Anda di halaman 1dari 36

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
GIZI BURUK

Disusun Untuk Memenuhi Penugasan Individu Program Profesi Ners


Departemen Keperawatan Anak

Oleh:

Rizki Taufikur Rahman


1900700300011028
Kelompok 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWJAYA
MALANG
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

A. Konsep Gizi Buruk


1. Definisi Gizi Buruk ............................................................................ 1
2. Etiologi Gizi Buruk............................................................................. 1
3. Klasifikasi Gizi Buruk......................................................................... 5
4. Patofisiologi Gizi Buruk..................................................................... 7
5. Pathway ............................................................................................ 9
6. Manifestasi Klinis Gizi Buruk............................................................. 10
7. Pemeriksaan Diagnostik Gizi Buruk ................................................. 12
8. Penatalaksanaan Gizi Buruk ........................................................... 14
9. Komplikasi Gizi Buruk....................................................................... 17
10. Pencegahan ..................................................................................... 18

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ........................................................................................ 20
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ............................... 22
3. Rencana Keperawatan .................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 27

ii
LAPORAN PENDAHULUAN
GIZI BURUK

A. KONSEP GIZI BURUK


1. Defisini Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita
sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus
( menurut BB terhadap TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan
gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Supriyatno Edi,
2012).
Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013).
Malnutrisi atau gizi buruk menurut World Health Organization (WHO, 2014)
adalah ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk
menjamin pertumbuhan yang optimal. Hingga saat ini malnutrisi merupakan
salah satu masalah serius di bidang kesehatan anak, baik di negara maju
maupun di negara sedang berkembang.

2. Etiologi Gizi Buruk


Penyebab malnutrisi pada anak menurut Pudiastuti (2011), antara lain
adalah:
A. Pola makan yang salah
Asupan gizi dari makanan yang dangat berpengaruh besar pada
pertumbuhan balita. Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh balita
harus diperhatikan, pola makan yang salah dapat menyebabkan balita
mengalami gizi kurang.
B. Anak sering sakit dan perhatian yang kurang
Perhatian dan kasih sayang orang tua pada anak sangat dibutuhkan
pada masa perkembangan anak. Rendahnya perhatian dan kasih
sayang orang tua pada anak menyebabkan makan anak tidak
terkontrol.
C. Infeksi penyakit

1
Adanya penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan/ kondisi balita
terutama pada balita yang asupan gizinya tidak terkontrol dengan baik.
D. Kurangnya asupan gizi
Rendahnya asupan gizi pada anak menyebabkan anak mengalami gizi
kurang sehingga pertumbuhan tubuh dan otak anak terganggu.
E. Berbagai hal buruk yang terkait dengan kemiskinan
Status ekonomi yang terlalu rendah menyebabkan keluarga tidak
mampu memberikan asupan makanan yang cukup pada anak sehingga
penyakit mudah berkembang di tubuh anak.
WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk,
yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi
berat dan berulang terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet yang
tidak memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum
hidup, kondisi lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2012).
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,diantaranya adalah
status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik
untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).
sedangkan menurut Ariyani (2018) dalam skripsinya menyebutkan bahwa
terdapat cukup banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gizi
buruk antara lain sebagai berikut :
Konsumsi zat gizi
A. Konsumsi zat
gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula
terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Selain itu faktor kurangnya asupan makanan
disebabkan oleh ketersediaan pangan, nafsu makan anak,gangguan
sistem pencernaan serta penyakit infeksi yang diderita.
B. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada
anak-anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan
fungsi kekebalan tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas dan

