan ke dalam darah, dan sel epitel yang khusus untuk menyerap
nutrien yang telah tercerna.
- Lamina propria adalah lapisan tengah tipis jaringan ikat tempat epitel
berada. Lapisan ini mengandung gut-associated lymphoid tissue (GALT)
yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab penyakit.
- Muskularis mukosa, lapisan otot polos yang jarang, adalah lapisan mukosa
terluar yang terletak di samping submukosa5

Pada beberapa bagian traktus, seperti usus halus, permukaan mukosa


sangat berlipat-lipat, dengan banyak bukit dan lembah yang sangat meningkatkan
luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan. Sifat anatomis ini
memaksimalkan absorpsi nutrien, air, dan elektrolit oleh usus halus. Sebaliknya,
esofagus memperlihatkan sangat sedikit pelipatan mukosa karena fungsinya
utamanya adalah sebagai saluran transit. Pola pelipatan mukosa dapat dimodifkasi
oleh kontraksi muskularis mukosa. Hal ini penting untuk memajankan daerah-
daerah yang berbeda pada permukaan absorptif ke isi lumen.5

Submukosa
Submukosa ("di bawah mukosa") adalah lapisan tebal jaringan ikat yang
menentukan daya regang dan elastisitas saluran cerna. Bagian ini mengandung
pembuluh darah dan pembuluh limfe yang lebih besar, yang keduanya
membentuk cabang-cabang ke arah dalam ke lapisan mukosa dan ke arah luar ke
lapisan otot tebal di sekitarnya. Di dalam submukosa juga terdapat anyaman saraf
yang dikenal sebagai pleksus submukosa (pleksus artinya "anyaman").5

Muskularis Eksterna
Muskularis eksterna, selubung utama otot polos saluran cerna,
mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran cerna, muskularis eksterna
terdiri dari dua lapisan: lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Serat-
serat di lapisan otot polos dalam (di samping submukosa) mengelilingi saluran.
Kontraksi serat-serat melingkar ini mengurangi garis tengah lumen,

8
mengonstriksikan saluran di titik kontraksi. Kontraksi serat di lapisan luar, yang
berjalan longitudinal di sepanjang saluran cerna, memperpendek saluran.
Bersama-sama, aktivitas kontraktil kedua lapisan otot polos ini menghasilkan
gerakan mendorong dan mencampur. Anyaman saraf lain, pleksus mienterikus,
terletak di antara kedua lapisan otot (mio artinya "otot" enterik artinya "usus").
Bersama-sama, pleksus submukosa dan mienterikus, disertai hormon dan
mediator kimiawi lokal, membantu mengatur aktivitas lokal usus.5

Serosa
Jaringan ikat paling luar yang menutupi saluran cerna adalah serosa, yang
mengeluarkan cairan encer licin (cairan serosa) yang melumasi dan mencegah
gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Hampir di
seluruh panjang saluran cerna, serosa bersambungan dengan mesenterium, yang
menggantung organ-organ pencernaan dari dinding dalam rongga abdomen seperti
kawat. Perlekatan ini menghasilkan fiksasi relatif, menopang organ-organ
pencernaan di posisinya yang benar, sementara tetap memberi mereka kebebasan
untuk melakukan gerakan mencampur dan mendorong.5

2.5.3 Fisiologi dan Biokimia

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

A. Karbohidrat

Karbohidrat atau Hidrat Arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori.
Walaupun lemak menghasilkan enersi lebih besar, namun karbohidrat lebih
banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok. Karbohidrat

9
banyak ditemukan pada : beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya, serta
pada biji-bijian yang tersebar luas di alam.6

Metabolisme karbohidrat

Semua jenis karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida atau gula


sederhana seperti glukosa,fruktosa, dan galaktosa, proses penyerapan ini terjadi di
usus halus. Sebagian besar karbohidrat yang kita telan berada dalam bentuk
polisakarida yang terdiri dari rantai-rantai molekul glukosa yang saling berikatan.
Polisakarida yang paling umum dikonsumsi adalah tepung. Selain polisakarida,
sumber karbohidrat lain dalam makanan adalah dalam bentuk disakarida,
termasuk sukrosa (gula pasir, yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu
fruktosa) dan laktosa (gula susu yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu
galaktosa). Akhimya berbagai jenis karbohidrat diubah menjadi glukosa sebelum
diikut sertakan dalam proses metabolisme.1 Proses metabolisme karbohidrat yaitu
sebagai berikut:

 Glikolisis

Glikolisis adalah rangkaian reaksi kimia penguraian glukosa (yang


memiliki 6 atom C) menjadi asam piruvat (senyawa yang memiliki 3 atom C),
NADH, dan ATP. NADH (Nikotinamida Adenina Dinukleotida Hidrogen) adalah
koenzim yang mengikat elektron (H), sehingga disebut sumber elektron berenergi
tinggi. ATP (adenosin trifosfat) merupakan senyawa berenergi tinggi. Setiap
pelepasan gugus fosfatnya menghasilkan energi. Pada proses glikolisis, setiap 1
molekul glukosa diubah menjadi 2 molekul asam piruvat, 2 NADH, dan 2 ATP.7

Glikolisis memiliki sifat-sifat, antara lain: glikolisis dapat berlangsung


secara aerob maupun anaerob, glikolisis melibatkan enzim ATP dan ADP, serta
peranan ATP dan ADP pada glikolisis adalah memindahkan (mentransfer) fosfat
dari molekul yang satu ke molekul yang lain. Pada sel eukariotik, glikolisis terjadi
di sitoplasma (sitosol). Glikolisis terjadi melalui 10 tahapan yang terdiri dari 5
tahapan penggunaan energi dan 5 tahapan pelepasan energi. Berikut ini reaksi

10
glikolisis secara lengkap: Dari skema tahapan glikolisis menunjukkan bahwa
energi yang dibutuhkan pada tahap penggunaan energi adalah 2 ATP. Sementara
itu, energy yang dihasilkan pada tahap pelepasan energi adalah 4 ATP dan 2
NADH. Dengan demikian, selisih energi atau hasil akhir glikolisis adalah 2 ATP
+ 2 NADH.7

