Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi

“ Gizi Buruk ”

Dosen Pengampu

Rizki Amalia, SKM, M.kes

Disusun oleh

Alha Jantri P07133221003

Program Studi Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul “Gizi Buruk”.

Dalam penyelesain tugas makalah ini, penyusunan menggunakan berbagai


jurnal dan internet. Penyusunan makalah bermaksud untuk memperdalam
pemahaman sebagai seorang mahasiswa dan melatih kemandirian agar tidak hanya
menerima dari Dosen, tetapi harus mengembangkan sendiri dengan cara mencari
informasi yang bersangkutan.

Penyusun menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih jauh


dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, untuk itu diharapkan adanya kritik dan
saran yang membantu untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Yogyakarta, 24 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………...……...1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………............ 3

C. Tujuan Penulisan………………………………………………………............3

BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab dari Penyakit Gizi Buruk…………………………………….4

B. Interaksi Host, Agent, Everionment/factor resiko………………………….......5

C. Riwayat Alamiyah Penyakit Gizi Buruk…………………………………….....6

D. Model Epidemiologi Yang Digunakan dalam Penyakit Gizi Buruk……….…..7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………8

B. Saran…………………………………………………………………………..8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berat badan anak menurut umur merupakan indikator yang baik dari status
gizinya, yang diukur dari status gizinya. Dalam beberapa tahun terakhir, tujuan untuk
mengurangi kekurangan gizi pada anak balita tidak banyak. Malnutrisi pada anak-
anak memiliki dampak jangka panjang yang sulit untuk dipulihkan di masa dewasa.
Pada tahun 2018, 17,7 persen penduduk Indonesia mengalami malnutrisi atau kurang
gizi. Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, seluruh
negara harus bekerja sama untuk memajukan pembangunan sehat yang meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan setiap orang untuk menjalani gaya hidup sehat.
Harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi di masyarakat hanyalah sedikit
dari sekian banyak indikator kesehatan masyarakat.

Perbaikan gizi di masyarakat, khususnya pada balita, merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kesehatan. Para ahli kesehatan dan gizi menganggap anak-anak
di bawah usia lima tahun sebagai salah satu kelompok yang paling rentan karena
pertumbuhan dan perkembangannya yang cepat. Akibat kelaparan, lebih mudah
terjangkit penyakit menular, apalagi jika terjadi dalam proporsi epidemik, seperti
gunung es, dan bisa berakibat fatal (Notoatmodjo, 2003; Sediaoetama, 2000). Sampai
tahun 2012, jumlah kasus gizi buruk di Indonesia telah menurun sebesar 14%, namun
penurunan tersebut sangat bertahap dari waktu ke waktu (Kementerian Kesehatan,
2013). Data PSG (Status Surveilans Gizi) Jawa Timur tahun 2012 menunjukkan
angka gizi buruk pada balita sebesar 2,35 persen berdasarkan BB/U berat badan
menurut umur (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2013). Lebih dari 100 anak di bawah
usia lima tahun kekurangan gizi di seluruh Kabupaten Tri-Negara pada tahun 2011,
157 pada 2012, dan 140 tahun ini. Kabupaten Tribang Jawa Timur memiliki tingkat
gizi buruk tertinggi kelima di antara kabupaten-kabupatennya.

1
Sebanyak 140 anak di bawah usia 5 tahun mengalami gizi buruk di Kabupaten
Sampang pada tahun 2013, dengan Kabupaten Sampang melaporkan 31 kasus,
menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang. Informasi ini diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Sanbang pada tahun 2013. Dua Puskesmas Dinas
Kesehatan Tingkat 1 Kabupaten Sampang adalah Puskesmas Banyuanyar dan
Puskesmas Kemuning. Kasus gizi buruk di Puskesmas Wanyuanya meningkat dari 15
pada tahun 2012 menjadi 20 pada tahun 2013, meningkat cukup besar dari tahun
sebelumnya.

Tingkat sosial ekonomi, kebingungan ibu tentang pemberian gizi yang cukup,
dan berat badan lahir rendah (BBLR) semua berkontribusi terhadap prevalensi gizi
buruk (Anwar, 2005). Hasil uji korelasi tersebut, Isnansyah (2006) menemukan
adanya hubungan yang substansial antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak di
bawah usia lima tahun. Sumber tambahan menyebutkan, rendahnya pencapaian
pendidikan berdampak langsung pada ketersediaan pangan rumah tangga, yang pada
gilirannya berdampak pada kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi anak di
bawah usia 5 tahun (Kosim, 2008).