2
atau kapasitas fungsional berkurang dari semua komponen seluler
dari sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi
C. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam
mengelola makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita
merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai
zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan kemampuan ibu
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya
pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-
hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi.
Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup
dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk
anak balita.
D. Pendidikan ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah
diberikan pengertian mengenai suatu informasi dan semakin mudah
untuk mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku
khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Pendidikan ibu yang relatif
rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam
menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya.
E. Pola asuh anak
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan
kepada anak balita dan pemeliharaan kesehatan. Pola asuh makan
adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu kepada anak
balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh yang
baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada
pertumbuhan dan perkembangan balita sehingga akan menurunkan
angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya.
F. Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang
mempengaruhi status gizi. Gizi buruk dan infeksi kedua – duanya

3
bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan
sanitasi buruk. Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan
balita dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi lingkungan
yang sehat, yang pada akhirnya akan memperbaiki status gizinya.
G. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi status gizi balita. Keluarga dengan status ekonomi
menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan dan gizi
terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi
pada anak balita . Balita yang mempunyai orang tua dengan tingkat
pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita status
gizi kurang dibanding dengan balita yang memiliki orang tua dengan
tingkat pendapatan cukup .
H. Ketersediaan pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak
langsung terjadinya status gizi kurang atau buruk. Masalah gizi yang
muncul sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, salah
satunya timbul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat
rumahtangga, yaitu kemampuan rumahtangga memperoleh makanan
untuk semua anggotanya.
I. Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang. Anak
yang tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang
gizi. apabila anggota keluarga bertambah maka pangan untuk setiap
anak berkurang, asupan makanan yang tidak adekuat merupakan
salah satu penyebab langsung karena dapat menimbulkan manifestasi
berupa penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada
anak, oleh sebab itu jumlah anak merupakan faktor yang turut
menentukan status gizi balita.
J. Sosial budaya
Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan
dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta
untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut

4
dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi
buruk.
3. Klasifikasi Gizi Buruk
Menurut DEPKES RI, (2009) terdapat 3 tipe gizi buruk, yaitu:
A. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan,
karena masih merasa lapar.
B. Kwashioskor
Penampilan tipe kwashioskor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh.
C. Marasmik-Kwashioskor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashioskor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashioskor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat
pula.

Kwasiorkor dan marasmus merupakan dua tipe dari malnutrisi/gizi buruk.


Perbedaan yang jelas dari kedua kondisi KKP ini adalah pada kwashiorkor
didapatkan edema, sedangkan pada marasmus tidak didapatkan edema,
marasmus terjadi berhubungan dengan tidak adekuatnya intake kalori dan
protein, sedangkan pada kwashiorkor intake kalori normal tetapi asupan
protein tidak adekuat (Shashidhar, 2009).

5
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia
adalah World Health Organization – National Centre for Health Statistic
(WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi
empat :
A. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
B. Gizi baik untuk well nourished.
C. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat,
PCM (Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi
(PEM) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
D. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-
kwasiorkor dan kwashiorkor :
1) Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
2) Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan
anak prasekolah (balita).
3) Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus
dan kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan
terhadap umur anak sebagai berikut:
A. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
B. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
C. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
D. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor
(MEP berat).

Sedangkan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :


1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penialian Status
Gizi Anak dengan memperhatikan berbagai macam indeks, berbagai
kategori status gizi, dan menggunakan ambang batas z-score.

6
Kemenkes RI (2013) menyebutkan bahwa penentuan klasifikasi status gizi
dapat dilakukan dengan memperhatikan tanda klinis anak balita dan indeks
BB/TB(PB) dengan menggunakan standar deviasi (SD).

4. Patofisiologi
Gizi kurang atau gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia
5 tahun. Tidak tercukupinya makanan dengan gizi seimbang serta kondisi
kesehatan yang kurang baik dengan kebersihan yang buruk mengakibatkan
balita atau anak-anak menderita gizi kurang yang dapat bertambah menjadi
gizi buruk jika tidak terintervensi dengan cepat dan tepat. Karena
rendahnya penghasilan keluarga sehingga keluarga tidak mampu
mencukupi kebutuhan balita dan keluarga tidak memberikan asuhan pada
balita secara tepat dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang. Pada anak
gizi kurang atau gizi buruk dapat mengakibatkan lapisan lemak di bawah
kulit berkurang, daya tahan tubuh balita menurun, dan produksi albumin
juga menurun sehingga balita mudah terkena infeksi dan mengalami
terlambatan perkembangan. Balita dengan gizi kurang juga mengalami
peningkatan kadar asam basa pada saluran pencernaan menyebabkan
balita mengalami diare sehingga masalah keperawatan yang muncul
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Waryana, 2016).
Sedangkan menurut Sadewa (2008) Patofisiologi gizi buruk pada balita
adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit

7
akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan
makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini
merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami
rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau
rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya
terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel
tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang
disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja
terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.Turgor atau
elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg
seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi
karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar
sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak
di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula.
Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan
onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi
plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel,
karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal
untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh
membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama
karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas

8
bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik.

5. Pathway

Sanitasi pelayanan Sosial ekonomi rendah, MK : Defisit


kesehatan tidak malabsorbsi, kegagalan Pengetahuan
memadai melakukan sintesis
protein dan kalori

Pola makan
Program gizi tidak
Intake nutrisi kurang tidak terkontrol
jalan

Intake nutrisi kurang

GIZI BURUK

Hilangnya lemak di Daya tahan tubuh Asam amino esensial menurun


bantalan kulit menurun dan produksi albumin menurun

Turgor kulit Keadaan umum lemah Gangguan pertumbuhan


menurun dan keriput dan imun tubuh rendah

MK : Risiko infeksi MK : Risiko MK : Gangguan


 Hiportermi saluran pencernaan Infeksi Tumbuh
 Risiko Kembang
Kerusakan
Integritas
Intake makanan Hiperperistaltik
Kulit
kurang usus

MK : Diare
MK :
Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

9
6. Manifestasi Klinis Gizi Buruk
Adapun tanda dan gejala dari Gizi Buruk secara umum menurut Nanang, 2016 adalah
sebagai berikut:
A. Anak cengeng,rewel,dan tidak bergairah
B. Diare
C. Mata besar dan dalam
D. Akral dingin dan tampak sianosis
E. Wajah seperti orang tua
F. Kulit kering bersisik
G. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu
H. Tterjadi atrofi otot
I. Kelemahan otot
J. Kulit keriput dan turgor kulit jelek
K. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
L. Anoreksia
M. Sering bangun malam
N. Vena supervicialis tampak jelas
O. Udema
P. Hipoalbuminemia
Q. Sering sakit karena daya tahan tubuh lemah
Sedangkan mmenurut Par’i (2016) secara khusus terdapat tanda-gejala pada
marasmus dan kwashiorkor, tanda gejala tersebut dapat timbul secara bersamaan
pada kasus marasmus-kwashiorkor
A. Marasmus
1) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
2) Berat badan mencapai sekitar 60 % dari berat badan ideal
menurut umur.
3) Ukuran kepala tidak sebangding dengan ukuran tubuh
4) Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
5) Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang
sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol
6) Iga gambang dan perut cekung
10
7) Otot paha mengendor (baggy pant)
8) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
9) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah
kulit)
10)Rambut tipis, mudah patah/rontok dan kemerahan
11)Gangguan kulit (kulit kering berlipat-lipat mudah terluka karena tidak ada
jaringan lemak ataupun otot)
12)Pembesaran hati
13)Gangguan pencernaan (sering diare)
14)Mudah terkena infeksi
B. Kwashiorkor
1) Seperti anak yang gemuk (suger baby) karena pembengkakan terkadang
juga muncul asites
2) Tidak telrihat adanya penurunan berat badan karena adanya
pembengkakan, tetapi pertambahan tinggi badan terhambat, dan lingkar
kepala mengalami penurunan
3) Perut gemuk tetapi anggota tubuh yang lain mengalami atrofi terutama
pantat
4) Kelemahan otot
5) Cengeng, rewel, kadang apatis
6) Rambut tipis kemerahan (terang, kadang juga seperti tembaga) seperti
warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor
yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
7) Wajah membulat dan sembab
8) Pandangan mata anak sayu
9) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam, hal ini dikarenakan hati penuh dengan lemak
10)Sering menolak semua makanan
11)Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis) umumnya di punggung, pantat, sekitar vulva karena keringat
atau urin
12)Jika lipatan kulit di tarik masih terasa ada jaringan lemak sedikit
11
13)Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan
kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
14)Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis,
nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
15)Serum albumin selalu rendah, turun sampai 2,5 mL atau lebih rendah
16)Albumin dan globulin serum sedikt menurun di bawah 2 terkadang
sampai 0
17)Kadar kolesterol serum rendah