 Dekarboksilasi Oksidatif

Tahapan dekarboksilasi oksidatif, yaitu tahapan pembentukan CO2


melalui reaksi oksidasi reduksi (redoks) dengan O2 sebagai penerima elektronnya.
Dekarboksilasi oksidatif ini terjadi di dalam mitokondria sebelum masuk ke
tahapan siklus Krebs. Oleh karena itu, tahapan ini disebut sebagai tahapan
sambungan (junction) antara glikolisis dengan siklus Krebs. Pada tahapan ini,
asam piruvat (3 atom C) hasil glikolisis dari sitosol diubah menjadi asetil koenzim
A (2 atom C) di dalam mitokondria. Pada tahap 1, molekul piruvat (3 atom C)
melepaskan elektron (oksidasi) membentuk CO2 (piruvat dipecah menjadi CO2
dan molekul berkarbon 2). Pada tahap 2, NAD+ direduksi (menerima elektron)
menjadi NADH + H+. Pada tahap 3, molekul berkarbon 2 dioksidasi dan
mengikat Ko-A (koenzim A) sehingga terbentuk asetil Ko-A. Hasil akhir tahapan
ini adalah asetil koenzim A, CO2, dan 2 NADH.7 Berikut gambar di bawah ini
reaksi dekarboksilasi oksidatif dan reaksinya.

Gambar 2: Dekarboksilasi oksidatif7

11
 Siklus Krebs

Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dan disebut juga siklus asam
trikarboksilat. Hal ini disebabkan siklus Krebs tersebut menghasilkan senyawa
yang mempunyai gugus karboksil, seperti asam sitrat dan asam isositrat. Asetil
koenzim A hasil dekarboksilasi oksidatif memasuki matriks mitokondria untuk
bergabung dengan asam oksaloasetat dalam siklus Krebs, membentuk asam sitrat.
Demikian seterusnya, asam sitrat membentuk bermacam-macam zat dan akhirnya
membentuk asam oksaloasetat lagi.7

Gambar 3: Siklus krebs7


Sementara itu, hasil glikolisis menghasilkan 2 molekul piruvat (untuk 1
molekul glukosa). Oleh karena itu, hasil akhir total dari siklus Krebs tersebut
adalah 2 kalinya. Dengan demikian, diperoleh hasil sebanyak 6 NADH, 2FADH2
dan 2ATP (ingat : jumlah ini untuk katabolisme setiap 1 molekul glukosa).
 Transfer Elektron

Sebelum masuk rantai tanspor elektron yang berada dalam mitokondria, 8


pasang atom H yang dibebaskan selama berlangsungnya siklus Krebs akan
ditangkap oleh NAD dan FAD menjadi NADH dan FADH. Pada saat masuk ke
rantai transpor elektron, molekul tersebut mengalami rangkaian reaksi oksidasi-
reduksi (Redoks) yang terjadi secara berantai dengan melibatkan beberapa zat
perantara untuk menghasilkan ATP dan H2O. Beberapa zat perantara dalam reaksi
redoks, antara lain flavoprotein, koenzim A dan Q serta sitokrom yaitu sitokrom a,
a3, b, c, dan c1. Semua zat perantara itu berfungsi sebagai pembawa

12
hidrogen/pembawa elektron (electron carriers) untuk 1 molekul NADH2 yang
masuk ke rantai transpor elektron dapat dihasilkan 3 molekul ATP sedangkan dari
1 molekul FADH2 dapat dihasilkan 2 molekul ATP.8

Pada sistem transportasi elektron, NADH dan FADH2 masingmasing


menghasilkan rata-rata 3 ATP dan 2 ATP. Sebanyak 2 NADH hasil glikolisis dan
2 NADH hasil dekarboksilasi oksidatif masing-masing menghasilkan 6 ATP.
Sementara itu, 6 NADH dan 2 FADH2 hasil siklus Krebs masing-masing
menghasilkan 18 ATP dan 4 ATP. Jadi, sistem transportasi elektron menghasilkan
34 ATP.7

Gambar 4: Transpor elektron7

Setiap molekul glukosa akan menghasilkan 36 ATP dalam respirasi. Hasil


ini berbeda dengan respirasi pada organism prokariotik. Telah diketahui bahwa
oksidasi NADH atau NADPH2 dan FADH2 terjadi dalam membrane
mitokondria, namun ada NADH yang dibentuk di sitoplasma (dalam proses
glikolisis). Pada organism eukariotik, untuk memasukkan setiap 1 NADH dari
sitoplasma ke dalam mitokondria diperlukan 1 ATP. Dengan demikian, 2 NADH
dari glikolisis menghasilkan hasil bersih 4 ATP setelah dikurangi 2 ATP.
Sementara itu, pada organisme prokariotik, karena tidak memiliki sistem
membran dalam maka tidak diperlukan ATP lagi untuk memasukkan NADH ke
dalam mitokondria sehingga 2 NADH menghasilkan 6 ATP. Akibatnya total hasil
bersih ATP yang dihasilkan respirasi aerob pada organisme prokariotik, yaitu 38
ATP.9
13
 Glikogenesis

Kelebihan glukosa dalam tubuh akan disimpan dalam hati dan otot
(glikogen) ini disebut glikogenesis. Glukosa yang berlebih ini akan mengalami
fosforilasi menjadi glukosa-6-phospat. Di otot reakssi ini dikatalis oleh enzim
heksokinase sedangkan di hati dikatalis oleh glukokinase. Glukosa-6-phospat
diubah menjadi glukosa-1-phospat dengan katalis fosfoglukomutase menjadi
glukosa-1,6-biphospat. Selanjutnya glukosa-1-phospat bereaksi ddengan uridin
triphospat (UTP) untuk membentuk uridin biphospat glukosa (UDPGlc) dengan
katalis UDPGlc pirofosforilase.

Gambar 5: Glikogenesis9

 Glikogenolisis

Proses perubahan glikogen menjadi glukosa. atau kebalikan dari


glikogenesis.

14
Gambar 6: Glikogenolisis9
1. Fungsi Karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik


bahan makanan, seperti rasa, warna dan tekstur.6
Fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah:
1. Fungsi utamanya sebagai sumber energi (1 gram karbohidrat
menghasilkan 4 kalori) bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh. Sebagian
dari karbohidrat diubah langsung menjadi enersi untuk aktifitas tubuh, clan
sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otot. Ada
beberapa jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat
menggunakan enersi yang berasal dari karbohidrat saja.
2. Melindungi protein agar tidak dibakar sebagai penghasil enersi.
Kebutuhan tubuh akan enersi merupakan prioritas pertama; bila
karbohidrat yang di konsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan enersi
tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam makanan atau
cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh, maka protein akan
menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil enersi. Dengan
demikian protein akan meninggalkan fungsi utamanya sebagai zat
pembangun. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka
keadaan kekurangan enersi dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi.