Kekurangan atau kelebihan pada satu atau lebih zat gizi dapat menyebabkan
malnutrisi, yang merupakan kondisi patologis. Seorang pasien dianggap kurang gizi
jika telah kehilangan lebih dari 10% dari berat badannya dalam tiga bulan
sebelumnya. Selain itu, ketika pengukuran berat badan turun di bawah 90% dari berat
optimal berdasarkan tinggi badan, seseorang dianggap kekurangan berat badan.
Malnutrisi protein dan energi yang diinduksi kelaparan yang dikenal sebagai
"malnutrisi terbuang" ditandai dengan kekurangan semua nutrisi dalam makanan. Di
bawah payung istilah "malnutrisi", kita juga dapat merujuk pada masalah medis yang
muncul sebagai akibat dari nutrisi yang tidak mencukupi atau tidak tepat, atau sebagai
akibat dari kurangnya informasi tentang penyebab dasar malnutrisi dalam keluarga
seseorang.

2
Senyawa penambah kekebalan yang diberikan oleh menyusui dan imunisasi juga
memainkan peran penting dalam mengurangi risiko malnutrisi, karena mereka
melindungi bayi dari penyakit. Karena anak-anak yang sehat tidak sakit, tidak
kehilangan nafsu makan, sehingga memiliki status gizi yang layak (Mexiitalia, 2011).
Keadaan gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi, begitu pula
sebaliknya. Akibatnya, penyakit menular dan status gizi rendah saling terkait.

Variabel sosial ekonomi seperti pendapatan per kapita, keahlian gizi ibu, dan
ukuran keluarga juga terkait dengan stunting. Asupan gizi dan kesempatan
pendidikan di rumah dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga. Dalam banyak
kasus, kekurangan gizi mungkin terkait dengan kurangnya pendidikan dan
pemahaman gizi (Kuntari, Jamil dan Kurniati, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi factor penyebab dari penyakit gizi buruk?

2. Bagaimana interaksi host, agent, environment/factor resikonya?

3. Apa riwayat alamiyah penyakit gizi buruk?

4. Model epidemiologi apa yang digunakan dalam penyakit gizi buruk?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui factor penyebab dari penyakit gizi buruk

2. Menjelaskan interaksi host, agent, environment/factor resikonya pada


penyakit gizi buruk

3. Dapat mengetahui riwayat alamiah dari penyakit gizi buruk

4. Dapat mengetahui model epidemiologi yang digunakan dalam penyakit


gizi buruk

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab dari Penyakit Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan


nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.

Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk :

a. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

b. kurangnya asupan kalori baik dari karbohidrat atau protein (protein-energy


malnutrition–PEM).

c. Pengetahuan dan sikap ibu

Pengetahuan gizi sangat penting untuk dipahami dan dimengerti terutama bagi
ibu yang memiliki anak balita, karena ibu tersebut harus bisa mengetahui
tentang kebutuhan gizi bagi balitanya. Pengetahuan ibu akan status gizi anak
yang baik, berdampak pada pengetahuan ibu pada pemberian nutrisi pada
balita. sikap ibu balita, jika sikap ibu kurang perhatian terhadap status gizi
balita dapat berakibat terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk pada balita.

d. Asupan ASI

e. Keadaan ekonomin rumah tangga

Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Penyebab pertama
adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim
curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat
singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana
banjir.

4
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah
pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang
kurang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi
otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan
buram.

B. Interaksi Host, Agent, Environment/Faktor Resiko

a. Host

Host adalah manusia yang mungkin telah terpapar atau berada dalam
bahaya infeksi. Sebagai Host, manusia menderita kelaparan. Dalam
skenario ini, kekurangan gizi merupakan masalah bagi anak-anak atau
balita. Pasalnya, daya tahan tubuh anak masih cukup rentan.

b. Agent

Penyakit terutama disebabkan oleh agent. Ada beberapa faktor yang


berperan di sini, antara lain: zat gizi dalam makanan, infeksi akibat
penyakit, kemiskinan dalam rumah tangga, ketidaktahuan orang tua
akan pentingnya memberi makan anak dengan baik, dan makanan
yang bergizi kaya dan terjangkau. Salah urus dan perawatan kesehatan
yang tidak memadai adalah di antara banyak masalah yang
mengganggu industri pengolahan makanan dan penitipan anak.

c. Environment

Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, biologis,


dan fisik semuanya termasuk dalam istilah umum "lingkungan".
Akibat sosial ekonomi lingkungan yang rendah, tuan rumah tidak
mampu mengkonsumsi makanan sehat. Sanitasi atau air bersih yang
tidak memadai mempengaruhi ekosistem biologis. Dalam hal

5
lingkungan fisik, itu adalah rumah yang terpengaruh. Ada
kemungkinan untuk memiliki kondisi ini karena berbagai alasan.
Keluarga miskin termasuk di antara mereka.