7. Pemeriksaan Diagnostik
A. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dantingkat gizi. Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U),dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
1) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).
Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat
12
labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (Current Nutritional Status).
2) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa
lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan
Bengoa (1973) dalam.
3) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhantinggi badan dengan kecepatan tertentu
4) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan
Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada
kelainan pada tulang dan organ tubuh lain. Memeriksa penyakit atau
kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
B. Riwayat Diet
Rinci sejarah diet, pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI)
dan pemeriksaan fisik lengkap.
C. Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium
WHO merekomendasikan tes laboratorium berikut:
 Gula darah
 Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian
langsung
 Hemoglobin
 Pemeriksaan urine
 Pemeriksaan feses dengan mikroskop untuk ova dan parasite
 Serum albumin
 Tes HIV (tes ini harus disertai dengan konselinh dari orangtua anak
dan kerahasiaan yang ketat harus dipertahankan)
 Elektrolit
Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis

13
akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat
besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan
absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
D. Biopsi
E. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
F. Tes mantoux
G. EKG

8. Penatalaksanaan
Dalam proses pengobatan KEP (Kurang energi protein) berat (seperti
Marasmus, Kwashiorkor dsb) terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan
baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

A. Tahap Penyesuaian (Stabilisasi)

14
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima
makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi
protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat,
adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat
badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa
makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh:
susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur
ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan
ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan
seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan
dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan
biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
2) Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
3) Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara
bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing
tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan
5% glukosa, dan
4) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali
sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu
diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
Pada tahap rehabilitisasi yang terpenting adalah penanganan kritis
pasien, tindakannya biasanya berupa :
 Perawatan respirasi
 Perawatan Hipoglikemia
 Perawatan Hipotermia
 Perawatan dehidrasi
 Perawatan gangguan keseimbangan elektrolit
 Infeksi dsb yang dapat mengancam nyawa
Pada tahap ini juga diberikan inisisasi makanan/innitial feeding berupa
pemberian formula F-75

15
 Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas maupun rendah laktosa
 Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan
parenteral
 Energi: 100 kkal/kgBB/hari
 Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
 Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100
ml/kgBB/hari)
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa
jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi.
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai
kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT.
Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.
B. Tahap Penyembuhan (Transisi)
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,
secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga
konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.
Pada fase transisi makanan diberikan dengan formula F-100 tetapi
dengan cara bertahap
 Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan
F-75 selama 2 hari berturutan.
 Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali
pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa
sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai
200 ml/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau makanan
pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi
dan proteinnya sebanding dengan F-100.
 Setelah transisi bertahap, beri anak:
o pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas
(sesuai kemampuan anak)
o energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
o protein: 4-6 g/kgBB/hari.