15
3. Membantu metabolisme lemak dan protein dengan demikian dapat
mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan.
4. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu.
5. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh.
Laktosa misalnya berfungsi membantu penyerapan kalsium. Ribosa
merupakan merupakan komponen yang penting dalam asam nukleat.
6. Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna,
mengandung serat (dietary fiber) berguna untuk pencernaan,
memperlancar defekasi.
B. Lemak

Lemak merupakan sumber nutrisi yang disimpan dari tubuh dan berasal
dari makanan yang dikonsumsi. Zat gizi ini menyumbangkan 60 % dari total
energi yang dibutuhkan pada saat beristirahat dan juga dibutuhkan dalam jumlah
lebih besar saat berolahraga. Ketika mengonsumsi makanan yang mengandung
lemak, maka akan terjadi penyimpanan dalam tubuh. Selain itu jika terdapat
kelebihan konsumsi protein dan karbohidrat, maka kedua zat ini akan dikonversi
menjadi lemak. Namun, reaksi ini tidak terjadi sebaliknya, lemak tidak dapat
diubah kembali menjadi protein dan karbohidrat. Lemak, disebut juga lipid,
adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang
utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang beredar di dalam tubuh
diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang
bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energy.10

Metabolisme lemak

Metabolisme Lemak Ada 3 fase:


 Oksidasi: proses merubah asam lemak menjadi asetil Co-A
 Siklus Kreb: proses merubah asetil Co-A menjadi H
 Fosforilasi Oksidatif: proses mereaksikan H + O menjadi H2O + ATP

16
Proses pencernaan lemak sederhana adalah sebagai berikut :

Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida,


yaitu lemak netral yang terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga asam lemak
yang melekat. Pencernaan enzimatik lemak netral memisahkan dua molekul asam
lemak dari trigliserida sehingga meninggalkan satu monogliserida, yaitu satu
molekul gliserol dengan satu molekul asam lemak yang melekat padanya. Karena
itu, produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak bebas,
yaitu satuan lemak yang dapat diserap.5

Fungsi lemak

Lemak merupakan nutrisi yang berfungsi sebagai: 10


 Sumber cadangan energi yang disimpan dalam tubuh
 Media untuk transportasi beberapa vitamin yg larut dalam lemak (vitamin
A, D,E, dan K)
 Membantu menekan lasa rapar dengan mekanisme memperlambat
pengosongan pada lambung sehingga rasa kenyang dapat bertahan lebih
lama
 Merupakan zat gizi yang menambah citarasa pada makanan
 Pembentukan sel
 Sumber asam lemak esensial
 Menghemat protein
 Sebagai pelumas
 Memelihara suhu tubuh

C. Protein

Protein bersama karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi bagi


tubuh. Protein tersusun dari molekul-molekul yang disebut asam amino. Di dalam
tubuh mamalia asam amino terbagi menjadi dua bagian yaitu asam amino esensial
dan non esensial. Asam amino esensial ialah asam amino yang tidak dapat

17
disintesis oleh tubuh. Asam amino esensial dapat disintesis oleh tubuh namun
tetap diperlukan asupan dari makanan untuk menjaga keseimbangan asam amino
tersebut di dalam tubuh.11

Metabolisme protein meliputi :


 Degradasi protein (makanan dan protein intraseluler) menjadi asam amino
 Oksidasi asam amino
 Biosintesis asam amino
 Biosintesis protein

Gambar 7 : Jalur metabolisme asam amino dalam siklus asam sitrat 11


Setiap asam amino didegradasi menjadi piruvat atau zat siklus asam sitrat
lainnya dan dapat menjadi prekrusor sintesis glukosa di hepar yang disebut
glikogenik atau glukoneogenik. Untuk beberapa asam amino seperti tirosin dan
fenilalanin, hanya sebagian dari rantai karbonnya yang digunakan untuk
mensintesis glukosa karena sisa rantai karbon di ubah menjadi asetil koa yang
tidak dapat digunakan untuk sintesis glukosa.11

18
Metabolisme protein yaitu terdiri dari12 :

Penggunaan Protein Untuk Energi

1. Jika jumlah protein terus meningkat → protein sel dipecah jadi asam
amino untuk dijadikan energi atau disimpan dalam bentuk lemak.
2. Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan proses
deaminasi atau transaminasi.
3. Deaminasi merupakan proses pembuangan gugus amino dari asam amino
sedangkan transaminasi adalah proses perubahan asam amino menjadi
asam keto.

 Pemecahan Protein
- Transaminasi yaitu mengubah alanin dan alfa ketoglutarat menjadi piruvat
dan glutamate.
- Diaminasi yaitu mengubah asam amino dan NAD+ menjadi asam keto dan
NH3. NH3 merupakan racun bagi tubuh, tetapi tidak dapat dibuang oleh
ginjal. Maka harus diubah dulu menjadi urea (di hati) agar dapat dibuang
oleh ginjal.

 Siklus Krebs

Siklus ini merupakan proses perubahan asetil Co-A menjadi H dan CO2.
Proses ini terjadi di mitokondria. Pengambilan asetil Co-A di sitoplasma
dilakukan oleh oksaloasetat. Proses pengambilan ini terus berlangsung sampai
asetil Co-A di sitoplasma habis. Oksalo asetat berasal dari asam piruvat. Jika
asupan nutrisi kekurangan karbohidrat maka juga akan kekurangan asam piruvat
dan oksaloasetat.

 Rantai Respirasi

Hydrogen hasil utama dari siklus krebs ditangkap oleh carrier NAD
menjadi NADH. Hydrogen dari NADH ditransfer ke flavoprotein, quinon,

19
sitokrom b, sitokrom c, sitokrom a3, terus direaksikan dengan O2 membentuk
H2O dan energy.

 Fosforilasi Oksidatif

Dalam proses rantai respirasi dihasilkan energy yang tinggi, energy


tersebut ditangkap oleh ADP untuk menambah satu gugus fosfat menjadi ATP.

 Keratin dan Kreatinin

Keratin disintesa di hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam otot
rangka difosforilasi fosforilkreatin (simpanan energy). Fosforilkreatin dapat
mejadi kreatinin dan gerak urine.