Penyakit gizi buruk disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah
keluarga miskin. Keluarga miskin sangat erat hubunganya dengan ekonomi rendah,
sehingga host dengan kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan
hanya seadanya tidak memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung dalam
makanan ditambah dengan sanitasi atau air bersih yang tidak memadahi dan
keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini menyebabkan host rentan terkena
penyakit gizi buruk terutama balita, karena balita daya tahan tubuhnya masih sangat
rentan.

C. Riwayat Alamiah dari Penyakit Gizi Buruk

a. Fase rentan

Terjadi karena tidak adanya kesimbanganan antara host, agent, dan


environment.Misalnya host memakan makanan yang kurang zat gizinya
sehingga zat gizi didalam tubuh host lama kelamaan berkurang.

b. Fase inkubasi

Saat zat gizi dalam tubuh host berkurang maka akan terjadi perubahan
faali dan metabolis dalam tubuh.

c. Fase Klinik

Tanda-tanda mulai terdeteksi dan gejala penyakit sudah ada. Dengan


tanda-tanda tubuh kecil, dan perut membesar.

d. Fase Terminal

6
Penyakit sudah berkembang pada titik akhir. Penanggulangannya secara
intensif dan hasilnya ada empat kemungkinan yaitu sembuh, cacat, sakit
kronis dan kematian.

D. Model Epidemiologi digunakan dalam Penyakit Gizi Buruk

Model berdasarkan epidemiologi Dengan kata lain, malnutrisi tidak menular.


Sebagai akibat dari berbagai penyebab yang saling terkait dan saling menguatkan,
pejamu dapat menjadi kurang gizi dan menyerah pada penyakit. Jadi model
epidemiologi malnutrisi adalah jaringan sebab dan akibat atau web of causation

Untuk mengatasi masalah malnutrisi dengan lebih baik, penelitian epidemiologis


telah meneliti sejumlah faktor yang berkontribusi. Model kausal UNICEF (1990),
misalnya, biasanya digunakan untuk mempelajari penyebab malnutrisi. Kesulitan gizi
dapat dipecah menjadi tiga kategori berdasarkan kerangka ini: penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, dan alasan utama. Asupan makanan yang tidak mencukupi
dan penyakit menular adalah dua penyebab utama di balik masalah gizi. Penyebab
tidak langsung, di sisi lain, termasuk kurangnya makanan yang cukup, pengasuhan
anak, kebersihan, dan akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi dasar. Namun,
terjadinya krisis ekonomi, politik, dan sosial, seperti bencana alam yang
mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh keluarga, dan akses terhadap fasilitas
kesehatan dan sanitasi dasar, merupakan akar penyebab atau akar penyebab gangguan
gizi. Lima tahun dan lebih muda

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagian besar anak kecil lahir dalam kondisi normal. Penyakit menular telah
hadir dalam kehidupan sebagian besar anak-anak. Lebih dari separuh anak balita
diberi ASI eksklusif. Imunisasi terjadwal adalah norma bagi sebagian besar anak di
bawah usia 12 tahun. Malnutrisi pasca perawatan ditemukan mempengaruhi status
pekerjaan, pendapatan rumah tangga, dan riwayat penyakit menular pada anak di
bawah usia lima tahun.

Status gizi anak di bawah usia lima tahun terkait erat dengan pengasuh utama
mereka, jumlah anggota keluarga, pendekatan pengasuhan, dan metode perawatan
kesehatan. Ibu sangat terikat pada anak-anak mereka sebagai pengasuh utama.
Distribusi konsumsi zat gizi dalam suatu rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah
penduduk yang tinggal di sana. Untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan
nutrisi yang mereka butuhkan, pengasuhan yang baik melibatkan pemberian
perawatan rutin setiap hari selama mereka sehat.

B. Saran

Disarankan agar ibu dengan anak kecil bekerja paruh waktu dan
memanfaatkan keterampilan atau pengetahuan khusus mereka untuk menghasilkan
lebih banyak uang. Kesehatan keluarga juga dapat ditingkatkan dengan
memanfaatkan pekarangan untuk bercocok tanam. Rumah tangga dengan status sosial

8
ekonomi rendah dapat memperoleh manfaat yang besar dari program UMKM jika
pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada kebutuhan mereka. Serta
diadakannya sosialisai atau penyuluhan pengenalan gizi buruk dan cara
pencegahannya kepada masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Kosim, Sholeh, M. 2008. Buku Ajar Neonatologi edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: EGC

Ahsan, dkk. (2014). Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua (Ibu) Yang Bekerja
Dengan Tingkat Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah (4-5) Tahun Di Tk
Mutiara Indonesia Kedungkandang Malang. Jurnal LP3 UB, 2(2), pp. 30– 40.
doi: 2302-9021

Pertumbuhan Linear Anak Balita Gizi Buruk Mengikuti Rawat Jalan di Puskesmas,
Submitted: April 13, 2015, revised: June 15, 2015, approved: June 18, 2015

Anda mungkin juga menyukai