16
Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)
yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g dapat
digunakan pada fase rehabilitasi.
C. Tahap Lanjutan (Rehabilitasi)
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP.
Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan
gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan,
dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
1) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat
tanda-tanda hipoglikemia.
2) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
3) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila
terdapat hipomagnesimia.
4) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI
peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat
xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg
berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
5) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral.
Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia
yang biasanya menyertai KKP berat.
Pada tahap rehabilitasi dapat menggunakan F-100 maupun
RUTF/LRUTF.
Menurut sumber lainnya, untuk mengatasi kondisi-kondisi tertentu juga terdapat
penatalaksanaan khusus yaitu sebagai berikut :
A. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi
Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh
sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat
dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa
10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan,
penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar,
lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai
tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
17
B. Mencegah dan mengatasi hipotermi
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin
dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung
tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode
kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu
rectal tiap 2 jam sampai suhu > 36,5 oC, pastikan anak memakai pakaian,
tutup kepala, kaos kaki.
C. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB
setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10
ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa
banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah
Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan
pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak dan
muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat,
tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya
bertambah.
D. Koreksi gangguan elektrolit
Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal).
E. Mencegah dan mengatasi infeksi
Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi
amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi
( hipoglikemia atau hipotermi)
F. Mulai pemberian makan
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan
fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi
100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari
untuk penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor
dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
G. Koreksi kekurangan zat gizi mikro
18
Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat
(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3
mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu
perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU,
>1 tahun 200.000 IU).
H. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung
100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan
energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup
minyak dan protein.
I. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur
dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
J. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
i. Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada
orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak,
pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.

9. Komplikasi
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin
dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka
jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua
organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah
saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan
hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan
karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang
bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan
sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan
hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid
Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon

19
tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering
mengakibatkan kematian.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat
resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali
terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi
saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat
sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi
beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa
(Kliegman et al, 2007).
Komplikasi lainnya dapat berupa :
A. Diare
B. Infeksi
C. Anemia
D. Hipokalemi
E. Hipotermia
F. Tuberculosis
G. Parasitosis
H. Disentri
I. Malnutrisi kronik
J. Gangguan tumbuh kembang

10. Pencegahan
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal
mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit
anak malnutrisi, meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak,
merehabilitasi anak-anak yang menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan).
Operasional dari kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi tersebut antara lain:
A. Program promosi ASI
B. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu
hamil dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-
zat gizinya antara lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan
perbaikan makanan ibu hamil, program peningkatan makanan keluarga,
20
misalnya: penyuluhan tentang proses pemasakan daging yang direbus
tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak serta vitamin yang larut
dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
C. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
D. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral
dan internal pada dehidrasi karena diare
E. Meningkatkan hasil produksi pertanian
F. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi
energi utk anak-anak yg disapih
G. Memperbaiki infrastruktur pemasaran
H. Subsidi harga bahan makanan
I. Pemberian makanan suplementer
J. Pendidikan gizi
K. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan

21
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare
dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
B. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama).
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
D. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum
dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
1) B1 terdapat tanda-tanda gangguan sistem pernafasan seperti batuk, sesak,
ronchi dan retraksi otot intercosta
2) B2 gusi bengkak dan berdarah serta hipotensi kadang juga terdapat hipotermi,
edema tungkai dan anemia

22
3) B3 terkadang terjadi penurunan kesadaran
4) B4 biasanya tidak terdapat gangguan
5) B5 Penurunan berat badan, membran mukosa kering, mual dan muntah, Perut
tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare
6) B6 kulit yang kering dan bersisik, tulang yang mudah patah dan kelemahan
otot
7) Penurunan ukuran antropometri
8) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)
9) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
10) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
11) Edema tungkai
12) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
13) Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan
hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
14) Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang
hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
15) Pankreas
Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi enzim
pankreas terutama lipase.
16) Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-
kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung.
17) Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk
dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
18) Ginjal
23
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus
sehingga GFR menurun.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Gizi Buruk adalah
sebagai berikut :
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor ekonomi/faktor
psikologis/ketidakmampuan menelan/mencerna makanan
b. Hipervolumia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
c. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulus
d. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
e. Hippotermia berhubungan dengan berat badan ekstreme/kekurang lemak
subkutan/malnutrisi
f. Gangguan Integrutis kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi
g. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI/Hambaran pada neonatus/anomali payudara ibu/ketidakadekuatan
refleks menghisap
h. Risiko gangguan perkembangan
i. Risiko gangguan pertumbuhan
j. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
k. Risiiko infeksi