2.6 PATOMEKANISME GEJALA PADA SKENARIO


2.6.1. Batuk

Bronkus dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga bila
terdapat benda asing atau penyebab iritasi lainnya walaupun dalam jumlah sedikit
akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat trakea bercabang
menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan
bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia korosif seperti
gas sulfur dioksida atau klorin. Impuls aferen yang berasal dari saluran
pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula otak. Di sana, suatu
rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medula, yang
menyebabkan efek sebagai berikut.13

Pertama, kira-kira 2,5 L udara diinspirasi secara cepat. Kedua, epiglotis


menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru.
Ketiga, otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma,
sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga
berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam paru meningkat secara cepat
sampai 100 mm Hg atau lebih. Keempat, pita suara dengan epiglottis terbuka

20
lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru ini akan keluar.. Tentu saja,
udara ini kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75 sampai 100 mil/
jam.sehingga akan menggetarkan jaringan saluran nafas serta udarah yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Hal yang penting, adalah
kompresi kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps
melalui invaginasi bagian yang tidak berkartilago ke arah dalam, akibatnya udara
yang keluar dengan cepat tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah
bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya
membawa pula benda asing apa pun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.13

2.6.2. Demam

Adanya infeksi dari luar menyebabkan reaksi imunologis pada tubuh kita.
Respon tubuh kita yaitu dengan mengeluarkan monosit, makrofag, sel endotel,
dan lain-lain. Monosit dan teman-temannya ini akan mengeluarkan pirogen
endogen berupa IL-1, IL-6, IFN, TNFα. Pirogen endogen ini akan masuk ke
dalam sirkulasi lalu merangsang hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat.
Kemudian terjadi sintesis Prostaglandin terutama Prostaglandin E2 melalui
metabolisme asam arakhidonat dengan bantuan COX-2. Prostaglandin akan
merubah siklik AMP sehingga menyebabkan peningkatan set point termostat di
hipotalamus dan akhirnya timbullah demam.14,15

2.6.3. Tidak Nafsu Makan dan Minum

Terdapat dua jenis neuron di nukleus arkuatus yang sangat penting sebagai
pengatur nafsu makan dan pengeluaran energi yaitu, (1) neuron
proopiomelanokortin (POMC) yang memproduksi α- melanocyte stimulating
hormon (α- MSH) bersama dengan cocaine and amphetamine related transcript
(CART),yang berfungsi menurunkan asupan makanan dan meningkatkan
pemakaian energi dan (2) neuron yang memproduksi zat oreksigenik neuropeptida
Y (NPY) dan agouti-related protein (AGRP) yang berfungsi meningkatkan asupan

21
makanan dan menurunkan pemakaian energi. Neuron POMC melepaskan α-
-MSH, yang merangsang reseptor melanokortin (MCR-3 dan MCR-4) pada nuclei
paraventrikular (PVN), yang kemudian mengaktifkan jaras neuron yang menjulur
ke nukleus traktus solitarius (NTS) dan meningkatkan aktivitas simpatis dan
pemakaian energi. AGRP beraksi sebagai antagonis MCR-4. Insulin,dan
kotesistokinin (CCK) merupakan hormon yang menghambat neuron-neuron
AGRP-NPY dan merangsang neuron-neuron POMC-CART yang berdekatan,
sehingga menurunkan asupan makanan. Selain itu apa bila terjadi peradangan
pada pada saluran cerna maka sitokin inflamasi akan di keluarkan berupa IL-1 &
TNF-α , Keduanya akan meningkatkan ekpresi leptin oleh sel adiposa.
Peningkatan leptin pada sirkulasi mengakibatkan negative feedback  ke
hipotalamus ventromedial (pusat kenyang) yang pada akhirnya akan mengurangi
intake makanan.13,16

2.7 HUBUNGAN GANGGUAN GIZI DENGAN GEJALA PADA


SKENARIO

22
2.8 PENEGAKAN DIAGNOSA GANGGUAN GIZI16,17
2.8.1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang,


anak kurus, atau berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat).
Bisa juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak
tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang
berulang. Selain itu sering dijumpai edema pada kedua tungkai, kadang sampai
seluruh tubuh.

2.8.2. Pemeriksaan Fisis


Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain (sesuai
dengan jenis malnutris energi – protein) :
2.8.2.1. MEP ringan, sering ditemukan gangguan pertumbuhan :
- Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
- Maturasi tulang terlambat
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dengan anak sehat

2.8.2.2. MEP berat, terdiri dari :


 KWASHIORKOR
- Perubahan mental sampai apatis
- Anemia
- Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut /
rontok
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Pembesaran hati

23
- Perubahan kulit (crazy pavement dermatosis)
- Atrofi otot
- Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat samapi
seluruh tubuh

 MARASMUS
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental, cengeng
- Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit
berkurang
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas (iga
gambang)
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibanding anak sehat lainnya

 MARASMIK – KWASHIORKOR
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara
bersamaan

2.8.3. Pemeriksan Penunjang


1. Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap,
elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), ferritin.
2. Tes Mantoux
3. Radiologi (dada, AP dan lateral)
4. EKG

2.9 PENATALAKSANAAN UNTUK KELUHAN UTAMA16,17

24
Penatalaksanaan yang akan diberikan kepada anak dengan malnutrisi yaitu
berupa pengobatan yang berbentuk maknan yang mengandung banyak protein
bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing masih
mudah dicerna dan diserap. Pasien dengan defisiensi tidak selalu dibawa ke rumah
sakit yang menderita malnutrisi berat atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit
lainnya. Cara memberikan awal kepada balita dengan malnutrisi selama anak
masih mau makan peroral diberikan secara berulang-ulang. Tetapi jika dilihat
bahwa makanan selalu masih sisa lebih dari setengahnya, lebih baik diberikan
melalui sonde. Biasanya bila telah 3-4 hari disonde berat badan sudah mulai naik
dan nafsu makan mulai timbul, pemberian makan secara bertahap seperti yang
diterangkan diatas. Perlu diperhatikan selama masa resusitasi ini apakah pasien
sering BAB, bila demikian susu perlu diganti.

2.10 UPAYA PREVENTIF UNTUK MASALAH GANGGUAN GIZI16,17

Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.


Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan
angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahhnya dapat dilakukan
beberapa langkah, antara lain :
2.10.1. Pola makan

Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan


jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan
berat badan).

2.10.2. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara


berkala (sebulan sekali pada tahun pertama).

2.10.3. Faktor sosial

25
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan
makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya MEP.

2.10.4. Faktor ekonomi

Dalam World Food Conference di Roma tahun 1975 telah dikemukakan


bahwa persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab
utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.

2.10.5. Faktor infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi MEP, walaupun dalam
derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

2.11 DIAGNOSA BANDING


2.11.1. MARASMUS

Definisi18

Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada
Balita. Marasmus disebabkan karena kurang energi. Tanda-tanda anak yang
mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam
pada kulit. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Marasmus
adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit
klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Energi
yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi

26
yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung
dalam makanan yang kita konsumsi.

Epidemiologi

Berdasarkan data statistik Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun


2005 dari 241.973.879 juta penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang
menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak dibawah
usia 5 tahun (balita). Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan dan
hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten
di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang. Marasmus
merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defesiensi energi dan
protein sekaligus. Umunya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita
kelaparan. Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara
berkembang. Menurut WHO sekitar 49% dari 10, 4 juta kematian terjadi pada
anak-anak dibawah usia 5 tahun di Negara berkembang berkaitan dengan
defisiensi energi dan protein sekaligus.

Etiologi18,19

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital.

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga
gangguan pada saraf pusat.

27
Patofisiologi20,21

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol
dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh.

Manifestasi Klinis22.23.24.25

28
Gambar 8. Marasmus8

Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat


mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya
ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-
otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota
gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang.

Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:


- Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
dan otot-ototnya, tinggal terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Iga gambang dan perut cekung
- Otot paha mengendor (baggy pant)
- Cenggeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar
- Mata besar dan dalam
- Pertumbuhan dan perkembangan terganggu
- Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan
turgor kulit jelek
- Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
- Nadi lambat dan metabolisme basal menurun
- Vena superfisialis nampak jelas
- Ubun-ubun besar cekung
- Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
- Anoreksia
- Sering bangun malam

29
Penegakan Diagnostik18
1. Anamnesis
- Keluhan Utama :
 Kurus (Perubahan BB)
 Tampak seperti orang tua
- Keluhan tambahan
- Riwayat makanan
- Kebiasaan makan
2. Pemeriksaan Fisik
- Mengukur TB dan BB
- Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram)
dibagi dengan TB (dalam meter)
- Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang
(lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak
dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan
jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya
adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25
cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
- Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body
massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
3. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit,
Hb, Ht, transferin.

Penatalaksanaan26
Penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia

30
- Segera beri makanan cair/fomula khusus
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup
kepala
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-
pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar
natrium plasma rendah. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan
dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20
ml larutan pada 1 liter formula
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
- Tambahkan multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari
- Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
7. Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi
metabolisme basal.

Komplikasi27,28,29
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan
penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus
tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:
31
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan
tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa
meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat
hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata karena proses
fibrosis.

2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada
tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan
malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral,
ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.

3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan
kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya
adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.

4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan
lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis
yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.

5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe
marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan
diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak
32
subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan
sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.

6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi
tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan
penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius


Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat
mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat
mempermudah terjadinya infeksi tersebut.

8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah
otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya
asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan
berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan
kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.

Prognosis19,27,30

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian


dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani
secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan
penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi
33
pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih
besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi
pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang
lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung
mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan
anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya
saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal
pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.

2.11.2. KWASHIORKOR

Definisi
Sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein berat dan asupan
kalori yang tidak adekuat. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya
intake protein yang berlangsung kronis. Anak penderita kwashiorkor secara umum
mempunyai ciri-ciri pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan
pretibial serta asites. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik,
akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan
gejala-gejala tersebut.31

Epidemiologi
Kejadian malnutrisi sering terjadi pada anak 5 – 10 tahun, malnutris
merupakan masalah yang serius dan banyak terjadi di seluruh dunia, terutama di
negara-negara berkembang. sebanyak 36% anak di seluruh dunia menderita
underweight (berat badan yang rendah menurut umur), 43% lainnya menderita
stunted (tinggi badan yang rendah menurut tinggi badan), serta 9% anak di
seluruh dunia menderita wasted (berat badan yang rendah menurut tinggi badan).

34
Kecenderungan terjadinya malnutrisi pada anak berdasarkan tahun di berbagai
wilayah di seluruh dunia yang terdiri dari wilayah Afrika, Asia, dan Amerika.32

Etiologi
Etiologi dari kwashiorkor adalah
1. Kekurangan intake protein

2. Gangguan penyerapan protein pada diare kronik

3. Kehilangan protein secara berlebihan seperti pada proteinuria dan infeksi


kronik

4. Gangguan sintesis protein seperti pada penyakit hati kronis.33

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang


berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain :34

1. Pola Makan

Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein / asam amino yang memadai.
Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti
ASI.

2. Faktor Sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan


sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun temurun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

35
3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat


memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi,
saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya
MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi. Seperti gejala malnutrisi protein disebabkan oleh gangguan penyerapan
protein, misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronis, kehilangan protein
secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran pencernaan, serta
kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis.

Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbonhidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress katabolik (infeksi)
maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih di atas -3
SD (-2SD- -3SD), maka terjadilah kwashiorkor.

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang


sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan
protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum
yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot,
makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema.

36
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga
transport lemak dari hati terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak
dalam hati

Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi
protein kwashiorkor, antara lain:35,36
1. Wujud Umum

Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada


ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada
tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor
seperti anak gemuk (sugar baby).

2. Retardasi Pertumbuhan

Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan,


tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.

3. Perubahan Mental

Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium
lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif. Perubahan mental bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk
dapat mempengaruhi perkembangan mental anak. Terdapat dua hipotesis yang
menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang.
menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini
selanjutnya akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain
mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan
fungsional pada otak.

37
4. Edema

Gambar 9: Edema 36

Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun


berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.

5. Kelainan Rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture),


maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala
yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
Sering bulu mata menjadi panjang. Rambut yang mudah dicabut di daerah
temporal (Signo de la bandera) terjadi karena kurangnya protein menyebabkan
degenerasi pada rambut dan kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari
keratin (senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan
kelainan pada rambut. Warna rambut yang merah (seperti jagung) dapat
diakibatkan karena kekurangan vitamin A, C, E.