24
Rencana Keperawatan

No Diagnosis keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan status nutrisi dapat meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut : Obeservasi
peningkatan kebutuhan 1. Identifikasi status nutrsi
metabolisme dibuktikan Standar Indikator capaian Keterangan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dengan albumin dibawah Luaran 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
normal (2,8 d/dL), Keseluruhan Awal Target Akhir 4. Identifikasi makanan yang disukai
penurunan nafsu makan, Porsi makanan 3 5 1:menurun 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (albumin,
tampak lemah, umur 5 yang 2 : Cukup limfosit, dan elektrolit serum )
tahun dengan BB 50kg, dihabiskan menurun Terapeutik
piting edema pada 3 : Sedang 6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
tungkai dan punggung 4: Cukup 7. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi pritein
kaki, rambut tipis meningkat 8. Berikan suplemen makanan jika perlu
kemerahan dan cukup 5:meningkat Edukasi
mudah dicabut Verbalisasi 3 5 1:menurun 9. Anjurkan makan dengan posisi duduk jika mampu
keinginan 2 : Cukup 10. Berikan informasi mengenai diet yang sedang dilakkan
untuk menurun kepada pasien dan keluarga
meningkatkan 3 : Sedang Kolaborasi
nutrisi 4: Cukup 11. Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat 12. Kolaborasi pemberian suplemen makanan
5:meningkat
Pengetahuan 3 5 1:Meningkat Promosi Berat Badan
keluarga 2 : Cukup Obeservasi
tentang meningkat 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
standard 3 : Sedang 2. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
nutrisi yang 4: Cukup 3. Monitor berat badan
tepat menurun Terapeutik
5:Menurun 4. Sediakan makanan yang teoat sesuai kondisi pasien
(misalnya makanan dengan tekstur gastrostomi, total
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka parenteral nutrition sesuai indikasi)

23
berat badan dapat meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut : 5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan
yang dicapai
Standar Indikator capaian Keterangan Edukasi
Luaran 6. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun
Keseluruhan Awal Target Akhir terjangkau
Berat badan 3 5 1:Memburuk 7. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
2 : Cukup
memburuk Manajemen Cairan
3 : Sedang Terapeutik
4: Cukup 1. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhhan
membaik 2. Berikan cairan itravena
5:Membaik Kolaborasi
Tebal lipatan 3 5 1:Memburuk 3. Kolaborasi cairan yang dimasukkan
kulit 2 : Cukup
memburuk
3 : Sedang
4: Cukup
membaik
5:Membaik
Indeks masa 3 5 1:Memburuk
tubuh/status 2 : Cukup
gizi memburuk
3 : Sedang
4: Cukup
membaik
5:Membaik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka


nafsu makan dapat meningkat dengan kriteria hasil sebagai berikut :

24
Standar Indikator capaian Keterangan
Luaran
Keseluruhan Awal Target Akhir
Keinginan 3 5 1:menurun
makan 2 : Cukup
menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat
Asupan makan 3 5 1:menurun
2 : Cukup
menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat

No Diagnosis keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


2 Hipervolumia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka Manajemen Hipervolumei

25
berhubungan dengan keseimbangan cairan dapat meningkat dengan kriteria hasil sebagai Obeservasi
gangguan mekanisme berikut : 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (misalnya
regulasi dibuktikan ortopnea, dispnea, edema, suara napas tambahan dsb)
dengan adanya piting Standar Indikator capaian Keterangan 2. Indentifikasi penyebab hipervolemia
edema di tungkai dan Luaran 3. Monitor status hemodinamik (misal frekuensi jantung,
punggun kaki, Keseluruhan Awal Target Akhir tekanan darah dsb)
albuminemia, HB Kadar protein 3 5 1:Memburuk 4. monitor tanda hemokosentrasi (kadar natrium, BUN,
dibawah normal dan 2 : Cukup hematokrit, berat jenis urine)
hematokrit dibawah memburuk 5. monitor tanda peninkatan tekanan onkotik plasma
normal 3 : Sedang (kadar protein, albumin meningkat)
4: Cukup 6. monitor efek samping diuretik
membaik Terapeutik
5:Membaik 7. tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
Kadar HB 3 5 1:Memburuk Kolaborasi
2 : Cukup 8. Kolaborasi pemberian diuretik
memburuk
3 : Sedang Pemantauan Cairan
4: Cukup Obeservasi
membaik 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
5:Membaik 2. Monitor frekuensi napas
Edema 3 5 1:Meningkat 3. Monitor tekanan darah
2 : Cukup 4. Monitor crt
meningkat 5. Monitor elastisitas atau turgor kulit
3 : Sedang 6. Monitor hasil pemerriksaan serum (misal. Osmolaritas
4: Cukup serum, hematokrit, natrium, kalium, BUN)
menurun Terapeutik
5:Menurun 7. Atur interval waktu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka


status cairan dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut :

26
Standar Indikator capaian Keterangan
Luaran
Keseluruhan Awal Target Akhir
Kadar 3 5 1:menurun
kekuatan nadi 2 : Cukup
menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat
Turgor kulit 3 5 1:menurun
2 : Cukup
menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat
Dispnea 3 5 1:Meningkat
2 : Cukup
meningkat
3 : Sedang
4: Cukup
menurun
5:Menurun
Edema perifer 4 5 1:Meningkat
2 : Cukup
meningkat
3 : Sedang
4: Cukup
menurun
5:Menurun
Frekuensi nadi 4 5 1:Memburuk

27
2 : Cukup
memburuk
3 : Sedang
4: Cukup
membaik
5:Membaik
Kadar HT 4 5 1:Memburuk
2 : Cukup
memburuk
3 : Sedang
4: Cukup
membaik
5:Membaik

28
No Diagnosis keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
3 Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam maka Perawatan Perkembangan
kembang berhubungan status perkembangan dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai Obeservasi
dengan defisiensi berikut : 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
stimulus dibuktikan Terapeutik
dengan Kesan gizi saat Standar Indikator capaian Keterangan 1. pertahankan lingkungan yang mendukung
usia 0-24 bulan tampak Luaran perkembangan optimal
kurang gizi, Terlambat Keseluruhan Awal Target Akhir 2. dukung anak mengekspresikan diri melalui
berjalan dan berbicara 2 Keterampilan/ 3 5 1:Memburuk penghargaan positif atau feed back
kata (pada umur 18 perilaku sesuai 2 : Cukup 3. pertahankan kenyamanan anak
bulan seharusnya 15 usia memburuk Edukasi
bulan), saat ini pada 3 : Sedang 4. jelaskan orang ua tentang perkembangan dan perilaku
umur 5 tahun hanya bisa 4: Cukup anak
mengambar tak terarah membaik 5. anjurkan orang tua berinteraksi degan anaknya
5:Membaik 6. ajarkan anak keterampilan berinteraksi
Respon sosial 5 5 1:Memburuk Kolaborasi
2 : Cukup 7. Rujuk Konseling
memburuk
3 : Sedang Promosi perkembangan Anak
4: Cukup Observasi
membaik 1. Identifiksi kebutuhan khusu anak dan kemampuan
5:Membaik adaptasi anak
Terapeutik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam maka 2. Fasilitasi hubungan anak dengan teman sebaya
status pertumbuhan dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai 3. Berikan mainan sesuai dengan usia anak
berikut : 4. Sediakan kesempatan alat alat menggambar, melukis,
Standar Indikator capaian Keterangan mewarnai
Luaran 5. Dukung anak berinteraksi dengan dengan anak lain.
Keseluruhan Awal Target Akhir Edukasi
Berat badan 3 5 1:menurun 6. Jelaskan nama nama obyek benda sekitar
sesuai usia 2 : Cukup 7. Ajarkan tindakan asertif pada anak
menurun 8. Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan
3 : Sedang perkembangan