38
Gambar 10: Rambut mirip jagung36

6. Kelainan Kulit

Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit


yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan
kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein. Pada sebagian besar
penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu
crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah
muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh
keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha,
lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-
bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk
menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian
yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh
hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan tryptophan menyebabkan gampang
terjadi radang pada kulit.

39
Gambar 11: Kelainan kulit36

7. Kelainan Gigi dan Tulang

Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,


dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.

8. Kelainan Hati

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati
yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan
hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.

9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai


penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang
penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat,
B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga
menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi
defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
40
10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain

Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva


dan usus halus terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus
sehingga menurunkan produksi enzim pankreas terutama lipase.

11. Kelainan Jantung

Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung


disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.

12. Kelainan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-


kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada
sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa
infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi
laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi
garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa
usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim
disakaridase.

13. Atrofi Otot

Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar


untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.

14. Kelainan Ginjal

Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus


sehingga kadar GFR menurun

41
Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak


kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau
makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua
kaki, kadang sampai seluruh tubuh.

2. Pemeriksaan Fisik

1. Perubahan mental sampai apatis

2. Anemia

3. Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

4. Gangguan sistem gastrointestinal

5. Pembesaran hati

6. Perubahan kulit (dermatosis)

7. Atrofi otot

8. Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses


lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun .
2. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan
untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

42
3. Tes mantoux
4. EKG

Penatalaksanaan 38,39

MEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan


rehabilitasi) dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini 31:

Gambar 12: Tatalaksana anak gizi buruk31

1. Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada


dehidrasi berat atau syok

2. Atasi/cegah hipoglikemi

GDA < 50 mg/dl 50 ml D10% bolus IV  evaluasi tiap 2 jam


beri makanan tiap 2 jam

3. Atasi gangguan elektrolit

Beri cairan rendah Na (resomal). makanan rendah garam

4. Atasi/cegah dehidrasi

Penilaian dehidrasi  denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing,


air mata. Cairan resomal peroral 5 ml/kgbb

43
5. Atasi/cegah hipotermi

Suhu < 36°  hangatkan, berikan makanan tiap 2 jam

6. Antibiotika sebagai pengobatan pencegahan infeksi:

 Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5


hari

 Bila infeksi nyata: Ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan


dengan oral sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IM
selama 7 hari
7. Mulai pemberian makanan

Fase awal  faali hemostasis kurang jadi harus hati-hati Pemberian


porsi kecil, sering, rendah laktosa  oral nasogastrik Kalori 80-100
kal?Kgbb/ hari, cairan 130 ml/hari.

Komplikasi 36,40

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi


dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial
untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat
kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang
terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara
permanen. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari kwashiorkor adalah:

1. Defisiensi zat besi

2. Hiperpigmentasi kulit

3. Edema anasarka

4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi

5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus

6. Hipoglikemia, hipomagnesemia

44
Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan
nutrisi pada pasien malnutrisi berat yang ditandai oleh hipofosfatemia,
hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan
sumber energi utama metabolisme tubuh, dari lemak pada saat kelaparan menjadi
karbonhidrat yang diberikan sebagai bagian dari dukungan nutrisi, sehingga
terjadi peningkatan kadar insulin serta perpindahan elektrolit yang diperlukan
untuk metabolism intraseluler. Secara klinis pasien dapat mengalami disritmia,
gagal jantung, gagal napas akut, koma paralisis, nefropati, dan disfungsi hati. Oleh
sebab itu dalam pemberian dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu
diberikan secara bertahap.

2.11.3. MARASMUS-KWASHIORKOR

Definisi
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat
yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energy, dan kwashiorkor , yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema40
Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita
mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah
kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi
yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005,
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk
yang terjadi di NTT sebagai KLB, dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan
edaran tanggal 27 Mei tahun 2005, Nomor 820/Menkes/V/2005 tentang
penanganan KLB gizi buruk di propinsi NTB.41
Etiologi
Penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain faktor diet, faktor
social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain.

45
A. Peranan Diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet
kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan
anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejalagejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa
anak yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulknya gejala tersebut.

B. Peranan Faktor Sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-


temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan
tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang
turun-temurun. Jika pantangan itu didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit
diubah. Tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka
dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih
dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit KEP adalah :
 Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai
banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah
tunggal
 Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan
anak, sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat member
cukup makan pada anggota keluarganya yang besar itu
 Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para
pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu

46
tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh
sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan
semestinya
 Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan
demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian
pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan
semestinya.

C. Peranan Kepadatan Penduduk

Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa


meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.
McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah
yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene
yang buruk, misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk
yang sangat cepat sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam jumlah yang
banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk member
makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak
cukup mendapat ASI.
D. Peranan infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi.


Indeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun
masih ringan, mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya
mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri.

47
E. Peranan kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama


merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut.
Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on
Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan merupakan dasar
penyakit KEP. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin harus menjual tanah
miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, lalu ia menjadi
penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia meninggalkan desa
untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan yang tetap rendah,
ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula dengan
timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal seperti telah
diutarakan tadi, timbulnya gejala KEP lebih dipercepat.19
Patofisiologi
Banyak manifestasi dari KEP merupakan respon penyesuaian pada
kurangnya asupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang,
maka dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini
respon penyesuaian, deposit lemak dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan
energi yang sedang berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemak habis,
katabolisme protein harus menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk
menjaga metabolisme basal. Alasan mengapa ada anak yang menderita edema dan
ada yang tidak mengalami edema pada KEP masih belum diketahui. Meskipun
tidak ada faktor spesifik yang ditemukan, beberapa kemungkinan dapat
dipikirkan. Salah satu pemikiran adalah variabilitas antara bayi yang satu dengan
yang lainnya dalam kebutuhan nutrisi dan komposisi cairan tubuh saat kekurangan
asupan terjadi. Hal ini juga telah dipertimbangkan bahwa pemberian karbohidrat
berlebih pada anak-anak dengan nonedematous KEP membalikkan respon
penyesuaian untuk asupan protein rendah, sehingga deposit protein tubuh
dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin menurun, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dengan edema. Fatty liver juga berkembang secara sekunder,
mungkin, untuk lipogenesis dari asupan karbohidrat berlebih dan mengurangi