29
4: Cukup Kolaborasi
meningkat 9. Rujuk untuk konseling
5:meningkat
Anjangan/ting 5 5 1:menurun
gi badan 2 : Cukup Edukasi Nutrisi Anak
sesuai usia menurun Observasi
3 : Sedang 1. identifikasi kesiapan orang tua menerima informasi
4: Cukup Terapeutik
meningkat 2. sediakan materi dan media penkes
5:meningkat 3. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Edukasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam maka 4. jelaskan kebuuhan gizi seimbang untuk anak
kinerja pengasuhan dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai 5. anjurkan menghindari jajanan yang tidak sehat
berikut : 6. anjurkan ibu mengidentifikasi makanan gizi seimbang.
Standar Indikator capaian Keterangan
Luaran Edukasi Orangtua : Fase Anak
Keseluruhan Awal Target Akhir Observasi
Pemenuhan 4 5 1:menurun 1. identifikasi pemahaman orang tua tentang
kebutuhan fsik 2 : Cukup membesarkan anak
anak menurun 2. identifikasi kesiapan orang tua dalam menerima
3 : Sedang edukasi serta faktor-faktor yang menghambar
4: Cukup penerimaan
meningkat Terapeutik
5:meningkat 3. minta orang tua menjlaskan perilaku anak
Pemenuhan 5 5 1:menurun 4. dengarkan setiap kelihan dan maslah yang dihadapi
kebutuhan 2 : Cukup orang tua
emosional menurun 5. fasilitasi orangtua untuk bertanya
anak 3 : Sedang Edukasi
4: Cukup 6. ajarkan teknik pengasuhan dan keterampilan
meningkat komunikasi
5:meningkat 7. jelaskan tahapan tumbuh kembang anak
Pemenuhan 5 5 1:menurun 8. jelaskan pendekatan orang tua yang dapat digunakan
kebutuhan 2 : Cukup 9. jelaskan sikap atau tindakan antisipasi ditahapan usia

30
sosial anak menurun anak
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat
Peyiaan nutrisi 4 5 1:menurun
seusuai usia 2 : Cukup
menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat
Stimulasi 4 5 1:menurun
perkembanga 2 : Cukup
n menurun
3 : Sedang
4: Cukup
meningkat
5:meningkat

31
DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, L. 2018. Pengaruh Kehadiran Konseling Dan Konsumsi Formula 100


( F100 ) Terhadap Perubahan Status Gizi Balita Gizi Buruk. Universitas
Muhammadiyah Semarang. Retrieved from
http://repository.unimus.ac.id/1988/

Depkes RI. 2009. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat: Gizi dan
Kesehatan Masyarakat.Jakarta: Grafindo Persada

Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Kemenkes RI. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk.Buku I.
Kemenkes RI. Jakarta.

Kliegman, R. M., Behrman, R. E., Jenson, H. B. & Stanton, B. S., 2007. Nelson
Textbook of Pediatrics. 18 ed. Philadelphia: Elsevier.

Par’i, Holil Muhammad. 2016. Penilaian Status Gizi: Dilengkapi Proses Asuhan
Gizi Terstandar. Jakarta: EGC

Shashidhar, H. R. 2017. Malnutrition. Retrieved June 21, 2020, from


https://emedicine.medscape.com/article/985140-overview

Sodikin, 2013.Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.

Supriyatno, Edi. 2003. Gizi Balita. Bandung: Pustaka Ilmu

Waryana. 2016. Promosi Kesehatan, Penyuluhan dan Pemberdayaan


Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.

World Health Organization. 2014. World Health Statistics.

27

Anda mungkin juga menyukai