48
sintesis apoliprotein. Penyebab lain KEP edematous adalah keracunan aflatoksin
serta diare, gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase.
Akhirnya, kerusakan radikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting dalam
munculnya KEP edematous. Kejadian ini didukung dengan konsentrasi plasma
yang rendah akan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang diperlukan untuk
sintesis dari faktor antioksidan major, glutathione. Kemungkinan ini juga
didukung oleh tingkat yang lebih rendah dari sintesis glutathione pada anak-anak
dengan pembengkakan dibandingkan dengan non-edematous KEP.40

Manifestasi Klinis
1. Manifestasi Klinis Marasmus
a. Pertumbuhan berkurang atau terhenti
b. Anak masih menangis walaupun telah mendapat minum atau disusui
c. Sering bangun pada waktu malam hari
d. Konstipasi
e. Diare. Bila anak menderita diare maka akan terlihat berupa bercak
hijau tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja
f. Jaringan dibawah kulit akan menghilang, sehingga kulit kehilangan
turgornya dan keriput
g. Pada keadaan berat, lemak pipi pun menghilang sehingga wajah
penderita seperti wajah orang tua  dengan tulang pipi dan
dagu yang kelihatan menonjol
h. Iga gambang yaitu tulang rusuk yang menonjol
i. Vena superfisialis tampak jelas
j. Ubun-ubun besar cekung
k. Mata tampak besar dan dalam
l. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis
m. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
n. Atrofi otot
o. Mula-mula anak tampak penakut, akan tetapi pada keadaan yang lebih
lanjut menjadi apatis.

49
2. Manifestasi Klinis Kwashiorkor
a. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan juga tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
b. Perubahan mental. Biasanya penderita cengeng dan pada stadium
lanjut menjadi apatis.
c. Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun
berat.
d. Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting, anoreksia
hebat, sehingga pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat
diberikan dengan NGT.
e. Perubahan rambut sering dijumpai. Sangat khas untuk penderita
kwashiorkor ialah rambut kepala mudah dicabut, kusam dan berwarna
merah seperti rambut jagung.
f. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Pada sebagian penderita ditemukan
perubahan kulit yang khas untuk kwashiorkor, yaitu crazy pavement
dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering
mendapat tekanan, terutama bila tekanan tersebut terus-menerus dan
disertai kelembaban oleh keringat atau sekreta, seperti pada bokong,
fossa poplitea, lutut, kaki, paha, lipatan paha, dan sebagainya.
g. Pembesaran hati merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadang batas hati terdapat setinggi pusat. Hati yang dapat diraba
umumnya kenyal, permukaannya licin dan pinggir tajam. Biasanya
pada hati yang membesarkan ini terjadi perlemakan.
h. Anemia ringan selalu ditemukan.

3. Manifestasi Klinis Marasmik-Kwashiorkor


Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari
beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan

50
(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema
yang tidak mencolok . Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal memperlihatkan gejala-gejala kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.19

Diagnosis
1. Anamnesis
a. Keluhan utama:
- Berat badan berkurang
- Kurus
- Tampak seperti orang tua
b. Keluhan tambahan:
- Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut
-  Anak tampak lemas dan menjadi pendiam
- Sering menderita sakit yang berulang
c. Riwayat keluarga :
- Lingkungan rumah
- Pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga
- Hubungan anggota keluarga
- Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan
2. Pemeriksaan fisik
- Pengukuran antoprometri (BB, TB, lingkaran kepala atas, dan lengan
lipatan kulit)
- Malise
- Kulit keriput
- Asites
- Edema
- Pucat

51
- Moon face
- hiperpigmentasi
3. Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan laboraturium, anemia selalu ditemukan karena
asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
absorbs.
- Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk  menemukan adanya kelainan
pada paru.42

Penatalaksanaan
Menurut Depkes RI (2005)43, penatalaksanaan gizi buruk yaitu:
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah
<54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun,
lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera
cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke
air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika
penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit,
jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan
gula tersebut.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita
harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak
diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki, anak
dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok
basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai
suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam
12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2
jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan

52
muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika
rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis,
frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
oedemnya bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150300mg/kgBB/hari,
ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam
(Resomal)
5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi :
kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara
oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik
kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3
berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu
suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6
bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai
stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak
sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental,
motorik dan kognitif.

53
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai
1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah
makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi
boster dan vitamin A tiap 6 bulan10.43

Kebutuhan Nutrisi pada Anak


Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak
berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan
ASI dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan
konsistensi makanan yang diberikan. Untuk anak yang mendapatkan ASI, ratarata
makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan, 3-4
kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan.44
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan
mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4
kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien
adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan
dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin
larut lemak , vitamin tidak larut lemak dan mineral.45
1. Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia.Satu gram


karbohidrat menghasilkan 4 Kkal.Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi
darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera dan sebagian lagi disimpan
sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi
lemak
2. Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separohnya ada di
dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam
kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai

54
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
3. Lemak

Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam


air. Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 Kkal
untuk setiap gram yaitu 2 12 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat
dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh
paling besar. Lemak disimpan sebanyak 50% di jaringan bawah kulit (subkutan),
45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler
4. Vitamin

Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam


jumlah sangat kecil dan pada umunya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin
termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap
vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. (Almatsier S., 2001)
Penelitian-penelitian membedakan vitamin dalam dua kelompok : vitamin larut
dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan
C). Sebagian besar vitamin larut lemak diabsorpsi bersama lipida lain. Vitamin
larut air biasanya tidak disimpan di dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin
dalam jumlah kecil. Oleh sebab itu, vitamin larut air perlu dikonsumsi tiap hari
untuk mencegah kekurangan yang dapat mengganggu fungsi tubuh normal.
5. Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting


dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai
tahap metabolismen terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim.46
Komplikasi
Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki
komplikasikomplikasi yaitu :

55
1. Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada
masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,
dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun
besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti,
hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang
normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian
Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa
terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut meningkat
pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG
yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu
meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.
2. Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut
yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu,
biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan
lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang
menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul
umumnya pada tipe kwashiorkor.
3. Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat
defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat
juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita
KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan.
4. Kematian Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada
umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti
tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang
pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti
mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada
penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi,
sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.40

56
Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian
dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat dan
cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi
kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang
lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat
penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat
mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua,
sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan
dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus in cenderung
lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan
pertambahanan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak
berada dalam batas yang normal.40

2.12 INTEGRASI KEISLAMAN

Pemenuhan gizi merupakan kewajiban bagi setiap orang sebagai


bentuk pemeliharaan kesehatannya, seperti dalam sabda Rasulullah SAW. yang
berbunyi :

Artinya :
“...Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak yang harus kau penuhi...” (H.R. Al-
Bukhari, Ahmad, An-Nasa’i)47

Tercantum juga dalam Q.S. ‘Abasa: 24. :48

57
Artinya :
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”

Artinya adalah kewajiban seseorang untuk menjaga atau memelihara


jasmaninya sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keharusan
mengkonsumsi makanan yang bergizi disebabkan jasad manusia sengaja
diciptakan demikian karena di dalam jasad ada proses (kejadian) yang
berlangsung terus menerus hingga ajalnya. Perintah ini ditegaskan oleh Allah
SWT. Dalam Q.S. Al-Anbiyaa: 8 yang berbunyi: 48

Artinya:
“Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan,
dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal”

58
BAB III

PENUTUP

3.1 TABEL DIAGNOSA BANDING

Marasmus-
Gejala Marasmus Kwashiorkor
Kwashiorkor
Perempuan 5 + + +
tahun
Tgl lahir 7 Juli + + +
2015
Batuk 1 minggu + + +
lalu
Demam ↑↓ + + +
Malas makan + + +
dan minum
TD 120/70, P + + +
18x/I, N 56x/I, S
= 38,3°C
17 Kg/121 cm + - +
(Sangat kurus)

3.2 KESIMPULAN

Berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan, diperoleh beberapa


diffential diagnosa yang tercantum dalam tabel di atas dan kelompok kami
memilih Marasmus sebagai diagnosa utama, dikarenakan pada kwashiorkor status
gizi pasien terkait berat badan nampak baik karena adanya edema.

59
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010.
2. Liansya Menawati T.Malnutrisi Pada Anak Balita. Vol.2.No. 1. 2015.
3. Syam Fahrial A. Malnutrisi. Jakarta Interna pubishing. 2009.
4. Novitasari D. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita
Yang Dirawat Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. 2012.
5. Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta: EGC.
2014.
6. Hutagalung, Halomoan. Karbohidrat . Universitas Sumatera Utara:
Sumatera Utara. 2004.
7. Rochmah, Siti Nur. Biologi. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional:
Jakarta. 2009.
8. Kistinnah, Idun dan Endang Sri Lestari. Biologi Makhluk Hidup dan
Lingkungannya. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional: Jakarta. 2009.
9. Sembiring, Langkah. Biologi. Pusat Perbukuan Pendidikan Nasional:
Jakarta. 2009.
10. Tika. Makalah Metabolisme Lemak . Universitas Andalas: Padang. 2011.
11. Burnama, Fitra Jaya. Metabolisme Protein dan Asam Nukleat . Universitas
Syiah Kuala: Banda Aceh. 2011.
12. Mulasari, Surahma Asti dan Tri Wahyuni Sukesi. Biokimia. Penerbit
Pustaka Kesehatan: Yogyakarta. 2013.
13. Hall JE.Guyton and Hall textbook of medical physiology.(terjemahan).
12.th.ed,philapelphia(PA):Elsevier,Inc.2011.
14. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC.
2009.
15. N. Vergnolle. Post inflammatory visceral sencitivity and pain
Mechanisms. Neurogastroenterol Motil.2008.
16. Pudjiadi, Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
17. Ngastiyah. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta:
EGC.2005.

60
18. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000.
19. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu
Gizi Klinis pada Anak Edisi 4, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005.
20. Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. 2004.
21. Nuchsan, A. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. Cermin
Kedokteran no. 134. 2002.
22. Staf Pengajar Ilmu Keperawatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: FKUI. 1985.
23. Markum, A, H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta: FK UI.
1991.
24. Adriani, M,. Wiratmadji B. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana
Predana Media Grup. 2012.
25. Mansjoer,Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta: Media
Aescullapius. 2000.
26. Rudolph CD, AM. Rudolph. Marasmus in Rudolph’s Pediatrics. 2005;
1336-1350.
27. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein
Energy Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in
Paediatrica Indonesiana, 42th volume, December, 2012.
28. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein
Energy Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in
Paediatrica Indonesia, 42th volume, Desember, 2012.
29. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas
Indonesia. Jakarta. 2005 : 95-137
30. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe
Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or
Severe Malnutrition, World Health Organization, 2004.

61
31. Hidajat, Irawan dan Hidajati. Pedoman Diagnosis dan Terapi: Bag/SMF
Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2009
32. Behrman, L. Richard dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC,
1999.
33. Rudolph, Abraham M. dkk. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta: EGC,
2006.
34. M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.2004.
35. Golden M.H.N. Severe Malnutrition. Dalam: (Golden MHN ed).
Childhood Malnutrition: Its consequences and mangement. What is the
etiology of kwashiorkor? Surakarta: Joint symposium between
Departement of Nutrition & Departement of Paediatrics Faculty of
Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human Nutrition,
University of Sheffielob UK, 1278-1296, 2001.
36. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
IDAI, 2010.
37. Puone T, Sanders D, Chopra M,. Evaluating the Clinical Management of
Severely Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital.
Afr Med J 22: 137-141, 2001.
38. WHO. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians and
Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization, 1999.
39. WHO Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia. 2009.
40. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th Edition. United States of America : Sunders Elsevier Inc.
2007. Hal : 229-232
41. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI,
2008.
42. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi, 2011.

62
43. Depkes RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Gizi Buruk. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Hal: 1-5, 2005.
44. Agostoni, C., Axelson, I., Colomb, V., Goulet, O., Koletzko, B., &
Michaelsen, K. The need for nutrition support teams in pediatric units: A
commentary by the ESPGHAN committee on nutrition. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 8-11. 2005.
45. Wardlaw, G.M. et al. Perspectives in Nutrition. Sixth Edition. McGraw
Hill, 383-386. 2004.
46. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta, 2001.
47. Baihaki, ES. Gizi Buruk dalam Perspektif Islam. Vol.2. No.2. 2017.
48. Al-Quran Terjemahan. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus
Sunnah. 2015.

63

Anda mungkin juga menyukai